Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Pembagian Hukum

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik

Mata kuliah: Ushul fiqih

Dosen Pengampu: Arie Nurdiansyah M.pd

Disusun oleh

Hana Khoirunisa (2019010125)

Maulani (2019010061)

Retno sari (2019010092)

KELAS REGULER 1A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINNGI ILMU TARBIYAH(STIT) AL-KHAIRIYAH


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa didalam mempelajari Ushul Fiqh
terdapat bermacam-macam hukum yang diantaranya yaitu hukum syara’ adalah
kata majemuk yang tersusun dari kata “Hukum” dan kata “Syara”. Kata Hukum
berasal dari bahasa arab. “Hukum” yang secara etimologi berarti “memutuskan atau
menetapkan dan menyelesaikan”. Sedangkan kata Syara’ secara etimologi berarti
“jalan-jalan yang biasa dilalui air, maksudnya adalah jalan yang dilalui manusia
untuk menuju kepada Allah. Dalam Al-Quran terdapat 5 kali disebutkan kata syara’
dalam arti ketentuan atau jalan yang harus ditempuh.

Jadi Hukum Syara’ berarti seperangkat peraturan, berdasarkan ketentuan Allah


tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku, serta mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam. Dalam hukum syara’ terdapat beberapa
pembagian hukum. Didalam pembagian hukum tersebut terdapat beberapa macam
bentuk-bentuk hukumnya.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui pembahasan lebih jelas maka kita akan menjelaskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Ahkam Al-khamsah?
2. Apa sajakah pembagian hukum yang lima ?

C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui Ahkam Al-khamsah
2. Untuk lebih mengetahui Ahkam Al khamsah

2
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Ahkam al-khamsah


Ahkam al-khamsah berarti hukum yang lima. Lebih tepatnya dasar-dasar
hukum islam yang menjadi tolak ukur tentang setiap perbuatan yang dilakukan
manusia. Kelima hukum itu adalah wajib, sunnah, mubah, makruh, dan
haram.Ahkam al-khamsah masuk ke dalam hukum taklifi. Karena, hukum taklifi
adalah ketentuan-ketentuan Allah dan Rasulullah yang berhubung dengan
perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk perintah (anjuran untuk melakukan),
larangan (anjuran untuk tidak melakukan) atau dalam bentuk memilih antara
berbuat atau tidak berbuat. Kemudian, Hukum Taklifi dalam berbagai macamnya
selalu berada dalam batasan kemampuan seorang mukallaf seperti wajib, haram,
sunnah, makruh, mubah.Berikut dibawah penjelasan tentang ahkam al-khamsah
yang masuk ke dalam hukum taklifi.
B. Pembagian Hukum
1. Wajib
Wajib menurut bahasa arab berarti: tetap, wajib mesti.1 wajib adalah suatu
perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti, yang diberi
ganjaran dengan pahala bagi orang yang melakukannya dan diancam dosa bagi
orang yang meninggalkannya karena bertentangan dengan kehendak yang
menuntut.2 Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti seuatu yang
harus dilakukan;tidak boleh tidak dilakukan (ditinggalkan).3 dan pada padanan
kata wajib yang terkenal adalah fardhu(‫ )فرض‬menurut ulama ushul fiqh adalah:
Menurut Ulama Ushul Fiqh dalam buku Karya Masduki, wajib yaitu:“Sesuatu
yang dituntut Asy-Syari’ untuk mengerjakannya dengan cara yang tegas dan pasti”4

Wajib bisa dilihat dari beberapa segi,


1) wajib dilihat dari segi waktu pelaksanaanya
a) wajib muthlaq(‫ )الواجب المطلق‬yaitu suatu yang dituntuy asy-syari untuk
dikerjakan tetapi tidak ditentukan waktunya, mukallaf boleh

1
A.W.Munawwir,kamus al-munawwir,hlm:1537.
2
Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:341-342.
3
https://Kbbi.Kemdikbud.go.id/ebtri/wajib
4
Abdul karim zaidan,dkk,Ushul Fiqh I,serang: Ftk Banten press,hlm:124.

3
mengerjakannya pada waktu yang ia kehendaki, tidak ada dosa walaupun
mengakhirkannya. Namun sebaiknya segera dikerjakan karena ajal
seseorang tidak tahu kapan ia meninggal.
b) wajib muqayyad atau wajib mu'aqqat
(‫الموقت‬ ‫)الواجب‬ yaitu perbuatan yang dituntut asy-syari' untuk
melaksanakannya dengan ditentukan waktunya, seperti shalat fardhu lima
waktu dan puasa Ramadhan. Maka tidak boleh mengerjakannya di luar
waktu yabg telah ditentukan, boleh mengerjakannya di luar waktu yang
telah ditentukan, maka berdosalah bagi yang mengakhirkannya tanpa ada
udzur atau alasan yang disyariatkan.5
2) Dilihat dari segi jumlah atau kadar yang telah ditentukan, maka wajib dibagi
kepada:
a) wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang telah ditentukan kadarnya,
misalnya kadar zakat fitrah, kadar (nishab) zakat mal.
b) wajib ghairu muhaddad, yaitu kewajiban yang pelaksanaanya yang tidak
ditentukan ukurannya, misalnya: nafkah untuk keluarga tidak ditentukan
kadarnya, tergantung kemampuan suami.
3) Ditinjau dari segi kandungan perintah, hukum wajib dibagi kepada :
a) wajib muayyan, yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi objeknya
adalah tertentu tanpa ada pilihan lain. Misalnya seperti kewajiban puasa
ramadhan, kewajiban shalat lima waktu sehari semalam.
b) wajib mukhayyar, yaitu suatu kewajiban yang objeknya boleh pilih antara
beberapa alternatif, misalnya kewsajiban membayar kafarat yang telah
dijelaskan dalama surah Al-Maidah(5): 89:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu,
ialah memberi sepiuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepad akeluargamu , atau memberi pakaian kepada mereka atau

5
Abdul karim zaidan,dkk,Ushul Fiqh I,serang: Ftk Banten press,hlm:125.

4
memerdekakan budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari,. Yang demikian itu
adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum.-hukumnya agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang melanggar sumpah, dikenakan
kafarat. Jenis kafaratnya boleh memilih antara beberapa macam kafarat
tersebut.
Ayat lain yang menjelaskan tentang wajib mukhayyar adalah surah
Muhammad (47):4:
Apablia kamu bertemu dengan orang orang kafir (di medan perang) maka
pancung lah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah
mengalahkan mereka maka tawanan lah mereka dan sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka/menerima tebusan sampai perang berakhir.
Demikian lah apabila ALLAH menghendaki niscaya ALLAH akan
membebaskan membinasakan mereka tetapi ALLAH hendak menguji
sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang orang yang syahid
kepada jalan ALLAH ,ALLAH tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
4) wajib dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum, maka dibagi
kepada:
a) wajib ‘aini (fardhu ‘ain): Yaitu kewajiban yang disebabkan kepada setiap
orang yang sudah baligh berakal (mukallaf) tanpa kecuali.Kewajiban
seperti ini tidak bisa gugur, kecuali dilakukannya sendiri seseuatu yang
dituntut oleh syar’i (pembuat hukum) untuk melaksankannya.kewajiban itu
harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain
atau karena perbuatan orang lain.6
Misalnya: Shalat 5 Waktu, setiap pribadi atau masing – masing pribadi
mukallaf di haruskan melaksanakan ibadah shalat sendiri dengan arti lain

6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal 351-352.

5
tidak mungkin untuk mewakilkannya kepada orang lain, oleh sebab itulah
shalat 5 waktu merupakan salah satu perbuatan yang diwajibkan.
b) wajib kifa’i (fardhu kifayah):Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada
seluruh mukallaf, namun bila mana telah dilaksanakan oleh sebagian umat
Islam, maka kewajiban itu sudah terpenuhi sehingga orang yang tidak ikut
melaksanakannya tidak lagi diwajibkan untuk melaksanakannya.
Misalnya: Shalat Jenazah, yang mana dalam pelaksanaan shalat jenazah ini
tidak semua mukallaf diwajibkan untuk melaksanakannya melainkan
diperbolehkan hanya sebagian dari sekumpulan mukallaf. Akan tetapi bila
tidak seorangpun melaksanakannya atau mengabaikannya maka semuanya
akan mendapat dosa.
2. Sunnah

Sunnah adalah sesuatu yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i
tanpa adanya celaan atau dosa terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak.
Sedang dalam arti dalil hukum mempunyai arti yang sama dengan ini, yaitu sesuatu
yang berasal dari Nabi baik dalam bentuk ucapan, perbuatan atau
pengakuan.7Sunnah dapat dibagi dari beberapa segi, diantaranya adalah dari segi
selalu dan tidaknya Nabi melakukan perbuatan sunnah. Sunnah ini terbagi dua,
yaitu:8

a) Sunnah Muakkadah : yaitu perbuatan yang selalu dilakukan oleh Nabi


disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah
sesuatu yang fardhu.
Misalnya:Shalat Witir, sunnah dalam bentuk ini, karena kuatnya, sebagian
ulama’ menyatakan bahwa orang yang meninggalkannya dicela, tetapi tidak
berdosa, karena orang yang meninggalkannya secara sengaja berarti
menyalahi sunnah yang biasa dilakukan oleh Nabi.
b) Sunnah Ghairu Muakkad : yaitu perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi,
tetapi Nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian.

7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:361-362

8 Ibid hlm:362

6
Misalnya:Memberi Sedekah Kepada Orang Miskin, dalam hal ini kita
dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak akan berdosa bila tidak
melakukannya. Dalam perbuatan seperti ini digunakan kata : nafal, mustahab,
ihsan, dan tathawwu’9.
3. Haram

Haram Ialah suatu perbuatan yang apabila dilakukan akan mendapat siksa atau
dosa, dan sebaliknya apabila ditinggalkannya maka akan mendapat ganjaran atau
pahala. Prinsipnya, dalam penetapan hukum haram bagi yang dilarang adalah
karena adanya sifat memberi mudharat (merusak) dalam perbuatan yang dilarang
itu. Allah tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali terdapat unsur perusak
menurut biasanya.

Kemudian haram bisa ditinjau dari dua bagian:

a) Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena


bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu sendiri, seperti haramnya makan
bangkai, minum khamr, berzina, dan mencuri. Bahaya perbuatan tersebut
berhubungan langsung dengan lima hal yang harus dijaga (adh-dharuriyat al-
khams), yaitu badan, keturunan, harta benda, akal dan agama.
b) Haram li-ghairihi yaitu perbuatan yang dilarang oleh Syara’, dimana adanya
larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan
itu dapat menimbulkan haram li-dzatihi, contohnya jual-beli barang-barang
riba yang diharamkan, karena dapat menimbulkan riba, yang diharamkan
dzari’ahnya. Contoh lain poligami dengan perempuan yang masih ada
hubungan mahram dengan istri adalah haram, karena dapat menyebabkan
putusnya hubungan persaudaraan yang dilarang oleh Allah Swt., sedangkan
memurtus tali persaudaraan haram dzatiahnya.

9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:334

7
4. Makruh/karahah.

Secara bahasa karahah adalah sesuatu yang tidak disenangi atau sesuatu yang
dijauhi, sedang dalam istilah ialah sesuatu yang diberi pahala orang yang
meninggalkannya dan tidak diberi dosa orang yang melakukannya.

Kemudian, makruh terbagi menjadi dua bagian, yaitu:


a) Makruh Tahrim, yaitu sesuatu yang dilarang oleh syari’at tetapi dali yang
melarangnya itu dzanni al-wurud, bersifat tidak pasti. Contohnya hadis
tentang larangan meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain.
Hadits tersebut berbunyi:

‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال يخطب بعضكم على خطبة‬: ‫و َعن بن عمر رضي هللا عنهما قال‬
‫واللفظ للبخاري‬, ‫متفق عليه‬. ‫ او يااذن له الخاطب قبله‬, ‫ حتى يترك الخاطب قبله‬, ‫اخيه‬

Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata, rasulullah Saw., bersabda, “Janganlah salah
seorang di antara kalian meminang atas pinangan saudaranya, sehingga
peminang yang sebelunya meninggalkannya atau mengizinkannya”.(HR
Bukhari-Muslim. Lafadz hadis ini oleh Bukhari).

Contoh lainnya larangan memakai sutera bagi laki-laki, berdasarkan hadis


berikut.
ّ
‫ليكونن من أمي أقوام‬ ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬: ‫عن ابي عا مر األشعري رضي هللا عنه قال‬
‫ وأصله البخار‬,‫ رواه أبو داود‬.‫يستلحون الحر والحرير‬
“Dari Abu ‘Amir al- Asy’ari., dia berkata, Rasulullah Saw., bersabda, “Akan
muncul dari suatu kaum yang menghalalkan zina dan sutera”.(HR Abu Daud.
Dan asal hadis ini terdapat pada riwayat Bukhari).
Kedua hadis diatas adalah ahad, sehingga dikategorikan dzani’al wurud
(kebenaran datangnya dari Rasulullah hanya sampai dugaan keras).
Makruh Tahrim, oleh kalangan hanafiyah, sama dengan hukum haram ‫خير‬
dalam istilah mayoritas ulama dari segi sama-sama diancam dengan siksaan atas
pelanggarannya, meskipun tidak kafir orang yang mengingkarinyta, karena
dalilnya bersifat dzanni.

8
b) Makruh Tanzih, yaitu sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk
meninggalkannya. Misalnya memakan daging kuda dan meminum susunya
pada waktu sangat butuh di waktu perang.
5. Mubah

Dalam istilah hukum, mubah adalah sesuatu yang diberi kemungkinan oleh
pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia boleh
melakukan atau tidak. Sehubungan dengan pengertian tersebut, Al Syathibi
membagi mubah menjadi beberapa macam, diantaranya adalah :10

a) Mubah yang Mengikuti Suruhan Untuk Berbuat : mubah dalam bentuk ini
disebut mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara
keseluruhan.
contoh : Makan dan Kawin, mubah dalam bentuk ini tidak boleh
ditinggalkan secara menyeluruh, karena merupakan kebutuhan atau
kepentingan pokok manusia.
b) Mubah yang Mengikuti Tuntutan Untuk Meninggalkan : mubah dalam
bentuk ini disebut : “mubah secara juz’i tetapi dilarang secara
keseluruhan”.
Contoh : Bermain, perbuatan ini dalam waktu tertentu hukumnya mubah,
tetapi bila dilakukan sepanjang waktu, hukumnya menjadi haram.

10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:375.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ahkam al-khamsah berarti hukum yang lima. Lebih tepatnya dasar-dasar


hukum islam yang menjadi tolak ukur tentang setiap perbuatan yang dilakukan
manusia.Ahkam al-khamsah masuk ke dalam hukum taklifi. Karena, hukum taklifi
adalah ketentuan-ketentuan Allah dan Rasulullah yang berhubung dengan
perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk perintah (anjuran untuk melakukan),
larangan (anjuran untuk tidak melakukan) atau dalam bentuk memilih antara
berbuat atau tidak berbuat.

Pembagian hukum yaitu:


1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah

10
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1,2009.(Jakarta:kencana)


https://Kbbi.Kemdikbud.go.id/ebtri/wajib
Abdul karim zaidan,dkk,Ushul Fiqh I,serang: Ftk Banten press.
A.W.Munawwir,kamus al-munawwir

11

Anda mungkin juga menyukai