Pembagian Hukum
Disusun oleh
Maulani (2019010061)
KELAS REGULER 1A
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui pembahasan lebih jelas maka kita akan menjelaskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu Ahkam Al-khamsah?
2. Apa sajakah pembagian hukum yang lima ?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui Ahkam Al-khamsah
2. Untuk lebih mengetahui Ahkam Al khamsah
2
BAB II
PEMBAHASAAN
1
A.W.Munawwir,kamus al-munawwir,hlm:1537.
2
Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:341-342.
3
https://Kbbi.Kemdikbud.go.id/ebtri/wajib
4
Abdul karim zaidan,dkk,Ushul Fiqh I,serang: Ftk Banten press,hlm:124.
3
mengerjakannya pada waktu yang ia kehendaki, tidak ada dosa walaupun
mengakhirkannya. Namun sebaiknya segera dikerjakan karena ajal
seseorang tidak tahu kapan ia meninggal.
b) wajib muqayyad atau wajib mu'aqqat
(الموقت )الواجب yaitu perbuatan yang dituntut asy-syari' untuk
melaksanakannya dengan ditentukan waktunya, seperti shalat fardhu lima
waktu dan puasa Ramadhan. Maka tidak boleh mengerjakannya di luar
waktu yabg telah ditentukan, boleh mengerjakannya di luar waktu yang
telah ditentukan, maka berdosalah bagi yang mengakhirkannya tanpa ada
udzur atau alasan yang disyariatkan.5
2) Dilihat dari segi jumlah atau kadar yang telah ditentukan, maka wajib dibagi
kepada:
a) wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang telah ditentukan kadarnya,
misalnya kadar zakat fitrah, kadar (nishab) zakat mal.
b) wajib ghairu muhaddad, yaitu kewajiban yang pelaksanaanya yang tidak
ditentukan ukurannya, misalnya: nafkah untuk keluarga tidak ditentukan
kadarnya, tergantung kemampuan suami.
3) Ditinjau dari segi kandungan perintah, hukum wajib dibagi kepada :
a) wajib muayyan, yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi objeknya
adalah tertentu tanpa ada pilihan lain. Misalnya seperti kewajiban puasa
ramadhan, kewajiban shalat lima waktu sehari semalam.
b) wajib mukhayyar, yaitu suatu kewajiban yang objeknya boleh pilih antara
beberapa alternatif, misalnya kewsajiban membayar kafarat yang telah
dijelaskan dalama surah Al-Maidah(5): 89:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu,
ialah memberi sepiuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepad akeluargamu , atau memberi pakaian kepada mereka atau
5
Abdul karim zaidan,dkk,Ushul Fiqh I,serang: Ftk Banten press,hlm:125.
4
memerdekakan budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari,. Yang demikian itu
adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum.-hukumnya agar kamu bersyukur kepada-Nya.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang melanggar sumpah, dikenakan
kafarat. Jenis kafaratnya boleh memilih antara beberapa macam kafarat
tersebut.
Ayat lain yang menjelaskan tentang wajib mukhayyar adalah surah
Muhammad (47):4:
Apablia kamu bertemu dengan orang orang kafir (di medan perang) maka
pancung lah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah
mengalahkan mereka maka tawanan lah mereka dan sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka/menerima tebusan sampai perang berakhir.
Demikian lah apabila ALLAH menghendaki niscaya ALLAH akan
membebaskan membinasakan mereka tetapi ALLAH hendak menguji
sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang orang yang syahid
kepada jalan ALLAH ,ALLAH tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
4) wajib dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum, maka dibagi
kepada:
a) wajib ‘aini (fardhu ‘ain): Yaitu kewajiban yang disebabkan kepada setiap
orang yang sudah baligh berakal (mukallaf) tanpa kecuali.Kewajiban
seperti ini tidak bisa gugur, kecuali dilakukannya sendiri seseuatu yang
dituntut oleh syar’i (pembuat hukum) untuk melaksankannya.kewajiban itu
harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain
atau karena perbuatan orang lain.6
Misalnya: Shalat 5 Waktu, setiap pribadi atau masing – masing pribadi
mukallaf di haruskan melaksanakan ibadah shalat sendiri dengan arti lain
6
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal 351-352.
5
tidak mungkin untuk mewakilkannya kepada orang lain, oleh sebab itulah
shalat 5 waktu merupakan salah satu perbuatan yang diwajibkan.
b) wajib kifa’i (fardhu kifayah):Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada
seluruh mukallaf, namun bila mana telah dilaksanakan oleh sebagian umat
Islam, maka kewajiban itu sudah terpenuhi sehingga orang yang tidak ikut
melaksanakannya tidak lagi diwajibkan untuk melaksanakannya.
Misalnya: Shalat Jenazah, yang mana dalam pelaksanaan shalat jenazah ini
tidak semua mukallaf diwajibkan untuk melaksanakannya melainkan
diperbolehkan hanya sebagian dari sekumpulan mukallaf. Akan tetapi bila
tidak seorangpun melaksanakannya atau mengabaikannya maka semuanya
akan mendapat dosa.
2. Sunnah
Sunnah adalah sesuatu yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i
tanpa adanya celaan atau dosa terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak.
Sedang dalam arti dalil hukum mempunyai arti yang sama dengan ini, yaitu sesuatu
yang berasal dari Nabi baik dalam bentuk ucapan, perbuatan atau
pengakuan.7Sunnah dapat dibagi dari beberapa segi, diantaranya adalah dari segi
selalu dan tidaknya Nabi melakukan perbuatan sunnah. Sunnah ini terbagi dua,
yaitu:8
7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:361-362
8 Ibid hlm:362
6
Misalnya:Memberi Sedekah Kepada Orang Miskin, dalam hal ini kita
dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak akan berdosa bila tidak
melakukannya. Dalam perbuatan seperti ini digunakan kata : nafal, mustahab,
ihsan, dan tathawwu’9.
3. Haram
Haram Ialah suatu perbuatan yang apabila dilakukan akan mendapat siksa atau
dosa, dan sebaliknya apabila ditinggalkannya maka akan mendapat ganjaran atau
pahala. Prinsipnya, dalam penetapan hukum haram bagi yang dilarang adalah
karena adanya sifat memberi mudharat (merusak) dalam perbuatan yang dilarang
itu. Allah tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali terdapat unsur perusak
menurut biasanya.
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:334
7
4. Makruh/karahah.
Secara bahasa karahah adalah sesuatu yang tidak disenangi atau sesuatu yang
dijauhi, sedang dalam istilah ialah sesuatu yang diberi pahala orang yang
meninggalkannya dan tidak diberi dosa orang yang melakukannya.
قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال يخطب بعضكم على خطبة: و َعن بن عمر رضي هللا عنهما قال
واللفظ للبخاري, متفق عليه. او يااذن له الخاطب قبله, حتى يترك الخاطب قبله, اخيه
Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata, rasulullah Saw., bersabda, “Janganlah salah
seorang di antara kalian meminang atas pinangan saudaranya, sehingga
peminang yang sebelunya meninggalkannya atau mengizinkannya”.(HR
Bukhari-Muslim. Lafadz hadis ini oleh Bukhari).
8
b) Makruh Tanzih, yaitu sesuatu yang dianjurkan syari’at untuk
meninggalkannya. Misalnya memakan daging kuda dan meminum susunya
pada waktu sangat butuh di waktu perang.
5. Mubah
Dalam istilah hukum, mubah adalah sesuatu yang diberi kemungkinan oleh
pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan meninggalkan. Ia boleh
melakukan atau tidak. Sehubungan dengan pengertian tersebut, Al Syathibi
membagi mubah menjadi beberapa macam, diantaranya adalah :10
a) Mubah yang Mengikuti Suruhan Untuk Berbuat : mubah dalam bentuk ini
disebut mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara
keseluruhan.
contoh : Makan dan Kawin, mubah dalam bentuk ini tidak boleh
ditinggalkan secara menyeluruh, karena merupakan kebutuhan atau
kepentingan pokok manusia.
b) Mubah yang Mengikuti Tuntutan Untuk Meninggalkan : mubah dalam
bentuk ini disebut : “mubah secara juz’i tetapi dilarang secara
keseluruhan”.
Contoh : Bermain, perbuatan ini dalam waktu tertentu hukumnya mubah,
tetapi bila dilakukan sepanjang waktu, hukumnya menjadi haram.
10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana, Jakarta, 2009, hal:375.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
11