Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Pengertian dan Model Komunikasi Politik, Perkembangan dan


Pemikiran Serta Riset Komunikasi Politik

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Marcia Vanessa Angela Lopulalang 220811050047

Gusti A. Fionna L. R. Dewanti 220811050008

Arinda Gusifiana Fadilah 230814050112

Steven Deguslim 220811050027

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2024

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat
perkenanan dan tuntunan-Nya sehingga kami dapat berhasil menyusun dan menulis makalah
ini dengan segala baik. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini selain sebagai pemenuhan
tugas dari mata kuliah Komunikasi Politik A, tetapi juga untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan pembaca seputar pengertian dan model komunikasi, serta perkembangannya.

Terima kasih pula kepada para dosen pembimbing mata kuliah Komunikasi Politik A, yaitu
Dra. Eva Altje Merentek M.Si dan Lingkan Easter Tulung S.Sos, M.PubPol yang telah
menugaskan ini kepada kami dan memberi kami kesempatan untuk dapat Menyusun makalah
ini.

Sebagai para penyusun makalah ini, dalam segala kekurangan kami, sadarlah kami bahwa
makalah ini masih jauh dari bisa disebut sempurna dan kami yakin di dalam makalah ini masih
terdapat berbagai masalah, kesalahan, atau kelalaian. Oleh sebab itu, dinantikan segala
masukan, saran, kritik, dan tanggapan yang dimiliki oleh pembaca sekalian agar kami dapat
belajar dari kesalahan dan kekurangan yang ada, dan menggunakan tanggapan-tanggapan
tersebut untuk membantu kami berkembang dalam penulisan makalah kami yang selanjutnya.

Dengan itu dikatakan, mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada di dalam
makalah ini.

Manado, 24 Februari 2024

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………..…………. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………….…………. 3
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………….………… 4
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….…………. 4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….…………. 4

BAB II: PEMBAHASAN……………………………………………….………. 5


2.1 Pengertian Komunikasi Politik………………………………………………….………… 5
A. Paradigma Komunikasi Politik……………………………………………….……….. 5
B. Unsur Komunikasi Politik…………………………………………………….………. 6
2.2 Model Komunikasi Politik………………………………………………………….……... 7
2.3 Perkembangan Pemikiran dan Riset Komunikasi Politik………………………….……… 8
A. Perkembangan Komunikasi Politik di Indonesia……………………………………… 9

BAB III: PENUTUP………………………………………………………....…. 11


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………....................... 11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...…… 12

3
BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi politik adalah bidang komunikasi yang mencakup berbagai aspek teori
komunikasi, ilmu politik, sosiologi, psikologi, dan studi media. Studi tentang komunikasi
politik dimulai dari era klasik, dengan karya-karya penting seperti "Retorika" karya Aristoteles,
yang mengeksplorasi seni persuasi dan perannya dalam politik. Namun pemahaman modern
tentang komunikasi politik muncul pada abad ke-20 seiring dengan bangkitnya media massa
dan semakin pentingnya opini publik dalam masyarakat demokratis.

Penelitian kontemporer mengenai komunikasi politik mencakup berbagai topik, termasuk


penetapan agenda, pembingkaian, periklanan politik, propaganda, bias media, jajak pendapat
publik, debat politik, dan peran teknologi media baru. Para ahli menggunakan pendekatan
metodologis yang beragam, termasuk analisis isi, survei, eksperimen, dan metode komputasi,
untuk menyelidiki fenomena komunikasi politik serta dampaknya terhadap pemerintahan yang
demokratis.

Secara keseluruhan, studi komunikasi politik bersifat dinamis dan terus berkembang,
mencerminkan perubahan dalam teknologi, masyarakat, dan budaya politik. Hal ini
memainkan peran penting dalam memahami interaksi yang kompleks antara komunikasi,
kekuasaan, dan demokrasi dalam masyarakat modern.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa pengertian dari komunikasi politik?
b) Apa saja model-model dari komunikasi politik?
c) Bagaimana perkembangan dari pemikiran dan riset komunikasi politik?

1.3 Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi politik.
b) Untuk mengetahui paradigma komunikasi politik.
c) Untuk mengetahui unsur-unsur komunikasi politik.
d) Untuk mengetahui beragam jenis model komunikasi politik.
e) Untuk mengetahui sejarah dari perkembangan pemikiran dan riset komunikasi politik.

4
BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Politik


Komunikasi politik merupakan instrumen penting dalam mendorong dan mengawal proses
kebijakan politik diharapkan mampu teraplikasi dengan baik. Menurut Nimmo dalam
bukunya yang berjudul ‘Political Comunication and Public Opinion in America (1978: 37)
mengatakan bahwa komunikasi politik adalah sebagai alat atau wawancara untuk mengamati,
menginterprestasikan dan mempertukarkan simbol-simbol politik secara kognitif orang-
orang akan lebih mudah dalam diri seseorang.

Komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem
politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi
(organisasi, kelompok, media massa dan saluran- saluran khusus) dan determinan sosial
ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut (Nasution, 1990: 64).
Sedangkan Harun dan Sumarno (2006: 28) menjelaskan bahwa komunikasi politik suatu
proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan tindakan perilaku politik yang
terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan mengunakan simbol-simbol yang berarti.

Berdasarkan interpretasi-interpretasi definisi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa


komunikasi politik adalah suatu proses pengoperan lambang- lambang atau simbol-simbol
komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain
dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan
tingkah laku khalayak yang menjadi target politik.

A. Paradigma Komunikasi Politik


Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma
sebagaimana disampaikan oleh Fisher (1990: 39) meliputi:
a. Paradigma Mekanistis
Paradigma mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi politik adalah model yang
paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini
komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia.
Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi
mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media
massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik.
(Arifin, 2003: 19).
b. Paradigma Psikologis
Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif,
dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal
atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Arifin menyebutkan
komunikasi dalam model paradigm psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli
yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan

5
informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang
aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya.
c. Paradigma Interaksional
Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma
mekanistis dan psikologis. Menurut Fisher, komunikasi dikonseptualisasikan sebagai
interaksi manusiawi pada masing-masing individu. Karakteristik utama dari
paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala
pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling
berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai
dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling
manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada.
d. Paradigma Pragmatis
Dalam model komunikasi pragmatis adalah tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau
perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Fisher
menjelaskan bahwa dalam perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil
atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri adalah
komunikasi.

B. Unsur-Unsur Komunikasi Politik


Unsur-unsur juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk itu, perlu mengetahui
unsur-unsur komunikasi (Dan Nimo, 2011: 166-209) adalah sebagai berikut;
a. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim
informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi
juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi, atau lembaga. Sumber
sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source
atau sender.
b. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan
pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau
melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi,
nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan
kata message, content, atau information.
c. Media
Media merupakan sarana informasi yang digunakan oleh masyarakat sebagai bahan
untuk mendapatkan informasi, hiburan dan pendidikan. Media adalah alat yang dapat
menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap
orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Media dapat dibedakan atas dua
macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat
kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk dan sebagainya.
Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, audio
cassette.

6
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.
Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai
atau negara. Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang
menjadi sasaran dari komunikasi.
e. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan
dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa
terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Pengaruh bisa juga
diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan
tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.
f. Tanggapan Balik
Umpan balik adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima
tetapi umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski
pesan belum sampai pada penerima.

2.2 Model Komunikasi Politik


Berbagai model telah diajukan untuk mengkonsep dan memahami dinamika komunikasi
politik. model-model ini menawarkan perspektif berbeda mengenai kompleksitas komunikasi
politik, dengan cara menyoroti interaksi antara media, opini publik, interaksi antarpribadi,
dan norma-norma masyarakat. Model-model komunikasi politik memberikan kerangka untuk
memahami bagaimana suatu pesan dapat diproduksi, disebarluaskan, diterima, dan
ditafsirkan dalam konteks politik. Beberapa di antaranya adalah:
1. Model Aristoteles
Komunikasi politik dengan model Aristoteles merupakan model komunikasi yang paling
klasik dalam ilmu komunikasi. Model Aristoteles dalam komunikasi politik mengacu
pada teori retorika Aristoteles yang memberikan pemahaman dasar tentang komunikasi
persuasif dalam konteks politik. Aristoteles menguraikan gagasannya tentang retorika
dalam karyanya “Retorika,” di mana ia membahas seni persuasi dan penerapannya dalam
berbicara di depan umum, debat, dan komunikasi.
2. Model Harold Lasswell
Komunikasi politik dengan model Harold Lasswell dikembangkan oleh ilmuwan politik
asal Amerika Harold Lasswell pada awal abad ke-20, model ini berupaya memahami
aliran komunikasi dan dampaknya terhadap pengambilan keputusan dan dinamika
masyarakat. Model Lasswell dapat disimpulkan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
Siapa yang mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh apa?
Ini menekankan peran pengirim, pesan, saluran, penerima, dan efek dalam proses
komunikasi.
3. Model Gudykunst dan Kim
Model komunikasi politik yang ketiga merupakan model komunikasi antar budaya, yaitu
komunikasi terjadi di antara orang-orang yang berasal dari budaya yang berbeda atau

7
komunikasi yang terjadi pada orang asing. Meskipun model Gudykunst dan Kim
dikembangkan terutama untuk menjelaskan proses komunikasi antarbudaya, model ini
dapat memberikan wawasan tentang bagaimana individu dan kelompok dapat saling
berinteraksi dalam konteks dalam komunikasi politik yang lintas budaya, terutama dalam
lingkungan multikultural atau internasional.
4. Model Interaksional
Model interaksional dalam komunikasi politik merupakan kerangka teoritis yang
menekankan pada sifat komunikasi yang dinamis dan timbal balik antara aktor politik
dan khalayaknya. Model ini memandang komunikasi politik sebagai suatu proses
interaktif yang melibatkan banyak pihak yang terlibat dalam dialog, negosiasi, dan
persuasi untuk bertukar informasi, membentuk sikap, dan mempengaruhi perilaku.

2.3 Perkembangan Pemikiran dan Riset Komunikasi Politik


Setelah Perang Dunia I, dunia mulai memberikan perhatian besar terhadap komunikasi
politik. Ketika itu, istilah komunikasi politik sendiri belum ada, namun berbagai penelitian
dilakukan dalam bidang ini untuk kepentingan perang. Di tahun 1927, Harold Laswell yang
kini dikenal sebagai bapak perintis ilmu komunikasi modern mengumumkan hasil
penelitiannya tentang propaganda politik dalam The American Political Science Review.
Hasil riset Laswell itu menjelaskan bagaimana “efek” dan “pengaruh” komunikasi massa
yang dilakukan lewat media (radio) terhadap kondisi psikologis kelompok (negara) maupun
individu yang terkait dengan perang.

Sebelum dan selama Perang Dunia II, riset-riset politik menjadikan opini publik sebagai
kajian utama. Tahun 1937, jurnal Public Opinion Quarterly diterbitkan khusus untuk
membahas opini publik. Riset dan teknik propaganda berkembang luar biasa karena terpicu
oleh kemenangan Jerman dalam penaklukan-penaklukannya. Keberhasilan propaganda
tersebut kemudian dipelajari, dikembang, dan dipraktekkan oleh amerika Serikat yang
mengerahkan ilmuwan-ilmuwan sosialnya untuk melakukan riset-riset tersebut dengan
difasilitasikan penuh oleh negara. Kondisi tersebut menjadikan riset-riset komunikasi politik
tidak lagi berputar-putar pada masalah propaganda, opini publik dan tidak lagi mengakar-
dalam pada ilmu politik atau jurnalistik saja. Riset komunikasi politik meluas ke berbagai
disiplin ilmu seperti humaniora (filsafat, linguistik, retorika), ilmu sosial dan ilmu perilaku
(sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu politik), bahkan ilmu pasti (matematika, fisika,
biologi, neurologi).

Pasca Perang Dunia II, terutama di era 1950-an, pengkajian komunikasi politik tidak lagi
dipengaruhi banyak oleh disiplin ilmu politik, tetapi semakin kuat dipengaruhi oleh ilmu
komunikasi, khususnya komunikasi massa. Di era Perang Dingin, praktek komunikasi politik
tampaknya lebih banyak dipengaruhi oleh “politik komunikasi”. Penguasaan terhadap media
(termasuk para penyelenggara media), terutama media internasional, dilakukan oleh dua
pakta pertahanan yang berseteru. ‘Perang informasi’ menggantikan perang fisik. Propaganda,
agitasi dan manipulasi data mewarnai isi media; bukan saja media konvensional, tetapi
bahkan dalam film.

8
Sementara itu, disiplin komunikasi politik semakin ‘mengkhususkan diri’ untuk mengkaji
tentang efek dan pengaruh komunikasi dalam politik. Para ilmuan di bidang yang ‘baru’ ini,
mencoba mendefinisikan komunikasi politik.
Walaupun demikian, riset-riset komunikasi politik sekarang masih tetap dipengaruhi kuat
oleh tiga elemen utamanya; psikologi sosial, komunikasi massa dan ilmu politik. Hampir
dalam setiap penelitian, pembahasan tentang konteks psikologis masyarakat media massa dan
sistem politik yang berlaku, senantiasa mewarnai studi-studi tersebut.

A. Perkembangan Komunikasi Politik di Indonesia


Perkembangan komunikasi politik di Indonesia, sebelum tumbangnya masa
pemerintahan Soeharto, lebih banyak terdiri pada tataran praktis. Riset-riset yang
berkaitan dengan komunikasi politik sangat sedikit dikarenakan system politik Indonesia
sejak zaman Soekarno hingga 1998 tidak memungkinkan keberadaan riset-riset politik
maupun komunikasi politik yang ilmiah karena hal tersebut dianggap merugikan
penguasa.

Praktek komunikasi politik sebetulnya sudah dilakukan oleh para aktor politik. Presiden
Soekarno, misalnya, senantiasa mempraktekkan komunikasi politik setiap hari dengan
tujuan untuk menciptakan dan menjaga citranya sebagai pemimpin terbaik. Praktek
komunikasi politik itu terus dijalankan Bung Karno. Kemampuan menulis dan teknik
orasinya yang mumpuni menjadi modalnya. Hampir tidak ada satu pun di antara kaum
elit Indonesia yang dapat menyamai kemampuan Bung Karno dalam politik pencitraan
itu. Citra Bung Karno yang mengagumkan itu menemukan antiklimaksnya ketika terjadi
G30-S/PKI. Sejak itu, berbagai kalangan mulai mengungkapkan keraguannya secara
terbuka mengenai kemampuan Soekarno sebagai presiden. Pidato-pidato Soekarno yang
meledak-ledak tidak lagi memiliki pengaruh kuat ketika opini penyeimbang dari elit
lain—termasuk mahasiswa—turut memengaruhi pendapat rakyat. Partai-partai politik
juga melakukan komunikasi politik dengan mendirikan media-media cetak. Berbagai
surat kabar terbit dengan secara terang-terangan menjadi partisan dari partai-partai.

Di zaman pemerintahan Soeharto, praktek komunikasi politik terus dilakukan oleh


berbagai partai politik, terutama dalam masa kampanye. Para aktor politik Indonesia
belajar dari praktek komunikasi politik di luar negeri, misalnya dalam hal perencanaan
dan pelaksanaan kampanye, penciptaan lambang dan manipulasinya, serta teknik
retorika. Di masa Orde Baru, Soeharto menjalankan komunikasi politik yang sangat
berbeda dengan Soekarno. Harto memanfaatkan ketidakpuasan rakyat terhadap
kepemimpinan sebelumnya.

Penelitian komunikasi/opini publik di jaman Orde Baru dapat dikatakan tidak ada,
demikian juga dengan pengembangan metodologinya. Dalam kurun waktu 1984-1998
hanya ada 55 penelitian yangnberkaitan dengan komunikasi politik. Itu pun lebih banyak
yang membahas tentang komunikasi politik luar negeri, bukan politik dalam negeri.

9
Sebelum Reformasi, pada tataran praktis, komunikasi politik diterapkan oleh berbagai
aktor politik. Hanya saja, titik beratnya adalah pada politics of communication dimana
para aktor politik dalam posisi yang terlampau dominan terhadap media maupun terhadap
publik.

Reformasi 1998 membuka babak baru dalam praktek komunikasi politik di Indonesia.
Kemerdekaan berpendapat dan demokrasi menjadi landasan bagi setiap orang untuk
menyuarakan idenya, termasuk dalam bidang politik. Pengolahan citra, persuasi dan
retorika politik dilakukan dengan cukup baik oleh para aktor politik untuk memperoleh
simpati rakyat. Ketika sistem pemilihan presiden RI pertama kali dilakukan secara
langsung, 2004, komunikasi politik semakin dianggap penting, terutama pada kajian
political marketing. Sebab, presiden murni dipilih oleh popular vote.

Dalam kurun waktu 1998-2004 saja, sudah 96 riset dilakukan yang berkaitan dengan
komunikasi politik di Indonesia. Seiring dengan semakin banyaknya penelitian akademik
di bidang komunikasi politik, Universitas Indonesia membuka program studi
pascasarjana Manajemen Komunikasi Politik. Inilah program studi pertama di negara ini
yang khusus memelajari komunikasi politik.

10
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik adalah bidang
yang mencakup studi tentang bagaimana informasi, ide, dan pesan disebarluaskan, diterima,
dan ditafsirkan dalam konteks politik. Sepanjang sejarah, berbagai model dan teori telah
banyak dikembangkan untuk mengkonseptualisasikan dan menganalisis proses komunikasi
politik, yang mencerminkan perkembangan teknologi, perubahan masyarakat, dan kemajuan
teoretis. Dari teori retorika Aristoteles yang klasik hingga model interaksional yang
kontemporer, para ahli telah mengeksplorasi interaksi dinamis antara aktor politik, media,
dan masyarakat umum, dengan menyoroti kompleksitas kekuasaan, persuasi, dan wacana
publik dalam masyarakat demokratis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, M. Alwi. “Perkembangan Komunikasi Politik Sebagai Bidang Kajian” dalam Jurnal
Ilmu Politik, Universitas Indonesia,1989.

Straubhaar, Joseph dan LaRose, Robert. “Media Now; Understanding Media, Culture and
Technology”. Wadsworth. 2006. Hal: 418-420.

Newman, Bruce I “The Mass Marketing of Politics”. SAGE. 1999;

Newman, Bruce. I “The Handbook of Political Marketing”. SAGE. 1999

Lilleker, Darren G & Lees-Marshment, Jennifer (eds). “Political Marketing; A Comparative


Perspective”. Manchester. 2005.

Gazali, Effendi. “Comunications of Politics and Politics of Communication in Indonesia”.


Doctoral Disertasi. 2004

Dahlan, M. Alwi. “Perkembangan Komunikasi Politik Sebagai Bidang Kajian” dalam Jurnal
Ilmu Politik, Universitas Indonesia,1989

Feith, Herbert. “The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai