Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ANALISIS PENDEKATAN FARMAKOLOGI DAN NON


FARMAKOLOGI DALAM MASA NIFAS
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Asuhan Kebidanan Nifas”

Dosen Pengampu
Dr. Rika Nurhasanah, M.Keb

Di Susun Oleh:
1. 2350347107 Ika Rahayu 11. 2350347142 Ade Haebah Ulul Azmi
2. 2350347109 Gita Sanseviera Nurbuat 12. 2350347144 Rismawati
3. 2350347111 Putri Valeri 13. 2350347151 Merrythiani Nourtriana Putri
4. 2350347112 Herawati Cahaya Putri 14. 2350347154 Sheyma Maharani Putri
5. 2350347113 Viona Listya Putri Widodo 15. 2350347158 Vivta Haniifah Sadiyyah
6. 2350347119 Siti Karmilah 16. 2350347164 Dina Rosalina
7. 2350347131 Sharon Abigail 17. 2350347165 Salwa Suci Trigitha
8. 2350347137 Meilin 18. 2350347175 Reni Antika
9. 2350347138 Dinda Nur Fadhila 19. 2350347178 Nabila Husna
10.2350347140 Nia Sunianingsih

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1) NON-REGULER


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, inayah, taufik dan hidayah, serta kenikmatan iman dan islam
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan makalah ‘Asuhan Kebidanan
Nifas’ dengan kemampuan terbaik. Tidak lupa penyusun ucapkan terimakasih
kepada Ibu Dr. Rika Nurhasanah, M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah
asuhan kebidanan nifas yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas pada
program studi Sarjana Kebidanan Non Reguler, FITKES Universitas Jenderal
Acmad Yani Cimahi. Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
didalamnya.
Harapan penyusun semoga makalah laporan ini bermanfaat bagi pembaca
sehingga pembaca dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari juga
menjadi pengalaman bagi penyusun untuk menambah pengalaman dan wawasan
sehingga kedepannya penyusun dapat menyusun makalah dengan jauh lebih baik
dari pada bentuk dan isinya.
Penyusun akui, isi dari materi yang ada di makalah laporan ini masih
banyak kekurangan yang disebabkan pengetahuan dan pengalaman yang saya
miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, penyusun berharap kepada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya
kesempurnaan dalam makalah laporan ini.
Wassalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatu

22 Desember 2023
Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2009).
Masa nifas adalah masa pulih kembali , mulai dari persalinan selesai
sampai alat alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (puerperium)
berasal dari kata latin . puerperium berasal dari dua suku kata yakni puer dan
parous. Puer bearti bayi dan parous berarti melahirkan . jadi dapat disimpulkan
bahwa puerperium merupakan masa setelah melahirkan (Asih & Risneni,
2016).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil) jadi, Masa Nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya
plasenta sampai pemulihan kembali alat-alat reproduksi seperti keadaan semula
sebelum hamil yang berlangsung 6 minggu (40 hari) (Nurliana dan
Kasrida,2014:3).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumusakan masalah
pada ibu nifas antara lain : perdarahan pascapersalinan, infeksi, inkontinensia
urine, payudara bengkak, masalah menyusui, baby blues syndrome dan depresi
pasca melahirkan. Masalah-masalah tersebut dapat dikurangi dan ditangani
dengan pendekatan farmakologi dan non farmakologi.

C. Tujuan Dan Manfaat


1. Untuk mengetahui dan menganalisis pendekatan farmakologi dalam masa
nifas.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pendekatan nonfarmakologi dalam
masa nifas.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan
menggunakan studi literatur dari beberapa sumber yang berkaitan dengan
permasalahan tersebut.
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Pemberian Obat
1. Definisi Obat
Obat yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi pada
organ tubuh manusia (Batubara, 2008). Definisi lain menjelaskan obat
merupakan sejenis subtansi yang digunakan dalam proses diagnosis,
pengobatan, penyembuhan dan perbaikan maupun pencegahan terhadap
gangguan kesehatan tubuh. Obat adalah sejenis terapi primer yang memiliki
hubungan erat dengan proses penyembuhan sebuah penyakit (Potter &
Perry, 2009).
Jadi definisi obat merupakan sebuah terapi primer tersusun atas
substansi zat kimia yan digunakan dalam proses diagnosis, penyembuhan
atau perbaikan dan pencegahan terhadap proses penyakit serta berpengaruh
terhadap organ tubuh secara biologis.

2. Prosedur Pemberian Obat


Dokter merupakan penanggung jawab dalam pemberian resep obat
bagi masing-masing pasien yang dirawat di rumah sakit. Kemudian apoteker
memberikan obat yang sesuai dengan resep dokter. Sedangkan cara dalam
pemberian obat harus sesuai dengan prosedur dan tergantung pada keadaan
umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat obat, dan tempat
kerja obat yang diinginkan serta pengawasan terkait efek obat dan sesuai
dengan SOP rumah sakit yang bersangkutan (Depkes, 2014).
Menurut Perry, Peterson, & Potter (2005, hlm 160) mengatakan pada
pemberian obat seseorang perawat perlu memperhatikan prinsip lima benar
yaitu: benar obat, benar dosis, benar pasien, benar cara pemberian, dan
benar waktu. Tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran sekarang
mulai di tinggalkan prinsip lima benar tersebut dan telah muncul teori baru
yang dianggap lebih efektif yang perlu diperhatikan saat pemberian obat
kepada pasien yaitu prinsip enam benar.
Menurut Aryani (2009) sekarang perawat dalam memberikan
pelayanan kesehatan khususnya dalam hal pemberian obat kepada pasien
harus memperhatikan prinsip enam benar obat yang sudah menjadi prosedur
wajib sebelum memberikan obat kepada pasien. Prinsip enam benar obat itu
meliputi benar pasien, benar jenis obat, benar dosis, benar cara pemberian,
benar waktu, benar dokumentasi.

3. Prinsip enam benar dalam pemberian obat


Adapun pengertian-pengertian dari prinsip enam benar obat adalah :
a. Benar pasien
Tanyakan nama pasien, alamat, usia, cocokan dengan gelang pasien
(nama, tanggal lahir, no RM). Cek nama dokter yang meresepkan pada
catatan pemberian obat, resep/ kartu obat.
b. Benar obat
Memastikan bahwa obat generik sesuai dengan nama dagang obat,
pasien tidak alergi dengan kandungan obat yang didapat, memeriksa
identitas obat dengan catatan.
c. Benar dosis
Memastikan dosis yang diberikan sesuai dengan rentang pemberian dosis
untuk cara pemberian tersebut, berat badan dan umur klien, periksa dosis
pada label obat untuk membandingkan dengan dosis yang sesuai pada
catatan pemberian obat. Lakukan perhitungan dosis secara akurat.
d. Benar cara pemberian
Memeriksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat
diberikan sesuai cara yang diinstruksikan dan periksa cara pemberian
pada catatan pemberian obat resep dokter.
e. Benar waktu
Periksa waktu pemberian obat sesuai dengan waktu yang tertera pada
catatan pemberian obat (misalnya obat yang diberikan 2 kali sehari, maka
pada catatan pemberian obat/ resep dokter.
f. Benar dokumentasi
Memeriksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat
diberikan sesuai cara yang diinstruksikan, dan periksa cara pada catatan
pemberian obat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat


Menurut Harmiady (2014) dalam penelitianya menyatakan ada tiga
faktor yang mempengaruhi perawat dalam pemberian obat antara lain:
a. Tingkat Pengetahuan perawat
Perawat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi cenderung untuk
mampu melaksanakan prinsip benar dalam pemberian obat dengan tepat
dengan dibandingkan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik.
Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang baik akan memiliki
adab yang baik dan mengamalkan ilmu tersebut. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempuanyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi oleh pasien.
Pengetahuan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal
yang menunjang pengambilan tindakan yang tepat sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengetahuan dapat mempengaruhi
seseorang dalam pengambilan keputusan sehingga nantinya akan
memotivasi perawat untuk bersikap dan berperan serta dalam
peningkatan kesehatan pasien dalam hal ini pemberian tindakan
pemberian obat dengan tepat.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan yang telah dicapai oleh perawat dapat digunakan sebagai
salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
dan juga berperan dalam menurunkan angka kesakitan. Dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan seseorang dapat membantu
menekan/menurunkan tingginya angka kesakitan pada pasien (Nursalam,
2012).
Semakin tinggi tingkat pendidikan perawat maka semakin baik
kemampuan perawat dalam melaksanakan prinsip-prinsip dalam
pemberian obat. Hal ini disebabkan karena ukuran tingkat pendidikan
seseorang bisa menjadi tolak ukur sejauh mana pemahaman perawat
terhadap prosedur dan prinsip yang berlaku dalam lingkup kerjanya.
c. Motivasi Kerja
Motivasi kerja perawat merupakan tingkah laku seseorang yang
mendorong kearah satu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan
bak secara internal maupun eksternal dalam melaksanakan peranya.
Semakin baik motivasi kerja yang dimiliki perawat maka cenderung
mendorong diri mereka untuk melaksanakan prinsip dan prosedur yang
berkaitan dibandingkan yang memiliki motivasi yang berkurang.
Timbulnya motivasi dalam diri seseorang perawat dapat disebabkan oleh
adanya rasa tanggung jawab yang timbul dalam diri seseorang atau aspek
internal perawat. Oleh sebab itu ketika perawat memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap pasien maka tentunya perawat akan berusaha
semaksimal mungkin untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat dan
terarah untuk mengatasi masalah pasien termasuk ketepatan dalam
pemberian obat. Sedangkan aspek internal perawat berasal dari lingkup
rumah sakit. Rumah sakit akan memberikan rangsangan tersebut baik
dalam bentuk penghargaan yang diterima, insentif kerja serta pujian.
Hal inilah yang bisa menimbulkan suatu dorongan untuk selalu berbuat
yang lebih baik.

5. Akibat Kesalahan Pemberian Obat


Menurut Kemenkes (2011) akibat kesalahan pemberian obat dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Adverse drug event adalah suatu insiden dalam pengobatan yang dapat
menyebabkan kerugian pada pasien Adverse drug event meliputi
kerugian yang bersifat intrisik bagi individu/pasien contoh:
1) Meresepkan obat NSAID pada pasien dengan riwayat pada pasien
dengan riwayat panyakit ulkus peptik yang terdokumentasi direkam
medis, yang dapat menyebabkan pasien mengalami pendarahan
saluran cerna.
2) Memberikan terapi antiepilepsi yang salah, dapat menyebabkan pasien
mengalami kejang.
b. Adverse drug reaction merupakan respon obat yang dapat
membahayakan dan menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat
seperti hipersensitivitas, reaksi alergi, toksisitas dan interaksi antar obat
berdasarkan penelitian Nurinasari (2014) sebagai berikut:
1) Hipersensitivitas
Reaksi yang muncul ketika klien sensitif terhadap efek obat karena
tubuh menerima dosis obat yang berlebihan. Hipersensitivitas obat
biasanya terjadi sekitar 3 minggu hingga 3 bulan setelah pemberian
obat, yang ditandai oleh demam dan munculnya lesi pada kulit.
2) Alergi
Reaksi alergi obat adalah reaksi melalui mekanisme imunologi
terhadap masuknya obat yang dianggap sebagi benda asing dalam
tubuh dan tubuh aka membuat antibodi untuk mengeluarkan benda
asing dari dalam tubuh.
3) Toksisitas
Akibat dosis yang berlebihan sehingga terjadi penumpukan zat di
dalam darah karena gangguan metabolisme tubuh.
4) Interaksi antar obat
Reaksi suatu obat dipengaruhi oleh pemberian obat secara bersamaan,
sehingga terjadi interaksi obat yang kuat atau bertentangan terhadap
efek dari obat.

B. UNDANG-UNDANG TERKAIT OBAT-OBATAN PADA MASA NIFAS


1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan yang mengatur mengenai tindak lanjut
pengawasan Obat dan Bahan Obat.
2. Kepmenkes nomor 900 tahun 2002 tentang registrasi dan praktik Bidan.
3. Undang-undang nomor 4 tahun 2019 tentang kebidanan.
C. KEWENANGAN BIDAN DALAM PEMBERIAN OBAT
Menurut Wila Chandrawila Supriadi (dalam jurnal penelitian Rissa
Nuryuniarti Dan Endah Nurmahmudah tahun 2019) seorang tenaga
kesehatan yang melakukan pekerjaan tanpa kewenangan, dapat dianggap
melanggar salah satu standar profesi tenaga kesehatan. Wewenang menurut S.
F. Marbun ialah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik,
atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-
undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum
(Sadjijono, 2008).
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan disebutkan bahwa tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Namun dalam ayat ini dijelaskan
bahwa kewenangan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kewenangan yang
diberikan berdasarkan pendidikannya setelah melalui proses registrasi dan
pemberian izin dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Kewenangan bidan dalam penyelenggaraan praktik kebidanan yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, yakni
pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak,dan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pada pasal 19 ayat 3 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan menyatakan bahwa bidan berwenang
Pemberian tabket tambah darah pada ibu hamil dan Pemberian vitamin A
dosis tinggi pada ibu nifas.
1) Ayat (1) pelayanan kesehatan ibu pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 huruf A diberikan pada masa sebelum hamil
masa hamil masa persalinan masa nifas masa menyusui dan masa antara
dua kehamilan
2) Ayat (2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1
meliputi pelayanan
a. Konseling pada masa sebelum hamil
b. Antenatal pada kehamilan normal
c. Persalinan normal
d. ibu nifas normal
e. Ibu menyusui dan
f. konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 bidan berwenang melakukan :
a. Episiotomy
b. Pertolongan persalinan normal
c. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
d. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
e. Pemberian tabket tambah darah pada ibu hamil;
f. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
ekslusif;
h. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
pascapersalinan;
i. Penyuluhan dan konseling;
j. Bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
k. Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran .
Pasal 20 ayat 3 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan menyatakan bahwa bidan berwenang
melakukan pelayanan neonatal esensial dengan pemberian suntikan Vitamin
K1, pemberian imunisasi Hepatitis B pertama (HBO).
Pada pasal 21 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan Sesuai dalam memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, bidan berwenang
memberikan pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Pasal 22 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2017
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia menyebutkan bahwa
“Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Bidan memiliki
kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan : a. penugasan dari
pemerintah sesuai kebutuhan; dan/atau b. pelimpahan wewenang melakukan
tindakan pelayanan kesehatan secara mandat dari dokter.
Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2017
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia menyebutkan :
 Ayat (1) Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan penugasan dari
pemerintah sesuai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf a, terdiri atas: a. kewenangan berdasarkan program pemerintah;
 Ayat (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Bidan setelah mendapatkan pelatihan.
 Ayat (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bersama organisasi profesi
terkait berdasarkan modul dan kurikulum yang terstandarisasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Ayat (4) Bidan yang telah mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berhak memperoleh sertifikat pelatihan.
 Ayat (5) Bidan yang diberi kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendapatkan penetapan dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.

Pasal 24 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun


2017 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia menyebutkan
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Bidan ditempat kerjanya, akibat
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus sesuai dengan
kompetensi yang diperolehnya selama pelatihan.

Pasal 25 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2017


tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Indonesia menyebutkan
1) Ayat (1) Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi: a. pemberian
pelayanan alat kontrasepsi dalam rahim dan alat kontrasepsi bawah kulit;
b. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit tertentu;
c. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai dengan pedoman yang
ditetapkan; d. pemberian imunisasi rutin dan tambahan sesuai program
pemerintah; e. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan; f. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra
sekolah dan anak sekolah; g. melaksanakan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya; h. pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan i. melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas;
2) Ayat (2) Kebutuhan dan penyediaan obat, vaksin, dan/atau kebutuhan
logistik lainnya dalam pelaksanaan Kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pada BAB 1V Tentang Praktek Mandiri Bidan


Pada pasal 30 ayat 1 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan yang menyelenggarakan Praktek Mandiri Bidan
harus memenuhi persyaratan selain ketentuan memperoleh SIPB, persyaratan
yang dimaksud yaitu dalam ayat (2) meliputi persyaratan lokasi , bangunan,
prasarana peralatan, serta obat dan bahan habis pakai.
Persyaratan Obat dan Bahan Habis Pakai: Kontrasepsi Oral, Kontrasepsi
Suntik, Kontrasepsi Implan, Kontrasepsi AKDR, Kondom, Obat Kegawat
Darurat dan Obat Lain (Oksitosin Inj, Metilergometrin Inj, MgSO4 40% inj,
Kalsium Glukonat 10% Inj, Nifedipin/amlodipin, Metildopa, Vitamin A Dosis
Tinggi, Tablet tambah darah, Vitamin K1 Injeksi, Salep mata Gentamicin).
Dalam hal Penyediaan dan Penyerahan obat-obatan dimana dalam hal ini Bidan
harus menyediakan obat-obatan maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. Bidan diperkenankan menyerahakan obat kepada pasien
sepanjang untuk keperluan darurat sesuai dengan protap.
Pada pasal 36 ayat 1 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, persyaratan obat dann bahan habis pakai
Praktek Mandiri bidan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 30 ayat (2)
meliputi pengelolaan obat dan bahan habis pakai yang diperlukan untuk
pelayanan antenatal, persalinan normal, penatalaksanaan bayi baru lahir, nifas,
keluarga berencana, dan penanganan awal kasus kegawatdaruratan kebidanan
dan bayi baru lahir. Pada pasal 36 Ayat (2) Permenkes Nomor 28 Tahun 2017
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, obat dan bahan habis pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya diperoleh dari Apotek melalui surat
pesanan kebutuhan obat dan bahan habis pakai. Pada pasal 36 ayat 3 Permenkes
Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bidan
yang melakukan praktek Mandiri harus melakukan pendokumentasian surat
pesanan kebutuhan obat dan bahan habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat
2 serta melakukan pengelolaan obat yang baik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Adapun pada persayaratan bidan praktek mandiri terdapat persayarat obat
dan bahan habis pakai serta sediaannya. Diantaranya :

NO JENIS OBAT SEDIAAN JUMLAH


KONTRASEPSI ORAL
1. Desogestrel Tablet Sesuai kebutuhan
2. Kombinasi desogestrel dan Tablet Sesuai kebutuhan
etinilestradiol
3. Kombinasi levonorgestrel dan Tablet Sesuai kebutuhan
ethinylestradiol
4. Lynestrenol Tablet Sesuai kebutuhan
5. ombinasi Cyproterone acetat dan Tablet Sesuai kebutuhan
ethynylestradiol
6. Kombinasi Gestodene dan Tablet Sesuai kebutuhan
ethynylestradiol
7. Levonorgestrel Tablet Sesuai kebutuhan
8. Kombinasi drospirenone dan Tablet Sesuai kebutuhan
ethynylestradiol
9. Kombinasi ethynylestradiol dan Tablet Sesuai kebutuhan
lynestrenol
KONTRASEPSI SUNTIK
10. Medroxyroprogesterone acetate Vial Sesuai kebutuhan
(DMPA)
11. Kombinasi Vial Sesuai kebutuhan
Medroxyroprogesterone acetate
(DMPA) dan estradiol cypionate
KONTRASEPSI IMPLANT
12. Levonorgestrel Rods Sesuai kebutuhan
13. Etonogestrel Rods Sesuai kebutuhan
KONTRASEPSI AKDR
14. IUD Cu T 380 A Set Sesuai kebuthan
15. IUD Levonogestrel Set Sesuai kebutuhan
KONDOM
16. Kondom Bbuah Sesuai kebutuhan
OBAT KEGAWATDARURATAN DAN OBAT LAIN
17. Oksitosin Inj Ampul Sesuai kebutuhan
18. Metilergometrin Inj. Ampul Sesuai kebutuhan
19. MgSO4 40% inj. Ampul Sesuai kebutuhan
20. Kalsium Glukonat 10% inj. Ampul Sesuai kebutuhan
21. Nifedipin/amlodipine Tablet Sesuai kebutuhan
22. Metildopa Tablet Sesuai kebutuhan
23. Vitamin A Dosis tinggi Softgel Sesuai kebutuhan
24. Tablet tambah darah Tablet Sesuai kebutuhan
25. Vitamin K1 injeksi Ampul Sesuai kebutuhan
26. Salep mata gentamicin Tubel Sesuai kebutuhan

BAHAN HABIS PAKAI


1 Alkohol Sesuai kebutuhan
2 Cairan disinfektan Sesuai kebutuhan
3 Kain steril Sesuai kebutuhan
4 Kapas Sesuai kebutuhan
5 Kasa non steril Sesuai kebutuhan
6 Kasa steril Sesuai kebutuhan
7 Lidi kapas steril Sesuai kebutuhan
8 Masker Sesuai kebutuhan
9 Podofilin Tinctura 25% Sesuai kebutuhan
10 Sabun Tangan atau Antiseptik Sesuai kebutuhan
11 Benang Chromic Catgut Sesuai kebutuhan
12 Gelang Bayi Sesuai kebutuhan
13 Infus Set Dewasa 2 set
14 Infus Set dengan Wing Needle 2 set
untuk Anak dan Bayi nomor 23
dan 25
15 Jarum jahit Sesuai kebutuhan
16 Kantong urin Sesuai kebutuhan
17 Kateter Folley dewasa Sesuai kebutuhan
18 Kateter Nelaton Sesuai kebutuhan
19 Pembalut Sesuai kebutuhan
20 Pengikat tali pusat /klem Sesuai kebutuhan
21 Plester Sesuai kebutuhan
22 Saun cair untuk cuci tangan Sesuai kebutuhan
23 Sarung tangan Sesuai kebutuhan
24 Sarung tangann panjang Sesuai kebutuhan
Bidan memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan memilki tiga hal tanggung
jawab di dalam upaya pelayanan kesehatan meliputi: tanggung jawab etis
yang landasannya adalah kode etik, yang pada dasarnya memuat bahwa
kewajiban umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap sejawat
dan terhadap diri sendiri. Tanggung jawab profesi yang didasarkan
pendidikan, pengalaman, derajad resiko perawatan, perala-tan perawatan dan
fasilitas perawatan. Tanggung jawab hukum, yang didasarkan pada hukum
perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.

D. MANAJEMEN FARMAKOLOGI PADA MASA NIFAS


1. ANALGETIK DAN ANTIPIRETIK
Rasa nyeri dapat ditangani dengan obat analgesik yang digolongkan
menjadi analgesik opioid dan Nonsteroidal anti-Inflammatory Drugs
(NSAID) yang pemilihannya tergantung dari tingkatan nyeri setiap individu
(Katzung, 2014). Pemilihan obat untuk ibu pasca melahirkan yang nantinya
akan menyusui perlu diperhatikan. Dapat diasumsikan bahwa semua obat
yang dikonsumsi tersebut akan terdistribusi ke Air Susu Ibu (ASI) lalu
disekresi (Sujata dan Hanjoora, 2014). Ketika seorang ibu menyusui
anaknya, maka secara tidak langsung bayi tersebut menerima hasil sekresi
obat yang diadministrasikan ke ibu (Katzung, 2014).
Pemberian obat secara oral digunakan pada pasien pasca melahirkan
normal dan pemberian obat pasca sectio caesarea yang paling banyak
digunakan yaitu secara rektal. Menurut teori Anief (2007) rute pemberian
mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi
(ADME). Selain itu, pemilihan bentuk sediaan obat mempengaruhi proses
ADME untuk menimbulkan efek terapi.
Menurut Bowers dan Chryne (2016) lama rawat inap berhubungan
dengan perawatan yang diterima pasca melahirkan, yaitu terkait dengan
pemberian obat dan biaya yang dikeluarkan. Khususnya pemberian NSAID
dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan gangguan fungsi hati, ginjal
dan kardiovaskuler, serta pendarahan gastrointestinal.
Jenis-jenis analgetik dan antipiretik yang biasa digunakan dalam masa nifas
antara lain :
1. Paracetamol
Parasetamol merupakan obat yang dapat mengurangi demam dan
nyeri yang paling banyak digunakan oleh responden. Parasetamol
dikategorikan sebagai obat yang aman digunakan oleh ibu menyusui.46
Parasetamol memiliki waktu paruh yang cukup singkat yaitu 2,6 jam. Secara
teoritis konsentrasi parasetamol di dalam ASI sebesar 4,39 mg/L,
konsentrasi tersebut < 0,1% dari dosis yang digunakan ibu menyusui yaitu
500 mg.18 Menurut Drug Information Handbook (DIH), dosis parasetamol
yang diperbolehkan digunakan oleh bayi dengan usia 0-3 bulan adalah 40
mg, sehingga obat yang masuk melalui ASI berdasarkan teoritis kurang dari
40 mg yang artinya parasetamol aman digunakan oleh responden.
Penggunaan parasetamol dapat menyebabkan maculopapular rash (ruam
makulopapular) pada bayi yang berusia dua bulan, hal ini dikaitkan dengan
adanya parasetamol dalam ASI.
Paracetamol diekskresikan pada ASI dalam jumlah yang sangat
sedikit. Mengingat konsentrasi puncak paracetamol akan dicapai dalam 1 –
2 jam dan tidak dapat dideteksi setelah 12 jam, pemberian ASI per 3 jam
akan membuat bayi menerima sekitar 0,14% dari dosis ibu dengan asumsi
bahwa ibu menerima 2% dosis. Satu kasus melaporkan adanya ruam
makulopapular pada bayi berusia 2 bulan.
Parasetamol (acetaminophen) adalah metabolit utama dari dua obat
antipiretik, acetanilide dan phenacetin. Meskipun pertama kali digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik pada tahun 1880-an, obat ini segera
ditinggalkan dan digantikan dengan phenacetin dan aspirin (diperkenalkan
ke dalam dunia kedokteran oleh Heinrich Dreser pada tahun
1899). Parasetamol ditemukan kembali pada akhir tahun 1940an ketika efek
samping hematologis yang pertama kali dikaitkan dengan obat tersebut tidak
terlihat pada sediaan yang dimurnikan. Pada pertengahan 1950-an, obat ini
dipasarkan di AS dan Inggris sebagai obat yang lebih disukai daripada
aspirin karena dianggap aman untuk dikonsumsi oleh anak-anak dan
penderita maag. Pada tahun 1963, parasetamol ditambahkan ke Farmakope
Inggris dan sejak itu mendapatkan popularitas sebagai agen analgesik
dengan sedikit efek samping dan sedikit interaksi dengan agen farmasi
lainnya. Ini adalah analgesik dan antipiretik yang efektif, meskipun efek
antiinflamasinya lebih lemah dibandingkan obat lain. Dosis parasetamol
yang umumnya dianjurkan untuk orang dewasa adalah 500 mg hingga 1000
mg setiap empat hingga enam jam sesuai kebutuhan, dengan maksimal 4000
mg per jangka waktu 24 jam.
Jika diberikan secara oral, parasetamol memiliki bioavailabilitas
yang sangat baik dan permulaan kerjanya adalah 30 hingga 60
menit. Parasetamol terutama dimetabolisme oleh hati. Umumnya dapat
ditoleransi dengan baik dalam dosis terapeutik, namun overdosis akut (lebih
dari 10 g) dapat menyebabkan toksisitas hati dan berpotensi fatal.

2. Ibuprofen
Obat-obatan yang bisa dikonsumsi ibu menyusui dan ibu hamil
memang terbatas. Namun, ketika demam, radang, dan nyeri menyerang dan
rasanya tidak tertahankan, konsumsi ibuprofen untuk ibu menyusui
tergolong aman dilakukan. Penggunaan ibuprofen aman untuk ibu menyusui
asalkan Anda tidak sedang sakit maag atau menderita asma. Konsumsi
ibuprofen untuk ibu menyusui saat maag atau menderita asma dapat
memperburuk kedua kondisi ini.
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi nonsteroid atau
OAINS. Umumnya, obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter ini
digunakan untuk mengurangi demam dan nyeri ringan hingga berat. Pada
sebagian orang, ibuprofen menjadi pilihan untuk mengatasi sakit gigi, sakit
kepala, demam, flu, pilek, hingga radang sendi. Ibuprofen sendiri sudah
masuk dalam daftar obat-obatan American Academy of Pediatrics yang
aman digunakan oleh ibu menyusui.
Selain itu, sebuah studi yang diterbitkan pada NIH menyebutkan
bahwa kemungkinan efek samping ibuprofen untuk ibu menyusui sangat
sedikit dirasakan oleh bayi. Pasalnya, jenis obat ini hanya masuk ke dalam
air susu ibu (ASI) dalam jumlah yang relatif sedikit.
Biasanya dosis ibuprofen untuk menyusui yang obatnya dibeli bebas
di apotek adalah sebanyak 200 mg per tablet. Anda bisa meminumnya
maksimal 2 tablet 200 mg setiap 4-6 jam. Apabila Anda meminum 2 tablet
ibuprofen dalam satu waktu, sebaiknya harus ada jeda selama 6 jam untuk
kembali mengonsumsinya. Batas maksimum konsumsi ibuprofen untuk
orang dewasa adalah 1200 mg dalam 24 jam. Ini artinya, Anda tidak boleh
mengonsumsinya lebih dari 6 tablet 200 mg dalam sehari. Membatasi dosis
ibuprofen hingga 1200 mg dalam sehari dapat melepaskan ibuprofen kurang
dari 1 mg ke dalam ASI. Ini berarti tidak dapat menimbulkan efek samping
yang membahayakan pada bayi.
Jumlah dosis ibuprofen ini tergantung pada anjuran dokter. Obat
ibuprofen yang diresepkan oleh dokter kemungkinan besar mengandung 200
mg hingga 800 mg. Namun, biasanya batas maksimal ibuprofen yang aman
untuk ibu menyusui dari resep dokter adalah 3200 mg per hari. Dosis
maksimum tersebut setara dengan 4 tablet 800 mg dalam sehari. Umumnya,
dokter tidak meresepkan ibuprofen untuk busui dengan dosis yang tinggi
dan tetap menggunakan dosis maksimum 1600-2400 mg dalam sehari. Jika
kondisi yang Anda alami tak kunjung membaik setelah mengonsumsi
ibuprofen sesuai dosis yang diresepkan oleh dokter, sebaiknya konsultasikan
dengan dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

3. Asam Mefenamat
Asam mefenamat aman digunakan pada ibu menyusui karena secara
teoritis tidak menunjukkan adanya kontraindikasi saat digunakan. Menurut
American Academy of Pediatrics (AAP) 2001, asam mefenamat tergolong
aman digunakan pada responden tanpa menunjukkan tanda atau gejala yang
dilaporkan pada bayi dan efek saat menyusui. Hal ini serupa dengan Chaves
(2004) bahwa asam mefenamat merupakan obat yang biasanya aman
digunakan saat menyusui. dosis asam mefenamat 500 mg efektif untuk
pengobatan nyeri sedang hingga berat.
Asam mefenamat dipilih karena selain sebagai analgesik juga
mempunyai kemampuan sebagai antiradang (Katzung, 2014). Respon
peradangan digunakan untuk memastikan penyembuhan luka
perineum, sehingga mencegah masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi (Rukiyah et al., 2010). Banyak yang menyarankan ibu menyusui
untuk tidak mengonsumsi asam mefenamat karena ada kekhawatiran
sejumlah asam mefenamat masuk ke dalam air susu ibu (ASI) sehingga
membawa efek samping pada bayi.
Namun, kekhawatiran ini perlu ditelaah kembali. Pasalnya, ada
pendapat lain yang menerangkan bahwa konsumsi asam mefenamat saat
menyusui masih tergolong aman jika sesuai aturan dan saran dari dokter.
Selain itu, sejumlah penelitian menemukan bahwa obat ini memiliki risiko
yang kecil terhadap bayi. Pemberian asam mefenamat untuk ibu menyusui
memang mampu membantu meredakan rasa sakit, nyeri, dan peradangan
yang mereka alami. Namun, perlu dipertimbangkan pula efek sampingnya.
Jadi, sebaiknya konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu agar keamanan
ibu menyusui tetap terjaga dosis asam mefenamat 500 mg efektif untuk
pengobatan nyeri sedang hingga berat.
Asam mefenamat adalah salah satu jenis obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAIDs). Obat ini berfungsi meredakan rasa sakit tingkat
ringan hingga menengah, serta mengurangi peradangan (ISO, 2013).
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyai kerja yang
baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserap dan
konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan
diekskresikan melalui urin.
Indikasi: untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari
rematik akut dan kronis, luka pada jaringan lunak, nyeri setelah melahirkan,
nyeri setelah operasi, pegal pada otot dan sendi, dismonore, sakit kepala,
sakit gigi (ISO, 2013) dengan aturan pemberian sebagai berikut : 1) Dosis :
Dosis awal 500 mg, kemudian 500 mg setiap 8 jam. Sebaiknya pemakaian
obat diberikan sewaktu makan dan tidak lebih dari 7 hari karena dapat
menghambat produksi ASI pada ibu nifas dan terekresikan dalam air susu.
Kontraindikasi : Sensitifitas terhadap asam mefenamat dapat
menyebabkan radang atau tukak pada saluran pencernaan.
Efek samping : Dapat mengiritasi sistem pencernaan dan
mengakibatkan konstipasi atau diare.

4. Natrium Diklopenak
Natrium diklofenak juga menekan fungsi sumsum tulang yang
berperan dalam proses pembuatan darah (Psaty dan Furberg, 2005).
Penurunan angka hemoglobin dan leukosit secara signifikan pada kelompok
diklofenak menunjukan efek penekanan pada sumsum tulang, sedangkan
pada angka trombosit terjadi kenaikan yang tidak bermakna. Pemberian
kasul uji menyebabkan penurunan angka hemoglobin, menaikkan angka
leukosit dan menurunkan angka trombosit secara tidak bermakna. Nilai
hemoglobin dalam darah sangat menentukan fungsinya sebagai pembawa
oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (Bakta, 2009)
Pemberian diklofenak menurunkan angka leukosit secara signifikan
Diklofenak merupakan anti inflamasi non steroid yang menghambat
prostaglandin sehingga dapat menurunkan angka leukosit. Pemberian kapsul
uji menaikkan angka leukosit secara tidak signifikan.
menurut Derry et al. (2015), dosis kalium diklofenak yang baik
untuk mengatasi nyeri yaitu 50 mg.
Tetapi obat ini memiliki waktu paruh yang pendek dan pembentukan
metabolit glukuronida yang sedikit. Kebanyakan pengulas menganggap
diklofenak dapat diterima selama menyusui. Agen lain yang memiliki lebih
banyak informasi yang dipublikasikan mungkin lebih disukai, terutama saat
menyusui bayi baru lahir atau bayi prematur.
Penggunaan gel topikal atau obat tetes mata diklofenak oleh ibu
diperkirakan tidak menimbulkan efek buruk pada bayi yang disusui. Untuk
mengurangi secara signifikan jumlah obat yang masuk ke dalam ASI setelah
menggunakan obat tetes mata, berikan tekanan pada saluran air mata di
sudut mata selama 1 menit atau lebih, kemudian hilangkan kelebihan larutan
dengan jaringan penyerap.
Diklofenak tidak terdeteksi (<100 mcg/L) dalam ASI selama periode
6 jam setelah injeksi intramuskular 50 mg pada 6 wanita. Enam ibu diberi
diklofenak oral 100 mg setiap hari secara oral selama satu minggu
pascapersalinan. Obat tersebut tidak terdeteksi (<10 mcg/L) dalam susu dari
59 sampel susu yang dikumpulkan (waktu pengumpulan tidak
ditentukan).Seorang wanita yang diobati dengan diklofenak 150 mg setiap
hari memiliki tingkat diklofenak ASI sebesar 100 mcg/L, setara dengan
sekitar 0,03 mg/kg setiap hari untuk bayi.
Dalam sebuah penelitian, 30 ibu yang menjalani operasi caesar
elektif diizinkan untuk menggunakan supositoria diklofenak 25 mg bersama
dengan anestesi tulang belakang atau tulang belakang dan epidural dengan
anestesi lokal setelah melahirkan. Kelompok anestesi tulang belakang
menggunakan rata-rata 56 mg diklofenak pada hari persalinan dan 33 mg
pada hari berikutnya sedangkan wanita yang menerima anestesi tulang
belakang dan epidural menggunakan 21 dan 18 mg. Tidak disebutkan
dampak buruknya pada bayi yang disusui.
Seorang bayi yang disusui mengalami urtikaria pada hari ke 15
kehidupannya. Ibunya telah mengonsumsi diklofenak (dosis tidak
ditentukan) untuk mengatasi nyeri sejak melahirkan melalui operasi
caesar. Diklofenak kemungkinan merupakan penyebab urtikaria; namun,
bayi tersebut juga telah menerima vaksinasi hepatitis B 7 hari sebelumnya
dan penulis berpendapat bahwa kemungkinan besar hal tersebut adalah
penyebab reaksi tersebut.
2. ANTIBIOTIK
1. Pengertian Obat Antibiotika
Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi,
yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain.
Antibiotika (latin : anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan miro organisme hidup tertuam fungi dan bakteri ranah. Yang
memiliki khasiat mematikan atau mengahambat pertumbuhan banyak
bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia
relative kecil.

2. Macam-Macam Obat Antibiotika


A. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari
bermacam-macam jenis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai
gugusan samping R) benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin
diperoleh dari jamur cephalorium acremonium, berasal dari sicilia
(1943) penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara
menghambat sintesi dinding sel. Pensilin terdiri dari:
1) Benzil pinisilin
- Benzil pinisilin
- Fenoksimetilpinisilin
2) Penisilin tahan penisilinase
- Kloksasilin
- Flukoksasilin
3) Penisilin spectrum luas
- Ampisilin
- Amoksisilin
4) Penisilin anti pseudomona
- Tikarsilin
- Piperasilin
- Sulbenisilin
B. Sefalosforin
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja
dengan cara menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi
sefalosforin mirip dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal
dan dapat di hambat probenisid. Sefalosforin terbagi atas:
- Sefadroksil
- Sefrozil
- Sefotakzim
- Sefuroksim
- Sefamandol
- Sefposoksim
C. Tetrasklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas.
Penggunaannya semakin lama semakin berkurang karena masalah
resistansi. Tetrasklin terbagi atas:
- Tetrasklin
- Hidroklorida
- Doksisiklin
- Oksitetraklin
D. Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri
gram posistif dan gram negative. Aminasin, gentamisin dan
tobramisin juga aktif terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin
aktif teradap mycobacterium tuberculosis dan penggunaannya
sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa. Aminoglikosida terbagi:
- Amikasin
- Gentamisin
- Neomisin sulfat
- Netilmisin

E. Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spectrum luas,
namun bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi
berat akibat haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan
abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya,
obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik.
F. Makrolid
Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama
dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative
penisilin.
G. Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (=
kolistin), basi-trasin dan gramisidin, dan berciri struktur polipeptida
siklis dengan gugusan-gugusan amino bebas. Berlainan dengan
antibiotika lainnya yang semuanya diperoleh dari jamur, antibiotika
ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah. Polimiksin hanya aktif
terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas, basitrasin dan
gramisidin terhadap kuman Gram-positif.
H. Golongan antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap
kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC
dan lepra, misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol
dan lain-lain.

3. Cara Kerja Obat Antibiotika


Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan
sefalosforin) atau membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma
kerja yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein
bakteri sehingga sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat
terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi misalnya
kloramfenikol dan tetrasiklin. Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan
dibidang peternakan sebagai zat gizi tambahan guna mempercepat
pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin
erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari
harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

4. Indikasi/Kontraindikasi
a. Penisilin
1) Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
- Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis
kronis, salmonelosis invasive, gonore.
- Kontraindikasi : hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
2) Penisilin tahan penisilinase
- Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi
pensilinase.
- Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
3) Penisilin spectrum luas
- Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis
kronis, salmonelosis invasive, gonore.
- Kontraindikasi : hipersensitivitas (alergi) terhadap penisilin.
4) Penisilin anti pseudomona
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
b. Sefalosforin
1) Sefadroksil
- Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)
- Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
2) Sefrozil
- Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis
media.
3) Sefotakzim
- Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus,
meningitis.

4) Sefuroksim
- Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H.
influenzae dan N gonorrhoeae.
5) Sefamandol
- Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
6) Sefpodoksim
- Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan
tonsillitis, hanya yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten
terhadap antbiotika lain.
c. Tetrasklin
1) Tetrasklin
- Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan
diatas) klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena
keganasan atau sirosis, akne vulganis.
2) Demeklosiklin Hidroklorida
- Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone
antidiuretik
- kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas lebih sering
terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus nefrogenik.
3) Doksisiklin
- Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis
kronis, pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4) Oksitetrasiklin
- Indikasi: peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin;
hindari pada porfiria.
d. Aminoglikosida
1) Amikasin
- Indikasi: infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.
2) Gentamisin
- Indikasi: septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi
SSP lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis
karena Str viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin, pneumonia
nosokomial, terapi tambahan pad meningitis karena listeria.
e. Kloramfenikol
- Indikasi: Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat
haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak,
bakteremia dan infeksi berat.
- Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria.
f. Makrolid
Indikasi eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit
gionnaire dan enteritis karena kampilo bakteri.

5. Dosis Obat Antibiotik


a. Penisilin
1) Ampisilin
- Pengaturan dosis Oral: 250-500 mg tiap 6 jam, diberikan 30 menit
sebelum makan.
- Infeksi saluran kemih: 500 mg tiap 8 jam.
- Injeksi intramuskuler, intravena atau infus: 500 mg tiap 4-6 jam.
- Anak di bawah 10 tahun: setengah dosis dewasa.
- Sediaan Ampisilin (generik): kapsul 250mg, 500mg; sirup kering
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 500mg, 1g.
2) Amoksisilin
a) Dewasa: 1x 500mg tablet tiap 12 jam atau 250mg tablet tiap 8 jam.
Suspensi: dewasa, untuk yang sulit menelan, 125mg/5ml atau 250mg/5ml
suspensi menggantikan tablet 500mg.
b) Anak
- Kurang dari 3 bulan: 30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam didasarkan pada
komponen amoksisilin. Dianjurkan menggunakan suspensi 125 mg/5ml 3
bulan atau lebih : didasarkan pada komponen amoksisilin. Jangan
menggunakan tablet 250mg jika berat < 40 kg.
- 40kg atau lebih: sesuai dosis dewasa Amoksisilin dapat diminum
dengan atau tanpa makanan. Neonatus dan bayi 12 minggu (3 bulan) atau
lebih muda: karena fungsi ginjal yang belum optimal mempengaruhi
eliminasi amoksisilin, dosis paling tinggi yang dijinkan adalah
30mg/kg/hr dibagi tiap 12 jam.
- Sediaan Amoksisilin (generik): kaplet 500mg; kapsul 250mg; sirup
kering 125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
- Amoksan: drops 125mg/1,25 ml; kapsul 250mg, 500mg; sirup kering
125mg/5ml, 250mg/5ml; serbuk untuk injeksi 1g.
- Kalmox: kapsul 500mg; sirup kering 125mg/5ml.
b. Tetrasklin
- Pengaturan dosis: Oral : 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat dapat
ditingkatkan sampai 500 mg tiap 6-8 jam.
- Sifilis primer, sekunder dan laten: 500 mg tiap 6-8 jam selama 15 hari.
- Uretritis non gonokokus: 500 mg tiap 6 jam selama 7-14 hari (21 hari
bila pengobatan pertama gagal atau bila kambuh).
- Injeksi intra vena: 500 mg tiap 12 jam, maksimum 2 g perhari.
- Sediaan: Bufacyn : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul; 125 mg/5 ml
sirop.
- Conmycin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kapsul.
- Erlacylin : 30 mg/g salep, 1 % salep mata.
- Hufacyclin : 250 mg/kapsul; 250 mg/5 ml sirop.
- Megacycline : 250 mg/tablet.
c. Aminoglikosida
Pengaturan dosis Gentamisin: Dosis pada pasien infeksi serius dengan
fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga setiap 8 jam.
- Anak-anak : 6-7,5 mg/kg/hari (2-2,5 mg/kg setiap 8 jam).
- Infant dan neonatus : 7,5 mg/kg/hari (2,5 mg/kg setiap 8 jam).
- Neonatus umur < 1 minggu : 5 mg/kg hari (2,5 mg setiap 12 jam).
Durasi terapi : biasanya 7-10 hari. Dosis pada pasien infeksi serius
dengan fungsi ginjal normal 3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga
setiap 8 jam. Sediaan Gentamisin (generik):cairan injeksi 10 mg/ml;40
mg/ml (K). Garamycin®: cairan injeksi 20 mg/ml; 40 mg/ml; 60
mg/ml; 80 mg/ml (K).
d. Kloramfenikol
- Dewasa : 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
- Anak : 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
- Bayi < 2 minggu : 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6
jam
e. Makrolid
- Pengaturan dosis: Oral : Dewasa dan Anak di atas 8 tahun, 250-500
mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam. Anak sampai 2 tahun, 125 mg
tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam.
- Infus intravena: infeksi berat pada dewasa dan anak, 50 mg/kg/hari
secara infus kontinyu atau dosis terbagi tiap 6 jam; infeksi ringan 25
mg/kg/hari bila pemberian per oral tidak memungkinkan.
- Sediaan Erybiotic : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml
sirop.
- Erysanbe : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 200 mg/5 ml sirop
kering; 200 mg/tablet kunyah.
- Erythrocin : 250 mg/kapsul; 500 mg/kaplet; 250 mg/5 ml sirop;
200 mg/tablet; 100 mg/2,5 ml sirop tetes.

6. Efek Samping
a. Penisilin
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.
b. Sefalosforin Efek samping: diare dan colitis yang disebabkan oleh
antibiotic ( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak
pada saluran cerna sakit kepala, Dll.
c. Tetrasklin
Efek samping: Mual, muntah, diare, eritema (hentikan pengobatan),
sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat merupakan petunjuk
peningkatan intrakranial, hepatotoksisitas, pankreatitis dan kolitis.
d. Aminoglikosida
Efek samping: nefrotoksisitas yang biasanya terjadi pada orang tua atau
pasien gangguan fungsi ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka
interval pemberian harus diperpanjang.
e. Kloramfenikol
Efek samping: kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti
anemia anemia aplastik (dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis
perifer, neuritis optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare,
stomatitis, glositits, hemoglobinuria nocturnal.
f. Makrolid
Efek samping: Mual, muntah, dan diare.Untuk infeksi ringan efek
samping ini dapat dihindarkan dengan pemberian dosis rendah.

E. MANAJEMEN NON FARMAKOLOGI (ASUHAN HOLISTIK) PADA


IBU NIFAS DAN MENYUSUI
1. Terapi Musik Untuk Mengurangi Nyeri Episiotomi Pasca Persalinan
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum untuk
memperlebar jalan lahir menurut alur waktu tertentu, insisi dilakukan pada
saat kontraksi, ketika jaringan sedang merentang, agar mudah terlihat
dearahnya, dan perdarahan dengan kemungkinan tidak terlalu parah
(Nurasiah Ai dkk, 2014). Nyeri episiotomi menjadi salah satu penyebab
ketakutan ibu akan persalinan pervaginam dan keinginan untuk menjalani
operasi caesar. Dampak negatif dari nyeri perineum antara lain kecemasan,
kelelahan, kesusahan, kurangnya perhatian terhadap pendidikan kesehatan
yang diberikan oleh pengasuh, perasaan tidak mampu, berkurangnya
bonding ibu-bayi, dan posisi menyusui yang tidak tepat. Ibu perlu istirahat
segera setelah melahirkan karena alasan seperti kelelahan, efek analgesik
dan anestesi lokal, insomnia, dan masalah budaya.
Berbagai teknik farmakologi (seperti asetaminofen kodein, gel
lidokain, supositoria natrium diklofenak, obat anti inflamasi nonsteroid) dan
teknik non farmakologi (seperti terapi dingin dan panas, akupresur, gel
pendingin, radiasi infra merah, aromaterapi, jamu, akupunktur, teknik
relaksasi, distraksi dan terapi musik) dianjurkan untuk meredakan nyeri
perineum setelah episiotomy.
Musik adalah salah satu metode yang digunakan untuk melawan
rasa sakit. Metode ini telah digunakan sebagai pelengkap pengobatan,
bersama dengan bentuk terapi seni, psikoterapi, dan fisioterapi lainnya, yang
memerlukan kerja sama erat antara terapis, dokter, dan psikolog.
Mendengarkan musik favorit menyebabkan relaksasi otot,
pengalihan perhatian dari nyeri, penurunan intensitas nyeri, pengurangan
pengiriman pesan nyeri ke sistem saraf pusat, menstabilkan tanda-tanda
vital, serta mengurangi kecemasan dan konsumsi analgesik. Selain itu,
musik dan suara merangsang sekresi endorfin pereda nyeri dari kelenjar
hipofisis anterior dan menurunkan kadar katekolamin dan hormon stress.
Selain itu, berdasarkan teori kontrol gerbang, otak berperan sebagai
sistem aktif yang menyaring, menghambat, menggairahkan, memilih, dan
memodulasi masukan. Sebelum pesan rasa sakit dikirim ke otak, pesan
tersebut bertemu dengan “gerbang saraf” yang mengontrol apakah sinyal ini
diizinkan untuk melewati otak. Sel transmisi di tanduk dorsal sumsum
tulang belakang (gerbang saraf) dapat mempercepat transmisi pesan nyeri
atau meminimalkan atau bahkan mencegah transmisi pesan nyeri ke otak
sama sekali.

2. Pemberian Kompres Hangat-Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Luka


Perineum
Masalah yang sering dialami oleh ibu postpartum dan
menyebabkan rasa nyeri pada masa nifas salah satunya adalah luka pada
daerah perineum yangterjadi pada waktu proses persalinan.
Ketidaknyamanan dan nyeri yang dialami ibu postpartum akibat robekan
perineum biasanya ibu takut untuk bergerak setelah persalinan. Dampak dari
mobilisasi yang terganggu dapat menyebabkan subinvolusi pengeluaran
lokea yang tidak lancar dan perdarahan postpartum.
Berbagai metode untuk mengatasi nyeri luka perineum dapat
dilakukan baik secara farmakologi atau non farmakologi. Salah satu metode
non farmakologi pilihan yang paling sederhana yang dapat digunakan
untuk mengatasi nyeri dan ketidaknyamanan terutama ibu postpartum
dengan nyeri luka perineum adalah dengan menerapkan penggunaan
kompres hangat dan kompres dingin.
Kompres hangat dapat memberikan rasa nyaman, mengatasi nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot, melunakkan jaringan fibrosa,
mempengaruhi oksigenasi jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot,
memvasodilatasikan dam memperlancar aliran darah sehingga dapat
menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri.
Selain itu, dengan tindakan kompres dingin dapat membantu
kenyamanan ibu dalam mengurangi rasa nyeri, mengontrol aliran darah ke
daerah luka sehingga dapat mencegah/mengurangi resiko perdarahan dan
oedema serta menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan
hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak akan lebih sedikit.

3. Pemberian Ikan Gabus Terhadap Penyembuhan Luka Sectio Caesarea


Proses persalinan merupakan suatu proses kompleks untuk
menyelamatkan ibu maupun bayinya dengan menggunakan berbagai macam
metode seperti persalinan pervaginam, persalinan dengan menggunakan alat
dan persalinan operatif yaitu melalui Sectio Caesarea (SC). Luka Post sectio
caesarea merupakan luka yang membekas dan di sebabkan oleh bedah
caesar ketika wanita tidak dapat melahirkan secara normal. Proses ini
ditempuh karena adanya suatu hambatan untuk proses persalinan normal
diantaranya seperti lemahnya tenaga sang ibu untuk melahirkan, detak
jantung bayi lemah, ukuran bayi terlalu besar dan lainnya (Puspitasari &
Sumarsih, 2011).
Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur,
fungsi, dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh
tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Jahitan biasanya
diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensile strength yang mendekatkan
tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia, status nutrisi, dan lokasi
luka. Kolagen ini muncul pada hari ke-5 sampai dengan ke-7 post operasi.
Bila lebih dari tujuh hari berarti terjadi perlambatan sintesiskolagen yang
berarti penyembuhan luka lambat (Brunicardi & Schwartz, 2005).
Proses penyembuhan luka banyak dipengaruhi oleh nutrisi, daya
tahan tubuh dan pemberian suplemen. Nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka yaitu mengkonsumsi makanan yang serat akan protein.
Protein didapatkan pada makanan, daging dan ikan. Semua jenis ikan adalah
sumber protein yang sangat baik. Ikan gabus diketahui sebagai ikan dengan
kandungan gizi dan protein yang lebih banyak dari ikan jenis lain seperti
ikan bandeng (Waryana & Kes, 2010). Selain ikan bandeng, keunggulan
ikan gabus mempunyai protein yang tinggi, kadar protein per 100gram ikan
gabus setara dengan ikan bandeng.
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan yang banyak digunakan
oleh masyarakat untuk penyembuhan luka terutama luka pasca operasi, luka
bakar dan setelah persalinan karena kandungan utama dalam ikan gabus
adalah albumin yang cukup tinggi yang merupakan protein terbanyak dalam
plasma sekitar 60% dari total plasma dengan nilai normal 3,3-5,5 g/dl.
(Ardianto, 2015). Salah satu kandungan yang ada di ikan gabus adalah
albumin, yang merupakan protein globular yang sering diaplikasikan secara
klinis untuk perbaikan gizi dan penyembuhan luka paska operasi. Albumin
berfungsi mengatur tekanan osmotik di dalam darah, menjaga keberadaan
air dalam plasma darah sehingga dapat mempertahankan volume darah
dalam tubuh dan sebagai sarana pengangkut dan ransportasi. Albumin juga
bermanfaat dalam pembentukan jaringan tubuh, misalnya luka sesudah
operasi, luka bakar dan saat sakit (Suprayitno, 2003). Pemberian terapi
albumin dengan ekstrak air ikan gabus secara oral dapat membantu proses
penyembuhan luka pascaoperasi lebih cepat. Selain itu, luka dapat sembuh
tiga hari lebih cepat daripada menggunakan tiga botol serum albumin yang
harganya sangat mahal. Oleh karena itu, alternatif pemberian ikan gabus
sangat tepat (Suprayitno, 2003).
4. Pemberian Susu Kedelai Terhadap Peningkatan Produksi ASI Pada
Ibu Nifas
Produksi ASI yang sedikit menjadi masalah utama para ibu yang
baru melahirkan, selain masalah puting susu tenggelam atau datar, payudara
bengkak, bayi enggan menyusu karena teknik yang kurang benar atau bayi
yang berlidah pendek (Dewi, 2013). Hal ini berakibat buruk pada bayi karena
ibu biasanya mencari alternatif dengan memberikan susu formula pada
bayinya yang menyebabkan intensitas isapan bayi menjadi berkurang karena
bergantian menggunakan susu formula yang menjadikan ASI menjadi
semakin sedikit yang keluar (Budiasih, 2008).
Ditetapkannya Kepmenkes No 450 Tahun 2004 tentang Pemberian
Air Susu Ibu secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia (Widjaya, 2007). Pada
Pekan ASI sedunia tahun 2010 Kementrian Kesehatan RI juga meluncurkan
Program Menyusui; Sepuluh Langkah Menuju Sayang Bayi, dengan slogan
Sayang Bayi, dan Beri ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui memerlukan
bantuan agar proses menyusui lebih berhasil, salah satunya adalah dengan
cara mengkonsumsi bahan makanan yang mampu merangsang produksi ASI
yakni salah satunya dengan pemberian susu kedelai pada ibu menyusui.
Pengaruh susu kedelai terhadap peningkatan produksi ASI menunjukkan efek
positif dimana seluruh responden mengalami peningkatan produksi ASI.
Susu kedelai yang merupakan minuman olahan dari sari pati kacang
kedelai memiliki banyak kandungan gizi dan manfaat. Potensinya dalam
menstimulasi hormon oksitoksin dan prolaktin seperti alkaloid, polifenol,
steroid, flavonoid dan substansi lainnya efektif dalam meningkatkan dan
memperlancar produksi ASI. Reflek prolaktin secara hormonal untuk
memproduksi ASI, waktu bayi menghisap puting payudara ibu, terjadi
rangsangan neorohormonal pada puting susu dan areola ibu. Rangsangan ini
diteruskan ke hipofisis melalui nervos vagus, kemudian ke lobus anterior.
Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran
darah dan sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan
terangsang untuk menghasilkan ASI (Murtiana, 2011)
Isoflavon yang terkandung pada susu kedelai merupakan asam
amino yang memiliki vitamin dan gizi dalam kacang kedelai yang
membentuk flavonoid. Flavonoid merupakan pigmen, seperti zat hijau daun
yang biasanya berbau. Zat hijau daun memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan tubuh. Secara garis besar, manfaat dari isoflavon yang terkandung
pada susu kedelai adalah meningkatkan metabolisme dalam tubuh,
merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, mencegah sembelit,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menguatkan tulang dan gigi,
mengendalikan tekanan darah, mengendalikan kadar kolesterol, mencegah
resiko obesitas dan menghilangkan gejala penyakit maag. Isoflavon atau
hormon phytoestrogen adalah hormon estrogen yang diproduksi secara alami
oleh tubuh dan bisa membantu kelenjar susu ibu menyusui agar memproduksi
ASI lebih banyak. Dengan pemanfaatan kedelai yang dapat meningkatkan
produksi ASI, diharapkan mampu menunjang keberhasilan program
pemerintah (Kementerian Kesehatan) dalam upaya pemberian ASI Eksklusif.

5. Pemberian Minyak Essensial Lavender Untuk Meningkatkan


Kelancaran ASI
Penggunaan minyak esensial aroma therapy lavender dapat membantu
ibu untuk relaksasi dan kenyamanan sehingga diharapkan produksi ASI dapat
meningkat. Lavender merupakan salah satu minyak esensial yang popular dan
secara luas digunakan dalam bidang kesehatan klinis khususnya mengatasi
permasalahan psikosomatik dalam ginekologi. Kandungan aktif utama pada
minyak lavender yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) adalah linalool
dan linalyl acetat. Perubahan yang signifikan dalam kualitas tidur terjadi pada
wanita yang menghirup aromaterapi lavender. Efek relaksasi pada sistem
syaraf pusat ditimbulkan jika menghirup aromaterapi lavender. Efek relaksasi
pada system syaraf pusat membantu meningkatkan produksi hormone oksitosin
yang berdampak terhadap meningkatnya produksi ASI karena Hypothalamus
yang terdapat pada system saraf pusat berfungsi menghasilkan hormon
oksitosin. (Tuti, 2018)

6. Konsumsi Jantung Pisang Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI


Jantung pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang
mengandung laktagogum memiliki potensi dalam menstimulasi hormon
oksitosin dan prolaktin seperti alkaloid, polifenol, steroid, flavonoid dan
substansi lainnya paling efektif dalam meningkatkan dan memperlancar
produksi ASI. Setiap 25 gram jantung pisang mengandung 31 kkal, 1,2 gram
senyawa protein, 0,3 gram lemak dan 7,1 gram zat karbohidrat. Jantung pisang
juga mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan mineral penting
seperti fosfor, kalsium dan Fe (zat besi). Tak hanya itu, bunga pisang
mengandung saponin yang berfungsi menurunkan kolesterol dan meningkatkan
kekebalan tubuh serta mencegah kanker. Jantung pisang mengandung
flavonoid yang berfungsi anti radikal bebas, anti kanker, dan anti penuaan.
Selain itu juga mengandung yudium yang bisa mencegah penyakit gondok
(Tjahjani, 2014).

7. Pijat Payudara Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI


Pijat payudara yang dilakukan akan memberikan stimulasi ke
adenohipofisis untuk menghasilkan prolaktin, sehingga makin sering ibu
melakukan pijat payudara maka stimulasi terhadap hormon prolaktin akan
lebih banyak sehingga nantinya produksi ASI juga akan lebih banyak sehingga
nantinya produksi asi juga akan lebih banyak. Selain itu, perawatan payudara
terdapat tahapan pengeluaran puting sehingga puting susu ibu lebih siap untuk
dihisap oleh bayi.(Yuliviasari & Andriane, 2016).
Hal ini sesuai dengan penelitian Perawatan payudara sebelum masa
menyusui dan saat masa menyusui. Perawatan payudara yang baik maka terjadi
stimulasi pengeluaran hormon oksitosin khususnya perawatan pada masa
menyusui. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel alveolar di kelenjar
payudara akan berkontraksi sehingga menyebabkan keluarnya air susu yang
mengalir melalui saluran kecil payudara dan air susu keluar menetes yang
disebut dengan refleks let down (Wulandari, Kustriyani, & Aini, 2018)

8. Pijat Oksitosin Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI


Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
sampai tulang costae kelima dan keenam akan merangsang hormone prolactin
yang diproduksi oleh hipofisis anterior dan oksitosin yang diproduksi oleh
hipofise posterior, sehingga ASI dapat keluar dengan lancar.

9. Pijat Marmet Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI


(Lestari, Widyawati, & Admini, 2018) marmet merupakan kombinasi
cara memerah ASI dan memijat payudara sehingga refleks ASI dapat optimal.
Teknik memerah ASI dengan cara mengosongkan ASI dari sinus laktiferus
yang terletak di bawah areola sehingga dengan mengosongkan ASI akan
merangsang pengeluaran prolaktin. Pengeluaran hormon prolaktin diharapkan
akan merangsang mammary alveoli untuk memproduksi ASI. Semakin banyak
ASI dikeluarkan atau dikosongkan dari payudara akan semakin baik produksi
ASI di payudara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasa nyeri dapat ditangani dengan obat analgesik yang digolongkan
menjadi analgesik opioid dan Nonsteroidal anti-Inflammatory Drugs (NSAID)
yang pemilihannya tergantung dari tingkatan nyeri setiap individu (Katzung,
2014). Pemilihan obat untuk ibu pasca melahirkan yang nantinya akan
menyusui perlu diperhatikan. Dapat diasumsikan bahwa semua obat yang
dikonsumsi tersebut akan terdistribusi ke Air Susu Ibu (ASI) lalu disekresi
(Sujata dan Hanjoora, 2014). Ketika seorang ibu menyusui anaknya, maka
secara tidak langsung bayi tersebut menerima hasil sekresi obat yang
diadministrasikan ke ibu (Katzung, 2014).
Manajemen farmakologi dalam masa nifas biasanya menggunakan
analgetik dan antipiretik serta antibiotik.
1. Jenis-jenis analgetik dan antipiretik yang biasa digunakan dalam masa nifas
antara lain :
a. Paracetamol
b. Ibuprofen
c. Asam Mefenamat
d. Natrium Diklofenak

2. Macam-Macam Obat Antibiotika, antara lain :


a. Penisilin
b. Sefalosforin
c. Tetrasklin
d. Aminoglikosida
e. Kloramfenikol
f. Makrolid
g. Polipeptida
h. Golongan antimikobakterium

Manajemen non farmakologi dalam masa nifas contohnya :


1. Terapi Musik Untuk Mengurangi Nyeri Episiotomi Pasca Persalinan
2. Pemberian Kompres Hangat-Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Luka
Perineum
3. Pemberian Ikan Gabus Terhadap Penyembuhan Luka Sectio Caesarea
4. Pemberian Susu Kedelai Terhadap Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu
Nifas
5. Pemberian Minyak Essensial Lavender Untuk Meningkatkan Kelancaran
ASI
6. Konsumsi Jantung Pisang Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI
7. Pijat Payudara Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI
8. Pijat Oksitosin Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI
9. Pijat Marmet Untuk Meningkatkan Kelancaran ASI
DAFTAR PUSTAKA

Carter, A. Healthline (2019). Mefenamic Acid, Oral Capsule.


De Cerqueira AM, De Azevedo JO, Guimaraes MB, dkk. Urtikaria pada bayi baru
lahir. J Am Acad Dermatol. 2009; 60 (3) Tambahan 1 [Abstrak 148.]
Drugs (2020). Mefenamic Acid Use While Breastfeeding.
Ghelani, R. Net Doctor (2019). Ponstan (Mefenamic Acid).
Hirose M, Hara Y, Hosokawa T, dkk. Pengaruh analgesia pasca operasi dengan
bupivakain epidural kontinyu pasca operasi caesar terhadap jumlah pemberian
ASI dan pertambahan berat badan bayi. Analgesik. 1996; 82 :1166–9. [ PubMed ]
Mayo Clinic (2020). Mefenamic Acid (Oral Route).
NCBI. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8498418/
Sioufi A, Stierlin H, Schweizer A, dkk. Temuan terbaru mengenai farmakokinetik
natrium diklofenak yang relevan secara klinis. Dalam, Kåss E. Voltaren--temuan
baru. Bern. Penerbit Hans Huber. 1982:19-30.
Stewart, M. Patient (2020). Mefenamic Acid for Pain and Inflammation
Todd PA, Sorkin EM. Natrium diklofenak. Penilaian kembali sifat
farmakodinamik dan farmakokinetiknya, serta kemanjuran
terapeutik. Narkoba. 1988; 35 :244–85. [ PubMed ]
Carlstedt, A. dan Halili, R. (2016) Whitepaper ISO/IEC 27002:2013 Information
Technology - Security Techniques Code Of Practice For Information Security
Controls. PECB. Tersedia pada: www.pecb.com
Jania, T., Windiyani, W., & Kurniawati, A. (2022). Manajemen Non Farmakologi
Untuk Meningkatkan Kelancaran Asi Pada Ibu Nifas. Jurnal BIMTAS: Jurnal
Kebidanan Umtas, 6(1), 51-55.
Maleki, A., & Youseflu, S. (2023). The effect of music-based interventions on
short-term postpartum episiotomy pain: A systematic review and meta-
analysis. Heliyon.
Nurhikmah, A., Widowati, R., & Kurniati, D. (2020). Pengaruh Pemberian Ikan
Gabus Terhadap Penyembuhan Luka Sectio Caesarea Pada Ibu Pospartum Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Subang Tahun 2020. Syntax Idea, 2(8), 302-
314.
Puspitasari, E. (2018). Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Terhadap Peningkatan
Produksi Asi Pada Ibu Nifas Di RB Bina Sehat Bantul. Jurnal Kebidanan, 7(1),
54.
Susilawati, E., & Ilda, W. R. (2019). Efektifitas Kompres Hangat dan Kompres
Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Post Partum di BPM
Siti Julaeha Pekanbaru. JOMIS (Journal Of Midwifery Science), 3(1), 7-14.
Nuryuniarti, risa, endah. 2019. Regulasi Hukum Bagi Bidan Dalam Melakukan
Asuhan Kebidanan Pada Balita Di Bidan Praktik Mandiri Menurut Permenkes
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jurnal
kebidanan

Kemenkes RI.2017. Peraturan Menteri Kesehatam Republic Indonesia Nomor


28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan .

Anda mungkin juga menyukai