Anda di halaman 1dari 6

Nama : Widhoretno Puspandari

NIM : U262110551
Tugas KONAS

9 komponen utama KONAS Sasaran


Selection of essential Tersedianya daftar obat esensial
drugs/seleksi obat esenssial nasional (DOEN) sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan yang
dapat digunakan dalam pelayanan
kesehatan secara luas.
Ketersediaan dan pemerataan
peredaran obat, terutama obat esensial
secara nasional
Affordability/keterjangkauan Harga obat terutama obat esensial
terjangkau oleh masyarakat.
Penerapan JKN dapat meningkatkan
keterjangkauan obat
Drug financing/pembiayaan obat Sasaran terutama masyarakat msikin
dapat memperoleh obat esensial setiap
saat diperlukan secara berkelanjutan.
Upaya untuk menjamin pembiayaan
obat yaitu sistem Jaminan sosial
nasional (JKN)
Supply systems/sistem pengadaan
Drug regulation/regulasi obat Pengolahan sistem dengan
seperangkat aturan (UU, Perpu,
Permenkes)
Rational use of drug Penggunaan obat dalam jenis, bentuk
sediaan, dosis dan jumlah yang tepat
dan disertai informasi yang benar,
lengkap dan tidak menyesatkan.
Research/penelitian Peningkatan penelitian di bidang obat
untuk menunjang penerapan KONAS.
Mengkaji 9 komponen KONAS.
Human resources Tersedianya SDM yang menunjang
development/SDM pencapaian tujuan KONAS. SDM
yang diperlukan untuk berbagai
lembaga harus memadai dari segi
jumlah, kompetensi maupun
pemerataan.
Monitoring and evaluation/Monev Menunjang penerapan KONAS
melalui pembentukan mekanisme
pemantauan dan evaluasi kinerja serta
dampak kebijakan, guna mengetahui
hambatan dan penetapan strategi yang
efektif. Dari pemantauan kebijakan
akan dapat dilakukan koreksi yang
dibutuhkan. Sedangkan evaluasi
kebijakan dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang
penyelenggaraan, melaporkan luaran
(output), mengukur dampak
(outcome), mengevaluasi pengaruh
(impact) pada kelompok sasaran,
memberikan rekomendasi dan
penyempurnaan kebijakan.
9 komponen utama Kebijakan Obat Nasional/KONAS yaitu

a. Selection of essensial drug/seleksi obat esensial


Penilaian indikator ketersediaan obat dihitung berdasarkan persentase
ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas. Pemantauan dilakukan terhadap data
ketersediaan 20 item obat dan vaksin di puskesmas dengan rincian terdiri dari 17
item obat dan 3 item vaksin yang bersifat esensial. Obat-obat dan vaksin yang
digunakan sebagai data yaitu albendazol tablet, amoxicillin tablet dan sirup,
deksametason tablet, diazepam injeksi, epinefrin injeksi, fitomenadion injeksi,
furosemid tablet, garam oralit, glibenclamid/metformain tablet, kaptopril tablet,
magnesium sulfat injeksi, metilergometrin maleat injeksi, obat TBC dewasa
tablet, oksitosin injeksi, paracetamol tablet, tablet tambah darah, injeksi vaksin
BCG, vaksin TT, vaksin DPT/DPT-HB/DPT. Target standar nilai ketersediaan
obat dan vaksin dengan 20 indikator obat dan vaksin yang telah ditetapkan adalah
sebesar 80% atau sama dengan minimal 16 item obat dan vaksin yang tersedia
untuk pelayanan.
Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Jawa Timur 5 tahun terakhir, dimulai
dari tahun 2016 yaitu ketersediaan obat dan vaksin di Provinsi Jawa Timur yang
memiliki 38 kabupaten/kota secara keseluruhan rata-rata mencapai target >80%
dimana terdapat dinamika peningkatan persentase mulai bulan mei sampai titik
tertinggi pada bulan november dan kembali menurun di bulan desember. Hal ini
bisa dikaitkan dengan proses kegiatan pengadaan Obat dan Vaksin di
Kabupaten/Kota yang mulai realisasi pada Bulan Mei (karena Daftar harga e-
Katalog Obat baru diterbitkan pada bulan April 2016) sehingga mempengaruhi
persentase ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas. Peningkatan persentase
tertinggi tampak pada Bulan November, hal ini dapat terjadi karena saat itu terjadi
akumulasi ketersediaan obat dan vaksin dari proses pengadaan di masing-masing
Puskesmas atau Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan penerimaan dari pusat yang
mulai distribusi pertengahan tahun sampai menjelang akhir tahun 2016 (Dinkes
Jatim, 2017).
Ketersediaan obat dan vaksin pada tahun 2017 rata-rata pada bulan januari-
desember mencapai 90,50%, dimana terdapat 2 kabupaten/kota yang mencapai
rata-rata 100% dan ada 1 kabupaten/kota yang dibawah standar (74,60%). Hal ini
dapat diartikan bahwa diantara 20 item obat dan vaksin indikator yang ada di
Kabupaten Ponorogo tidak selalu dalam kondisi tersedia selama tahun 2017 untuk
digunakan dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan pada setiap
Puskesmas di wilayahnya. Bahkan dapat pula dinyatakan bahwa ketersediaannya
tidak sampai dapat menjamin minimal 16 item obat dan vaksin tersedia di
Puskesmas dalam setiap bulannya. Maka, diperlukan adanya analisa lebih lanjut
mengenai kemungkinan adanya permasalahan dan kendala yang dialami oleh
Kabupaten Ponorogo yang menyebabkan nilai ketersediaan obat dan vaksinnya
masih rendah (Dinkes Jatim, 2018).
Pada data tahun 2018 rata-rata ketersediaan obat dan vaksin mencapai 94,62%
dimana terdapat 3 kabupaten/kota yang mencapai 100% dan terdapat 6
kabupaten/kota yang dibawah target nasionalm walaupun minimal ketersediaan
obat dan vaksin sudah tercukupi. Hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu
terdapat puskesmas yang tidak membutuhkan item obat tertentu karena tidak ada
kasus/sangat jarang, terdapat puskesmas yang tidak mau meminta obat ke isntalasi
farmasi kebupaten/kota walaupun posisi di puskesmas kosong karena obat
tersebut obat program dan di puskesmas belum waktunya pelaksanaan program
(Dinkes Jatim, 2019). Ketersediaan rata-rata obat dan vaksin tahun 2019 di 38
kabupaten/kota telah melebihi 80% (98,76%) dan melampaui target nasional yaitu
79,41%. Hal ini disebabkan karena sumber anggaran yang tersedia untuk
pengadaan obat hanya bersumber dari satu (1) anggarana yaitu Dana alokasi
khusus dimana jumlah anggaran tersebut sangat terbatas sehingga pengadaan obat
yang dilaksanakan berdasarkan prioritas, namun pelayanan di semua puskesmas
masih tetap berjalan baik yang mana obat-obat yang dibutuhkan tetap diadakan
oleh masih-masing puskesmas yang bersumber dari anggaran kapitasi (Dinkes
Jatim, 2020).
Data ketersediaan rata-rata obat dan vaksin pada tahun 2020 juga melampaui
target 80% (96,68%) dimana terdapat 2 kabupaten/kota yang belum mencapai
target. Kondisi tersebut disebabkan beberapa hal antara lain ketersediaan di
penyedia/pabrikan yang kurang pada saat kabupaten/kota tersebut melakukan
pengadaan melalui e-catalog dan e-purchasing, namun karena masa pandemi
Covid-19 dimana kunjungan pasien ke sarana pelayanan kesehatan puskesmas
menurun drastis, sehingga ketersediaan obat juga tidak terlalu berpengaruh,
bahkan ada beberapa item obat yang tidak digunakan dan memasuki masa
kadaluarsa (Dinkes Jatim, 2021).

b. Affordability/keterjangkauan
c. Drug financing
d. Supply system
e. Drug regulation
f.Rational use of drug
g. Research
h. Human resource development
Undang – undang nomer 23 tahun 2014 tentang pembagian peran pusat
dan daerah dibidang Sumber daya manusia kesehatan pemerintah daerah
memegang peranan penting dalam mengatur perencanaan dan pengembangan
SDM Kes untuk UKM dan UKP Daerah Provinsi.dalam hal menjamin
ketersediaan tenaga kesehatan disebutkan pada Perda Nomor 7 tahun 2014
pasal 7 ayat 2, bahwa ketresediaan dan kebutuhan tenaga kesehatan dilakukan
melalui pemetaan dengan cara pendataan, pengkajian, atau dengan sisten
informasi manajemen tenaga kesehatan. Sistem informasi SDM Kesehatan
disusun secara berjenjang, dimulai dari tingkat kabupaten / Kota, Provinsi
hingga Kementrian Republik Indonesia. undang – undang nomor 36 tahun
2014 tentang tenaga kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan
merupakan bagian dari SDM kesehatan, terdiri dari :
1. Tenaga medis (dokter umum, dokter gigi, dokter Spesialis, dokter gigi
Spesialis)
2. Tenaga Psikologis Klinis
3. Tenaga keperawatan
4. Tenaga kebidanan
5. Tenaga kefarmasian (Apoteker, teknis kefarmasian)
6. Tenaga kesehatan masyarakat (Epidemiolog kesehatan, Promosi kesehatan
dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan
kesehatan, biostatistik dan kependudukan, tenaga kesehatan reproduksi dan
keluarga)
7. Tenaga kesehatan lingkungan (tenaga sanitasi lingkungan, entomologi
kesehatan, mikrobiologi kesehatan)
8. Tenaga gizi (nutrisionis dan dietiesien)
9. Tenaga keterapian fisik (fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara dan
akupunktur)
10. Tenaga keteknisian medis (perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien / optometris,
teknisi gigi, piñata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologist)
11. Tenaga teknik biomedika (radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis dan ortotik prostetik)
12. Tenaga kesehtan tradisional (tradisional ramuan dan tradisional
ketrampilan)
13. Jenis tenaga kesehatan lainnya

Berikut ini tenaga kesehatan yang masuk dalam UU no. 36 tahun 2014
serta jumlah tenaga kesehatan :

Tahun
Tenaga kesehatan
2016 2017 2018 2019 2020
Tenaga medis 13106 16012 17188
Dokter umum 45% 41%
Dokter gigi 14% 12%
Dokter spesialis 38% 3%
Dokter gigi spesialis 3% 3%
Tenaga psikologi klinis 12 12 88
Tenaga keperawatan 28316 42210 47257
Tenaga kebidanan 16603 21953 23085
Tenaga kefarmasian 3757 6841 6801
Tenaga kesehatan 695 997 1711
masyarakat
Tenaga kesehatan 980 1101 1129
lingkungan
Tenaga gizi 1339 2122 2092
Tenaga keterapian fisik 259 527 881
Tenaga keteknisian medis 1440 1195 6656
Tenaga Biomedika 1171 997 4669
Tenaga kesehatan 28 28 59
tradisional
Jenis tenaga kesehatan 0 125
lainnya

Tabel berikut ini tentang rasio tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Timur
tahun 2016, dimana dapat dilihat bahwa sebagian besar masih kekurangan
sumber daya manusia, dan belum sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Hanya pada dokter spesialis saja yang kebutuhannya tercukupi bahkan lebih
dari kebutuhan yang diperlukan. Pada tabel tentang data penerbitan STR dari
P2T di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat
Tabel Rasio Tenaga Kesehatan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2016
(Dinkes Jatim, 2017)
Berikut ini adalah data penerbitan STR dari P2T Provinsi Jawa Timur
tahun 2016.
Tabel Data Penerbitan STR dari P2T Provinsi Jawa Timur Tahun 2016.

(Dinkes Jatim, 2017)


i.Monitoring and evaluation

Anda mungkin juga menyukai