Anda di halaman 1dari 3

Membangun Atmosfer Kelas Yang Berkualitas

Penulis: Rolan Dartony Sianturi, S.Pd


Guru SMK Negeri 2 Pangkalpinang

Penulis percaya bahwa mengajar bukan hanya sekedar informasional melainkan harus
transformasional. Oleh karena itu, penulis ingin membagikan pemikiran akan suatu hal yang penulis rasa
sangat penting keberadaannya di dalam kelas dan dalam proses pembelajaran guru bersama siswa. Tak
lain adalah membangun atmosfer kelas yang berkualitas dengan terlebih dahulu menciptakan interkoneksi
positif antara guru dan siswa.
Banyak hasil dari studi dan penelitian yang pernah penulis baca menunjukan bahwa interkoneksi
antara guru dan siswa berperan penting dalam kesuksesan siswa. Guru yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman akan siswanya mampu menyajikan pembelajaran dengan lebih baik dari sebelumnya dan
siswa yang memiliki interkoneksi baik dengan guru akan berani mendiskusikan kesulitan dan tantangan
yang dihadapinya sehingga berdampak mereka menjadi terlibat lebih aktif dan termotivasi di dalam kelas.
Namun, pertanyaan utamanya adalah apakah guru mau berusaha membangun interkoneksi positif dengan
siswa-siswa mereka?
Sejatinya semua kembali pada motivasi dan tujuan masing-masing pendidik. Jika tujuan guru
mengajar hanya membagikan pengetahuan dan informasi serta memberikan instruksi maka kemungkinan
guru akan menganggap membangun interkoneksi positif dengan siswa selama pembelajaran dilaksanakan
hanya akan menghabiskan tenaga dan waktu saja. Bisa jadi malah dianggap sebagai tambahan beban
pekerjaan. Tetapi, bila tujuan guru adalah transformasi atau perubahan yang terjadi pada siswa setelah
pembelajaran dilakukan, maka guru tentu dengan senang hati untuk membangun interkoneksi positif
dengan siswa. Lebih lanjut, agar interkoneksi positif dapat terbangun dengan sukses, hal yang pertama
dan utama yang guru lakukan adalah membangun atmosfer kelas yang berkualitas.
Lantas bagaimana cara membangun atmosfer kelas yang berkualitas? penulis melakukan ujicoba
membangun atmosfer kelas yang berkualitas di kelas XI DPIB 1 dan XI DPIB 2 SMK Negeri 2
Pangkalpinang. Tentu saja selama kurun waktu tujuh belas tahun menjadi guru, penulis seringkali
membangun interkoneksi yang baik dengan siswa dikelas. Akan tetapi, kali ini penulis ingin lebih
sistematis dan terkonsep dalam membangun atmosfer kelas yang berkualitas sehingga bisa penulis
bagikan pengalaman ini secara lebih luas. Langkah awal yang penulis lakukan adalah dengan
memperhatikan tone suara saat mengajar di mata pelajaran yang penulis ampu yakni Desain Pemodelan
dan Informasi Bangunan.
Penelitian yang pernah penulis baca memaparkan bahwa di dalam komunikasi, kata-kata hanya
berperan sebesar tujuh persen saja, kemudian tiga puluh delapan persen lainnya adalah tone suara guru
meliputi kejelasan suara, kecepatan berbicara, dan intonasi suara guru. Hal ini penting karena tone suara
guru menciptakan dan membentuk atmosfer di dalam kelas. Oleh karena itu, perhatikan tone suara kita
sebagai guru selama pembelajaran dikelas. Penulis ingin siswa di kelas XI DPIB 1 dan XI DPIB
bersemangat saat belajar pada jam-jam pelajaran siang menjelang sore maka yang penulis lakukan adalah
mengajar dengan tone suara yang bersemangat. Manakala, Mata Pelajaran Desain Pemodelan dan
Informasi Bangunan kelas XI DPIB 1 dan XI DPIB 2 ditempatkan pada jam-jam pelajaran pagi hari,
penulis ingin membangun suasana bersahabat dipagi hari maka penulis mengajar dengan tone berbicara
sambil tersenyum sebab seperti halnya para operator pelayanan pelanggan yang berbicara sambil
tersenyum diujung telepon, proyeksi suara menjadi berbeda. Poyeksi suara mereka membuat suasana
menjadi hangat dan bersahabat kendati kita tidak berbicara secara tatap muka dengan mereka.
Simpulannya, tone suara guru yang positif akan menciptakan atmosfer kelas yang positif pula dan
sesuaikan tone suara kita dengan iklim kelas yang ingin kita cipta.
Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah dengan menjadi sosok guru yang mudah
didekati siswa. Penulis tak tahu dengan pengalaman para pendidik lain, hanya saja secara pribadi penulis
tidak memiliki kenangan interkoneksi yang membekas dengan guru. Penulis selama bersekolah dulu
selalu melihat guru sebagai orang terakhir yang penulis datangi apabila penulis memiliki kesulitan atau
tantangan tentang materi pelajaran. Biasanya penulis akan meminta bantuan teman sebagai bala bantuan
pertama, orangtua sebagai bala bantuan kedua dan setelah tidak ada pilihan lain barulah penulis datang
meminta bantuan guru, itupun dengan sedikit keraguan apakah diterima secara terbuka oleh guru. Kadang
memang kita sebagai pendidik ditakuti siswa dan siswa merasa sulit atau takut untuk mendekati guru.
Lantas bagaimana caranya menjadi mudah didekati siswa? Hal yang penulis lakukan adalah dengan
terlebih dahulu memulai membuka diri pada siswa dengan cara menceritakan tentang hobi dan kesukaan
penulis dengan begitu siswa juga akan mulai membuka diri mereka. Selain itu, tak kalah pentingnya
adalah guru harus bisa percaya terlebih dahulu pada siswa barulah setelah itu siswa akan percaya pada
gurunya.
Langkah ketiga yang penulis lakukan adalah menyeimbangkan antara ekspektasi yang tinggi ke
siswa dengan pemberian dukungan yang tinggi pula pada mereka. Penulis mencoba menjadi guru yang
baik dan mudah didekati siswa tetapi disaat yang bersamaan penulis menanamkan kepada mereka bahwa
penulis adalah guru mereka bukan teman sejawat mereka. Penulis memberikan teladan untuk mereka.
Penulis menetapkan standar, menjaga konsistensi standar tersebut, dan tidak pernah berkompromi dengan
hal ini guna kesantunan siswa pada guru tetap terjaga. Singkatnya, memberikan dukungan yang tinggi dan
merangkul siswa namun diwaktu yang bersamaan juga menetapkan standar tuntutan yang tinggi yang
harus mereka patuhi. Kiranya upaya itulah yang penulis lakukan untuk membangun atmosfer kelas yang
berkualitas.
Mengakhiri tulisan ini, penulis mengutip pesan yang menarik dari Rita Pierson, seorang pendidik
professional yang mendedikasikan seluruh hidupnya sebagai guru pemelajar sejati, “Siswa sulit belajar
dari sosok yang tidak mereka sukai” sehingga saat guru berinvestasi pada hubungannya dengan siswa,
guru tidak hanya berinvestasi pada proses belajar siswa, lebih dari itu, guru sedang berinvestasi pada
kehidupan siswa. Jadi, mari para guru termasuk penulis sendiri. Kita jangan berhenti sampai penghujung
tulisan ini. Namun buatlah langkah nyata implementasi sehingga guru menjadi agen perubahan sebab
dunia berubah dimulai dari siswa-siswa yang terdidik, agar kualitas pendidikan di Indonesia menjadi
semakin baik. Selamat membangun atmosfer kelas yang berkualitas wahai guru-guru terbaik, Semangat!!!

Anda mungkin juga menyukai