Anda di halaman 1dari 27

I’JAZUL BAYANI

Makalah
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah I’jazul Qur’an

Oleh:

M. Dafa Rizki Muharrom 2318134159


Nurin Alfiani 2318134165

Dosen Pengampu:
Mufti Labib Jalaluddin, S.Ag., M.A,.

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir


Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah
Lamongan
2024
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak
lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada baginda agung Nabi Muhammad SAW
yang syafaatnya kita nantikan kelak diakhirat kelak. Makalah yang berjudul “I’jazul
Bayani” ini bertujuan untuk menambah wawasan terhadap pengertian I’jazul bayani,
keunggulan bahasa Al-Qur’an dan seluk beluknya.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
I’jazul Qur’an, yang membahas tentang I’jazul bayani. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen Mufti Labib Jalaluddin, S.Ag., M.A. selaku dosen pengampu
mata kuliah I’jazul Qur’an yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Serta berbagai pihak yang
telah membantu terwujudnya makalah ini.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian
kalimat dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sendangagung, 16 Februari 2024

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN...........................................................................................................1

A.Latar Belakang........................................................................................................................1

B.Rumusan Masalah...................................................................................................................2

C.Tujuan Penulisan Makalah......................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN............................................................................................................3

A.Pengertian I’jazul Bayani.......................................................................................................3

B.Keunggulan Bahasa Dan Sastra Al-Qur’an..........................................................................10

BAB III: PENUTUP.................................................................................................................23

Kesimpulan.............................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................24
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, al-Qur’an merupakan kitab suci umat
Musim di seluruh dunia sepanjang masa. Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar Nabi
Muhammad Saw yang paling istimewa. Al-Qur’an sering dijadikan sebuah pedoman
atau patokan bagi keberlangsungan hidup umat sejagad. Meskipun demikian, masih
banyak orang-orang yang berfikir bahwa al-Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad
dan tidak mempercayai apa isi kandungan al-Qur’an. Sebenarnya ornag-orang
munafik itu adalah orang yang tidak percaya diri, al-Qur’an menyebutkan bawa ada
penyakit di hati mereka, penyakit utama mereka adalah tidak percaya diri. Karenanya
mereka tidak berani menolak kebenaran, walaupun hati mereka tidak mau
menerimanya. Tak jarang juga masyarakat mencaba Nabi Muhammad dengan
tantangan di luar logika dan akal manusia biasa. Namun, dengan turunnya kitab suci
ini sebagai mu’jizat, Nabi berhasil melemahkan dan juga menuntaskan tantangan-
tantangan masyarakat yang mencobanya.

Kita sering berfikir bahwa mungkin orang-orang zaman dahulu saja yang
menentang eksistensi keberadaan al-Qur’an sebagai kitab suci. Namun pada nyatanya,
semakin berkembangan zaman dengan munculnya ilmu-ilmu pengetahuan yang baru
seperti berkembangnya teknologi dan juga sains. Namun kembali pada poin awal yang
telah kita bahas, al-Qur’an adalah pedoman bagi seluruh umat manusia, dan
merupakan mu’jizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.
Akhirnnya, al-Qur’an dapat melemahkan pertanyaan ataupun tantangan karena al-
Qur’an mampu berhubungan dengan sains dan ilmu pengetahuan yang terdapat dalam
al-Qur’an.

Kemu’jizatan al-Qur’an atau I’jaz al-Qur’an merupakan suatu disiplin ilmu yang
menjelaskan keagungan dalam berbagai cabang ilmu. Salah satu pecahan dari ilmu
tersebut adalah melibatkan penggunaan gaya bahasa yang meliputi tata bahasa,
balaghah, dan linguistik. Penulis merasa penting untuk membahas kajian ini karena
2

banyaknya ketidakpahaman orang awam tentang salah satu cabang ilmu I’jaz al-
Qur’an yaitu I’jaz Bayani.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumuan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian I’jazul Bayani?
2. Apa keunggulan bahasa dan sastra Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Dari rumusan masalah di atas dapat diambil tujuan penulisan makalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian I’jazul Bayani
2. Untuk mengetahui keunggulan bahasa dan sastra Al-Qur’an
3
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian I’jazul Bayani


Secara bahasa I’jaz / ‫ إعجاز‬merupakan bentuk mashdar dari a’jaza / ‫أعجز‬
yang berarti al-faut (meninggalkan) atau al-sabq (mendahului). Sedangkan ‘ajaza
memiliki arti yakni melemahkan. Al-Zarqa mengatakan bahwa i’jaz adalah sesuatu
yang melemahkan atau menundukkan manusia untuk membuat sesuatu yang
semisal dengannya , atau disebut juga sesuatu yang berada di luar kebiasaan, di luar
dari sebab-sebab yang dapat diketahui secara detail, dimana Allah mencitapkannya
ketika seseorang menentang bukti kenabian ketika da’wah disampaikan
kepadanya.1 Manna’ Khalil al-Qattan mengatatakan bahwa i’jaz adalah
memperlihatkan kebenaran Nabi dalam menyampaikan da’wah risalahnya dengan
memperlihatkan ketidakmampuan orang Arab menentang mu’jizat Rasulullah yang
abadi dan melemahkan generasi selanjutnya.2

Dalam segi bahasa, bayan berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk
mashdar dari kata ba>na – yabi>nu – baya>nan yang berarti jelas, nyata,
menyingkap, dan tersingkap. Dalam kamus al-munjid perkataan ‫ان‬KKK‫ ب‬artinya
menjelaskan atau menyingkap. Ibnu Mandhur dalam kitab Lisan al-Arab
menjelaskan bahwa bayan adalah lafal yang paling fasih yaitu kemampuan dalam
menjelaskan makna dengan lafal yang paling ringkas dengan membawa makna
yang jelas.3

I’jaz bayani merupakan salah satu dari cabang-cabang kajian i’jaz al-
Qur’an yang dikategorikan sebagai i’jaz al-lafdhi (i’jaz dari segi lafal). I’jaz bayani
adalah kemukjizatan Al-Qur’an yang paling besar dan banyak dibahas dalam al-
Qur’an dan merupakan salah satu tantangan yang besar yang diberikan kepada
golongan orang kafir Quraisy di saat al-Qur’an diturunkan. Ini berkaitan dengan

1
Sholahuddin Ashani, “Kontruksi Pemahaman Terhadap I’jaz al-Qur’an”, 219.
2
Ibid. 220.
3
Ibid. 40.
5

ketinggian ilmu balaghah serta fashahah dan bayan di kalangan mereka yang
terkenal dengan kehebatan dan kemasyhuran para kaum Quraisy dalam membuat
syair serta prosa yang indah.4

I’jazul bayani merupakan kemukjizatan yang terdapat dalam struktur ayat-


ayat dengan kalimat yang menarik dan indah yang tidak dapat ditiru atau ditandingi
oleh siapapun, bahkan pakar bahasa sekalipun. I’jaz bayani merupakan elemen
yang penting dibandingkan dengan i’jaz-i’jaz yang lainya karena Al-Qur’an
diturunkan di kalangan orang arab yang terkenal dengan ketinggian ilmu sastra dan
bahasa.5

Al-Rumani dalam kitab-Nya al-Nukt fi I’jaz al-Qur’an mengatakan


bahwa kemukjizan al-Qur’an terdapat dalam tujuh aspek yaitu:

1. ‫( ت رك املعارض ة م ع ت وفر ال دواعي وش دة احلاج ة‬Al-Qur’an tidak dapat ditandingi,

meskipun banyak faktor yang mendorong dan kebutuhan yang mendesak, untuk
menandinginya).

2. ‫للكافة‬ ‫( التحدي‬Tantangan al-Qur’an berlaku untuk umum).

3. ‫( الصرفة‬Allah memalingkan manusia dari menandingi al-Qur’an).

4. ‫( البالغة‬Balaghah adalah mukjizat Al-Qur’an yang paling tinggi).

5. ‫املستقبلة‬ ‫( اإلبار الصادقة عن األمور‬Berita yang benar tentang peristiwa yang terjadi
pada masa depan).

6. ‫نقض الع ادة‬ (Melanggar kebiasaan yakni karakter al-Qur’an yang menyalahi

kebiasaan, bukan puisi ataupun prosa)

4
Khairul Asyraf, “I’jaz Bayani dan Perkembangan Kajian Menerusi al-Qur’an”. 39-40.
5
I’jaz Al-Bayani https://dlutpys.blogspot.com/2012/08/ijaz-al-bayani.html?m=1 : (diakses tanggal
16 Februari 2024)
6

7. ‫( قياسه بكل معجزة‬Perbandingan al-Qur’an dengan segala mu’jizat yang pernah


dikenal oleh agama lain).6

Ar-Rumani mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an yang paling tinggi


terletak pada sisi balaghah-ny, menurutnya balaghah adalah suatu penyampaian
makna ke dalam hati melalui gambaran dan lafal yang indah. Berikut adalah
penjelasan mengenai balaghah al-Qur’an menurut Ar-Rumani:

1. I’jaz
I’jaz adalah meminimalisir ungkapan tanpa merusak makna, makna dapat
diungkapkan dengan banyak lafal dan dapat pula diungkapkan dengan sedikit
lafal. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Yusuf:82
٨٢ ‫َو َٔ‍ۡسِل ٱۡل َقۡر َيَة ٱَّلِتي ُكَّنا ِفيَها َو ٱۡل ِع يَر ٱَّلِتٓي َأۡق َبۡل َنا ِفيَهۖا َو ِإَّنا َلَٰص ِد ُقوَن‬
Dan tanyalah (penduduk) negeri, maksudnya adalah ahlu al-qaryati
(penduduk negeri).
2. Tasybih
Secara Bahasa tasybih adalah tamshil yaitu perumpamaan, sedangkan
menurut istilah adalah penggambaran sesuatu dengan membandingkan
dengan sesuatu lainya karena adanya hubungan kesamaan. Dalam Bahasa
Indonesia tasybih disebut dengan simile yaitu majas yang mengungkapkan
sesuatu secara tidak langsung dengan perbandingan ekplisit yang dinyatakan
dengan kata depan dan penghubung, seperti, layaknya, bagaikan, laksana,
umpama, serupa,dll. Contohnya adalah perkataan syair yang berbunyi “Aku
laksana air Ketika aku senang, namun jika aku marah aku seperti bara api”.
3. Isti’arah
Isti’arah adalah mengikatkan ungkapan kepada bukan makna asal bahasa
dalam penuturnya dengan tujuan untuk penjelasan atau dengan bahasa lain
adalah peminjaman makna suatu kata dari makna aslinya (makna hakiki)
kepada makna baru (makna majasi), contohnya adalah mengkiaskan orang
berani dengan sebutan harimau.
4. Fawashil
6
Sopwan Mulyawan “I’jaz Bayani menurut al-Rumani dalam al-Nukat fi I’jaz al-Qur’an”. 69-70.
7

Fawashil adalah akhir, ujung, atau penghabisan dari suatu kata, kalimat, atau
ayat sedangkan menurut Ar-Rumani adalah kemiripan dalam suku kata yang
diharuskan untuk memahami makna dengan baik. Ar-Rumani membagi
fawashil menjadi dua yaitu huruf mutajanis dan huruf mutaqarib. Contoh
jenis mutaqarib adalah firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Fatihah:3-4
٤ ‫ َٰم ِلِك َيۡو ِم ٱلِّديِن‬٣ ‫ٱلَّر ۡح َٰم ِن ٱلَّر ِح يِم‬
Contoh lain dari fawashil adalah firman Allah dalam Al-Qur’an surah At-
Thur:1-4
٤ ‫ َو ٱۡل َبۡي ِت ٱۡل َم ۡع ُم وِر‬٣ ‫ ِفي َر ّٖق َّم نُش وٖر‬٢ ‫ َو ِكَٰت ٖب َّم ۡس ُطوٖر‬١ ‫َو ٱلُّطوِر‬
5. Tashrif
Tashrif adalah perubahan atau mengubah bentuk kata (sighat), maksudnya
perubahan dari bentuk kata yang satu kepada bentuk kata yang berbeda
untuk menghasilkan makna-makna yang dimaksud. Contohnya adalah lafal
‫ ملك‬menjadi ‫ مليك‬,‫إمالك‬,‫ يملك‬,‫مملوك‬
6. Tadhmin
Tadhmin (inklusi) adalah tercapainya makna tanpa disebutkan nama atau
sifat yaitu makna yang dapat difahami dari perkataan yang inklusif di
dalamnya. Tadhmin dibagi menjadi dua macam yaitu menunjukukkan
makna berita, dan menunjukkan makna kiyas/analog. Ar-Rumani
mengatakan bahwa lafal basmalah dalam Al-Qur’an mengandung tadhmin.
Lafal tersebut mengandung makna mengajarkan kepada manusia untuk
membuka segala sesuatu dengan lafal basmalah untuk mencari berkah yang
merupakan adab atau tata cara dalam agama, ikrar ubudiyah, dan pengakuan
atas nikmat yang diberikan Allah.
7. Mubalaghah
Mubalaghah (hyperbola) adalah makna yang menunjukkan besar karena
perubahan dari asal kata Bahasa itu. Contoh bentuk-bentuk mubalaghah
‫ فعول‬,‫ فعال‬,‫ مفعال‬,‫ مغعل‬,‫فعالن‬, contoh ungkapan dengan sighat atau bentuk yang
menunjukkan mubalaghah adalah firman Allah Qs. Ar-Rahman:1
١ ‫ٱلَّر ۡح َٰم ُن‬
8

8. Bayan
Bayan menurut Ar-Rumani adalah menarik sesuatu yang menimbulakan
pembeda dari yang lainya dalam pikiran (kalam yang menimbulkan pembeda
dari yang lainya). Bayan dibagi menjadi empat yaitu kalam, hal, Isyari, dan
hal. Kalam memiliki tingkat keindahan yang disebut dengan husnul bayan
yaitu mengeluarkan suatu makna dalam bentuk penjelasan yang paling indah
dan dapat menyampaikan pandangan kepada pemahaman mukhatab melalui
jalan atau cara yang paling mudah dan gampang. Contohnya adalah firman
Allah dalam Qs.Ad-dukhan:25-27
٢٧ ‫ َو َنۡع َم ٖة َك اُنوْا ِفيَها َٰف ِكِهيَن‬٢٦ ‫ َو ُز ُروٖع َو َم َقاٖم َك ِر يٖم‬٢٥ ‫َك ۡم َتَر ُك وْا ِم ن َج َّٰن ٖت َو ُعُيوٖن‬
Contoh lain adalah firman Allah Qs. Ali-Imran:185
‫ُك ُّل َنۡف ٖس َذ ٓاِئَقُة ٱۡل َم ۡو ِۗت َو ِإَّنَم ا ُتَو َّفۡو َن ُأُج وَر ُك ۡم َي ۡو َم ٱۡل ِقَٰي َم ِۖة َفَم ن ُزۡح ِز َح َع ِن ٱلَّن اِر َو ُأۡد ِخ َل‬
١٨٥ ‫ٱۡل َج َّنَة َفَقۡد َفاَۗز َو َم ا ٱۡل َحَيٰو ُة ٱلُّد ۡن َيٓا ِإاَّل َم َٰت ُع ٱۡل ُغ ُروِر‬
Ayat tersebut merupakan bayan yang menakjubkan yang tentu adanya
peringatan akan tipu daya kelonggaran waktu (istirahat/bersantai). 7
9. Talaum (persesuaian)
Talaum adalah persesuaian nada huruf Sebagian dengan bagian lain
dalam suatu kalimat, dan nada-nada kalimat itu sendiri berkaitan antara
Sebagian dengan Sebagian yang lain dalam suatu kalimat. Begitupula
dengan nada dari jumlah-jumlah itu berkaitan antara yang satu dengan yang
lain. Contohnya adalah lafal ayat-ayat Al-Qur’an yang selalu dalam nada
rendah atau tenang, jika ayat-ayat tersebut berisi kabar gembira atau ajakan
untuk menalar atau merenungkan suatu nasehat, tetepi nada ayat-ayat itu
akan menjadi tinggi dan keras, apabila ayat tersebut berisi ancaman atau
siksaan. Di antara contoh lafal yang mengandung tala’um adalah firman
Allah dalam Qs. Ad-Dhuha:1-8

7
Ibid. 71-73
9

‫ر َّل َك ِم َن‬ٞ ‫ َو َلٓأۡلِخ َر ُة َخ ۡي‬٣ ‫ َم ا َو َّد َع َك َر ُّب َك َو َم ا َقَلٰى‬٢ ‫ َو ٱَّلۡي ِل ِإَذ ا َسَج ٰى‬١ ‫َو ٱلُّض َح ٰى‬
‫ َو َو َج َدَك َض ٓااّٗل‬٦ ‫ َأَلۡم َيِج ۡد َك َيِتيٗم ا َٔ‍َفاَو ٰى‬٥ ‫ َو َلَس ۡو َف ُيۡع ِط يَك َر ُّبَك َفَتۡر َض ٰٓى‬٤ ‫ٱُأۡلوَلٰى‬

٨ ‫ َو َو َج َدَك َعٓاِئاٗل َفَأۡغ َنٰى‬٧ ‫َفَهَد ٰى‬

Dalam ayat tersebut terasa sekali kelarasan antara bunyi nada huruf-huruf
yang lunak/lemah dengan kandungan ayat yang berisi Rahmat Allah yang
begitu luas. Sedangakan contoh ayat yang memuat talaum dalam bentuk
nada keras adalah Qs. Al-Haqqah:1-4

٤ ‫ َك َّذ َبۡت َثُم وُد َو َعاُۢد ِبٱۡل َقاِر َع ِة‬٣ ‫ َو َم ٓا َأۡد َر ٰى َك َم ا ٱۡل َح ٓاَّقُة‬٢ ‫ َم ا ٱۡل َح ٓاَّقُة‬١ ‫ٱۡل َح ٓاَّقُة‬

Dalam ayat yang berisi siksaan dan ancaman terasa sekali nadanya lewat
pemakaian huruf-huruf yang bernada kuat/keras. Ta’alum juga dapat berarti
adanya kesesuaian antara pemilihan suatu kata dalam Al-Qur’an dengan
makna yang diinginkannya seperti pemilihan kata ‘akala daripada iftarasa
dalam firman Allah Qs.Yusuf:17.

‫ُۖب‬ ‫َٰت‬ ‫َٰٓي‬


‫َقاُلوْا َأَباَنٓا ِإَّنا َذ َهۡب َنا َنۡس َتِبُق َو َتَر ۡك َنا ُيوُسَف ِع نَد َم ِع َنا َفَأَك َلُه ٱلِّذۡئ َو َم ٓا َأنَت ِبُم ۡؤ ِم ٖن‬
١٧ ‫َّلَنا َو َلۡو ُكَّنا َٰص ِدِقيَن‬

Para ulama dan ahli bahasa sangat tertegun dalam hal ketepatan diksi
yang ditentukan dengan makna yang diinginkan seperti yang terdapat pada
ayat di atas. Dipilihnya kata ‫ أكل‬ketimbang kata ‫إفترس‬, padahal sudah
dimaklumi bahwa srigala merupakan hewan pemangsa (‫ )حيوان مفترس‬adalah
untuk menunjukkan maksud yang diinginkan dalam informasi ayat
tersebut, yaitu makan atau rencana jahat yang dilakukan oleh saudara-
saudara Nabi Yusuf terhadapnya.

Seandainya dipergunakan kata ‫إفترس‬, yang berarti “menerkam”, maka


pasti Nabi Ya’qub akan mempertanyakan bukti terkaman srigala tersebut.
Karena kata “menerkam” mengandung konotasi adanya sisa dari pada
seseorang atau sesuatu yang menjadi objek terkaman. Sedangkan kata ‫أكل‬
yang berarti “memakan” justru memuluskan maksud dan rencana mereka,
sehingga Nabi Ya’qub mempercayai alasan dan informasi yang mereka
10

berikan, karena konotasi kata tersebut adalah terlahapnya seluruh objek


makanan itu.

10. Tajanus
Tajanus adalah persamaan bentuk dan bunyi bacaan dua lafal, namun
maknanya berbeda. Tajanus/jinas dibagi menjadi 2 yaitu al-jinas al-tam,
(dua lafal yang sama dalam segi warna, bentuk, bilangan dan tertib huruf)
dan jinas ghairu tam (jika salah satu atau lebih dari ke-empat segi itu tidak
terpenuhi). Contohnya adalah firman Allah dalam Qs.Ar-Rum:55.8
٥٥ ‫َو َيۡو َم َتُقوُم ٱلَّس اَع ُة ُيۡق ِسُم ٱۡل ُم ۡج ِرُم وَن َم ا َلِبُثوْا َغ ۡي َر َس اَع ٖۚة َك َٰذ ِلَك َك اُنوْا ُيۡؤ َفُك وَن‬
Menurut Ar-Rumani tajanus adalah penjelasan macam-macam kalam
yang dikumpulkan oleh satu asal dalam Bahasa, kemudian beliau membagi
menjadi dua yaitu tajanus muzawijah dan tajanus munasabah. Contoh dari
tajanus muzawijah adalah firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah:194

‫ص َفَمِن ٱۡع َتَد ٰى َع َلۡي ُك ۡم َفٱۡع َتُدوْا َع َلۡي ِه ِبِم ۡث ِل‬ٞۚ‫ٱلَّشۡه ُر ٱۡل َحَر اُم ِبٱلَّشۡه ِر ٱۡل َح َر اِم َو ٱۡل ُحُر َٰم ُت ِقَص ا‬
١٩٤ ‫َم ا ٱۡع َتَد ٰى َع َلۡي ُك ۚۡم َو ٱَّتُقوْا ٱَهَّلل َو ٱۡع َلُمٓو ْا َأَّن ٱَهَّلل َم َع ٱۡل ُم َّتِقيَن‬
Contoh dari tajanus Munasabah adalah firman Allah dalam Qs. At-
Taubah:127
‫ْۚا‬
‫ة َّنَظَر َبۡع ُض ُهۡم ِإَلٰى َبۡع ٍض َهۡل َيَر ٰى ُك م ِّم ۡن َأَح ٖد ُثَّم ٱنَص َر ُفو َص َر َف‬ٞ ‫َو ِإَذ ا َم ٓا ُأنِزَلۡت ُسوَر‬
‫م اَّل َيۡف َقُه وَن‬ٞ ‫ٱُهَّلل ُقُلوَبُهم ِبَأَّنُهۡم َق ۡو‬
١٢٧

B. Keunggulan Bahasa Dan Sastra Al-Qur’an


Para ulama telah menjelaskan bahwa bahasa Al-Qur’an memiliki
keunggulan balaghiyah tertinggi dibandingkan dengan dengan bahasa Arab non Al-
Qur’an. Keunggulan bahasa Al-Qur’an tidak terlepas dari tiga unsur yang dibahas
dalam ilmu balaghah yaitu al-ma’ani, bayan,dan al-badi’. 9

8
https://ihdzain.wordpress.com/2008/08/20/ilmu-balaghah-sebagai-unsur-ilmu-tafsir/: (diakses pada
tanggal 13 Februari 2024)
9
Kartini , “I’jaz Al-Qur’an (Pandangan AbdulmQahir Al-Jurjani)”, Jurnal Pusaka, vol 03, No.5 (Juli
2015), 314.
11

1. Ilmu ma’ani adalah ilmu yang membahas macam-macam uslub dari segi struktur
kalimat, hubungan antar kalimat dengan menganalisis hubungan (konteks) satu
kalimat dengan kalimat lain, baik sebelum maupun sesudahnya. Contoh uslub
Al-Qur’an dalam bidang ilmu ma’ani.10
a. Uslub al-taqdim wa al-takhir
Uslub al-taqdim wa al-takhir adalah uslub yang dapat mengungkap
kelembutan makna serta mengeksplorasi makna yang tersembunyi di balik
sebuah teks atau lafal. Letak susunan kata/kalimat yang berdampingan
dengan kata/kalimat yang lain memiliki nilai sastra yang bagus dan
menakjubkan bagi para pembacanya. Dalam struktur kata/kalimat pada
ayat-ayat Al-Qur’an terkadang ada yang didahulukan maupun diakhirkan,
penempatan kata/kalimat tersebut semata-mata untuk menjaga konteks
kalimat dan keteraturan ungkapan agar diperoleh bentuk ungkapan yang
sempurna dan bernilai tinggi.
Ibn Asyur mengatakan bahwa struktur taqdim dan takhir dalam Al-
Qur’an merupakan keunggulan dan kelebihan bahasa Al-Qur’an yang
menakjubkan. Contoh ayat yang dikemukakan oleh Ibn Asyur mengenai
taqdim dan ta’khir dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan makna
tertentu dibalik makna tekstualnya yaitu Al-Qur’an surah An-Naba ayat 21
dengan 22, ayat 31 dengan 32 dan ayat 34 dengan 35
‫َّٰط‬
٢٢ ‫ ِّلل ِغ يَن َٔ‍َماٗب ا‬٢١ ‫ِإَّن َجَهَّنَم َكاَنۡت ِم ۡر َص اٗد ا‬
٣٢ ‫ َح َدٓاِئَق َو َأۡع َٰن ٗب ا‬٣١ ‫ِإَّن ِلۡل ُم َّتِقيَن َم َفاًز ا‬
‫َّٰذ‬
٣٥ ‫ اَّل َيۡس َم ُعوَن ِفيَها َلۡغ ٗو ا َو اَل ِك ٗب ا‬٣٤ ‫َو َك ۡأ ٗس ا ِد َهاٗق ا‬
Dari sisi letak kata (jahannama) terletak pada posisi awal, letak kata
(Jahannama) di awal kalimat ini sesungguhnya dapat menjelaskan makna
dari kata (mafa>za) yang terletak sesudahnya, pada kalimat (inna
lilmuttaqi>na mafa>za) yang bermakna surga. Makna asal dari kata surga
bukanlah (mafa>za) tetapi kemenangan atau keberuntungan, namun karena
posisi kata ini yang berada di belakang, yang konteks kalimatnya
10
Murdiono, “Pengantar Ilmu Ma’ani” (Malang:UMM Press, 2022),7
12

berhadapan dengan kata (jahannama) yang ada di depan maka kata


(mafa>za) dimaknai dengan surga.

Sedangkan kata ganti (dhamir) pada kata (fi>ha>) dalam ayat (la>
yasma’u>na fi>ha>) memiliki kemungkinan marji’ ke kalimat (wa ka’san
dihaqa>) sementara kata (fi>) termasuk dharaf majasi yang bermakna
mala>bisah atau sababiyah (serupa/sebab), sehingga secara lengkap ayat
tersebut bermakna “mereka di surga tidak mendengarkan omongan sia-sia
atau menyakitkan hati” atau kata ganti dhamir dalam kata (fi>ha) merujuk
pada kata (mafa>za) yang ditakwilkan sebagi jenis muannats yaitu surga,
sedangkan kata (fi>) sebagai dharaf haqiqi bukan dharaf majazi sehingga
ayat tersebut bermakna “di surga mereka tidak mendengarkan omongan-
omongan yang tidak berguna dan tidak pula mendengarkan omongan-
omongan yang menyakitkan hati”.

Uslub taqdim wa ta’khir dalam Al-Qur’an memiliki rahasia makna,


diantaranya adalah

1) Mendahulukan hal-hal yang wujudnya ada lebih dahulu dari pada hal-hal
yang diakhirkan, contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Ad-dzariyat:56.
٥ ‫َو َم ا َخ َلۡق ُت ٱۡل ِج َّن َو ٱِإۡل نَس ِإاَّل ِلَيۡع ُبُدوِن‬
Ayat ini menunjukkan bahwa keberadaan jin wujudnya lebih dulu ada
daripada keberadaan wujud manusia. contoh lain terdapat dalam Qs. Al-
Fajr:6-9
٨ ‫ ٱَّلِتي َلۡم ُيۡخ َل ۡق ِم ۡث ُلَه ا ِفي ٱۡل ِبَٰل ِد‬٧ ‫ ِإَر َم َذ اِت ٱۡل ِع َم اِد‬٦ ‫َأَلۡم َتَر َك ۡي َف َفَعَل َر ُّب َك ِبَع اٍد‬
٩ ‫َو َثُم وَد ٱَّلِذ يَن َج اُبوْا ٱلَّص ۡخ َر ِبٱۡل َو اِد‬
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum Add keberadaanya lebih dulu ada
disbanding kaum Tsamud
2) Mendahulukan hal-hal yang lebih mulia dan utama, contohnya adalah
firman Allah dalam Qs. An-Nisa’:69
‫َٰٓل‬
‫َو َم ن ُيِط ِع ٱَهَّلل َو ٱلَّرُسوَل َفُأْو ِئَك َم َع ٱَّلِذ يَن َأۡن َع َم ٱُهَّلل َع َلۡي ِهم ِّم َن ٱلَّنِبۧ‍ِّيَن َو ٱلِّص ِّديِقيَن َو ٱلُّش َهَدٓاِء‬
‫َٰٓل‬
٦٩ ‫َو ٱلَّٰص ِلِح يَۚن َو َح ُسَن ُأْو ِئَك َر ِفيٗق ا‬
13

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah lebih utama daripada rasul,
begitu juga para nabi lebih utama daripada orang yang jujur dan
seterusnya.
3) Mendahulukan ungkapan atas dasar banyak dan sedikitnya sesuatu yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an. Hal ini dibagi menjadi 2 macam yaitu
a) Graduasi atau tahapan dari kata/kalimat yang menunjukkan sesuatu
yang sedikit ke sesuatu yang lebih banyak, contohnya adalah firman
Allah dalam Qs.Al-Baqarah:125.
‫َو ِإۡذ َجَع ۡل َنا ٱۡل َبۡي َت َم َثاَبٗة ِّللَّناِس َو َأۡم ٗن ا َو ٱَّتِخ ُذ وْا ِم ن َّم َق اِم ِإۡب َٰر ۧ‍ِهَم ُمَص ّٗل ۖى َو َع ِه ۡد َنٓا ِإَلٰٓى‬
١٢٥ ‫ِإۡب َٰر ۧ‍ِهَم َو ِإۡس َٰم ِع يَل َأن َطِّهَر ا َبۡي ِتَي ِللَّطٓاِئِفيَن َو ٱۡل َٰع ِكِفيَن َو ٱلُّر َّك ِع ٱلُّسُجوِد‬
Ayat tersebut menjelaskan bahwa pelaku thawaf jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah orang yang shalat, sehingga
pelaku thawaf disebutkan terlebih dahulu dibandingkan pelaku salat
b) Graduasi dari kata/kalimat yang menunjukkan sesuatu yang banyak
ke sesuatu yang sedikit, contohnya adalah firman Allah dalam Qs.
Fatir:32
‫د َو ِم ۡن ُهۡم‬ٞ ‫م ِّلَنۡف ِس ِهۦ َو ِم ۡن ُهم ُّم ۡق َتِص‬ٞ‫ُثَّم َأۡو َر ۡث َنا ٱۡل ِكَٰت َب ٱَّلِذ يَن ٱۡص َطَفۡي َنا ِم ۡن ِعَباِد َنۖا َفِم ۡن ُهۡم َظاِل‬
٣٢ ‫َس اِبُۢق ِبٱۡل َخ ۡي َٰر ِت ِبِإۡذ ِن ٱِۚهَّلل َٰذ ِلَك ُهَو ٱۡل َفۡض ُل ٱۡل َك ِبيُر‬

Zamakhsyari mengatakan bahwa kata dha>limun dalam ayat tersebut


disebutkan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan kata muqtasid, lalu
kata sa>biq disebutkan paling akhir, karena ayat tersebut menunjukkan
keberadaan jumlah sesuatu yang disebutkan itu berurutan, mulai dari
jumlah yang banyak menuju yang sedikit. Umumnya jumlah orang
yang dhalim lebih banyak dibanding jumlah orang muqtasid, dan
jumlah orang muqtasid lebih sedikit dibanding jumlah orang sa>biq. 11

b. Uslub Iltifat

Menurut Ibnu Asyur iltifath adalah mengalihkan salah satu pembicaraan,


dari pembicaraan orang pertama (mutakallim) kepada orang kedua (mukhattab),
11
Khotimah Suryani, “keunggulan Bahasa Arab Di Bidang Sastra (Balaghah) Dalam Pandangan Ibn
Asyur”, 233-236
14

atau dari orang ketiga (ghaib) kepada orang lain. Tujuan iltifath adalah untuk
smemberikan keluwesan pada pembicaraan dan menghindarkan kebosanan bagi
pendengar, karena jiwa itu diciptakan untuk senang berpindah-pindah dari suatu
keadaan kepada yang lainya, dan bosan untuk terus-menerus melakukan satu hal
dengan satu bentuk saja. 12
Macam-macam iltifath
1. Iltifath dari dhamir mutakallim kepada dhamir mukhatab
Tujuanya adalah untuk memberikan dorongan kepada pendengar dan
membangkitkan semangatnya untuk lebih mendengarkan, seolah-olah dia
sendiri yang berbicara dan dia diberi perhatian yang lebih dengan
pengkhususan pembicaraan tersebut. Contohnya adalah firman Allah dalam
Qs. Yasin:22
٢٢ ‫َو َم ا ِلَي ٓاَل َأۡع ُبُد ٱَّلِذ ي َفَطَر ِني َو ِإَلۡي ِه ُتۡر َج ُعوَن‬
Asalnya adalah ‘alayhi ‘arjiu maka kemudian dialihkan dari dhamir
mutakallim ke dhamir mukhatab, rahasia dari pembicaraan tersebut yang
ditujukan untuk menasehati diri sendiri itu adalah untuk menasehati
kaumnya dan untuk memberitahukan bahwa dia menghendaki untuk mereka
apa yang dia kehendaki untuk dirinya sendiri.
2. Iltifath dari dhamir mutakallim kepada dhamir ghaib
Tujuanya adalah supaya pendengar memahami bahwa ini adalah bentuk
(model/gaya) dari sebuah pembicaraan, dan dia menghendaki pendengar itu,
baik ada atau tidak di tempat, bahwa pembicaraan tersebut bukan berasal dari
seseorang yang menampakkan sesuatu perbuatan ketika dia sendirian,
berbeda dengan yang dia tampakkan ketika dia berada di hadapan orang
banyak. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Al-Fath:1-2
‫ ِّلَيۡغ ِف َر َل َك ٱُهَّلل َم ا َتَق َّد َم ِم ن َذ ۢن ِب َك َو َم ا َت َأَّخ َر َو ُيِتَّم ِنۡع َم َت ۥُه َع َلۡي َك‬١ ‫ِإَّنا َفَتۡح َنا َلَك َفۡت ٗح ا ُّم ِبيٗن ا‬
٢ ‫َو َيۡه ِدَيَك ِص َٰر ٗط ا ُّم ۡس َتِقيٗم ا‬
Pada ayat tersebut aslinya adalah linaghfiraka (kami mengampunimu)

3. Iltifath dari dhamir mukhatab ke dhamir ghaib


Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Yunus:22
12
Ibid. 236
15

‫ُه َو ٱَّل ِذ ي ُيَس ِّيُر ُك ۡم ِفي ٱۡل َب ِّر َو ٱۡل َبۡح ِۖر َح َّتٰٓى ِإَذ ا ُك نُتۡم ِفي ٱۡل ُفۡل ِك َو َج َر ۡي َن ِبِهم ِب ِر يٖح َطِّيَب ٖة‬
‫َط ِبِهۡم‬K‫ف َو َج ٓاَء ُهُم ٱۡل َم ۡو ُج ِم ن ُك ِّل َم َك اٖن َو َظُّن ٓو ْا َأَّنُهۡم ُأِح ي‬ٞ ‫َو َفِر ُحوْا ِبَها َج ٓاَء ۡت َها ِر يٌح َعاِص‬
٢٢ ‫َدَعُو ْا ٱَهَّلل ُم ۡخ ِلِص يَن َلُه ٱلِّد يَن َلِئۡن َأنَج ۡي َتَنا ِم ۡن َٰه ِذِهۦ َلَنُك وَنَّن ِم َن ٱلَّٰش ِكِريَن‬
Terdapat tafsir yang menjelaskan bahwa mereka ketika menaiki perahu
mereka dalam keadaan hadir, karena mereka takut akan celaka dan angin
ribut. Maka Allah berbicara dengan mereka sebagaimana ketika mereka
sebagai orang-orang yang hadir. Ketika perahu itu sudah berjalan sesuai
dengan rencana dan tujuan, dan mereka tidak lagi takut akan celaka, maka
kehadiran mereka itu tidaklah seperti kehadiran semula, sebagaimana keadaan
manusia jika merasa telah aman, maka hatinya lupa dari tuhan-Nya. Maka
ketika mereka tidak lagi hadir, Allah berbicara dengan mereka seperti ketika
mereka sedang tidak ada (ghaib) di tempat pembicaraan. 13
c. Uslub al-Ijaz wa Al-Ithnab
Al-Ijaz wa al-Ithnab termasuk kajian ‘Ilmu al-balaghah yang paling penting,
Bahkan ada ulama yang mendefinisian bahwa balaghah adalah al-ijaz dan al-
ithnab. Pada mulanya, suatu kalimat yang dipergunakan untuk mengungkapkan
hal tertentu itu sama antara panjang-pendeknya redaksi dengan makna yang
dikehendaki. Namun dalam realitanya, ada suatu ungkapan yang jumlah
redaksinya melebihi dari makna yang dikehendaki. Maka ungkapan seperti ini
dikenal sebagai al-ithnab, sementara ada ungkapan yang redaksinya lebih
pendek dari makna yang dikehendaki, maka ungkapan sejenis ini dikenal dengan
nama al-ijaz.
Ibnu Asyur mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki I’jaz yang
agung, seringkali Al-Qur’an mengungkapkan sesuatu dengan redaksi yang
pendek namun makna yang dikehendakinya cukup luas, andaikan tidak ada I’jaz
dalam Al-Qur’an maka rahasia Al-Qur’an dari segi bahasa tidak dapat diketahui.
I’jaz merupakan salah satu uslub bahasa arab yang digunakan untuk

13
Imam Jalaluddin Al-Suyuthi terj Muhammad Halabi, Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an (Yogyakarta: Diva
press, 2021), 158-167
16

berkompetisi, Al-Qur’an menggunakan uslub ini untuk menunjukkkan


keunggulan bahasa Al-Qur’an. 14
2. Ilmu Bayan
Kajian berikutnya yang berfungsi untuk menunjukkan keunggulan bahasa Al-
Qur’an adalah ilmu bayan yaitu ilmu untuk mengetahui tentang tata cara
pengungkapan suatu makna dengan menggunakan susunan kalimat yang berbeda-
beda penjelasanya (dari yang jelas, kurang jelas, dan lebih jelas). Uslub ini
bertujuan untuk menjelaskan makna yang tersembunyi di balik teks. Maksudnya
adalah menjelaskan makna yang abstrak/non fisik dengan ungkapan yang
menunjukkan makna konkrit atau sebaliknya. Menjelaskan makna sesuatu yang
bersifat fisik dengan ungkapan yang yang menunjukkan makna abstrak. 15
a. Tasybih
Secara etimologis tasybih berarti penyerupaan. Sedangkan secara
terminologis tasybih adalah menyerupakan dua perkara atau lebih yang memiliki
kesamaan dalam hal tertentu. Para sastrawan Arab menjelaskan bahwa tasybih
merupakan elemen vital dalam karya sastra. Menurut mereka tasybih memiliki
empat unsur utama, yaitu; sesuatu yang diperbandingkan (al-musyabbah), obyek
perbandingan (al-musyabbah bih), alasan perbandingan (wajh al-syibh), dan
perangkat perbandingan (adat al-tasybih). Sedangkan almusyabbah dan
musyabbah bih disebut tharafan al-tasybih, yaitu dua pilar yang harus ada dalam
ungkapan kalimat yang berbentuk tasybih.
Apabila salah satu yang muncul, apakah itu musyabbah atau musyabbah bih
maka pembahasan ini bukan termasuk kategaori tasybih, melainkan masuk pada
kajian isti`arah. Karena itu, konsep majaz, isti`arah, dan tasybih mempunyai
kaitan dan saling berhubungan. Tasybih berfungsi memperjelas makna serta
memperkuat maksud dari sebuah ungkapan. Sehingga orang yang mendengarkan
pembicaraan bisa merasakan seperti pengalaman psikologis si pembicara. Dalam
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan eskatologis al-Qur`an seringkali
digunakan bahasa metaforis yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa simile
14
Khotimah Suryani, “keunggulan Bahasa Arab Di Bidang Sastra (Balaghah) Dalam Pandangan Ibn
Asyur”238
15
Asep M Tamam, ”Ilmu Bayan” (Maghza Pustaka:UMM Press, 2022), 15-16.
17

(tasybih). Karena bahasa metaforis memiliki kekuatan yang bisa


mempertemukan antara ikatan emosional dan pemahaman kognitif sehingga
seseorang dimungkinkan mampu melihat dan merasakan sesuatu yang berada
jauh di belakang teks. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs.Al-Baqarah:25
tentang kabar gembira bagi orang yang beriman dan berbuat baik.
‫َو َبِّش ِر ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا َو َع ِم ُلوْا ٱلَّٰص ِلَٰح ِت َأَّن َلُهۡم َج َّٰن ٖت َتۡج ِري ِم ن َتۡح ِتَها ٱَأۡلۡن َٰه ُۖر ُك َّلَم ا ُر ِزُقوْا ِم ۡن َها‬
‫ة َو ُهۡم‬ٞۖ ‫ج ُّم َطَّه َر‬ٞ ‫ِم ن َثَم َر ٖة ِّر ۡز ٗق ا َقاُلوْا َٰه َذ ا ٱَّلِذ ي ُر ِزۡق َنا ِم ن َقۡب ُۖل َو ُأُتوْا ِبِهۦ ُم َتَٰش ِبٗه ۖا َو َلُهۡم ِفيَه ٓا َأۡز َٰو‬
٢٥ ‫ِفيَها َٰخ ِلُد وَن‬
Sebuah perumpamaan yang dapat memikat hati masyarakat Arab, jika
mereka beriman dan berbuat baik maka baginya surga yang penuh dengan air,
buah-buahan, dan isteri-isteri. Tidak bersahabatnya kondisi alam membuat
mereka kekurangan sumber mata air, serta tandusnya tanah padang pasir
mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan bahan makanan. Peperangan-
peperangan yang terjadi di antara mereka banyak disebabkan oleh kebutuhan
pokok tersebut, dan bahkan dipicu oleh kecintaan kepada seorang wanita.
Kebutuhan fisik berupa air dan buah-buahan, serta kebutuhan biologis
berupa isteri-isteri (bentuk jamak) merupakan fenomena dan realita yang
menimpa masyarakat Arab. Untuk menggugah keyakinannya, agar mereka mau
beriman kepada ajaran yang dibawa Nabi dan kemudian diwujudkan dalam
bentuk perbuatan nyata maka al-Qur`an menyampaikan dengan gaya bahasa
tasybih. Surga yang digambarkan suatu tempat yang penuh dengan air, buah-
buahan, dan isteri-isteri adalah bentuk perumpamaan yang dapat memberikan s
Tasybih menurut Ar-Rumani adalah pengikatan salah satu dari dua perkara
yang saling menutupi dalam perasaan dan pikiran. Beliau membagi tasybih
menjadi dua bagian yaitu tasybih hissi dan tasybih ‘aqli. Contoh tasybih dalam
Al-Qur’an menurut Ar-Rumani
1) Mengeluarkan perasaan yang tidak terlintas pada sesuatu menuju perasaan
yang terlintas pada sesuatu, seperti perumpamaan perbuatan orang-orang
kafir dengan fatamorgana dalam Qs.An-Nur:39.
18

‫َو ٱَّل ِذ يَن َكَف ُر ٓو ْا َأۡع َٰم ُلُهۡم َك َس َر اِۢب ِبِقيَع ٖة َيۡح َس ُبُه ٱلَّظَٔ‍ۡماُن َم ٓاًء َح َّتٰٓى ِإَذ ا َج ٓاَء ۥُه َلۡم َيِج ۡد ُه َش ٗٔ‍ۡي ا‬
٣٩ ‫َو َو َج َد ٱَهَّلل ِع نَد ۥُه َفَو َّفٰى ُه ِحَس اَب ۗۥُه َو ٱُهَّلل َس ِريُع ٱۡل ِحَس اِب‬
1) Mengeluarkan kebiasaan yang tidak berlaku menuju kebiasaan yang berlaku,
seperti perempamaan pengangkatan bukit dengan pengangkatan awan dalam
Qs.Al-A’Raf:171
‫ة َو َظُّنٓو ْا َأَّن ۥُه َو اِقُۢع ِبِهۡم ُخ ُذ وْا َم ٓا َء اَتۡي َٰن ُك م ِبُق َّو ٖة َو ٱۡذ ُك ُروْا َم ا‬ٞ‫َو ِإۡذ َنَتۡق َنا ٱۡل َج َبَل َفۡو َقُهۡم َك َأَّن ۥُه ُظَّل‬
١٧١ ‫ِفيِه َلَع َّلُك ۡم َتَّتُقوَن‬
2) mengeluarkan sesuatu yang tidak diketahui secara spontan atau samar menuju
sesuatu yang memiliki kekuatan dalam sifat, seperti dalam firman Allah Qs.
Ali-Imran:133.
١٣٣ ‫َو َس اِر ُع ٓو ْا ِإَلٰى َم ۡغ ِفَر ٖة ِّم ن َّرِّبُك ۡم َو َج َّنٍة َع ۡر ُض َها ٱلَّس َٰم َٰو ُت َو ٱَأۡلۡر ُض ُأِع َّد ۡت ِلۡل ُم َّتِقيَن‬
3) mengeluarkan sesuatu yang tidak memiliki kekuatan dalam sifat menuju
sesuatu yang memiliki kekuatan dalam sifat, seperti firman Allah dalam Qs.
Ar-rahman:24.16
‫َٰل‬
‫َو َلُه ٱۡل َج َو اِر ٱۡل ُم نَٔ‍َشاُت ِفي ٱۡل َبۡح ِر َك ٱَأۡلۡع ِم‬
b. Kinayah
Kinayah adalah mengungkapan kata, tetapi yang dimaksud bukan makna
dari kata itu, sekalipun bisa dibenarkan kalau dipahami sesuai dengan makna
dasarnya. Misalnya dalam pribahasa Arab” ‫د‬KK‫( طويل الي‬tangan panjang). Di
kalangan orang Arab sangat popular istilah “alyad al-thawilah” untuk menyebut
(sebagai kinayah) kepada seseorang yang suka memberi atau membantu. Tetapi
kalau “al-yad al-thawilah” dipahami sebagai tangan yang panjang, sesuai
dengan makna dasarnya juga tidak salah. Contohnya adalah firman Allah dalam
Qs. Al-Zukhruf:18
١٨ ‫َأَو َم ن ُيَنَّش ُؤ ْا ِفي ٱۡل ِح ۡل َيِة ٱۡل ِح ۡل َيِة َو ُهَو ِفي ٱۡل ِخَص اِم َغ ۡي ُر ُم ِبيٖن‬
Menurut Fadlal Hasan, ayat tersebut diturunkan kepada Nabi yang
dilatarbelakangi oleh kebiasaan orang Arab jahilayah yang membenci anak-anak
perempuan dan menguburnya hidup-hidup. Selain itu, mereka juga menyangka

16
Sopwan Mulyawan, “I’jaz Bayani Menurut Al-Rummani Dalam Al-Nukat Fi I’jaz Al-Qur’an”, El-
Ibtikar vol. 04, No 02 (Desember, 2015), 73-74
19

bahwa malaikat itu anak perempuan Allah. Kemudian ayat tersebut diturunkan
sekaligus memperkuat kebodohan dan kedangkalan pemikiran mereka. Dalam
ungkapan ayat di atas “man yunasysya`u> fi> Al-hilyati” (orang yang
dibesarkan dalam keadaan berperhiasan) adalah kinayah bagi seorang wanita.
Karena yang sering berhias dan berdandan, serta tidak memiliki kekuatan dalam
pertengkaran adalah wanita. Jadi, konteks ayat di atas sebagai kinayah bagi
orang perempuan Arab jahili yang memiliki kebiasaan berhias diri dan tidak
punya kekuatan, sekalipun sifat-sifat itu juga terdapat pada perempuan zaman
sekarang.17
c. Isti’arah
Isti’arah secara bahasa adalah meminta pinjaman, maksudnya adalah
meminjam kata lain karena adanya suatu perbandingan ataupun faktor-faktor
lainya, sedangkan menurut istilah dalam ilmu balghah adalah lafal yang
maknanya tidak sesuai dengan pemahaman pada umumnya, yang mana
ketidaksesuaian tersebut disebabkan karena adanya keserupaan dan juga qarinah
yang menjadi penghalang terhadap makna yang asli. 18
Penggunaan isti’arah dalam Al-Qur’an berbeda dengan penggunaan isti’arah
dalam syair-syair arab dalam Al-Qur’an istiarah bukan hanya sekedar
peminjaman kata sepeerti lazimnya digunakan dalam syair arab, tetapi juga
meminjam persamaan kata yang dapat dicerna secara nalar. Sehingga prinsip
peminjaman dalam Al-Qur’an tujuanya adalah untuk menarik perhatian para
pendengar dan pembaca Al-Qur’an. Contohnya adalah peminjaman kata Al-
z}ulumat yang digunakan untuk mengungkapkan makna musyrik dan kata Al-
nur untuk mengungkapkan makna iman yang terdapat dalam surah Ibrahim ayat
1.
‫ۡل‬ ‫ۡذ‬ ‫ۡل َٰن‬ ‫َٰت‬
‫آلۚر ِك ٌب َأنَز ُه ِإَلۡي َك ِلُتۡخ ِر َج ٱلَّناَس ِم َن ٱلُّظُلَٰم ِت ِإَلى ٱلُّن وِر ِب ِإ ِن َر ِّبِهۡم ِإَلٰى ِص َٰر ِط ٱ َع ِزيِز‬
١ ‫ٱۡل َحِم يِد‬
Kata al-z}uluma>t dan Al-Nur pada ayat di atas adalah ungkapan majaz,
karena yang dikehendaki bukanlah makna sebenarnya, kata al-z}uluma>t yang

17
Marzuki Mustamar, “Memahami Karakteristik Bahasa Al-Qur’an Dalam Perspektif Balaghiyah”, 80-81
18
Sopwan Mulyawan, “I’jaz Bayani Menurut Al-Rummani Dalam Al-Nukat Fi I’jaz Al-Qur’an”, 74
20

bermakna kegelapan digunakan sebagai makna kesesatan dan kata al-nur yang
bermakna Cahaya digunakan sebagai makna hidayah (petunjuk). Alaqah
(hubungan) antar keduanya adalah karena adanya keserupaan yaitu antara
makna kesesatan dengan kegelapan dan makna petunjuk dengan Cahaya. 19
3. Ilmu Badi’
Menurut Al-Akhdhari ilmu badi’ adalah ilmu untuk mengetahui cara
membentuk kalam yang baik sesudah memelihara muthabaqah (kesesuaian) dan
kejelasan dalalah-Nya (semantic). Ilmu Badi’ membahas tata cara memperindah
suatu ungkapan, baik dalam aspek lafal maupun makna. 20
a. Istikhdam
Istikdham adalah menyebutkan suatu kata yang memiliki dua makna,
makna yang satu dijelaskan oleh kata itu sendiri, sedangkan makna yang lainya
difahami melalui dhamir atau isyarah yang dikembalikan kepada makna lain
dari kata tersebut. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah:185.
‫َش ۡه ُر َر َم َض اَن ٱَّلِذٓي ُأنِز َل ِفيِه ٱۡل ُقۡر َء اُن ُهٗد ى ِّللَّن اِس َو َبِّيَٰن ٖت ِّم َن ٱۡل ُه َد ٰى َو ٱۡل ُفۡر َق اِۚن َفَم ن َش ِهَد‬
‫ة ِّم ۡن َأَّياٍم ُأَخ َۗر ُيِر يُد ٱُهَّلل ِبُك ُم ٱۡل ُيۡس َر‬ٞ ‫ِم نُك ُم ٱلَّشۡه َر َفۡل َيُصۡم ُۖه َو َم ن َك اَن َم ِر يًضا َأۡو َع َلٰى َس َفٖر َفِع َّد‬
١٨٥ ‫َو اَل ُيِر يُد ِبُك ُم ٱۡل ُع ۡس َر َو ِلُتۡك ِم ُلوْا ٱۡل ِع َّدَة َو ِلُتَك ِّبُروْا ٱَهَّلل َع َلٰى َم ا َهَد ٰى ُك ۡم َو َلَع َّلُك ۡم َتۡش ُك ُروَن‬
Kata al-Shahru memiliki dua makna, makna pertama adalah penanggalan
atau bulan tsabit, makna kedua adalah sebulan penuh, kata al-shahru di atas
dimaksudkan makna pertama yaitu penanggalan sedangkan dhamir (hu) pada
lafal falyasumhu dikembalikan pada makna kedua yaitu satu bulan penuh. 21
b. Tauriyah
Secara bahasa tauriyah adalah menyembunyikan, merahasiakan, atau
memainkan kata-kata, sedangkan secara istilah adalah menyebutkan sebuah
lafal yang memiliki dua makna: makna dekat yang langsung difahami
pendengar dan makna jauh yang justru makna yang dimaksud, karena ada
qarinah yang samar. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs. Al-An’am:60

19
Ahmad Rifai Arif , “Isti’arah Dalam Al-Qur’an” (Tesis-Institut PTIQ, Jakarta, 2019),27-28
20
Asep M Tamam, “Ilmu Baadi” (Maghza Pustaka, 2021), 1-2
21
Ibid, 17-18
21

‫ل ُّمَس ّٗم ۖى ُثَّم ِإَلۡي ِه‬ٞ ‫َو ُهَو ٱَّلِذ ي َيَتَو َّفٰى ُك م ِبٱَّلۡي ِل َو َيۡع َلُم َم ا َجَر ۡح ُتم ِبٱلَّنَهاِر ُثَّم َيۡب َع ُثُك ۡم ِفيِه ِلُيۡق َض ٰٓى َأَج‬
٦٠ ‫َم ۡر ِج ُع ُك ۡم ُثَّم ُيَنِّبُئُك م ِبَم ا ُك نُتۡم َتۡع َم ُلوَن‬
Kata jarah}}}tum pada ayat di atas memiliki dua makna, makna dekat
yang berarti luka yang biasanya terdapat pada badan, dan makna jauh yang
berarti melakukan dosa atau maksiat. Contoh tauriyah dalam kehidupan sehari-
hari adalah jawaban seorang suami ketika ditanya “siapa yang bersama anda?,
Lalu dia menjawab sahabat saya , makna dekatnya memang sahabat tapi
yang dia maksud adalah makna jauh yaitu istri. Dia menyembunyikan identitas
istrinya dengan menyebutnya sahabat. Istri disebut dengan sahabat karena istri
adalah sahabat yang menemaninya di dalam rumah, di luar rumah, dalam
keadaan senang maupun duka. 22
c. Muqabalah
Muqabalah adalah mengungkapkan dua pengertian atau lebih, kemudian
disebutkan pengertian lain yang membandingi pengertian pertama secara
berurutan. Contohnya adalah firman Allah dalam Qs.At-Taubah:82.
٨٢ ‫َفۡل َيۡض َح ُك وْا َقِلياٗل َو ۡل َيۡب ُك وْا َك ِثيٗر ا َج َز ٓاَۢء ِبَم ا َك اُنوْا َيۡك ِس ُبوَن‬
Pada ayat di atas mula-mula disebutkan dua pengertian yaitu falyad}haku
(tertawa) dan qalilan (sedikit), setelah itu disebutkan pengertian lain yang
membandingi perkataan tersebut yaitu walyabku> kathi>ra>n. Dalam bahasa
Indonesia kita sering menyampaikan kalimat seperti “ Di sini kami hidup dalam
keadaan panas, kelaparan, dan benar-benar menderita. Sementara mereka di sana
hidup dalam udara yang sejuk, tersedia banyak makanan, dan benar-benar
menikmati kesenangan.” Ungkapan di atas termasuk muqabalah karena
menghadapkan dua pengertian yang berbeda. 23
d. Mubalaghah
Mubalaghah (hiperbola) adalah ucapan, ungkapan, atau pernyataan kiasan
yang dibesar-besarkan atau berlebihan yang dimaksudkan untuk memperoleh
efek tertentu. Jadi mubalaghah adalah gaya bahasa kiasan yang menyatakan
sesuatu dengan berlebih-lebihan mengenai jumlah, ukuran, dan sifatnya, baik
22
Ibid, 6-7
23
Ibid, 12-13
22

dalam batas yang diterima adat kebiasaan, atau akal, maupun di luar adat
kebiasaan atau akal. Contohnya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-
Baqarah:189
‫۞َئَ‍ۡسُلوَنَك َع ِن ٱَأۡلِهَّلِۖة ُقۡل ِهَي َم َٰو ِقيُت ِللَّناِس َو ٱۡل َح ِّۗج َو َلۡي َس ٱۡل ِبُّر ِبَأن َتۡأ ُتوْا ٱۡل ُبُي وَت ِم ن ُظُهوِرَه ا‬
١٨٩ ‫َو َٰل ِكَّن ٱۡل ِبَّر َمِن ٱَّتَقٰۗى َو ۡأ ُتوْا ٱۡل ُبُيوَت ِم ۡن َأۡب َٰو ِبَهۚا َو ٱَّتُقوْا ٱَهَّلل َلَع َّلُك ۡم ُتۡف ِلُحوَن‬
Ayat ini termasuk dalam uslub hakim artinya adalah si penanya menerima
jawaban yang tidak sesuai dengan harapanya/ diberi jawaban yang tidak sesuai
dengan pertanyaan. Atau yang ditanyai mengalihkan perhatian si penanya
kepada masalah yang seharusnya ditanyakan atau diperhatikan. Dalam surat
tersebut yang ditanyakan adalah mengapa bentuk bulan berubah-ubah dari satu
malam ke malam lain, yang jawabanya memerlukan penguasaan ilmu
pengetahuan yang sama sekali belum berkembang pada saat itu. Maka dari itu
jawaban dialihkan pada manfaat gejala alam tersebut sebagai media untuk
pengaturan waktu dalam ibadah dan kehidupan umum, sekaligus sebagai isyarat
yang harus ditanyakan adalah masalah yang disebutkan terakhir24

24
Khotimah Suryani, “keunggulan Bahasa Arab Di Bidang Sastra (Balaghah) Dalam Pandangan Ibn
Asyur” 219
23

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam makalah yang telah dijabarkan oleh penulis, penulis ingin memberikan
kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang ada, sebagai berikut:

1. I’jaz bayani merupakan salah satu dari cabang-cabang kajian i’jaz al-Qur’an yang
dikategorikan sebagai i’jaz al-lafdhi (i’jaz dari segi lafal). I’jaz bayani adalah
kemukjizatan Al-Qur’an yang paling besar dan banyak dibahas dalam al-Qur’an.
I’jazul bayani merupakan kemukjizatan yang terdapat dalam struktur ayat-ayat
dengan kalimat yang menarik dan indah yang tidak dapat ditiru atau ditandingi oleh
siapapun, bahkan pakar bahasa sekalipun. I’jaz bayani merupakan elemen yang
penting dibandingkan dengan i’jaz-i’jaz yang lainya karena Al-Qur’an diturunkan
di kalangan orang arab yang terkenal dengan ketinggian ilmu sastra dan bahasa.
2. Para ulama telah menjelaskan bahwa bahasa Al-Qur’an memiliki keunggulan
balaghiyah tertinggi dibandingkan dengan dengan bahasa Arab non Al-Qur’an.
Keunggulan bahasa Al-Qur’an tidak terlepas dari tiga unsur yang dibahas dalam
ilmu balaghah yaitu al-ma’ani (ilmu yang membahas macam-macam uslub dari
segi struktur kalimat, hubungan antar kalimat dengan menganalisis hubungan
(konteks) satu kalimat dengan kalimat lain, baik sebelum maupun sesudahnya),
bayan (ilmu untuk menjelaskan makna yang tersembunyi di balik teks),dan al-badi
(ilmu yang membahas tata cara memperindah suatu ungkapan)’. Dalam ilmu
ma’ani terdapat uslub al-taqdim wa al-takhir, iltifath,dan al-Ijaz wa Al-Ithnab.
Dalam ilmu bayan terdapat tasybih, kinayah, dan isti’arah dan dalam ilmu badi
terdapat istikhdam, tauriyah, muqabalah, dan mubalaghah.
24

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Al-Suyuthi, Imam Jalaluddin. Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an. Yogyakarta: Diva press, 2021.

Murdiono. Pengantar Ilmu Ma’ani. Malang:UMM Press, 2022.

Tamam, Asep M. Ilmu Badi. Maghza Pustaka:UMM Press, 2022.

Tamam, Asep M. Ilmu Bayan. Maghza Pustaka:UMM Press, 2022.

JURNAL

Suryani, Khotimah, “keunggulan Bahasa Arab Di Bidang Sastra (Balaghah) Dalam Pandangan
Ibn Asyur”

INTERNET

I’jaz Al-Bayani https://dlutpys.blogspot.com/2012/08/ijaz-al-bayani.html?m=1

https://ihdzain.wordpress.com/2008/08/20/ilmu-balaghah-sebagai-unsur-ilmu-tafsir/: (diakses
pada tanggal 13 Februari 2024)

TESIS

Rifai, Ahmad, “Isti’arah Dalam Al-Qur’an” (Tesis-Institut PTIQ, Jakarta, 2019)

Anda mungkin juga menyukai