Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MINI RISET

Perbandingan kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing

Diajukan untuk melengkapi tugas pratikum mata kuliah

Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif

Dosen Pengampu

Israq Maharani, M.Pd

Di Susun Oleh

PUTRI ELMANIA (2006030016)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS AL - WASHLIYAH

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mini riset dengan judul Perbandingan kemampuan komunikasi matematis dan
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing

Adapun tujuan dari pembuatan laporan mini riset ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Israq Maharani,
M.Pd pada mata kuliah metode penelitian kuantitattif dan kualitatif . laporan mini riset ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan mengenai Perbandingan kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan
berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing bagi
pendengar dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Israq Maharani, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
metode penelitian kuantitattif dan kualitatif yang telah memberikan tugas ini guna untuk menambah wawasan dan
pengetahuan saya.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mencapai keberhasilan di masa mendatang.
Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan dan
pengetahuan. Diharapkan dengan adanya pendidikan menjadikan peserta menjadi dewasa segi fisik
tetapi juga dewasa dalam arti mental. Hal yang perlu diperhatikan dari UU No. 22 tahun 2006 tersebut
bahwa, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran yang memungkinkan terjadi pada diri anak sehingga membentuk manusia yang
berkembang secara sempurna, serta proses pendidikan harus beriorentasi kepada siswa (student active
learning), dan akhirnya dapat mengembangkan kecerdasan intelektual serta keterampilan anak sesuai
dengan kebutuhan.

Kebutuhan pendidikan menjadi dasar manusia dalam proses pembinaan potensi (akal, spiritual,
moral, fisik) untuk perkembangan kepribadian melalui transformasi nilai- nilai kebudayaan. Bahkan
dengan begitu ilmu pendidikan perlu dipelajari para pendidik dan menjalankan tugas professional
sebagai guru,agar tercapainya tujuan pembelajaran.Pembelajaran bertujuan agar dapat terjadi proses
pemrolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Peserta didik harus mampu mengikuti proses pembelajaran dari semua
jenis materi ilmu salah satunya pembelajaran matematika. Pembelajaran dalam tenaga pengajar (guru)
harus mampu mengaktifan siswa selama proses pembelajaran dan mengurangi kecendrungan guru
untuk mendominasi proses pembelajaran termasuk dalam proses pembelajaran matematika.

Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep
hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan
geometri.Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk
membekali kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama.

Ada banyak alasan perlunya siswa mempelajari matematika seperti

pendapat Cornellius

Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan 1) sarana berpikir yang
jelas dan logis, 2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, 3) sarana untuk mengenal
pola-pola hubungan generalisasi pengalaman, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas dan 5)
sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Menurut Herman (Sakti, 2014: 1), matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam menghadapi ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga perlu dibekalkan pada siswa, dengan
demikian diperlukan suatu kemampuan memperoleh, memilih, dan mengolah informasi. Kemampuan-
kemampuan tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, dan kreatif.

Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa siswa harus belajar matematika karena dengan belajar
matematika siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berpikir yang logis dan jelas,
mampu memecahkan masalah kehidupan sehari hari dan juga mampu mengembangkan kreativitas
berpikirnya.

Dalam hal tersebut berarti matematika memiliki manfaat dalam meningkatkan kemampuan
siswa sehingga perlu untuk mempelajarinya.

Dalam pembelajaran matematika masalah dalam memahami konsep, rumus dan menjawab soal-
soalnya sering kali terjadi, maka dari itu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut
sangat diperlukan. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh
siswa.

Menurut Halpen (1996), Berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif
dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan
mengacu langsung kepada sasaranmerupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat
keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe
yang tepat.

Selain itu kemampuan komunikasi matematis perlu dimiliki agar dapat mengorganisasikan
berpikir matematisnya baik secara verbal maupun tulisan. Siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi yang baik akan mampu menyelesaikan suatu permasalahan karena dapat
merepresentasikan suatu ide penyelesaian dalam bentuk model, gambar, grafik dan sebagainya.

(Lamonta etal., 2016). komunikasi matematis dapat diartika sebagai suatu peristiwa yang saling
hubungan/dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan.

Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di
lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis baik
oleh lisan maupun tulisan.

Rendahnya kemampuan komunikasi akan menyebabkan komunikasi yang kurang lancar


sehingga proses belajar dan pembelajaran tidak maksimal. Rendahnya kemampuan komunikasi siswa
disebabkan karena guru terlalu aktif. Dalam proses belajar mengajar guru berperan dominan dan
informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa, sehingga siswa sangat pasif.

Dalam menyukseskan suatu pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran yang sesuai


merupakan hal yang penting. Metode yang digunakan diharapkan dapat menimbulkan suasana belajar
yang menstimulasi siswa untuk belajar dengan aktif dan menyenangkan sehingga pembelajaran
menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep
dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari oleh siswa.

Banyak model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan pemahaman
peserta didik sehingga cocok digunakan untuk situasi dan kondisi yang dihadapi, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif.

“Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menentukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya”.

Penulis memilih model pembelajaran dengan metode Snowball Throwing, karena metode Snowball
Throwing adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif dalam pembelajaran dan
melatih peserta didik untuk lebih tanggap menerima informasi dari orang lain, dan menyampaikan
serta mengembangkan informasi tersebut dengan bahasa mereka sendiri sehingga mudah dimengerti
oleh temannya dalam satu kelompok.

metode Snowball Throwing berbantuan media sederhana merupakan metode pembelajaran active
learning yang sangat tepat untuk melatih kesiapan siswa dalam mempelajari permasalahan yang
sedang dialami, agar siswa menjadi lebih tanggap untuk menghadapi segala sesuatu yang terjadi dalam
proses pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih aktif dan mengingat lebih lama karena terlibat
langsung dalam pembelajaran. Setelah diterapkan strategi Snowball Throwing ada peningkatan
pelayanan pembelajaran guru dan keaktifan siswa. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Snowball Throwing diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan semangat dan
aktif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis sehingga kemandirian
belajarnya menjadi lebih baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat didefinisikan masalah sebagai berikut:

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran guru jarang menggunakan model pembelajaran yang bervariasi,
hal ini dapat dilihat dari guru yang masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru
sehingga kurang mampu dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan berpikir kritis
siswa.

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. Hal ini dikarenakan
siswa belum mampu memikirkan masalah secara logis.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah. Hal ini
dikarenakan siswa belum mampu mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara verbal maupun
tulisan.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini dikarenakan siswa menganggap matematika pelajaran
yang kurang menarik dan membosankan dan ini juga membuat mereka bermalas-malasan di kelas
sehingga berdampak kepada hasil belajar mereka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dalam penelitian ini, maka permasalahan yang
diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbandingan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing?

2. Apakah terdapat perbandingan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dimana peserta didik diorganisasikan untuk
bekerja dan belajar dalam kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif peserta
didik dikondisikan untuk belajar bersama-sama dalam kelompok yang bersifat heterogen dari segi kemampuan
akademik, etnis, dan jenis kelamin untuk membahas perta nyaan-pertanyaan ataua masalah-masalah yang terkait
dengan pelajaran yang di hadapakan kepadanya (Jufri, 2013:112).Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori
kontruktivis.

Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memecahkan masalahmasalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat
menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis
kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2009:56)

a. Pengertian Komunikasi Matematis

Komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematik.Komunikasi adalah suatu proses
dimana individu menyampaikan sesuatu secara verbal kepada orang lain dengan tujuan merubah tingkah laku
pendengarnya. Menurut Gerbner yang dikutip oleh Bansu Irianto Ansari, komunikasi tidak hanya sebatas verbal
melainkan dapat juga menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafik dan lain-lain yang sejenis.
Komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima. Dalam
berkomunikasi tentunya harus dipikirkan bagaimana agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami
orang lain. Keberhasilan komunikasi tergantung pada faktor-faktor

sebagai berikut:

1) Komunikator (Pengirim Pesan), komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kredibilitas komunikator
yang membuat komunikan percaya terhadap isi pesan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.

2) Pesan yang disampaikan, pesan harus memiliki daya tarik tersendiri, sesuai dengan kebutuhan penerima pesan,
adanya kesamaan pengalaman tentang pesan, dan ada peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima.

3) Komunikan (Penerima Pesan), agar komunikasi berjalan lancar komunikan harus mampu menafsirkan pesan,
sadar bahwa pesan sesuai dengan kebutuhannya, dan harus ada perhatian terhadap pesan yang diterima.

4) Konteks, komunikasi berlangsung dalam setting atau lingkungan tertentu. Lingkungan yang kondusif sangat
mendukung keberhasilan komunikasi.

5) Sistem Penyampaian, sistem penyampaian berkaitan dengan metode dan media. Metode dan media yang
digunakan dalam proses komunikasi harus disesuaikan dengan kondisi atau karakteristik penerima pesan.

Komunikasi matematika dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian dan penerimaan informasi yang berisi
tentang konsepkonsep matematika, misalnya berupa rumus, grafik, dan persoalanpersoalan matematika. Komunikasi
matematis sangat perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Selain itu, dalam KTSP tahun 2006 ditegaskan
bahwa tujuan pembelajaran matematika salah satunya adalah siswa mampu mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Menurut Baroody yang dikutip
oleh Bansu, sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan di
kalangan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis sangat penting dalam pembelajaran matematika.
Karena dalam pembelajaran matematika siswa tidak hanya memahami dan menguasai materi, tetapi siswa juga
dituntut untuk dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan ide-ide matematis baik secara lisan maupun tulisan serta
menggambarkannya secara visual.

b. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Vincent ruggiero, berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan
masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; bеrpikir adalah sebuah pencarian
jawaban, sebuah pencapaian makna. Berpikir adalah aktivitas jiwa yang mempunyai kecenderungan final yaitu
pemecahan persoalan yang dihadapi. Kata “kritis” berarti “tepat” dan “tajam” dalam berpikir.

Menurut Webster’s New Encyclopedic All New, kritis adalah menerapkan atau mempraktikkan penilaian yang teliti
dan objektif. Sehingga berpikir kritis dapat diartikan berpikir yang membutuhkan kecermatan dalam membuat
keputusan.Berpikir kritis matematika merupakan salah satu dari tujuan yang harus dicapai dalam proses
pembelajaran matematika. Berpikir kritis adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasikan informas
dalam memori. Ini sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat
keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Sehingga dengan adanya kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa mampu memudahkan siswa
dalam proses pemecahan masalah matematika siswa. Selain itu, berpikir itu merupakan proses yang “dialektis”
artinya selama kita berpikir, pikiran kita dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan hubungan
pengetahuan kita. Dengan demikian, siswa yang mempunyai pemikiran kritis akan lebih terarah dalam menganalisa
pengetahuan yang sudah dimilikinya.

c. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis


indikator adalah setiap karakteristik, ciri, ataupun ukuran yang dapat menunjuk kan nperubahan yang terjadi pada
suatu bidang tertentu. Indikator sangat diperlukan agar setiap pelaku. sebuah kegiatan dapat mengetahui sejauh
mana kegiatan yang dilakukannya telah berkembang/berubah.Peserta didik dinyatakan memiliki kemampuan
komunikasi matematis apabila sudah memenuhi berbagai indikator yang ada pada kemampuan komunikasi
matematis. Indikator juga merupakan suatu acuan penilaian untuk menentukan apakah peserta didik telah berhasil
menguasai suatu kemampuan tertentu Endaryono dan Djuhartono (2017, hlm. 303) .

Sumarmo (dalam Wijayanto, Fajriah, & Anita, 2018, hlm. 98) mengemukakan indikator kemampuan komunikasi
matematis siswa, indikator-indikator tersebut diantaranya:

1. Mampu menyatakannbenda-benda nyata, situasi dannperistiwa sehari-hari ke dalammbentuk modelmmatematika


meliputi gambar, table, diagram, grafik, ekspresi aljabar.

2. Mampu menjelaskan ide, dan modelnmatematika yang berupa gambar, tabel, diagram, grafik, serta ekspresi
aljabar dengan menggunakan bahasa biasa.

3. Mampu menjelaskan serta membuatnpertanyaan matematika yangndipelajari dalam pembelajaran

4. Mampu bekonsentrasi dalam mendengarkan, berdiskusindan menulis tentang matematika

5. Membaca,dengan pemahaman suatu prestasi tertulis

6.Membuat.konjektur,menyusun.argumen, merumuskan.definisi dan generalisasi

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria suatu komunikasi matematis dikatakan baik
apabila sudah memenuhi semua indikator-indikator yang sudah disebutkan di atas. Tetapi dalam penelitian ini,
kemampuan komunikasi matematika yang dapat dikatakan baik apabila memenuhi indikator sebagai berikut:

1) Kemampuan menyatakan situasi matematik atau peristiwa seharisehari ke dalam bahasa atau simbol matematika.

2) Kemampuan membaca dan menyimak gambar, grafik, bendabenda nyata kemudian menuliskan ke dalam ide-ide
matematika.

3) Kemampuan menyelesaikan permasalahan dengan model matematika disertai dengan alasan dan kesimpulan.

d. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut carole wade, indicator berpikir kritis diidentifikasikan menjadi delapan karakteristik berpikir kritis,
yakni melputi:

1) Kegiatan merumuskan pertanyaan

2) Membatasi permasalahan
3) Menguji data-data

4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias

5) Menghindari pertimbangan yang emosinal

6) Menghindari penyederhanaan berlebihan

7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi

8) Menolerensi ambiguitas

c. Standar Komunikasi Matematis

Menurut NCTM (National Council Of Teacher Mathematics,2000) hendaknya meliputi kesempatan untuk
berkomunikasi sehingga siswa dapat:
1) Memodelkan situasi dengan lisan, tulisan, kongkrit, gambar, grafik dan metode-metode aljabar.

2) Memikirkan dan menjelaskan pemikiran mereka sendiri tentang ide-ide dan situasi-situasi matematik.

3) Mengembangkan pemahaman umum terhadap ide-ide matematika termasuk peran definisi-definisi.

4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, menulis dan melihat untuk menginterpretasikan


dan mengevaluasi ide-ide matematika.

5) Mendiskusikan ide-ide matematik dan membuat dugaan-dugaan dan alasan-alasan yang meyakinkan.

6) Menghargai nilai notasi matematik dan perannya dalam perkembangan ide-ide matematik.

A. Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap komunikasi matematis siswa

Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing adalah pembelajaran yang menggali potensi
kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan kreativitas dan keterampilan membuat,
menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan
melemparkan bola salju. Pada model pembelajaran ini ditekankan pada kemampuan komunikasi
matematis tulisan (Komalasari, 2013: 67).Pertama, siswa mencatat materi-materi penting yang
dijelaskan oleh ketua kelompok. Dalam hal ini, indikator kemampuan komunikasi matematis tulisan
siswa sangat terlihat yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika dan kemampuan
memahami ide-ide matematika serta kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah matematika.
Kedua, siswa membuat pertanyaan mengenai materi yang dijelaskan oleh ketua kelompoknya.
Indikator kemampuan komunikasi matematis tulisan juga terlihat seperti kemampuan mengekspresikan
ide-ide matematika, serta kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah matematika. Ketiga, siswa
ikut serta dalam menyimpulkan materi dan mencatat kesimpulan materi. Indikator kemampuan
komunikasi matematis tulisan siswa sangat terlihat yaitu kemampuan mengekspresikan ide-ide
matematika dan kemampuan memahami ide-ide matematika serta kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah matematika. Selain itu Zaeni, dkk (n.d 535) menyimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran Snowball Throwing dengan pendekatan kontekstual terhadap
kemampuan komunikasi matematis efektif.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. A.M Putri, S. Khanafiyah, H. Susanto dari Universitas Negeri Semarang degan judul penelitian “Penerapan
Model Pembelajaran Kontekstual dengan Pendekatan Snowball Throwing untuk Mengembangkan Karakter
Komunikatif dan Rasa Ingin Tahu Siswa MTS”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran
kontekstual dengan pendekatan Snowball Throwing dapat meningkatkan perkembangan karakter komunikatif dan
rasa ingin tahu siswa Mts sebesar termasuk dalam kategori sedang.

Perbandingannya adalah peneliti menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis dan kemampuan berpikir kritis Siswa di Mts Ex Pga proyek univa
Medan

C. Kerangka Berpikir

Setiap proses pembelajaran selalu terjadi komunikasi, proses komunikasi terjadi antara guru yang memiliki
sejumlah pesan yang ingin disampaikan kepada siswa sebagai penerima pesan. Komunikasi yang dimaksud adalah
kemampuan siswa dalam menyampaikan atau menerima gagasan, sehingga terjadi proses belajar. Komunikasi
dalam pembelajaran matematika memiliki peran yang cukup penting, pada dasarnya matematika merupakan suatu
bahasa dan belajar matematika merupakan aktivitas sosial. Pada pembelajaran matematika yang berpusat pada
siswa, pemberi pesan tidak terbatas dari guru saja melainkan dapat dilakukan oleh siswa maupun orang lain. Pesan
yang dimaksud adalah konsepkonsep matematika, dan cara menyampaikan pesan dapat dilakukan baik melalui lisan
maupun tulisan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Hubungan model pembelajaran snowball throwing terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa adalah menjadikan siswa lebih aktif karena pada pembelajaran snowball
throwing ini intinya siswa dapat menjawab berbagai pertanyaan yang diberikan teman kelompoknya. Hal seperti ini
akan membuat siswa lebih banyak berinteraksi di dalam kelas baik bersama siswa lain maupun dengan gurunya.

D. Hipotesis Penelitian

H0: Kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing sama dengan kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis menggunakan
pembelajaran konvensional.

H1 : Kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis menggunakan
pembelajaran konvensional.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kelas VII MTS Ex.PGA Proyek Univa Medan Panjang tahun pelajaran
2022/2023. Adapun yang menjadi alasan dalam melakukan penelitian di sekolah ini selain karena pembelajaran
yang digunakan di sekolah ini masih didominasi oleh guru dengan menggunakan sistem pembelajaran biasa
disebabkan juga karena belum adanya penelitian yang memadukan antara kemampuan komunikasi matematis
dan rasa percaya diri siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif yang dalam hal ini peneliti memilih
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Time Token untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa jika
rasa percaya diri siswa diperhatikan terlebih dahulu. Pelaksanaan mini riset di MTS Ex.PGA Proyek Univa
Medan dilaksanakan pertengahan Oktober sampai akhir November 2022.

B. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII – C Madrasah Tshanawiyah (MTS) yang ada
di Kecamatan Medan Amplas proyek Univa Medan .

b. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Adapun yang menjadi sampel
dalam penelitian ini sekolah yaitu: siswa kelas VII MTS Ex.PGA Proyek Univa Medan.

C.Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas perangkat pembelajaran

dan instrumen pengumpulan data.

a) Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang digunakan dalam

proses mengajar belajar. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS dan soal tes.

b) Instrumen Pengumpulan Data

1. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Alat untuk mengukur aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data

aktivitas siswa ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran pada

setiap pertemuan.

2. Soal Tes

Instrument tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa soal uraian yang
disusun berdasarkan indikator-indikator dari kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa, soal tes yang dibuat juga memperhatikan aspek-aspek dari strategi scaffolding.

Adapun indikator-indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

(1) Siswa mampu mengindentifikasi masalah, yaitu mengetahui maksud dari soal/masalah

tersebut dan dapat meyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari masalah.

(2) Siswa mampu memilih strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan dalam

memecahkan masalah tersebut, misalnya apakah siswa dapat membuat

sketsa/gambar/model, rumus atau algoritma yang digunakan untuk memecahkan

masalah.

(3) Siswa mampu menyelesaikan masalah dengan benar, lengkap, sistematis dan teliti.

(4) Siswa mampu menafsirkan solusinya, yaitu menjawab apa yang ditanya dan menarik

kesimpulan.

D. Pengembangan Instrumen
Dalam tahapan pelaksanaan, perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe snowball
throwing, sedangkan pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

Lembar observasi disusun untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa secara lisan selama proses
pembelajaran. Langkahlangkah menyusun lembar observasi adalah sebagai berikut:

a. Menentukan indikator terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa secara lisan yang diamati selama proses
pembelajaran berlangsung.
b. Merancang lembar observasi yang digunakan.

c. Melakukan validasi lembar observasi dengan dosen yang bertujuan untuk mengetahui apakah lembar observasi
yang dibuat sudah layak digunakan atau belum.
E. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran

hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini adalah

kemampuan komunikasi matematis siswa secara lisan dengan menggunakan

lembar observasi dan analisis tes kemampuan komunikasi matematis siswa secara

tertulis dengan tes kemampuan komunikasi matematis.

Data yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan

rumus persentase, yaitu:

Keterangan:

P = Persentase kemampuan komunikasi matematis lisan

F = Frekuensi kemampuan komunikasi matematis lisan

N = jumlah Siswa

Penilaian kemampuan komunikasi matematis lisan dapat dilakukan dengan

kriteria sebagai berikut (Dimyati, 2006: 125):

F. Uji Validitas

a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah kedua kelompok data berdistribusi
normal atau tidak. Uji normaliatas dilkukan dengan uji liliefors. Uji liliefors yang
dilakukan sama dengan langkah-langkah melakukan uji liliefors pada kelas populasi
di atas. Hipotesis yang diajukan yaitu:

: sampel berdistribusi normal

: sampel tidak berdistribusi normal

Berdasarkan nilai tes akhir yang diperoleh maka dilakukan uji normalitas untuk
kedua kelas sampel hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut
disimpulkan bahwa datanya memiliki variansi yang homogen.

c. Uji Hipotesis

Uji ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas eksperimen

dengan hasil belajar siswa kelas kontrol setelah masing-masing kelas diberikan

perlakuan yang berbeda.


Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : µ1 = µ2 : kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan penerapan

strategi scaffolding tidak berbeda secara signifikan dengan

kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran langsung kelas VII MTS EX PGA

proyek univa medan.

H1 : µ1 > µ2 : kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar

dengan penerapan strategi scaffolding lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan

menggunakan model pembelajaran langsung kelas VII MTS EX PGA

proyek univa medan.

Adapun rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai

berikut:
Keterangan:
𝑥̅1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen
𝑥̅2 = Nilai rata-rata kelas
kontrol S = Varians
𝑛1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
𝑛2 = Jumlah siswa kelas kontrol

a. Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Tes kemampuan pemecahan masalah siswa dilaksanakan diakhir

pembelajaran. Hasil tes dianalisis untuk melihat kemampuan pemecahan masalah

siswa sebelum dan sesudah diterapkan strategi scaffolding. Setelah diperoleh

hasil tes, selanjutnya dianalisis berdasarkan pedoman penskoran kemampuan

pemecahan

masalah yang telah dirancang. Selanjutnya skor seluruh siswa pada tiap aspek

dijumlahkan dan dicari persentasenya. Misal persentase setiap aspek adalah P.

Jumlah total skor per aspek dari tiap butir


𝑛 = Jumlah siswa

Kemudian dikategorikan sesuai dengan kategori hasil persentase sebagai

berikut:
Tabel 3.3 Konversi Persentase Skor
No. Tingkat Persentase Interpretasi
1 85-100 Sangat Baik
2 75-84 Baik
3 65-74 Cukup
4 50-64 Kurang

A. Penilaian ditinjau dari beberapa aspek

SKALA PENILAIAN
No. ASPEK YANG DINILAI

I FORMAT

1. Kejelasan pemberian materi.


2. Kesesuaian dengan rencana pembelajaran.
3. Pengelolaan kelas.
4. Interaksi dengan para siswa.
II ISI

1. Kebenaran isi/materi.
2. Dikelompokkan dalam bagian-bagian yang
logis.
3. Kesesuaian dengan Kurikulum 2013.
4. Pemilihan strategi, pendekatan, metode dan
sarana pembelajaran dilakukan dengan tepat,
sehingga memungkinkan siswa aktif belajar.
5. Kegiatan guru dan kegiatan siswa dirumuskan
secara jelas dan operasional, sehingga mudah
dilaksanakan oleh guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
6. Kesesuaian dengan alokasi waktu yang
digunakan.
7. Kelayakan sebagai perangkat pembelajaran
III BAHASA

1. Kebenaran tata bahasa.


2. Kesederhanaan struktur kalimat.
3. Kejelasan petunjuk dan arahan.
4. Sifat komunikatif bahasa yang digunakan
TEKNIK PENILAIAN AUTHENTIC ASSESMEN DAN INDIKATOR KOMUNIKASI
MATEMATIK

Teknik Authentic Indikator Komunikasi Matematik


Assesmen
Observasi Fokus pada afektif siswa

Penilaian Diri Fokus pada afektif siswa


Penialain antar 1. Mendengarkan,berdiskusi,dan menulis tentang
siswa matematika
2. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf
matematika dalam bahasa sendiri.
Jurnal Lebih kepada Afektif siswa
Tes praktik 1. Melakukan atau merepresentasikan benda
nyata,gambar,dan diagram dalam bentuk ide dan atau
simbol matematika,pada indikator menjelaskan
ide,situasi dan relasi metematik,secara lisan dan tulisan
dengan menggunakan benda nyata,gambar,grafik dan
ekspresi aljabar.
2. Menyatakan peristiwa sehari- hari dalam bahasa atau
simbol matematika atau menyusun model matematika
atau menyusun model matematika suatu peristiwa.
3. Indikator mendengarkan,berdiskusi,dan menulis
tentang matemtika
Projek 1. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik,secara
lisan dan tulisan dengan menggunakan benda
nyata,gambar, grafik, dan ekspresi aljabar.
2. Menyatakan peristiwa sehari – hari dalam bahasa atau
simbol matematika atau menyusun model matematika
suatu peristiwa.
Portofolio Semua Indikator Komunikasi Matematik
Tes Tulis Semua Indikator Komunikasi Matematik
Tes Lisan 1. Menjelaskan ide,situasi dan relasi matematik,secara
lisan dan tulisan dengan menggunakan benda
nyata,gambar,garfik, dan ekspresi aljabar.
2. Indikator mengungkapkan kembali suatu uraian atau
paragraf matematika dalam bahasa sendiri
Penugasan Semua Indikator Komunikasi Matematik
Daftar pustaka
1. http://repository.unissula.ac.id/14023/7/Lampiran.pdf

2.https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/
123456789/11687/1558672724754_PUSTAKA%20OKE.pdf?sequence=1

3.ADE UMMI SAFINA (2021).PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA YANG DIAJAR
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY
(TSTS) DAN TIPE SNOWBALL THROWING (ST)

4. http://repository.uin-suska.ac.id/12516/7/7.%20BAB%20II_2018238PMT.pdf

5. http://repository.unpas.ac.id/50037/6/BAB%20II.pdf

6. Bansu Irianto Ansari, Komunikasi Matematik, Strategi Berpikir dan Manajemen Belajar
(Banda Aceh: Pena, 2016), hlm. 11.Ibid.Risnawati, Strategi Pembelajaran Matematika,
(Pekanbaru: Suska Press, 2008), hlm. 6.Sutirman, Media & Model-model Pembelajaran Inovatif
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 79.

7.Ratna Sari, Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Problem Based Instruction Untuk
Memfasilitasi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama
(Pekanbaru: FTK UIN Suska Riau, 2016), hlm. 11.Bansu Irianto Ansari, Op. Cit., hlm. 5.

8. Lusia Ari Sumirat, Efektifitas Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write


(TTW) Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa (Jurnal Pendidikan
dan Keguruan Vol. 1 No. 2, 2014, artikel 3), hlm. 26.

9. http://repository.uin-suska.ac.id/12342/7/7.%20BAB%20II_201894PMT.pdf

10. http://lib.unnes.ac.id/39229/1/1401416083.pdf
11.https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/
123456789/11687/1558672724754_PUSTAKA%20OKE.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai