Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN PADA NY.

N DENGAN
PERDARAHAN POST PARTUM DI RUANG BERSALIN RSUD
dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Disusun Oleh :
Fitri Ani
(2116011)

Dosen Pembimbing:
Shella Kamal, S. Tr. Keb, M. Keb

Perseptor/CI:
Nina Kartina, A. Md. Keb

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


AKADEMI KEBIDANAN SALEHA
BANDA ACEH
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktik pada asuhan kebidanan tentang "Asuhan Kebidanan


Kegawatdaruratan Pada NY.N dengan Perdarahan Post Partum Di Ruang Bersalin
RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh" yang di susun berdasarkan hasil
pengkajian yang dilakukan selama praktik sejak tanggal 19 Februari 2024 sampai
dengan 24 Februari 2024.

Telah di setujui oleh:

Preceptor/CI Pembimbing Lahan

Nina Kartina, A. Md. Keb Shella Kamal, S. Tr. Keb, M. Keb

Mahasiswa

(Fitri Ani)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya

sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini yang berjudul

“Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Ny.N Dengan Perdarahan Post

Partum Di Ruang Bersalin Rsud Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh” dalam bentuk

maupun isinya yang sangat sederhana.Semoga laporan ini dapat di pergunakan

bagi para pembaca.

Pada dasarnya tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk melengkapi

tugas di Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin serta

untuk melatih mahasiswi membiasakan diri untuk membaca dan memahami

lingkungan di luar kampus.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak lain secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan

ini,penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

Banda Aceh, 19 Februari 2024


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan Pasca persalinan didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau

lebih darah setelah persalinan pervaginam dan 1000 ml atau lebih setelah

seksio sesaria (WHO, 2020). Perdarahan pasca persalinan dapat dilihat dari

jumlah pengeluaran darah melebihi normal yaitu sekitar 400-500 cc per menit.

Kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit untuk menentukan jumlah 5

perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan

pakaian atau kain alas tidur. Pada periode pasca persalinan, sulit untuk

menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan yang terdiri dari

kala I hingga kala IV sehingga memerlukan adanya pengawasan yang intensif

dan penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya syok perdarahan

(Joseph dan Nugroho, 2019).

Kematian ibu adalah kematian seorang wanita terjadi saat hamil,

bersalin, atau nifas dengan penyebab yang berhubungan langsung atau tidak

langsung terhadap persalinan. World Health Organization (WHO) tahun 2020

Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa dan memperkirakan

800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan

proses kelahiran. Sekitar 80% kematian marternal merupakan akibat

meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan

(WHO, 2020). Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir dan

anak telah menjadi pioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium
Development Goal’s 2015 ditetapkan. Angka kematian ibu dan angka

kematian bayi merupakan salah satu indikator 2 utama derajat kesehatan suatu

negara. Angka kematian ibu dan angka kematian bayi juga mengindikasian

kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan

lingkungan, soaial budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap

pelayanan kesehatan (Depkes, 2019).

Berdasarkan data profil kesehatan provinsi Aceh tahun 2023 AKI di

provinsi Aceh adalah 120/100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di

Aceh adalah pendarahan 29%, preeklamsi dan eklamsi 21%, infeksi 7% dan

penyebab lainnya 43% (Denkes prov. Aceh, 2023). Salah satu penyebab kedua

angka kematian ibu (AKI) di indonesia adalah perdarahan post partum

perdarahan post partum di indonesia disebabkan oleh atonia uteri (sekitar

90%), laserasi jalan lahir (sekitar 7%), atau retensio plasenta dan kelainan

sistem koagulasi (sekitar 3%) (Rahyani, N.K.,2019). Perdarahan pasca

persalinan terjadi secara mendadak dan lebih berbahaya apabila terjadi pada

wanita yang menderita komplikasi kehamilan. Seorang ibu dengan perdarahan

dapat meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. Kondisi kematian ibu

secara keseluruhan diperberat oleh tiga terlambatan yaitu terlambat dalam

pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan dan terlambat

mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan (Kemenkes RI,

2021). Walaupun seorang 3 perempuan bertahan hidup setelah mengalami

perdarahan post partum, namun ia akan mengalami kekurangan darah yang


berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang

berkepanjangan (Marlina, 2021).

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan post partum

salah satu yang menjadi penyebab terjadinya perdarahan post partum adalah

atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, dan penyakit pembekuan

darah (Puspita, 2022). Pada dasarnya perdarahan pasca partum merupakan

penjelasan suatu kejadian dan bukan diagnosis. Perdarahan pasca persalinan

dapat dicegah atau diantisipasi jika tenaga kesehatan telah memperkirakan

resiko kejadian tersebut dengan cara menganamnesa saat masa kehamilan

apakah ibu memiliki faktor resiko mengalami perdarahan post partum

(Prawirohardjo, 2020)

Perdarahan pasca persalinan dapat ditangani dengan perawatan kebidanan

dasar, namun keterlambatan dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut

sehingga memerlukan pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif.

Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun juga

dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Semua

ibu hamil harus didorong untuk mempersiapkan kelahiran dan kesiagaan

terhadap komplikasi dan agar melahirkan dengan bantuan seorang bidan yang

dapat memberikan perawatan pencegahan perdarahan postpartum (Sarwono,

2020).
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Masalah :

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan

bagaimana Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Pada Ny.N Dengan

Perdarahan Post Partum Di Ruang Bersalin Rsud Dr. Zainoel Abidin Banda

Aceh?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan

pendarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di RSUD Dr. Zainoel

Abidin dengan pendekatan manajemen kebidanan dan di dokumentasikan

secara SOAP.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif asuhan kebidanan pada

ibu nifas dengan perdarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di

RSUD Dr. Zainoel Abidin.

b. Mampu melakukan pengkajian data objektif Asuhan Kebidanan Pada

ibu nifas dengan perdarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di

RSUD Dr. Zainoel Abidin.

c. Mampu menegakkan analisis data asuhan kebidanan pada ibu nifas

dengan perdarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di RSUD Dr.

Zainoel Abidin
d. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas

dengan perdarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di RSUD Dr.

Zainoel Abidin

e. Mampu melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan

perdarahan pasca persalinan (retensio plasenta)

f. Mampu melakukan dokumentasi asuhan kebidanan pada ibu nifas

dengan pendarahan pasca persalinan (retensio plasenta) di RSUD Dr.

Zainoel Abidin secara SOAP.

1.4 Manfaat Kegiatan Asuhan Kebidanan

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan hasil studi kasus ini, dapat menambah informasi bagi

bidan/perawat pada penatalaksanaan masalah perdarahan pasca persalinan

pada ibu nifas dan meningkatkan mutu pelayanan

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan hasil studi kasus ini dapat memberikan tambahan informasi

kepada profesi bidan/perawat dalam melakukan penatalaksanaan dengan

perdarahan pasca persalinan dapat digunakan untuk menyusun strategi

pencegahan dan penanggulangan.

3. Bagi instansi pendidikan

Diharapkan hasil studi kasus ini bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan dan bahan bacaan bagi mahasiswa dalam melakukan

penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

A. Perdarahan Postpartum

1. Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau

lebih setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam

persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4

cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana

serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin

sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan

yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan

pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala

III persalinan selesai (Saifuddin, 2019).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan

yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita

jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes

perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena

akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan

wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Saifuddin,

2019).
2. Jenis Perdarahan

Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan

postpartum primer/dini dan perdarahan postpartum

sekunder/lanjut.

a. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum

yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama

perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.

b. Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum

yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan

postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal

(Manuaba, 2020).

c. Etiologi

Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor.

Beberapa faktor predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan

prevalensi di negara berkembang merupakan penyebab yang

paling bermakna. Penyebab perdarahan postpartum paling

sering adalah atonia uteri serta retensio plasenta, penyebab lain

kadang-kadang adalah laserasi serviks atau vagina, ruptur uteri,

dan inversi uteri (Saifuddin, 2019).

Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi

empat kelompok utama:


1) Tone (Atonia Uteri)

Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum.

Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan

retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini

menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga

aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan

mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan

atonia uteri (Oxorn, 2021). Diagnosis ditegakkan bila setelah

bayi dan plasenta lahir perdarahan masih ada dan mencapai

500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih

dengan kontraksi yang lembek (Saifuddin, 2019). Pencegahan

atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala III

dengan sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral

2-3 tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn,

2021).

2) Trauma dan Laserasi

Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan

pada saat proses persalinan baik normal maupun dengan

tindakan, sehingga inspeksi harus selalu dilakukan sesudah

proses persalinan selesai sehingga sumber perdarahan dapat

dikendalikan. Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di vulva,

vagina, servik, porsio dan uterus (Oxorn, 2021).

3) Tissue (Retensio Plasenta)


Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan

mengganggu kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap

terbuka, sehingga menimbulkan perdarahan postpartum.

Perdarahan terjadi pada bagian plasenta yang terlepas dari

dinding uterus. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi

retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai

sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Oxorn, 2021).

Retensio plasenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata,

sebuah kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat

menyebabkan perdarahan plasenta akpostpartum. Retensio

plasenta dapat disebabkan adanya plasenta akreta, perkreta dan

inkreta. Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah

plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang,

dan multiparitas (Saifuddin, 2019).

4) Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)

Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah

abruption placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam

rahim, dan pada emboli cairan ketuban. Kegagalan mekanisme

pembekuan darah menyebabkan perdarahan yang tidak dapat

dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk

mengendalikan perdarahan. Secara etiologi bahan

thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis 14

decidua serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan


menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan

fibrinogen yang beredar (Oxorn, 2021).

3. Gejala Klinis Perdarahan Postpartum

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah

sebelum hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan

derajat anemia saat persalinan. Gambaran PPP yang dapat

mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk

mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah

sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut

menimbulkan tandatanda syok yaitu penderita pucat, tekanan

darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,

dan lain-lain (Wiknjosastro, 2022). Gambaran klinis perdarahan

obstetri volume darah yang hilang Tekanan darah (sistolik).

Tanda dan gejala derajat syok 500-1000 mL (120 kali/menit).

Anuria Berat

4. Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan kadang kadang ada diagnosis

kemungkinan

a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera

setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau

P3) - Syok - Atonia Uteri


b. Perdarahan segera (P3) - Darah segar yang mengalir segera

setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta

lengkap - Pucat - Lemah - Menggigil - Robekan jalan lahir

c. Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera

(P3) - Uterus kontraksi baik - Tali pusat putus akibat traksi

berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan - Perdarahan

lanjutan - Retensio Plasenta

d. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh

darah) tidak lengkap - Perdarahan segera (P3) - Uterus

berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang -

Tertinggalnya sebagian plasenta

e. Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak

tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera

(P3) - Nyeri sedikit atau berat - Syok neurogenik - Pucat

dan limbung - Inversio uteri

f. Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah - Perdarahan

lebih dari 24 jam setelah persalinan - Perdarahan sekunder

atau P2S - Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus -

Anemia - Demam - Perdarahan terlambat - Endometritis

atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak) dan berbau (jika

disertai infeksi)

g. Perdarahan segera (P3) (Perdarahan intraabdominal dan

atau vaginum) - Nyeri perut berat - Syok - Nyeri tekan


perut - Denyut nadi ibu cepat - Robekan dinding uterus

(ruptura uteri) (Saifuddin, 2019)

5. Penatalaksanaan

Penanganan pasien dengan PPH memiliki dua

komponen utama yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan

obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan

identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.

Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum

mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis

ditangani (Edhi, 2019).

Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan

pertama) memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan

perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah

diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga

dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat disarankan pada

kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap

terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan

sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus

dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30

menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian

oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani

retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun

penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif


lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan

tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2020).

6. Pencegahan

Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi

akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan

antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses

persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk

terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah PPH

(Prawirohardjo, 2019).

Pencegahan PPH dapat dilakukan dengan manajemen

aktif kala III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari

pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir, peregangan

tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap

komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran

dalam pencegahan perdarahan postpartum (Edhi, 2019).

Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika

selama kala III persalinan untuk mencegah perdarahan

postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU) direkomendasikan

sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan

misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk

pencegahan perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak

tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh


tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan.

Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu menit

setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2022).

7. Faktor Predisposisi

Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah:

a. Usia wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35

tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan

post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal.

Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi

reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan

dibandingkan fungsi reproduksi normal (Saifuddin, 2019).

b. Paritas Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah

multiparitas. Paritas menunjukan jumlah kehamilan

terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah

dilahirkan. Primipara adalah seorang yang telah pernah

melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah

mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya

setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan

paritas pada ibu. Seorang multipara adalah seorang wanita

yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga

viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah

kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin

yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang


23 bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau

janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya

lahir mati. Uterus yang telah melahirkan banyak anak,

cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala

persalinan (Saifuddin, 2019).

c. Anemia dalam kehamilan Anemia adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah

nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin

kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah

dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik

dalam kehamilan, persalinan, dannifas. Oksigen yang

kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus

tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul

atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum

(Manuaba, 2020).

d. Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan

dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila

riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada

terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan

berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa

abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio

caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan

pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.


e. Bayi makrosomia adalah bayi lahir yang beratnya lebih

dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru

dapat menimbulkan dystosia kalau beratnya melebihi 4500

gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan

adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.Karena

regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat

menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan

postpartum lebih besar.

f. Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu

meregang, dengan overdistensi tersebut dapat

menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal

dari letak plasenta akibat ketidak mampuan uterus

berkontraksi dengan baik.

B. Paritas

Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang wanita

yang melahirkan bayi yang dapat hidup. Kehamilan lebih dari satu kali

atau yang termasuk multiparitas memiliki risiko lebih tinggi terjadi

perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu primigravida

(Rifdiani, 2022). Ibu yang paritas >3 beresiko mengalami perdarahan

pasca persalinan dibandingkan ibu yang paritasnya 2-3. Ibu dengan paritas

>3 diyakini mendahului terjadinya perdarahan pasca persalinan. Paritas

mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan pasca persalinan 21

karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi perubahan pada


serabut otot di uterus yang dapat menurunkan kemampuan uterus untuk

berkontraksi sehingga sulit untuk melakukan penekanan pada pembuluh-

pembuluh darah yang membuka setelah lepasnya plasenta. Risiko

terjadinya perdarahan pasca persalinan akan meningkat setelah persalinan

ketiga atau lebih yang mengakibatkan terjadinya perdarahan pasca

persalinan (Megasari, 2020).

Dengan bertambahnya paritas, akan semakin banyak jaringan ikat

pada uterus sehingga kemampuan untuk berkontraksi semakin menurun

akibatnya sulit melakukan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah

yang terbuka setelah terlepasnya plasenta. Selain itu, juga terjadi

kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya

fibrosis pada bekas implantasi plasenta sehingga vaskularisasi dapat

berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta

mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis menembus dinding

uterus lebih dalam lagi sehingga dapat terjadi retensio plasenta adesiva

hingga perkreta (Friyandini, 2021).

Pada grande multiparitas, terjadi involusi endometrium berulang,

sehingga memungkinkan untuk terjadinya defek minor medium, yang

berakibat pada berkurangnya serabut miometrium sehingga persalinan

pada grandemultiparitas cenderung mengalami atonia uteri. Selain itu

akibat berkurangnya serabut miometrium maka pada grandemultiparitas

elatisitas miometrium akan berkurang sehingga memudahkan untuk

terjadinya ruptura uteri (Friyandini, 2021). Multiparitas dan


grandemultiparitas merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan

pasca persalinan, akibat kelemahan dan kelelahan endometrium. Namun

apabila dalam pertolongan persalinan diberikan uterutonika segera setelah

persalinan atau pada saat awal kala III sehingga persalinan plasenta

dipercepat dan terjadi kontraksi uterus, maka perdarahan postpartum tidak

akan terjadi (Friyandini, 2021).

Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat

dibedakan menjadi:

a. Nullipara

Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama

sekali.

b. Primipara

Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak yang

cukup besar untuk hidup didunia luar.

c. Multipara

Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak lebih dari

satu kali yang cukup besar untuk hidup didunia luar.

d. Grande multipara

Grande multipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 orang

anak atau lebih dari biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan

dan persalinan (Manuaba, 2019).


BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Biodata
Nama ibu : NY. N Nama suami : TN.D
Umur : 36 tahun Umur : 50 tahun
Suku/ bangsa : Aceh/ indonesia Suku/ bangsa : Aceh
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : RI
Alamat : Meunasah Lancang Alamat : Meunasah

3.1 SOAP

Hari /tanggal : Minggu, 19 Februari 2024


Pukul : 08.45 wib
Tempat : Kamar Bersalin RSUDZA

S: Ny.N berusia 36 tahun datang bersama suaminya ke Kamar Bersalin, ibu


mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 3 jam yang lalu. Ibu merasa
sangat lemas. ibu mengatakan baru selesai operasi SC anak ke 4, Ibu
mengatakan bayi dalam keadaan sehat.

O: Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Composmentis
Pemeriksaaan TTV :
TD : 137/82 mmHg TB : 157 cm
N : 99 x/ m BB : 97kg
R : 23 x / m
S : 37,5 °c
Pemeriksaan Fisik :
Kepala : bersih
Wajah : tidak ada oedema
Mata : konjungtiva : pucat
Sklera : ikterik
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
Payudara : puting : sudah ada pengeluaran ASI
Areola : menghitam
Abdomen : Terdapat luka Operasi dan tertutup dengan kassa
tanpa ada rembesan darah. TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi uterus teraba keras.
Genetalia : Adanya pengeluaran darah yg abnormal
Ekskremitas : tidak ada oedema, tidak ada varices

A: P4A0 dengan Perdarahan PostPartum

P:
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa perdarahan merupakan
salah satu tanda bahaya pada masa nifas
3. Memantau keadaan umum ibu, TTV dan Perdarahan
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG
5. Memasangkan infus kepada ibu yaitu cairan RL 20 tetes/ menit.
6. Memasukkan tampon ke jalan lahir ibu untuk mengurangi perdarahan
7. Menganjurkan ibu untuk bedress total
8. Melakukan transfusi darah
9. Memberikan KIE mengenai ASI Ekslusif dan perawatan payudara
10. Memberikan KIE mengenai kebutuhan dasar ibu nifas post sc
11. Apabila keadaan ibu sudah membaik pindahkan ibu ke ruang rawat
inap
12. Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan bidan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum merupakan suatu keadaan demana seorang ibu

yang habis melahirkan mengeluarkan darah lewat jalan lahir yang melebihi

500ml Penyebab terjadinya pendarahan pest portum umumnya karena atrona

uteri, plasetusi yang abnormal, trauma maupun koagalopati.

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Ny. N usia 36 tahun datang

ke kamar bersalin mengeluh keluar darah dari jalan lahirnya, ibu baru saja

melahirkan anak ke 4 secara SC, Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan

dilakukan pemantauan TTV, Perdarahan dan kontaksi.\

4.2 Saran

Semoga laporan ini dapat membantu para pembaca terutama bidan,

mahasiswa, dan para ibu untuk mengetahui hal tentang Perdarahan Postpartum

dan agar mengetahui bagaimana cara penanganan Perdarahan pada Post

partum. Sehingga mendapatkan mutu pelayanan bagi mahasiswa maupun

bidan dalam memberikam asuhan kebidanan untuk mengurangi Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kami mengharapkan

saran dan kritik untuk membangun laporan ini lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Edhi, M. M., Aslam, H. M., Naqvi, Z. dan Hashmi, H. (2019). 'Post partum
hemorrhage: causes and management'. BMC Research Notes. 6,
pp. 236.

Friyandini, F., Lestari, Y., & Utama, B.I. (2021). Hubungan Kejadian Perdarahan
Postpartum dengan Faktor Risiko Karakteristik Ibu di RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 4 (3).

Manuaba, I.B.G. (2020). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Megasari M. 2020. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan


Pasca Persalinan di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau Tahun
2020”. Riau. Jurnal Kesehatan

Oxorn, H., & Forte, W. R. (2021). No TitleIlmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan. Yayasan Essentia Medica.

Prawirohardjo, Sarwono. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. 1st ed. cetakan kelima Abdul Bari Saifuddin, editor.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2019.

Rifdiani I. Pengaruh paritas, bbl, jarak kehamilan dan riwayat perdarahan terhadap
kejadian perdarahan postpartum. 2022;(January 2022):396–407.

Saifuddin, A.B. (2019). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo.

Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2022; 523 - 529.

World Health Organization. (2020). WHO recommendation for the preventions


and treatment of postpartum haemorrhage [online]. Tersedia di:<
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/=1>Diakses pada 26
Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai