Anda di halaman 1dari 11

Kurikulum Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadits

Makalah Ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Hadits Tarbawi

Dosen pengampu: Dailatus Syamsiyah, S.Ag, M.Ag

Disusun oleh :

Imam Mutaqin Al-Mahdi

17611031

Aditya Rahmansyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MASJID SYUHADA YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul,

“KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF HADITS”

makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Islam
dan Budaya Lokal di Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada Yogyakarta.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

Yogyakarta, 5 Oktober 2018

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan tidak asing bagi seorang pendidik dan peserta didik dengar
kata “kurikulum”. Kurikulum ini sangat penting bagi pendidik maupun peserta didik. Karena
kurikulum ini, bisa juga di ibaratkan seperti kendaraan baik sepeda, motor, mobil atau bahkan
bis. Nah, tapi di Indonesia yang sudah beberapa kali ganti menganti model kurikulum dan
belum membuahkan hasil bagi pendidik bahkan peserta didik sendiri.

Inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan intropeksi kita semua. Sudahkah kita
berkontribusi untuk peserta didik kita terkait dengan kurikulum yang sudah kita pakai
sekarang ini ?

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kurikulum ?
2. Apa tujuan kurikulum bagi pendidik dan peserta didik ?
3. Hadits apa saja yang terkait dengan kurikulum pendidikan ?
4. Apa saja problematika kurikulum pendidikan Islam ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu kurikulum.
2. Mengetahui tujuan kurikulum bagi pendidik maupun peserta didik.
3. Mengetahui hadits apa saja yang ada kaitannya dengan kurikulum.
4. Bisa memecahkan problematika yang ada di kurikulum pendidikan Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a. Pengertian Kurikulum
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu Curir yang berati
pelari dan curere yang berati tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah
raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian yaitu suatu jarak
yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai finish. Dalam bahasa Arab, kata
kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj yang berati jalan yang terang yang dilalui oleh
manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sementara arti manhaj / kurikulum dalam
pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat dlam kamus adalah seperangkat perencanaan
dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam perwujudkan tujuan-tujuan
pendidikan.
Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam
pasal 1 ayat 19 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.1
Pengertian kurikulum ditinjau dari segi terminologi banyak ditemukan oleh para
ahli antara lain :
1. Hilda Taba sebagaimana dikutip Wina Sanjaya mengatakan bahwa kurikulum
ialah “a plan for learning”yaitu sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran
anak.
2. Kurikulum menurut Saylor J. Gallen & Wiliam N. Alexander adalah
keseluruhan usaha sekolah untuk memengaruhi belajar baik berlangsung di
dalam kelas, di halaman maupun di luar kelas.
3. Menurut Harold B. Albertycs, kurikulum adalah segala kegiatan baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar kelas yang menjadi tanggung jawab
sekolah.
4. Kurikulum menurut Edwar A. Krug adalah terdiri atas cara-cara dan usaha-
usaha yang digunakan untuk mencapai tujuan sekolah.

Berdasarkan pemahaman terhadap berbagai pengertian kurikulum seerti


disebutkan di atas dapat diketahui bahwa kurikulum itu merupakan sesuatu yang disiapkan
dan direncanakan oleh para ahli pendidikan untuk diselesaikan oleh anak didik melalui
1
Moh. Haitami Salim, 2012, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta : Ar Ruz Media hlm. 198-199.
penyelenggaraan pendidikan (sekolah) pada waktu tertentu untuk mencapai tingkat atau
ijazah tertentu. Muatan kurikulum sangat tergantung kepada tujuan pendidikan yang akan
dicapai. Semakin ideal tujuan pendidikan, maka muatan kurikulum akan semakin banyak.2
b. Pengertian Pendidikan Islam
Kurikulum sebagaimana diketahui adalah sekumpulan materi atau atau pelajaran
yang disiapkan untuk dipelajari oleh peserta didik dalam jenjang atau tingkat tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka kurikulum pendidikan Islam dapat diartikan
sekumpulan bahan atau mata pelajaran berupa sejumlah ilmu pengetahuan, lingkungan dan
seluruh situasi tempat anak didik belajar (sekolah/madrasah). Dengan pengertian ini bahwa
kurikulum pendidikan Islam bukan hanya sejumlah pengetahuan yang harus diajarkan kepada
anak didik, tetapi seluruh proses dan lingkungan dimana anak didik memperoleh pendidikan
dan pengajaran. Pengetahuan yang diberikan kepada anak didik itu berdasarkan Al Qur’an
dan dan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬atau dengan kata lain ilmu pengetahuan yang tidak
bertentangan dengan Al Qur’an dan ‫ﷺ‬.3

B. Fungsi Kurikulum Pendidikan


Kurikulum merupakan alat untuk mendidik generasi muda dengan baik dan
menolong untuk mereka membuka dan mengembangkan potensi mereka yang beragam dan
menyiapkan mereka dengan baik untuk menjalankan hak dan kewajiban, memikul tanggung
jawab terhadap diri dan keluarg, masyrakat dan bangsa, serta turut serta secara aktif untuk
kemajuan dan bangsanya.
Fungsi kurikulum pendidikan adalah manfaat atau kegunan kurikulum bagi
pendidikan. Fungsi kurikulum pendidikan adalah:
1. Fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan ialah sebagai alat untuk
mencapai ujuan pendidikan. Oleh karena itu, (1) kurikulum merupakan alat
untuk menempa anak didik yang diharapkan dengan sesuai tujuan pendidikan.
(2) Program yang harus dilaksanakan oleh guru dan anak didik dalam proses
pembelajaran. (3) pedoman guru dan siswa agar proses berjalan dengan baik.
2. Fungsi kurikulum bagi sekolah adalah alat sebagai tujuan lembaga pendidikan
yang diinginkan, sebagai pedoman mengatur kegiatan sekolah yang meliputi:
2
Sutinah Rifa’i, 2015, Pengembangan Kurikulum Pendidikan (Umum dan Islam, Yogyakarta :
STAIMS press, hlm. 1-3.

Sutinah Rifa’i, 2015, Pengembangan Kurikulum Pendidikan (Umum dan Islam), Yogyakarta :
3

STAIMS press, hlm. 67.


(1) jenis program yang harus dilaksanakan (2) cara menyelenggarakan setiap
jenis program pendidikan (3) orang yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan program pendidikan. Sedangkan fungsi bagi sekolah yang
berada di atasnya adalah sebagai pengembangan atau kelanjutan dari
pendidikan sebelumnya yang rincian fungsinya adalah (1) fungsi
kesinambungan kurikulum yang diterapkan pada sekolah yang di atasnya,
harus dapat menyesuaikan dengan kurikulum pada sekolah yang berada di
bawahnya (2) fungsi penyiapan tenaga yaitu sekolah yang mendapat tugas
menyiapkan tenaga guru misalnya, maka sekolah tersebut harus mengetahui
atau mempelajari kurikulm sekolah yang meminta penyiapan tenaga guru
tersebut.
3. Fungsi kurikulum bagi guru ialah sebagai pedoman yang harus dipahami,
dihayati dan diamalkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu
guru, selain sebagai pelaksana kurikulum, juga sebagai pengembang
kurikulum.
4. Fungsi kurikulum bagi sekolah sebagai barometer atau alat untuk mengukur u
kurikulum bagi pengawas ialah sebagai pendoman (patokan) atau ukuran
dalam menetapkan bagaimana cara yang diperlukan untuk menyempurkan atau
perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu
pendidikan.
5. Fungsi kurikulum bagi masyarakat ialah bahwa masyarakat dapa mengetahui
apakah pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang dibutuhkan relevan
atau tidak dengan kurikulum suatu sekolah. Oleh karena itu masyarakat yang
dinamis dan selalu berkembang hendaklah memberikan dalam pelaksanaan
kurikulum suatu sekolah, memberikan masukan, saran atau pendapat sesuai
dengan kebutuhan yang paling mendesak untuk dipertimbangakan dalam
kurikulum.
6. Fungsi kurikulum bagi pemakai lulusan adalah sekolah berfungsi menyiapkan
tenaga kerja dalam bidang tertentu untuk dimanfaatkan oleh instansi,
perusahaan dan lembaga yang berkepentingan dengan lulusan tersebut.4

C. Hadits yang Terkait Kurikulum Pendidikan Islam

4
Sutinah Rifa’i, 2015, Pengembangan Kurikulum Pendidikan (Umum dan Islam), Yogyakarta :
STAIMS press, hlm. 25-27.
Problem realitas hari ini banyak pemahaman keliru bahwa kurikulum itu hanya
dipahami sebagai bahan ajar yang dibatasi dalam kelas. Phenix [1962] dan Oliva [1982]
menjadi lahan dialog yang panjang. Kebanyakan definisi tradisional mengacu kepada
kecenderungan schoolcentric di dalam konsepsinya. Sejumlah besar dari mereka mengacu
pada planning for learning in the school. Kurikulum adalah course of study, subject matter,
tetapi dalam kontek luas kurikulum adalah segala pengalaman dan budaya yang diciptakan
oleh sekolah untuk membangun kemandirian. Beberapa penulis melihat kurikulum dalam
pengertian yang luas. Brubaker misalnya mendefinisikan kurikulum sebagai “what persons
experience in a setting [Brubaker, 1982: 2]. Pandangan ini tidak saja berkait dengan
sekolahdan lingkungan pengajaran, tetapi secara luas mencakup segala peristiwa hidup yang
dianggap sebagai bagian yang menjadi domain kurikulum [Amstrong, 1989: 2] Dalam studi
Hadis Tarbawi kurikulum berupa bentangan nilai, budaya, karakter, prinsip, ajaran yang
terbentang dalam khazanah hadis, yang merupakan contoh dari penmerapan Alquran oleh
Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Akhlaquhul quran, wa khuluquhul adhim. Berikut hadis-
hadis yang layak direnungkan. Sebagaiman diungkap dalam hadits-hadits berikut ini:
ِّ‫ حُب‬: ‫ال‬
ٍ b‫ص‬ ِ ‫وْ ا اَوْ اَل َد ُك ْم َعلَى ثَاَل‬bbُ‫ اَ ِّدب‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ث ِخ‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫ع َْن َعلِ ٍّي َر‬

) ‫ِظ ٌّل ِظلَّهُ َم َع اَ ْنبِيَائِ ِه َواَصْ فِيَائِ ِه ( َر َواهُ ال َّد ْيلَ ِم‬ ‫نَبِيِّ ُك ْم َوحُبِّ اَ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َو قِ َرأَةُ ْالقُرْ أَ ِن فَإ ِ َّن َح ْملَةَ ْالقُرْ أَنُ فِ ْي ِظ ِّل هللاِ يَوْ َم اَل‬

Dari Ali r.a ia berkata : Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda :


“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi
kalian dan keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang
menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada
lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya” (H.R Ad-Dailami)
َّ ِ‫ رُوْ ا اَوْ اَل َد ُك ْم ب‬b‫ ُم‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫اَل ِة َوهُم‬b‫الص‬ ِ ‫ع َْن ُع َمرُوبْنُ ُش َع ْي‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ب ع َْن اَبِ ْي ِه ع َْن َج ّد ِه قَا َل‬
َ ‫اَ ْبنَا ُء ِسنِ ْينَ َواضْ ِربُهُ ْم اَ ْبنَا َء َع َش َر َو فَ ِّرقُوْ ا بَ ْينَهُ ْم فِ ْي ْال َم‬
) ‫ضا ِج ِع ( َر َواهُ اَبُوْ دَا ُو َد‬
Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda :
“Perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh
tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka
meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud).

َ ‫ضلُّوْ ا اَبَدًا ِكت‬


)‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه ( َر َواهُ َحا ِك ْم‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم اَ ْم َر ْي ِن َما اِ ْن تَ ْم َس ْكتُ ْم بِ ِه َما لَ ْن ت‬
ُ ‫تَ َر ْك‬
“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab Allah (Al-
Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim)
Hadis tentang perintah mengajari anak dengan cinta rasul merupakan bahan
penting bagi kurikulum pendidikan Islam. Terutama bagi upaya mempersiapkan anak
memiliki akhlak mulia. Hadis ini berbunyi ‫ حُبِّ نَبِيِّ ُك ْم َوحُبِّ اَ ْه ِل بَ ْيتِ ِه َو قِ َرأَةُ ْالقُرْ أَ ِن‬cinta Nabi berarti
menjadikan Nabi sebagai uswah hasanah. Karena pada diri Nabi terdapat contoh yang
lengkap atau qudwah hasanah. Dalam Alquran digambarkan, sungguh pada diri rasul itu
terdapat contoh yang baik. Bagi orang yang berharap rahmat Allah, akhirat dan banyak
menyebut nama Allah.
Hadis Lain menyebut dengan sebagian hak anak pada orangtuanya yaitu meliputi
[1] memberi nama yang baik, [2] mengajari al kitab, dan [3] menikahkan jika sudah ketemu
pasangan.
Mengajarkan al quran penting bagi masa depan Islam. Juga bagi masa depan
mental manusia.
'''Sesungguhnya seseorang yang di dalam dadanya (dirinya) tidak ada sesuatu dari
Al Qur'an, maka ia bagaikan rumah yang rusak dan kosong". (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata,"Hadits hasan shahih").
Hadis riwayat Hakim yang menyebut Alquran dan sunah sebagai bekal hidup,
menghindari kesesatan. Sabda nabi ‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬
َ ‫ ِكت‬adalah penegasan bahwa al quran dan
hadis adalah hudan lil muttaqqin, petunjuk dan nur bagi cahaya kehidupan.
Dengan demikian, ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Quran dan Sunnah menjadi
bagian dari bahan ajar yang termuat dalam kurikulum pendidikan Islam, seperti meliputi ilmu
tajwid, ulumul quran, ulumul hadits, tafsir, hadits, fiqh, dan lain sebagainya. Juga ilmu-ilmu
yang di dalam al-Quran dan Sunnah telah banyak dibahas seperti sejarah, pengetahuan alam,
sosial, budaya, bahasa dan lain sebagainya menjadi juga bagian dari kurikulum pendidikan
Islam.
Namun karena kurikulum tidak hanya sebatas berisi bahan ajar, maka kurikulum
pendidikan Islam juga mengatur bagaimana interaksi sosial yang baik antara semua
komponen pendidikan Islam yang meliputi, pendidik, peserta didik, orangtua atau wali dan
lain sebagainya. Juga menciptakan lingkungan sosial dan budaya yang baik dalam setiap
lembaga pendidikan Islam.5

5
Hasbiyallah, 2013, Hadits Tarbawi dan Hadits2 di Sekolah/Madrasah, Bandung, hlm. 16-18.
D. Probelmatika dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Seperti yang sebelumnya, kita sudah membahas tentang makna dari kurikulum
sendiri. Bisa di artikan jarak yang ditempuh selama pembelajaran berlangsung, atau bisa di
artikan dengan pedoman guru untuk menyampaikan pembelajaran, ataupun bisa juga di
artikan sebagai alat yang di gunakan untuk mencapai tujuan dari pemelajaran tersebut.
Tergantung cara memandang kita dari arah mana melihat makna dari kurikulum sendiri.
Kalau kita lihat arti kurikulum dari pandangan guru adalah pedoman. Tentu
pedoman yang dianut oleh suatu pendidik pasti ada salah satu, salah dua atau bahkan ada
beberapa kekurangan dalam penyampaian pembelajaran. Disini penulis akan membahas
prolem-problem yang sering dijumpai dalam pembelajaran:

1. Untuk kalangan anak SD, Kurikulum 2013 kurang cocok.


Mungkin kalau kita berfikir tentang kurikulum yang terbaru, kurikulum 2013
ini. Mayoritas dari kita akan beranggapan bahwa kurikulum sudah sangat bagus untuk para
peserta didik. Karena, didalamnya sudah lengkapi dengan pendidikan karakter anak. Bukan
cuma itu saja, ditambah lagi penilaian yang sangat detail tentang karakter anak. Meskipun
disisi lain juga, kurikulum 2013 sangatlah mempersulit guru dalam administrasi dan
penilaian.
Tapi kalau kita perhatikan lagi, kurikulum 2013 bukan hanya menambahkan
penilaian saja tapi juga merubah atau menukar pelajaran yang belum seharusnya dipelajari.
Seperti katakanlah kelas 4 SD yang seharusnya pelajarannya masih dengan fiqih, malah
sudah mempelajari materi kelas 6 SD yang diatasnya. Jadi para peserta didik pun akan sangat
kesulitan untuk mengikutinya. Lalu, bagaimana kita harus bertindak agar para peserta didik
bisa mengikuti pelajaran dan bisa menguasai apa yang dia pelajari ?
2. Entah kurikulum manapun masih menggabungkan banyak materi di dalam
pelajaran PAI.
Mungkin dari kita sudah menjadi hal yang lumrah seperti ini. Tapi apakah kita
juga tidak memikirkan guru yang mengampu mata pelajaran tersebut yang mana di dalamnya
terdapat pelajaran aqidah, akhlaq, fiqih, sejarah Islam dan lain sebagainya. Guru yang ahli di
bidangnya pun pasti sangat kesulitan dengan hal sudah di campur seperti ini.
Maka yang seharusnya dilakukan adalah memisah tiap-tiap pelajaran. Supaya
guru / pendidik bisa mengajar pelajaran sesuai porsinya dan murid / peserta didik bisa
menguasai / tau tiap-tiap pelajaran.
3. Istilah di dalam buku paket tidak menggunakan bahasa arab.
Kalau kita pikir ini adalah hal sepele atau bahkan tidak masalah. Karena
nantinya para peserta didik tidak akan mendalami ilmu agama, tapi apakah kita berfikir untuk
ke depannya ? bagaimana nantinya jika pemuda-pemudi muslim tau atau paham dengan
istilah-istilah dalam agamanya sendiri. Ini akan menjadi sesuatu yang sangat memalukan atau
bahkan bisa menjadi aib. Padahal selamanya bahasa arab tidak akan bisa di indonesiakan.
Karena memang bahasa arab untuk pelafadzatannya dan penulisanya sangatlah berbeda
dengan bahasa Indonesia.
Nah, ini yang seharusnya perlu diperhatikan untuk masa depan pemuda-
pemudi muslim. Minimal para peserta didik tau tentang istilah-istilah dalam Islam dengan
penulisan bahasa arab. Itu saja sudah cukup

4. Tidak adanya praktek.


Kurikulum 2013 yang bisa dibilang ingin memperbaiki pendidikan di
Indonesia dengan cara pendidikan karakter dan penilaian dengan harus detail.
Tapi yang lebih mengherankan lagi, tidak ditertulis atau dicantumkannya
dalam buku cetak yang sudah bereder di sekolah-sekolah itu dengan praktek amaliyahnya
dari sang guru. Ini adalah yang bisa dibilang sangat urgen dalam dunia pendidikan, karena
tanpa adanya praktek dari orang yang tau atau orang yang mengajari sesuatu pada para
peserta didik pasti akan sangat susah sekali. Mungkin ada beberapa peserta didik yang mana
ketika dijelaskan tentang pelajaran atau sesuatu tanpa menggunakan praktek akan mudah atau
sangat mudah. Tapi mayoritas peserta didik akan lebih gampang memahami sesuatu dengan
praktek. Lantas,apa yang harus kita selaku pendidik jika mendapati seperti ini ?
Kita selaku pendidik harus sangat kreatif jika menemui masalah seperti ini.
Caranya kita bisa menyispkan prakteknya dengan cerita atau kisah menrik untuk para peserta
didik. Karena mayoritas dari peserta didik akan sangat tertarik dengan cerita yang belum
diketahui atau menarik. Kita bisa mempraktekannya dengan kita langsung. Jadi disini para
peserta didik akan tau prakteknya langsung dengan kita mempraktekannya. Kita juga bisa
menggunakan prakteknya sebagai tugas untuk mereka. Cara ini mungkin kurang efektif bagi
peserta didik yang kurang menyukai hal-hal yang mencari sesuatu dengan diri sendiri.
Intinya, semua itu kembali pada kkita semua selaku pendidik yang mana memberikan sesuatu
yang belum tercamtum dalam kurikulum.
5. Tidak ada yang bisa dijadikan uswah.
Permasalahan ini hampir mirip dengan yang sebelumnya. Tapi permasalahan
ini lebih identik atau spesifik lagi. Karena uswah disini pasti adalah orang yang
memprofokatori atau mencontohkan. Masalahnya apakah setiap di sekolah-sekolah ada
uswah untuk para peserta didik ? kalau ad ahanya bebrapa sekolah dan mungkin kebanyakan
sekolah beluk ada atau bahkan tidak ada. Ini juga perlu diperhatiakan karena pendidikan
faktor terbesar adalah action atau praktek kepada peserta didik. Kalau praktenya tidak ada
bagaimana proses mendidik bisa berjalan dengan mulus dan berhasil sukses ? maka sangat
perlu ada yang mencontohkannya.

BAB III
PENUTUPAN

Anda mungkin juga menyukai