Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DINAMIKA PENDIDIKAN KHUSUS

PENDIDIKAN INKLUSI (AKDK6501)

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Emmy Afifah Ramadhini (1910129120005)
Meyda Aulia (1910129220015)
Ni Wayan Karlina (1910129320011)
Nor Irna Arliyati (1910129120015)
Wahana Panjang Nugraha (1910129310005)
Yulia Citra Chartika Sary (1910129220002)

Dosen Pengampu
Dr. Nina Permatasari, S.Psi, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
AGUSTUS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari anggota kelompok yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik usaha, pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini dapat dipraktekkan pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Banjarmasin, 21 Agustus 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB l PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN TEORI............................................................................................... 3

A. Inklusi Sebagai Sebuah Proses ............................................................................. 3

B. Inklusi Sebagai Identifikasi dan Penghilang Hambatan ........................................ 4

C. Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi, Berprestasi, dan Penghargaan .................. 4

D. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus ....................................................... 6

E. Inklusi Sebagai Upaya Memprofesionalkan Guru................................................. 8

F. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum Sesuai Jalurnya ............ 10

G. Inklusi Sebagai Paradigma Layanan Pendidikan yang Bermutu .......................... 11

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 13

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 13

B. Saran ................................................................................................................. 13

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS ......................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 15

ii
BAB l PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengklasifikasian maju tidaknya suatu negara salah satunya dapat diukur
melalui pendidikan. Pendidikan tetap dianggap sebagai fondasi bagi terbentuknya
SDM yang berkualitas, meskipun tidak menjadi satu-satunya indikator yang
menentukan maju atau berkembangnya suatu negara. Pendidikan dalam dunia
internasional, diatur dalam Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia pada
tahun 1948 yang membahas mengenai pendidikan sebagai hak untuk seluruh anak.
Pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara, juga telah tercantum
secara implisit dalam pembukaan UUD 1945. Pada pasal 5 ayat 1-5 dalam UU No
20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa seluruh warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan, begitu juga bagi mereka yang memiliki kebutuhan
khusus berhak untuk memperoleh pendidikan khusus (UU No. 2, 2003).
Keberadaan pendidikan khusus untuk kelompok berkebutuhan khusus telah
dibahas dalam beberapa deklarasi dunia yang dihadiri oleh para praktisi pendidikan
luar biasa, diantaranya adalah deklarasi universal (1948), Konvensi PBB (1989),
deklarasi jomtien di Thailand (1990), deklarasi salamanca di Spanyol (1994), dan
kerangka aksi dakar (2000).
Pada dasarnya sistem pendidikan yang telah menjadi sorotan dalam dunia
internasional ini, merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk
mengurangi gap atau kesenjangan antara orang difabel dan non-difabel. Pendidikan
inklusif merupakan kebalikan dari pendidikan segregatif atau pendidikan yang
memisahkan antara siswa difabel dan non-difabel.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai sebuah proses?
2. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai identifikasi dan penghilang
hambatan?
3. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai kehadiran, partisipasi, berprestasi,
dan penghargaan?

1
4. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai pemberian perhatian khusus?
5. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai upaya memprofesionalkan guru?
6. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai upaya mengembalikan Sekolah
umum sesuai jalurnya?
7. Apa yang dimaksud dengan inklusi sebagai paradigma layanan pendidikan yang
bermutu?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuannya sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui inklusi sebagai sebuah proses.
2. Untuk mengetahui inklusi sebagai identifikasi dan penghilang hambatan.
3. Untuk mengetahui inklusi sebagai kehadiran, partisipasi, berprestasi, dan
penghargaan.
4. Untuk mengetahui inklusi sebagai pemberian perhatian khusus.
5. Untuk mengetahui inklusi sebagai upaya memprofesionalkan guru.
6. Untuk mengetahui inklusi sebagai upaya mengembalikan Sekolah umum sesuai
jalurnya.
7. Untuk mengetahui inklusi sebagai paradigma layanan pendidikan yang bermutu.

2
BAB II KAJIAN TEORI

A. Inklusi Sebagai Sebuah Proses


Inklusi adalah sebuah proses (Inclusion is a process). Artinya, inklusi sebagai
proses yang berlangsung terus menerus untuk mencari dan menemukan cara yang
lebih baik dalam menanggapi keragaman. Tentang belajar bagaimana caranya
untuk hidup dengan perbedaan dan belajar bagaimana belajar dari perbedaan
(Hajar, 2017).

Pengertian anak penyandang Disabilitas menurut Konvensi Mengenai Hak-


hak Penyandang Disabilitas yang telah disahkan dengan UU No 19 Tahun 2011
tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas,
penyandang Disabilitas termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan
dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif
mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Sementara
itu, istilah kata “sekolah inklusi” adalah wadah atau tempat pendidikan yang baru
yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK). Dengan sistem sekolah inklusi, anak-anak yang
berkebutuhan khusus dapat bersama belajar bersama dengan anak-anak pada
umumnya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan nyata
sehari-hari (Siswanto, 2019).

Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusi juga dapat dimaknai
sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti
diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan
akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis dalam
menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat
terhadap anak berkebutuhan khusus (Takdir, 2013). Pendidikan inklusi terjadi
manakala pengintegrasian dalam penempatan peserta didik di kelas-kelas reguler
berdasarkan atas ide pandangan hidup yang berbeda dengan pandangan
sebelumnya.Konsep inklusi berdasarkan atas gagasan bahwa sekolah reguler harus

3
menyediakan lingkungan belajar bagi seluruh peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya, apapun tingkat kemampuan ataupun kelainannya.

B. Inklusi Sebagai Identifikasi dan Penghilang Hambatan


Pendidikan inklusif bertujuan agar anak-anak bangsa mendapatkan haknya di
bidang pendidikan yang adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi. Kebanyakan sekolah
hanya memprioritaskan bermutu dalam menentukan keberhasilan sekolah. Kaidah
bermutu pun masih sifatnya kognitivisme untuk mencapai kurikulum yang telah
ditentukan. Kajian bermutu menurut pandangan pendidikan inklusif mengalami
pergeseran makna. Yang dimaksud bermutu yaitu lembaga pendidikan mampu
untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri anak secara optimal dan dapat
mengatasi hambatan belajar anak. Potensi yang perlu dikembangkan dan hambatan
yang perlu diatasi yang ada pada diri anak termasuk ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Bukan hanya ranah kognitif saja (Yuwono, 2021).

Inklusi berkaitan dengan identifikasi dan menghilangkan hambatan


(Inclusion is concerned with the identification and removal of barriers). Karena
itu, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi dari berbagai sumber untuk
merencanakan perbaikan dalam kebijakan dan praktik. Ini adalah tentang
menggunakan berbagai macam bukti untuk merangsang kreativitas dan
pemecahan masalah. Inklusi sebagai proses untuk melakukan asesmen,
mengidentifikasi berbagai kelebihan dan kelemahan individu agar layanan
pendidikan yang diberikan mampu mengatasi berbagai hambatan, kelemahan
secara tepat dan menyeluruh (Hajar, 2017).

C. Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi, Berprestasi, dan Penghargaan


Inklusi adalah tentang kehadiran, partisipasi dan prestasi semua siswa.
(Inclusion is about the presence, participation and achievement of all students).
Kehadiran berhubungan dengan tempat, waktu siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar. Partisipasi sebagai bentuk keterlibatan siswa sesuai kualitas, pengalaman
siswa serta prestasi sebagai hasil belajar selama mengikuti kegiatan belajar baik tes

4
dan non tes. Inklusi sebagai proses pengukuran yang menyeluruh sejak awal sampai
berakhirnya kegiatan pembelajaran (Hajar, 2017).

Pendidikan sebagai Kehadiran, Partisipasi dan Pencapaian Semua Siswa.


Pendidikan inklusif tidak boleh memandang sebagian dari siswa tidak penting.
Terkadang siswa yang mengalami hambatan dalam belajar sering terabaikan
partisipasinya. Pendidikan inklusif mengisyaratkan guru mampu membuat semua
siswa bisa berpartisipasi dan mempunyai hak untuk menggapai cita-cita. Guru
diharapkan dapat mengarahkan harapan siswa yang disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing anak. Tidak ada yang sampai tidak mempunyai peran.

Pendidikan Inklusif dijelaskan sebagai sebuah proses untuk membantu


mengatasi hambatan dalam kehadiran, partisipasi dan prestasi di kelas pendidikan
umum, pendidikan yang inklusif diharapkan dapat meningkatkan dan memperkuat
sistem pendidikan untuk semua pelajar (Rahmanindita, 2021). Sesungguhnya tidak
ada model standar untuk memastikan bahwa pendidikan itu sudah inklusif dan
responsif. Pendidikan yang inklusif memastikan kehadiran, partisipasi dan
pencapaian semua peserta didik di tempat belajar. Hal ini seringkali menuntut usaha
untuk mengubah kebijakan, sistem, praktik dan budaya di sekolah sehingga tanggap
terhadap keberagaman peserta didik di wilayah mereka, serta mampu bekerja sama
dengan komunitas dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu intervensi
mungkin perlu dilakukan di tingkat yang berbeda secara bersamaan, mulai dari
advokasi kebijakan nasional hingga pendidikan guru, dari menunjukkan good
practices (praktik baik) hingga membangkitkan kesadaran masyarakat tentang hak
dan tanggung jawab.

Pendidikan inklusi tidak lepas dengan siswa-siswa yang berprestasi, banyak


cara yang dilakukan program inklusi ini untuk menjadikan anak inklusi lebih
berprestasi lagi. Menurut Bank Dunia, terdapat beberapa alasan ekonomis, politis,
professional, efisiensi administrasi, financial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan
efektivitas sekolah. Peningkatkan prestasi belajar siswa terjadi apabila orang tua
siswa dan guru diberi otoritas dari sekolah, maka iklim sekolah akan berubah dalam
mendukung pencapaian prestasi siswa. Chapman berpendapat bahwa penerapan

5
MBS tak lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan penelitian
mengenai efektivitas sekolah secara lebih luas salah satu ciri sekolah efektif yang
dapat meningkatkan perbaikan prestasi siswa adalah pada sekolah-sekolah yang
relatif otonom, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dan
kepemimpinan kepala sekolah yang kuat

D. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus


Adapun Inklusi sebagai pemberian perhatian khusus yaitu dapat lihat dari
aspek Seiring dengan kemajuan zaman, sudah banyak pembaharuan sistem strategi
dan kelembagaan yang melayani anak berkebutuhan khusus. Pada masa-masa
sebelumnya bentuk kelembagaan yang melayani pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus masih banyak yang bersifat segregasi (eksklusif) yang
terpisah dari masyarakat. Tetapi memasuki akhir milenium dua, visi dan misi
kelembagaan sudah cenderung lebih humanis dan terintegrasi (inklusif) dengan
masyarakat.

Pendidikan inklusi adalah suatu bentuk sistem pendidikan di mana anak


berkebutuhan khusus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat
dan oleh karena itu strategi pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik individu peserta didik. Fakta menunjukkan bahwa di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif para siswa memiliki kemampuan yang
heterogen, karena peserta didik di sekolah inklusi di samping anak-anak normal
juga terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus ini
memiliki keragaman kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau
sensoris neurologis (Sukadari, 2019).

Pembelajaran di sekolah inklusi yang kemampuan siswanya sangat


heterogen, berbeda dengan pembelajaran di sekolah reguler yang memiliki
kemampuan homogen. Para guru reguler, pada umumnya tidak dipersiapkan untuk
mengajar siswa yang mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, sehingga
sering kali mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan
khusus. Adaptasi dari prinsip budaya dalam layanan bagi anak-anak maka prinsip

6
budaya dalam memberikan layanan pendidikan inklusi pada setting pendidikan
dasar sebagai beriku:

1. Program inklusi akan berjalan dengan baik melalui jalinan kerjasama dan
komunikasi secara terbuka dengan keluarga anak untuk mengetahui informasi
pribadi, keluarga ABK;
2. Penanganan ABK di luar guru, atau keterlibatan pihak lain untuk membantu
menangani kesulitan dan hambatan ABK membutuhkan persetujuan orang tua
agar kerjasama dapat berjalan sesuai rencana;
3. Keterlibatan secara aktif untuk mempromosikan kesempatan dan praktik anti-
bias yang sama, sehingga semua anak dan keluarga merasa termasuk dan
dihargai. Definisi anti bias dalam kurikulum adalah pendekatan terhadap
pendidikan anak yang menetapkan prinsip dan metodologi berbasis nilai untuk
mendukung penghormatan dan merangkul perbedaan dan bertindak melawan
bias dan ketidakadilan);
4. Memiliki kebijakan dan prosedur yang kuat tentang kebijakan inklusi dimana
kebijakan yang memberikan kesempatan yang sama;
5. Mengakui dan menilai bahwa semua anak unik dan akan berkembang serta
belajar sesuai perkembangan mereka sendiri;
6. Memanfaatkan program inklusi untuk memenuhi kebutuhan anak dan
menyadari bahwa tidak semua anak dengan cacat akan membutuhkan
dukungan tambahan. Dari sinilah dukungan terhadap anak ABK diberikan pada
saat anak benar-benar membutuhkan;
7. Mendorong anak untuk mengenali kualitas masing-masing dan karakteristik
yang mereka bagikan dengan teman sebayanya;
8. Melibatkan anak secara aktif dalam mengambil keputusan tentang
pembelajaran mereka sendiri;
9. Menghormati keragaman anak, keluarga dan masyarakat dalam memberikan
layanan pada mereka sepanjang masa kanak-kanak;
10. Memahami bahwa anak memiliki kebutuhan, pandangan, budaya dan
kepercayaan individu, yang perlu diperlakukan dengan hormat pada saat
program berlangsung:

7
11. Merefleksikan sikap dan nilai Anda sendiri.
Gambaran layanan inklusi pada masa anak-anak, Layanan pendidikan inklusi
diberikan secara terpadu dan berkelanjutan. Layanan dimana seseorang akan
mendapatkan bantuan sesuai waktu kapan dibutuhkan dan diinginkan. Inklusi
adalah proses penyetaraan dimana ABK menjadi bagian dari kelompok sebaya.
Pendidikan inklusi membutuhkan kerjasama dengan orang tua murid dalam
memenuhi kebutuhan anak. Pada pelaksanaan inklusi setiap individu harus saling
mengakui dan menghormati hak-hak individu dari berbagai latar belakang budaya.
Inklusi sebagai pendidikan dasar bagi individu yang berbeda beda menjadi pusat
layanan anak dan pendidikan. Identitas diri anak (kelebihan dan kekurangan)
menjadi fokus utama dan bahan pertimbangan dalam setiap layanan pendidikan.
Inklusi memberikan peluang untuk melibatkan anak secara langsung dalam
kurikulum. Inklusi sebagai pemberian layanan yang membutuhkan kehadiran
secara aktif baik ABK, teman sebaya serta pihak yang terlibat dalam layanan
(Mulyani, 2017).

E. Inklusi Sebagai Upaya Memprofesionalkan Guru


Mutu pendidikan secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, manajemen,
lingkungan dan proses pembelajaran. Di sini faktor tenaga pendidik (guru) memiliki
peran yang sangat besar dalam pencapaian kualitas pendidikan secara umum.
Kondisi ini dimungkinkan karena posisi guru yang sangat dominan dalam
berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar di sekolah inklusi, yang peserta didiknya terdiri atas
anak-anak normal dan anak-anak berkebutuhan khusus, diperlukan guru kelas, guru
mata pelajaran, dan guru pendidikan khusus (GPK) yang bertugas sebagai
pendamping guru kelas dan guru mata pelajaran dalam melayani anak berkebutuhan
khusus agar potensi yang dimiliki berkembang secara optimal. Sehubungan dengan
minimnya Guru Pembimbing Khusus yang memiliki kompetensi memadai, maka
perlu diupayakan pengangkatan dan pembinaan secara profesional sesuai
kebutuhan sekolah. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

8
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Untuk pengembangan tenaga
pendidik pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi pada
hakikatnya sama dengan pengembangan ketenagaan pada sekolah-sekolah pada
umumnya. Selain harus memiliki kualifikasi akademik dan profesional mereka juga
harus memiliki integritas kepribadian sebagai seorang pendidik. Khusus bagi
pendidik di sekolah inklusi yang di dalamnya ada anak-anak berkebutuhan khusus
mereka harus mampu melayaninya secara akademis, psikologis dan pedagogis.
Berkenaan dengan pengembangan kemampuan yang diperlukan pada sekolah
inklusi perlu pengembangan profesional ketenagaan dapat ditempuh melalui
pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi. Untuk mengembangkan kemampuan tenaga
pendidik lembaga satuan pendidikan penyelenggara program inklusi wajib
melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi khususnya yang memiliki program
yang relevan dengan jenis kemampuan dan kebutuhan yang diperlukan serta
dikembangkan meliputi 4 kompetensi yakni kompetensi pedagogis, profesional,
kepribadian dan sosial serta kemampuan khusus yang berkenaan dengan pelayanan
anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan jenis kebutuhan satuan pendidikan
penyelenggara. Selain dengan perguruan tinggi tersebut, juga diperlukan kerja sama
dengan lembaga lain seperti Direktorat terkait, Direktorat Pembinaan Pendidikan
Dasar, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat
Pembinaan SMK, Direktorat Pembinaan SLB, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Kecamatan, Ditjen Peningkatan
Mutu Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan Penataran Guru, dan Lembaga
Penjamin Mutu (LPMP). Untuk menjaga kualitas profesional, seorang guru
diwajibkan untuk memiliki sertifikasi, yang diperoleh melalui perguruan tinggi
penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi yang
ditunjuk pemerintah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
terhadap anggaran peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa

9
tugas guru secara profesional meliputi mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan evaluasi peserta didik. Tugas-tugas tersebut
harus selalu ditingkatkan karena guru dituntut selalu profesional dalam
melaksanakan tugasnya. Memperhatikan kondisi di lapangan, khususnya
kependidikan yang terlibat dalam pendidikan terpadu menuju inklusi sangat
memerlukan pembinaan untuk menunjang keberhasilan dan terlaksananya program
wajib belajar pada anak-anak berkebutuhan khusus. Mengacu pada tugas yang
diembannya, maka pembina pada tenaga kependidikan tersebut, difokuskan pada
dua sasaran, yaitu:

1. Pembinaan profesi yaitu pembinaan profesi diarahkan pada peningkatan


kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial); dan
2. Pembinaan karir diarahkan pada peningkatan jenjang aktualisasi diri,
mencakup penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi

F. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum Sesuai Jalurnya


Kebanyakan orang berpandangan bahwa sekolah umum/reguler
diperuntukkan bagi anak-anak normal (anak yang tidak memiliki
kelainan/kebutuhan khusus). Sepertinya sekolah umum/reguler hanya miliknya
mereka yang normal. Padahal jika dikaji dari makna Bahasa Indonesia, "sekolah
umum/reguler" seharusnya miliknya semua orang. Umum/reguler berarti untuk
umum. Berpijak dari kesalahan memaknai "umum/reguler" tersebut maka segala
upaya/kegiatan hanya mengarah kepada kepentingan untuk anak-anak yang normal
saja. Segala hal seperti kurikulum, sarana dan prasarana, penyediaan maupun
peningkatan SDM tenaga pendidik, proses pembelajaran, evaluasi, dan sebagainya
tidak mengarah untuk pembelaan kepada masyarakat secara umum (tanpa kecuali).
Mereka yang kebetulan tidak termasuk dalam kategori "normal" tersebut merasa
tersisihkan untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolah umum/reguler.
Lembaga pendidikan dan perangkat lembaga yang menaunginya jarang
memikirkan mencukupi SDM yang bertujuan untuk bisa melayani semua
masyarakat tanpa kecuali. Sekolah umum/reguler biasanya berorientasi pemenuhan
guru umum. Jarang terpikirkan memenuhi guru atau tenaga lainnya yang bisa

10
melayani siswa-siswa yang mempunyai kebutuhan khusus dan sejenisnya (tidak
dalam kategori normal). Seharusnya pemenuhan SDM selain guru umum, perlu
dipenuhi. Saat ini biasanya hanya guru bimbingan konseling (BK) yang sudah
menjadi program pemerintah, itu pun mulai sekolah menengah pertama. Jenjang
sekolah dasar masih dirangkap oleh guru kelas. Pemenuhan sarana dan prasarana
yang akses untuk semua orang tentu merupakan keharusan yang segera dipenuhi.
Sebenarnya peraturan perundang undangan mengenai fasilitas umum (termasuk
lembaga pendidikan) yang akses sudah ada, baik berupa Undang-Undang atau
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, misalnya UU No. 28 Tahun 2002 pasal 27
ayat 2 tentang ketentuan aksesibilitas pembangunan gedung. Pendidikan inklusi
yang menekankan kepada persamaan hak dan akses pendidikan kepada setiap warga
Negara. Pada tataran implementasi pendidikan inklusi masih dihadapkan kepada
berbagai problema, isu, dan permasalahan yang harus disikapi secara bijak sehingga
implementasinya tidak menghambat upaya dan proses menuju pendidikan inklusif
itu sendiri serta selaras dengan filosofi dan konsep-konsep yang mendasarinya.
Untuk itu diperlukan komitmen tinggi dan kerja keras melalui kolaborasi berbagai
pihak, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasinya.Dengan demikian,
tujuan akhir dari semua upaya diatas yaitu kesejahteraan para penyandang cacat
dalam memperoleh segala haknya sebagai warga negara dapat direalisasikan secara
cepat dan maksimal.

G. Inklusi Sebagai Paradigma Layanan Pendidikan yang Bermutu


Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang mengikutsertakan semua peserta
didik tanpa memandang status apapun, termasuk karakteristik dan kondisi tertentu.
Sehingga semua anak dapat belajar bersama dalam satu lingkungan sekolah dengan layanan
yang sama untuk menumbuhkan lingkungan sekolah yang bersifat inklusif. Tujaun
diterapkannya konsep sekolah inklusi di Indonesia, yaitu agar dapat mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama peserta didik lain dalam satu lingkungan sekolah
(Irvan, 2019).

Penerapan pendidikan inklusif di Indonesia berawal dari kurangnya jumlah SLB


yang ada di seluruh wilayah. Di setiap daerah, kabupaten maupun kota sebaran SLB hanya
dalam jumlah hitungan satuan. Kondisi tersebut diperparah dengan letak SLB yang hanya

11
terfokus di pusat kota. Keadaan tersebut menjadi fakta yang ironis jika kita menilai bahwa
pemerintah memiliki program wajib belajar untuk setiap anak-anak di Indonesia.

Program wajib belajar menjadi terhalang dan tidak dapat tercapai jika hanya
difokuskan didaerah pusat. Oleh sebab itu, pemerintah kebali menerapkan sistem
sekolah terpadu dengan istilah baru yang sedang hangat di Eropa, yaitu pendidikan inklusif.
Adanya sekolah inklusi diharapkan dapat menjawab tuntutan wajib belajar bagi warga
negara, khususnya untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Pogram wajib belajar menjadi dapat menjadi bermutu terhadap layanan pendidikan
inklusif guru dapat memahami anak berkebutuhan khusus. Kurangnya pelatihan guru untuk
bekerja dengan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah menengah menjadi kendal
dalam pelaksana pendidikan inklusif. Bagi guru untuk dapat memahami anak berkebutuhan
khusus merupakan suat hal yang sulit dan bukan sebuah tugas yang mudah, baik secara
pribadi maupun profesional. Membutuhkan waktu yang banyak untuk pelatihan dan
penerapan praktis bagi guru untuk dapat memahami anak berkebutuhan khusus (Lutsan,
Struk, Bulgakova, Vertuhina, & Verbeshchuk, 2020).

Selain guru, orang tua juga berperan penting untuk menjadikan inklusi sebagai
layanan pendidikan yang bermutu. Orang tua harus bekerja sama dengan pihak sekolah
agar pendidikan inklusif tercapat dengan baik terhadap anak berkebutuhan khusus. Orang
tua tidak harus membebankan anaknya ke pihak sekolah. Memberikan pengetahuan sosial,
akademis dan perhatian kepada anak-anak juga termasuk hal yang sangat penting serta juga
harus dilakuka oleh orang tua. Pemahaman dan penerimaan terhadap anak-anak
berkebutuhan khusus oleh para guru, orang tua, dan masyarakat umum sangat diperluan,
bukan mengangap mereka sebagai anak-anak yang orang yang tidak setara, tidak
kompeten, tidak dapat berkontribusi dan tidak kreatif (Hanssen & Erina, 2021).

12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Inklusi sebagai proses yang berlangsung terus menerus untuk mencari dan
menemukan cara yang lebih baik dalam menanggapi keragaman. Tentang belajar
bagaimana caranya untuk hidup dengan perbedaan dan belajar bagaimana belajar
dari perbedaan (Hajar, 2017). Pendidikan inklusif bertujuan agar anak-anak bangsa
mendapatkan haknya di bidang pendidikan yang adil, bermutu, dan tanpa
diskriminasi. Inklusi adalah tentang kehadiran, partisipasi dan prestasi semua siswa.
(Inclusion is about the presence, participation and achievement of all students).
Inklusi sebagai pemberian perhatian khusus yaitu dapat lihat dari aspek
Seiring dengan kemajuan zaman, sudah banyak pembaharuan sistem strategi dan
kelembagaan yang melayani anak berkebutuhan khusus. Mutu pendidikan secara
umum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kurikulum, kualitas tenaga
pendidik, sarana-prasarana, dana, manajemen, lingkungan dan proses
pembelajaran. Di sini faktor tenaga pendidik (guru) memiliki peran yang sangat
besar dalam pencapaian kualitas pendidikan secara umum.

Segala hal seperti kurikulum, sarana dan prasarana, penyediaan maupun


peningkatan SDM tenaga pendidik, proses pembelajaran, evaluasi, dan sebagainya
tidak mengarah untuk pembelaan kepada masyarakat secara umum (tanpa kecuali).
Pendidikan inklusif mengikutsertakan semua peserta didik tanpa memandang status
apapun, termasuk karakteristik dan kondisi tertentu. Tujaun diterapkannya konsep sekolah
inklusi di Indonesia agar dapat mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar
bersama peserta didik lain dalam satu lingkungan sekolah (Irvan, 2019).

B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini pembaca mampu memperhatikan
perkembangan pendidikan dan hal-hal yang mendasari tentang perkembangan
pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya landasan hukum yang dijadikan
sebagai pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik formal maupun
nonformal, dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa.

13
LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS

Bagian makalah
-Kata Pengantar => Emmy
-Isi Bab 1 pendahuluan => Citra
-Isi Bab 3 penutup => Meyda
❖ Membuat PPT => Wahana Panjang Nugraha
❖ Moderator untuk kelompok Yang presentasi => Ni Wayan Karlina
❖ Menyusun makalah (mengecek kesalahan-kesalahan)) => Wahana Panjang
Nugraha
❖ Bagian Makalah
Kata Pengantar => Emmy Afifah Ramadhini
Isi Bab 1 Pendahuluan => Yulia Citra Chartika Sary
Isi Bab 2 Kajian Teori dan Dapus => Semua yang anggota kelompok 5
1. Inklusi sebagai sebuah proses => Meyda Aulia
2. Inklusi sebagai identifikasi dan penghilang hambatan =>Yulia Citra Chartika Sary
3. Inklusi sebagai kehadiran, partisipasi, berpestasi, dan penghargaan => Emmy Afifah
Ramadhini
4. Inklusi sebagai pemberian perhatian khusus => Ni Wayan Karlina
5. Inklusi sebagai upaya memprofesionalkan guru => Nor Irna Arliyati
6. Inklusi sebagai upaya mengembalikan Sekolah umum sesuai jalurnya => Nor Irna
Arliyati
7. Inklusi sebagai paradigma layanan pendidikan yang bermutu => Wahana Panjang
Nugraha
Isi Bab 3 Penutup => Meyda Aulia
❖ Presentasi => Semua yang anggota kelompok 5
❖ Penjawab pertanyaan diskusi => Semua yang anggota kelompok 5

14
DAFTAR PUSTAKA

Hajar, S., Mulyani MG.S.R. (2017). Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan
Dan Inklusi Dalam Pelayanan Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesh. 4 (2), 40.
Hanssen, N. B., & Erina, I. (2021). Parents’ Views on Inclusive Education for Children
with Special Educational Needs in Russia. European Journal of Special Needs
Education, 1-15.
Irvan, M. (2019). Implementasi Pendidikan Inklusif Sebagai Perubahan Paradigma
Pendidikan di Indonesia. Jurnal FKIP Unipa Surabaya, 15(27), 67-78.
Lutsan, N. I., Struk, A. V., Bulgakova, O. Y., Vertuhina, V. N., & Verbeshchuk, S. V.
(2020). The Transformative Changes of Inclusive Education in Ukraine. Journal
of Advanced Pharmacy Education & Research, 10 (4), 169-173.
Rahmanindita, Thea, Esperanza dan Titik Djumiarti. 2021.Intervensi Sosial dalam
Manajemen Pendidikan Inklusif Dinas Pendidikan Kebudayaan Kepemudaan
dan Olahraga Kabupaten Semarang. Jurnal Desentralisasi dan Kebijakan
Publik (JDKP).2(1).153-168.
Siswanto. (2019). Manajemen Pengembangan Kurikulum Sekolah Inklusi.
TADBIR : Jurnal Studi Manajemen Pendidikan vol. 3, no. 2. IAIN Curup –
Bengkulu | p-ISSN 2580-3581; e-ISSN 2580-5037
Sukadari, S. S. (2019). Model Pendidikan Inklusi Dalam Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kanwa Publishe.
Takdir., M., I. (2013), Pendidikan Inklusif .Jogjakarta: ArRuzz MediaPurwanta
(2002), Makalah disampaikan dalam Temu Ilmiah PLB Tingkat Nasional
Yuwono, I., Utomo H. (2021). Pendidikan Inklusi. Yogyakarta : Deepublish CV
Budi Utama.

15

Anda mungkin juga menyukai