Anda di halaman 1dari 21

ALUR PEMBAGIAN WARIS

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fikih Mawaris

Di Susun Oleh :
Kelompok VIII
Ali Muda Lubis 2120100298
Imam Ritonga 2120100254
Rian Tanu Raja 2120100326

Dosen Pengampu:
Anwar Habibi MA. Hk

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY


FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KEGURUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan kita beribu
nikmat diantanya nikmat sehat dan sempat sehingga kami masih dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu demi memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fikih
Mawaris.

Dan ucapan terimakasih kepada dosen pengampu yaitu Bapak Anwar Habibi, MA. Hk
Yang telah memberikan arahan dan Amanah untuk Menyusun makalah ini Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu segala yang
berkaitan dengan penyelesaian makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan dan
memaparkan pembahasan mengenai ALUR PEMBAGIAN WARIS.

Kami menyadari bahwasnya dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan ilmu sebagai penyusun. Oleh sebab itu kami mengharapkan
adanya kritikan, saran, dan tanggapan dari berbagai pihak demi perbaikan makalah untuk
kedepannya. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan sedikit
banyaknya dapat menambah wawasan kita semua.

Padang sidimpuan, 25 Mei 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
A. Waktu atau alur pembagian harta waris .................................................................. 2
B. kesepakatan pembagian harta warisan .................................................................... 6
C. Orang yang membagi harta warisan ....................................................................... 8
D. Hukum pembagian harta waris ............................................................................... 10
E. Proses pembagian harta waris ................................................................................. 11

BAB III

PENUTUP .......................................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal
utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan hal
terpenting yang harus mampu dijalankan. Kesepakatan dalam musyawarah merupakan suatu
nilai dasar kebersamaan dalam kehidupan keluarga yang harus dikedepankan. Kebersamaan
tanpa harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan
merupakan hal terpenting, karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan
seharusnya mampu menjadi pijakan tanpa harus mengedepankan ego dan kepentingan masing-
masing pihak.

Secara sederhana pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal warisan yang pada
waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Sedangkan ahli
waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan
pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris. Pengertian warisan
sendiri adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup.

B. Rumusan Masalah
A. Kapan waktu pembagian harta waris dilaksanakan?
B. Bagaimana kesepakatan pembagian harta waris?
C. Siapa saja yang membagi harta waris?
D. Apa hukum pembagian harta waris?
E. Bagaimana proses pembagian harta waris?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kapan waktu pembagian harta waris
2. Untuk mengetahui kesepakatan pembagian harta waris
3. Untuk mengetahui siapa saja yang membagi harta waris
4. Untuk mengetahui hukum pembagian harta waris
5. Untuk mengetahui proses pembagian harta waris

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Waktu Atau Alur Pembagian Waris

Harta peninggalan, sesudah diselesaikan hak-hak yang wajib didahulukan dibagi kepada
waris yang ada menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara. Apabila yang
meninggal hanya meninggalkan seorang pewaris, maka peninggalannya tidak perlu dibagi,
karena waris yang seseorang itu mengambil semua harta peninggalan atau yang mengambil
sisa sisa sesudah diambil keperluan tajhiz, membayar hutang dan melaksanakan wasiat dalam
batas yang dibenarkan. Tetapi apabila pewaris lebih dari seorang, maka perlulah di bagi harta
peninggalan diantara para waris menurut kadar bagian mereka masing-masing yang telah di
tetapkan syara’.1

Dalam mengerjakan pembagian harta warisan menurut hukum waris islam, pertama sekali
yang penting diketahui adalah sistematika penyelesainnya dengan kata lain ada tahapan-
tahapan yang harus kita lalui apabila tahapan-tahapan ini kita lalui dengan benar maka
bagimanapun rumitnya persoalan warisan yang dihadapi, dengan mudah kerumitan itu akan
dapat diselesaikan. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui tersebut adalah sebagai berikut:

Tahap I = Penentuan ahli waris

Tahap II = Masalah hijab/dinding mendinding

Tahap III = Menentukan ashabah

Tahap IV = Menentukan porsi atau furudhul muaqaddarah (ketentuan bagian masing-


masing)

Tahap V = Mengerjakan pembagian

Apabila tahapan-tahapan ini diikuti dan dilaksanakan secara benar, maka hasilnyapun akan
benar,sekaligus akan sangat membantu untuk mempermudah penyelesaian kasus, dan tidak
kalah pentingnya (sebagaimana di ungkapkan diatas) menghindari kesalahan sedikit
mungkin.2

1
Tengku Mahmud Hasbi AshShiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: 1987), hlm. 51
2
Suharwadi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Hukum waris islam (cet II Jakarta: 2008) hlm. 76-77

2
Dalam alquran telah dijelaskan pokok -pokok kewarisan dan hak-hak ahli waris menurut
bagian yang tertentu.walaupun ungkapan dan gaya Bahasa yang digunakan allah swt .dalam
alquraqn untuk menjelaskan hukum nya adalah dalam bentuk berita, namun ditinjau dari segi
bahwa ketentuan allah bersifat normatif,maka adalah keharusan ahli waris atau orang lain yang
ikut menyelelesaikan pembagian warisan untuk mengikuti norma yang telah ditetapkan allah
disebut.

Setelah kewajibann terhadap harta yang ditinggalkan telah dilaksanakan sebagaimana


dijelaskan sebelum ini dan ternyata masih ada harta yang tersisa,maka harta yang tersisa itu
menjadi hak penuh bagi ahli waris.

Sebelum langsung membagikan harta warisan untuk ahli waris masih ada suatu tindakan
suka rela dari pihak yang memiliki penuh harta tersebut, yaitu memberi ala kadarnya kepada
pihak-pihak yang tidak berhak atas hartita itu secara kewarisan. Tindakan yang sukarela itu
dijelaskan Alah SWT. Dalam surah An-Nisa ayat 8 yang bunyinya:

ْ َ‫ض َر ْال ِق ْس َمةَ اُولُوا ْالقُ ْر ٰبى َو ْال َي ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكيْنُ ف‬
ُ‫ار ُزقُ ْو ُه ْم ِ ّم ْنه‬ َ ‫َواِذَا َح‬

Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya)

Ahli tafsir berselisih pendapat jika ayat 8 tersebut dihubungkan kepada ayat yang
dinyatakan bahwa harta warisan itu adalah hak ahli waris.sebagian ahli tafsir berpendapat
bahwa ayat 8 itu tidak berlaku lagi dengan telah adanya ayat 11 surah an-nisa.pendapat ini
dipegang oleh Sa’id bin musayyab malik,ikrima dan al-dahaq.ahli tafsir lain berpendapat
bahwa ayat 8 surah an-nisa itu masih berlaku disamping ayat 11.

‫س ۤا ًء فَ ْوقَ اثْنَتَي ِْن فَلَ ُه ﱠن ثُلُثَا َما ت ََركَ ۚ َوا ِْن‬ ّ ِ ‫ص ْي ُك ُم ﱣ ُ فِ ْٓي اَ ْو َﻻ ِد ُك ْم ِللذﱠك َِر ِمثْ ُل َح‬
َ ِ‫ظ ْاﻻُ ْنثَيَي ِْن ۚ فَا ِْن ُك ﱠن ن‬ ِ ‫ي ُْو‬

ٗ‫ُس ِم ﱠما ت ََركَ ا ِْن َكانَ لَهٗ َولَدٌ ۚ فَا ِْن لﱠ ْم يَ ُك ْن لﱠه‬ ‫اح ٍد ِ ّم ْن ُه َما ال ﱡ‬
ُ ‫سد‬ ِ ‫ف ۗ َو ِﻻَبَ َو ْي ِه ِلكُ ِّل َو‬ ْ ّ‫احدَة ً فَلَ َها ال ِن‬
ُ ‫ص‬ ْ ‫كَان‬
ِ ‫َت َو‬

‫ص ْي بِ َها ٓ ا َ ْو دَي ٍْن ۗ ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم‬ ِ ‫ُس ِم ۢ ْن بَ ْع ِد َو‬


ِ ‫صيﱠ ٍة ي ْﱡو‬ ُ ُ‫َولَدٌ ﱠو َو ِرثَهٗ ٓ اَبَ ٰوهُ فَ ِﻼُ ِ ّم ِه الثﱡل‬
‫ث ۚ فَا ِْن َكانَ لَهٗ ٓ ا ِْخ َوة ٌ فَ ِﻼُ ِ ّم ِه ال ﱡ‬
ُ ‫سد‬

َ َ‫ضةً ِ ّمنَ ﱣ ِ ۗ ا ﱠِن ﱣ َ َكان‬


‫ع ِل ْي ًما َح ِك ْي ًما‬ ُ ‫َواَ ْبن َۤا ُؤ ُك ۚ ْم َﻻ تَد ُْر ْونَ اَيﱡ ُه ْم اَ ْق َر‬
َ ‫ب َلكُ ْم نَ ْفعًا ۗ فَ ِر ْي‬

3
Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-
anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka
bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu
seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-
bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang
meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Setelah menghadapi setumpuk harta yang akan di bagikan kepada ahli waris, baik secara
fisik maupun secara perhitungan ,maka usaha selanjutnya adalah sebagai berikut nya :

1. memperinci harta yang berinilai dan memperhitungkan dalam bentuk angka -angka
yang dapat di bagi -bagi. keseluruhan nya ditaksir dalam bentuk uang dan angka ,baik
yang bergerak baik harta itu banyak atau sedikit
2. menulusuri secara pasti orang orang yang bertalian kerabat dan perkawinan dengan
pewaris,baik yang ada di tempat atau tidak dan meneliti hal hal sebagai berikut :
a. Kepastian hubungan nya dengan pewaris dengan menggunakan segala cara
yang memungkinkan.seperti apakah memang ia dilahirkan oleh ibu itu atau
tidak ;apakah memang terjadi perkawinan diantara kedua nya atau tidak ;apakah
kelahiran anak tersebut sebagai akibat dari perkawinan itu atau tidak ;
b. Kepastian syarat ditentukan seperti ;apakah pada saat kematian pewaris ia telah
nyata hidupnya .bagi pasangan suami istri bagi pasangan suami atau istri yang
ditinggalkan,saat kematian itu apakah masih terikat dalam perkawian atau tidak
bagi yabng bercerai,apakah waktu terjadinya kematian itu masih berada dalam
iddah talak raj’iatau tidak
c. Kepastian tidak adanya halangan seperti kesamaan agama antara pewaris
dengan ahli waris ;dan bahwa kematian nya bukan yang disebabkan ahli waris

4
d. Jarak hubugan kekerabatan nya dengan pewaris untuk mengetahui apakah ia di
ijab secara ijab hirman oleh ahli waris yang ada Bersama nya

3. memilih-milih ahli orang -orang yanhg secara pasti berhak menerima warisan atau
bagian yang di tentukan atau dzaul furudh atau ahli waris yang bagian nya masih
bersifat terbuka alias ashabah atau hanya sekedar dzaul arham .

Selanjutnyta berlakulah Langkah pembagian sebagai berikut:

1. Ahli waris yang berhak ntuk didahulukan baginya ialah ahli waris zul furudh, karena
orang yang berhak dan baginya telah dijelaskan allah swt. Dalam al-qur’an atau hadis
nabi. Hal ini juga sesuai dengan sabda nabi dalam hadis yang di riwayatkan oleh
bukhari dan muslim dari ibnu abbas, yang memerintahkan untuk memberikan harta
kepada zul furudh yang disebutkan dalam al-qu’an terlebih dahulu dan kelebihannya
diberikan untuk kerabat laki-laki melalui laki-laki.

Atas dasar hadis nabi tersebut maka keharusan yang pertama adalah membagikan harta
warisan untuk orang yang sudah pasti haknya itu. Dalam contoh ahli waris adalah dua orang
anak perempuan, ayah dan ibu maka bagian masing-masing adalah sebagai berikut:

 Untuk duan orang anak perempuan 2/3=4/6


 Untuk ayah (karena ada anak) 1/6=1/6
 Untuk ibu (karena ada anak) 1/6=1/6
 Jumlah : 6/6
2. Bila harta tidak terbagi habis diantara ahli zul furudh sedaangkan ahli waris yang tidak
mempunyai bagian tertentunada yang berhak atas sisa hart aitu, maka kelebihan harta
itu diberikan kepada ahli waris yang berhak atas sisa hart aitu secara pembagian yang
bersifat terbuka. Oleh golongan ahlu sunnah ahli waris sisa harta itu di sebut ahli waris
ashabah dan dikalangan ulama syi’ah ahli waris sisa hart aitu dinamai ahli waris
kerabat rincian ahli waris ashabah dan ahli waris kerabat, hak mereka dan cara
pembagiannya telah dijelaskan dalam pasal sebelumnya.

Contoh: ahli waris yang ada terdiri dari ibu, istri, anak peremuan, dan saudara kandung
laki-laki, maka bagian masing-masing adalah sebagai berikut:

 Untuk ibu 1/6=4/24 (karena ada anak )


 Untuk istri 1/8=3/24(karena ada anak)

5
 Untuk anak perempuan 1/2 =12/24
 Jumlah : 19/24
 Sisanya sebanyak 24/24 – 19/24 = 5/24 adalah untuk saudara.

Dalam contoh ahli waris adalah istri, nenek, satu orang anak perempuan dan tiga orang anak
laki laki, maka bagian masing-masing adalash sebagai berikut

 Untuk suami 1/4 = 3/12 (karena ada anak)


 Untuk nenek 1/6 = 2/12
 Jumlah: 5/12
 Sisa harta yaitu 7/12 untuk anak-anak
 Untuk satu anak perempuan 1/7 x 7/12 = 1/12
 Untuk satu anak laki- laki 2/7 x 7/12 = 2/12

Dalam contoh ahli waris adalah dua orang anak perempuan dan suami, maka hak masing-
masing menurut ulama ahlu sunnah adalah sebagai berikut.

 Untuk suami 1/4 = 3/12 (karena ada anak)


 Untuk 2 anak 2/3 = 8/12
 Untuk 1 anak 1/2 x 8/12 = 4/12 =1/3
 Jumlah 11/ 12

Sisa harta tidak terbagi karena tidak ada ahli waris ashabah.3

Dalam mengerjakan pembagian harta warisan menurut hukum waris islam, pertama sekali
yang penting diketahui adalah sistematika penyelesainnya dengan kata lain ada tahapan-
tahapan yang harus kita lalui apabila tahapan-tahapan ini kita lalui dengan benar maka
bagimanapun rumitnya persoalan warisan yang dihadapi, dengan mudah kerumitan itu akan
dapat diselesaikan.

B. Kesepakatan Pembagian Warisan

Secara umum dapat dikemukakan bahwa jumlah keseluruhan ahli waris itu ada 25 yang
terdiri dari:

a. 15 kelompok laki-laki

3
Prof. Dr. Amir Syarifuddin Hukum Kewarisan Islam (cet 1 Jakarta: kencana, 2004) hlm. 287-297

6
b. 10 kelompok dari perempuan

Dikatakan secara umum, karena diluar yang 25 bukanlah person (individu) melainkan
struktur keluarga dari si mayit (pewaris).

Adapun kelompok dari laki-laki yaitu:

1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki)
3. Bapak
4. Kakek
5. Saudara laki-laki kandung si mayit
6. Saudara laki-laki se ayah saja
7. Saudara laki-laki se ibu saja
8. Anak laki-laki dari dari sudara laki-laki kandung
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se ayah
10. Saudara laki-laki bapak (dari bapak) yang se ibu sebapak sekandung
11. Saudara laki-laki bapak (dari bapak) yang se bapak saja
12. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang se ibu se bapak (anak laki-laki dari
nomor 10)
13. Anak laki-laki dari sadara laki-laki bapak yang se bapak (anak dari nomor 11)
14. Suami (apabila yang meninggal tersebut seorang perempuan yang bersuami)
15. Laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan

Adapun kelompok dari pereempuan yaitu:

1. Anak perempuan (saudara kandung dari nomor 1)


2. Cucu perempuan dari anak laki-laki (anak perempuan dari nomor 1 atau saudara
kandung dari nomor 2)
3. Ibu
4. Nenek (ibu dari ibu)
5. Nenek (ibu dari bapak)
6. Saudara perempuan yang se ibu se bapak/kandung (saudara perempuan kandung dari
nomor 5)
7. Saudara perempuan yang se bapak saja (saudara perempuan kandung dari nomor 6)
8. Saudara perempuan se ibu saja (saudara perempuan kandung dari nomor 7)
9. Istri

7
10. Perempuan yang memerdekakan si mayit dari perbudakan.4

Adapun mereka yang terbagung dalam ahli waris ashobah ini ialah:

1. Anak laki-laki
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara laki-laki seibu seayah
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
9. Paman seibu seayah (saudara kandung seayah)
10. Paman seayah
11. Anak laki-laki seibu seayah
12. Anak laki-laki dari paman seayah
13. Anak perempuan
14. Anak perempuan dari anak laki-laki
15. Saudara perempuan seayah seibu
16. Saudara perempuan seayah
17. Saudara perempuan sekandung Bersama dengan anak perempuan sekandung
18. Saudara perempuan seayah Bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan
dari anak laki-laki
19. Orang yang memerdekakaknbaik laki-laki maupun perempuan (ashobah sababiyah).5
C. Orang yang membagi warisan

Pembagian harta warisan sebelum pewaris meninggal sudah menjadi bagian dari
kebiasaan yang senantiasa hidup dalam kehidupan masyarakat. Proses pembagiannya yakni
orang tua melakukan musyawarah bersama keluarga serta para calon ahli waris untuk dilakukan
pembagian dan menentukan bagian-bagian yang akan menjadi hak ahli waris. Pada dasarnya
hukum cara pembagian waris sudah diatur dalam syariat Islam baik itu pembagian harta hibah,
sedekah dan warisan.

4
Suharwadi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Hukum waris islam (cet II Jakarta: 2008) hlm.82-84
5
Drs. H. Rusman Hasibuan, Ilmu Faraid Menurut Syariat Islam (cet I Padangsidimpuan 2022) hlm.
24-25

8
Adapun mekanisme Pembagian Warisan oleh Pewaris kepada ahli Waris sebelum pewaris
meninggal sebagai berikut:

1. Pewaris (orang tua) memberikan wasiat atau amanat kepada ahli waris tentang harta
yang akan dibagikan. Proses ini dilakukan ketika ahli waris sudah berumur dewasa dan
mampu memahami tentang harta warisan. Penyampaian wasiat lebih cenderung
disampaikan kepada kepada ahli waris tertua. Karena dalam proses Pembagian Warisan
oleh Pewaris kepada ahli Waris sebelum pewaris meninggal apabila pewaris meninggal
dunia maka yang akan menyampaikan amanat tentang warisan tersebut kepada ahli
waris yang lain.
2. Berdamai ketika pembagian sebelum pewaris meninggal, yang mana sesuai dengan
wasiat dari pewaris ketika masih hidup ataupun tanpa adanya wasiat dari pewaris, para
ahli waris diharuskan ketika pembagian warisan berupa harta untuk selalu
mengedepankan dalam menghindari konflik terhadap sesame ahli waris atau penerima
harta.
3. Melakukan perdamaian secara musyawarah dan mufakat didalam pembagian warisan
ketika orang tua atau pewaris masih hidup. Pembagian Warisan oleh Pewaris kepada
ahli Waris sebelum pewaris meningga bertujuan untuk menghilangkan konflik antara
para ahli waris, karena pembagian warisan seperti ini dilakukan oleh pewaris atau orang
tua itu sendiri mampu menghilangkan dan meminimalisir terjadinya perselisihan antara
para ahli waris.
4. Setelah pembagian dilakukan, lebih lanjut pewaris akan menyampaikan bahwa
penguasaan harta benda tersebut sejak saat tertentu akan beralih dari orang tua kepada
penguasaan anak-anaknya sebagai ahli waris. Dengan kata lain warisan baru bisa di
miliki oleh ahli waris pada saat ahli waris sudah menikah dan bisa mengelola harta
warisan yang sudah ditentukan tersebut. Dengan demikian orang tua tersebut tidak lagi
memiliki harta benda apapun. Akan tetapi semua kebutuhan yang diperlukan oleh orang
tua sebagai pewaris wajib ditanggung oleh secara bersama oleh anak-anaknya selaku
ahli waris yang telah menerima harta warisan tersebut baik hutang piutang maupun
kebutuhan pokok lainnya. Ketika harta sudah dibagiakan maka orang tua akan tinggal
bersama dengan salah satu anaknya. Selain kewajiban tersebut, ahli waris memiliki

9
kewajiban sebagaimana telah diatur dalam hukum Islam yaitu segala yang berkaitan
dengan pengurusan jenazah, ta’ziah dan lainnya kelak.6

D. Hukum Pembagian Warisan

Bagi setiap pribadi muslim adalah merupakan kewajiban untuk melaksanakan kaidah-
kaidah atau peraturan-peraturan hukum islam yang dtunjuk oleh peraturan-peraturan yang jelas
(nash-nash yang sharih). Selama peraturan tersebut ditunjukkan oleh peraturan oleh peraturan
atau ketentuan lain yang menyebutkan ketidakwajibannya,maksud nya setiap ketentuan hukum
agama islam wajib dilaksanakan selama tidak ada ketentuan lain (yang datang kemudian
sesudah ketentuan terdahulu) yang menyatakan ketentuan terdahulu tidak wajib.

Demikian hal nya mengenai hukum faraidh, tidak ada satu ketentuan pun (nash) yang
menyatakan bahwan membagi harta warisan menurut ketentuan faraidh itu tidak wajib . bahkan
sebaliknya di dalam surah annisa ayat 13 dan 14 allah swt menetapkan :

‫ي ِم ْن تَحْ تِ َها ْاﻻَ ْنهٰ ُر ٰخ ِل ِديْنَ ِف ْي َها ۗ َو ٰذلِكَ ْالف َْو ُز ْالعَ ِظ ْي ُم‬ ٍ ‫س ْولَهٗ يُد ِْخ ْلهُ َجنﱣ‬
ْ ‫ت تَجْ ِر‬ ُ ‫ِت ْلكَ ُحد ُْودُ ﱣ ِ ۗ َو َم ْن ي ِﱡط ِع ﱣ َ َو َر‬

Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.

َ ٗ‫َارا خَا ِلدًا فِ ْي َه ۖا َولَه‬


‫عذَابٌ ﱡم ِهي ٌْن‬ ً ‫س ْولَهٗ َويَتَعَدﱠ ُحد ُْودَ ٗه يُد ِْخ ْلهُ ن‬ ِ ‫َو َم ْن يﱠ ْع‬
ُ ‫ص ﱣ َ َو َر‬

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-
Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia
akan mendapat azab yang menghinakan.

6
M. Hum, Jainuddin, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN; TELAAH PEMBAGIAN WARISAN OLEH
PEWARIS KEPADA AHLI WARIS SEBELUM PEWARIS MENINGGAL PADA MASYARAKAT BIMA” vol. 4. No.
2. Maret 2020

10
Namun demikian ,ada Sebagian pendapat yang mengemukakan bahwa pembagian harta
warisan boleh tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan pembagian yang terdapat dalam
alquran Yang mana pembagian nya dapat dilaksanakan dengan jalan musyawarah diantara
keluarga.

Pendapat diatas sebenarnya didasarkan kepada pemahaman tentang sifat -sifat hukum ,yang
terdiri Dari :

1. Hukum yang memaksa


2. Hukum yang mengatur

Disebut sebagai hukum yang memaksa apabila ketentuan hukum yang ada
dikesampingkan, maksudnya tidak bisa tidak perintah atau larangan hukum tersebut harus di
perbuat (dalam hukum ,berbuat dapat berarti berbuat sesuatu dan dapat pula tidak berbuat
sesuatu)dan seandai nya tidak di perbuat maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melanggar hukum .

Adapun hukuman yang mengatur, yaitu teks hukum yang ada dapat dikesampingkan (tidak
dipedomani) seandainya para pihak berkeinginan lain (sesuai kesepakatan atau musyawarah
diantara mereka ),dan kalaupun tidak dilaksanakan ketentuan hukum yang ada,perbuatan
tersebut tidak di kategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum ,sebab sifatnya hanya
mengatur.7

E. PROSES PEMBAGIAN WARIS

Harta peninggalan, sesudah diselesaikan hak -hak yang wajib didahulukan dibagi kepeda
waris yang ada menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’. Apabila orang yang
meninggal hanya meninggalkan seorang waris , maka harta peniggalannya tidak perlu dibagi ,
karna waris yang seorang itu mengambil semua harta peninggalan atau mengambil sisa sesudah
diambil keperluan tajhiz ,membayar hutang dan melaksanakan wasiat dalam batas yang
dibenarkan . tetapi apabila para waris lebih dari seorang. maka perlulah dibagi harta
peninggalan diantara para waris menurut kadar bagian mereka masing masing yang telah di
tetapkan syara’. Berikut pembagian kadar bagian yang harus diterima tiap individu, yaitu:

7
Suharwadi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Hukum waris islam (cet II Jakarta: 2008) hlm. 3-5

11
a. Jika setengah (1/2) yang berasal dari tipe pertama bercampur dengan tipe kedua , baik
seluruhnya maupun Sebagian nya , maka pokok masalah nya adalah 6
b. Jika seperempat (1/4) yang berasal dari tipe pertama berampur dengan tipe kedua ,baik
seluruhnya maupun Sebagian nya , maka pokok masalah nya :12
c. Jika seperdelapan (1/8) yang berasal dari tipe pertama bercampur dengan tipe kedua ,
baik seluruh nya maupun Sebagian nya ,maka pokok masalah nya 24.
1. Jika seorang perempuan wafat dan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari suami,
ibu, saudara laki-laki seibu dan paman ( saudara laki-laki ayah) sekandung. Perhatikan
tabel berikut:

Ahli Waris Bagian 6 Keterangan


Suami 1/2 3 Fardh karena tidak
ada anak
Ibu 1/3 2 Fardh karena tidak
ada anak dan
beberapa saudara
Saudara laki-laki 1/6 1 Fardh karena tiada
seibu anak & ayah
Paman Ashabah _ Nihil, karena harta
habis terbagi

Kita perhatiakan pada contoh ini, bahwa 1/2 yang merupakan tipe pertama telah bercampur
dengan 1/3 dan 1/6 yang merupakan tipe kedua. Berdasarrkan kaidah diatas, maka pokok
masalahnya adalah 6 yang berasal dari perkalian 2 x 3 yang merupakan penyebut dari bagian
suami 1/2 dan bagian ibu 1/3.8

Berikut beberapa kasus yang bisa kami tampilkan tentang bagaimana pembagian warisan,
diantanranya :

1. Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris: janda, 1 orang anak
laki-laki, ayah dan ibu. Pewaris mempunyai harta peninggalan sebesar 75 juta. Biaya
pengurusan jenazah 1 juta, biaya perawatan selama sakit sebesar 14 juta.

8
Prof. Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, (cet I Jakarta:
2005), hlm. 169

12
Perhitungannya:
Ahli waris : janda, 1 anak laki-laki, ayah, ibu;
Harta peninggalan : 75 juta
Biaya-biaya : biaya jenazah 1 juta + biaya rumah sakit 14 juta = 15 juta
Harta waris : 75 juta – 15 juta = 60 juta

Janda : 1/8 x 60 juta = 7,5 juta


Ayah : 1/6 x 60 juta = 10 juta
Ibu : 1/6 x 60 juta = 10 juta
Anak laki-laki : ashobah (sisa) = 60 juta – (7,5 + 10 + 10) = 32,5 juta

2. Seorang laki-laki meninggal, ahli waris adalah janda, 2 anak perempuan, ayah dan ibu.
Pewaris memiliki utang 5 juta, biaya penguburan jenazah 1 juta, biaya rumah sakit 4 juta. Si
pewaris meninggalkan harta bawaan berupa sepeda motor seharga 10 juta dan harta bersama
sebesar 100 juta.

Ahli waris : janda, ayah, ibu, 2 anak perempuan


Harta peninggalan : harta bawaan + ½ harta bersama = 10 juta + 50 juta = 60 juta
Biaya-biaya : pengurusan jenazah + rumah sakit + hutang
: 1 juta + 4 juta + 5 juta= 10 juta
Harta Waris : 60 juta – 10 juta = 50 juta

Ahli waris Bagian AM = 24 Perhitungan Jumlah harta yg diperoleh


Janda 1/8 3 3/27 x 50 juta 5.555.556
Ayah 1/6 4 4/27 x 50 juta 7.407.407
Ibu 1/6 4 4/27 x 50 juta 7.407.407
Dua anak 2/3 16 16/27 x 50 juta
perempuan 29.629.630
Jumlah Bagian 27 (aul)

Dalam pembagian harta tersebut ternyata bilangan pembagi atau Ashal Masalah (AM) =24
lebih kecil daripada jumlah bagian pewaris (27). Peristiwa ini disebut Aul.

3. Seorang laki-laki meninggal dunia dengan ahli waris janda, 3 anak laki-laki dan 5 anak
perempuan, dan Ibu. Si pewaris mempunyai harta bersama sebesar 500 juta, biaya perawatan
rumah sakit selama sakit sebesar 40 juta, biaya pengurusan jenazah 5 juta, dan hutang sebesar
25 juta. Ternyata sebelum menikah pewaris telah memiliki rumah yang sebelumnya
dikontrakkan yang kemudian dilelang dan laku dengan harga 220juta. Biaya lelang dan komisi
sebesar 15 juta.
Perhitungannya:
Ahli waris : Janda, Ibu, 3 anak laki-laki dan 5 anak perempuan
Harta peninggalan : harta bawaan + ½ harta bersama
: 220 juta + 250 juta = 470 juta

13
Biaya-biaya : rumah sakit+ pengurusan jenazah + hutang + biaya lelang & komisi
: 40 juta + 5 juta + 25 juta + 15 juta = 85 juta
Harta waris : 470 juta – 85 juta = 385 juta

Ahli waris Bagian AM = 24 Perhitungan Jumlah harta yg


diperoleh
Janda 1/8 3 3/24 x 385 juta 48.500.000
Ibu 1/6 4 4/24 x 385 juta 64.166.667
3 laki-laki & 5 Ashobah 17/24 4/27 x 385 juta
perempuan 272.708.333

Pembagian 1 anak laki = 2 anak perempuan, sehingga dalam kasus ini ashobah dibagi menjadi
5 bagian + (3 x 2) bagian = 11 bagian

Bagian tiap anak perempuan = 1/11 x 272.708.333 = 24.791.667


Bagian tiap anak laki-laki = 2/11 x 272.708.333 = 49.583.333

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam mengerjakan pembagian harta warisan menurut hukum waris islam, pertama sekali
yang penting diketahui adalah sistematika penyelesainnya dengan kata lain ada tahapan-
tahapan yang harus kita lalui apabila tahapan-tahapan ini kita lalui dengan benar maka
bagimanapun rumitnya persoalan warisan yang dihadapi, dengan demikian kerumitan itu akan
dapat diselesaikan.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa jumlah keseluruhan ahli waris itu ada 25 yang terdiri
dari:

c. 15 kelompok laki-laki
d. 10 kelompok dari perempuan

Dikatakan secara umum, karena diluar yang 25 bukanlah person (individu) melainkan
struktur keluarga dari si mayit (pewaris).

Adapun kelompok dari laki-laki, diantaranya: anak laki-laki, cucu laki-laki (anak laki-laki
dari anak laki-laki), bapak, Kakek, Saudara laki-laki kandung si mayit, Saudara laki-laki se
ayah saja, Saudara laki-laki se ibu saja , Anak laki-laki dari dari sudara laki-laki kandung, Anak
laki-laki dari saudara laki-laki se ayah, Saudara laki-laki bapak (dari bapak) yang se ibu
sebapak sekandung, Saudara laki-laki bapak (dari bapak) yang se bapak saja, Anak laki-laki
dari saudara laki-laki bapak yang se ibu se bapak, anak laki-laki dari sadara laki-laki bapak
yang se bapak (anak dari nomor 11), suami (apabila yang meninggal tersebut seorang
perempuan yang bersuami), laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan.

Adapun kelompok dari pereempuan yaitu:

Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu, Nenek (ibu dari ibu), Nenek
(ibu dari bapak), Saudara perempuan yang se ibu se bapak/kandung, Saudara perempuan
yang se bapak saja , Saudara perempuan se ibu saja, Istri, Perempuan yang
memerdekakan si mayit dari perbudakan.9

9
Suharwadi K. Lubis dan Komis Simanjuntak. Hukum waris islam (cet II Jakarta: 2008) hlm.82-84

15
Adapun mereka yang terbagung dalam ahli waris ashobah ini ialah: Anak laki-laki, Anak
laki-laki dari anak laki-laki, Ayah, Kakek, Saudara laki-laki seibu seayah, Saudara laki-laki
seayah, Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu, Anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah, Paman seibu seayah (saudara kandung seayah), Paman seayah, Anak laki-laki seibu
seayah, Anak laki-laki dari paman seayah, Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-
laki, Saudara perempuan seayah seibu, Saudara perempuan seayah, Saudara perempuan
sekandung Bersama dengan anak perempuan sekandung, Saudara perempuan seayah Bersama
dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki, Orang yang
memerdekakaknbaik laki-laki maupun perempuan (ashobah sababiyah).

Pembagian harta warisan sebelum pewaris meninggal sudah menjadi bagian dari kebiasaan
yang senantiasa hidup dalam kehidupan masyarakat. Proses pembagiannya yakni orang tua
melakukan musyawarah bersama keluarga serta para calon ahli waris untuk dilakukan
pembagian dan menentukan bagian-bagian yang akan menjadi hak ahli waris. Pada dasarnya
hukum cara pembagian waris sudah diatur dalam syariat Islam baik itu pembagian harta hibah,
sedekah dan warisan.

Dalam hukum pembagian harta warisan ini ada dua hukum yang mepengaruhi dari
pembagian harta warisan ini, diantaranya hukum yang memaksa dan hukum yang mengatur.
Disebut sebagai hukum yang memaksa apabila ketentuan hukum yang ada dikesampingkan,
maksudnya tidak bisa tidak perintah atau larangan hukum tersebut harus di perbuat (dalam
hukum ,berbuat dapat berarti berbuat sesuatu dan dapat pula tidak berbuat sesuatu) dan seandai
nya tidak di perbuat maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum .Adapun
hukuman yang mengatur, yaitu teks hukum yang ada dapat dikesampingkan (tidak dipedomani)
seandainya para pihak berkeinginan lain (sesuai kesepakatan atau musyawarah diantara
mereka), dan kalaupun tidak dilaksanakan ketentuan hukum yang ada,perbuatan tersebut tidak
di kategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum ,sebab sifatnya hanya mengatur.

Harta peninggalan, sesudah diselesaikan hak -hak yang wajib didahulukan dibagi kepeda
waris yang ada menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’. Apabila orang yang
meninggal hanya meninggalkan seorang waris , maka harta peniggalannya tidak perlu dibagi ,
karna waris yang seorang itu mengambil semua harta peninggalan atau mengambil sisa sesudah
diambil keperluan tajhiz ,membayar hutang dan melaksanakan wasiat dalam batas yang
dibenarkan. Tetapi apabila para waris lebih dari seorang. maka perlulah dibagi harta

16
peninggalan diantara para waris menurut kadar bagian mereka masing masing yang telah di
tetapkan syara’.

B. Saran

Dalam pembagian harta warisan ini sebaiknya ada hal yang telah diatur oleh orang yang
akan meninggalkan harta warisan, dan menyewa orang yang mengerti hukum atau orang dari
advokat islam untuk membantu pembagian harta warisan ini supaya dalam pembagian harta
warisan ini tidak ada yang namanya kecurangan oleh beberapa pihak.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Syarifuddin Amir Hukum Kewarisan Islam Cet 1 Jakarta: kencana, 2004.

Prof. Ali Al-Sabouni Muhammda, Hukum Kewarisan Menurut Al-Qur’an dan Sunnah,
Cet I Jakarta: 2005.

M. Jainuddin, Hum, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN; TELAAH PEMBAGIAN


WARISAN OLEH PEWARIS KEPADA AHLI WARIS SEBELUM PEWARIS MENINGGAL
PADA MASYARAKAT BIMA” vol. 4. No. 2. Maret 2020

Drs. H. Rusman Hasibuan, Ilmu Faraid Menurut Syariat Islam Cet I Padangsidimpuan
2022

K. Suharwadi. Lubis dan Komis Simanjuntak. Hukum waris islam Cet II Jakarta: 2008

Muhammad Tengku Hasbi AshShiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: 1987

18

Anda mungkin juga menyukai