Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“SISTEM POLITIK INDONESIA”

Disusun Oleh :
1. Muhammad faishal amjad (118100071)
2. Bagus kurniawan (118100107)
3. Laelatul muanaqoh (118100099)
4. Devie listiani (118100013)
5. Donianto (118100147)
6. Ahmad rifai (113100068)

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ILMU KOMUNIKASI

CIREBON

2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya yang
telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa Ridho-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam yang tercurah limpahkan
kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
makalah sebagai tugas kelompok dari Mata Kuliah Sistem politik Indonesia dengan
judul “SISTEM POLITIK INDONESIA”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Cirebon, 25 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem politik indonesia ........................................................................ 2
2.2 Sistem politik pra kolonial .................................................................... 4
2.3 Sistem politik kolonial .......................................................................... 5
2.4 Sistem politik demokrasi liberal……………………………………….5
2.5 Sistem politik demokrasi terpimpin……………………………………7
2.6 Sistem politik orde baru………………………………………………..10
2.7 Sistem politik reformasi………………………………………………..12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 16
3.2 Saran…………………………………………………………………..17
Daftar Pustaka ........................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sistem politik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia
sejak zaman kerajaan, penjajahan, kemerdekaan sampai masa reformasi sekarang. Para
founding father bangsa telah merumuskan secara seksama sistem politik yang menjadi
acuan dalam pengelolaan negara. Hal ini tentunya dilakukan dengan melihat kondisi dan
situasi bangsa pada saat itu. Sistem politik Indonesia pada masa reformasi saat ini
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Bermunculan lembaga dan sistem
yang baru dalam rangka merespon permasalahan bangsa yang semakin kompleks.
Siastem politik indonesia adalah keseluruhan kegiatan (termasuk pendapat, prinsip,
penentuan tujuan, upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, skala prioritas,
dll) yang terorganisir dalan negara Indonesia untuk mengatur pemerintahan dan
mempertahankan kekuasaan demi kepentingan umum dan kemaslahatan rakyat.
Kemudian untuk mewujudkan semua tujuan sistem politik diindonesia membutuhkan
suprastruktur dan infrastruktur yang baik. Mereka adalah lembaga negara (Presiden dan
Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY dan lembaga lainnya) sebagai
kekuatan utama dan didukung oleh partai politik, organisasi masyarakat, media
komunikasi politik, pers, untuk menyalurkan aspirasi masyarakat agar kebijakan
pemerintah sesuai dengan hati rakyat.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu sistem politik indonesia?
1.2.2 Bagaimna sistem pra kolonial ?
1.2.3 Bagaimana sistem politik kolonial?
1.2.4 Bagaimana sistem politik demokrasi liberal?
1.2.5 Bagaimana sistem politik demokrasi terpimpin?
1.2.6 Bagaimana sistem politik orde baru?
1.2.7 Bagaimana sistem politik reformasi?

1.3 Tujuan Masalah


 Mengetahui sistem politik indonesia
 Mengetahui sistem politik pra kolonial
 Mengetahui sistem politik kolonial
 Mengetahui sistem politik demokrasi liberal
 Mengetahui sistem politik demokrasi terpimpin
 Megetahui sistem politik orde baru
 Mengetahui sistem politik reformasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.2.1 Sistem politik indonesia


A. Pengertian sistem politik indonesia
Secara etimologis, sistem politik indonesia berasal dari tiga kata, yaitu sistem,
politik, dan indonesia. Sistem berasala dari bahasa yuani yaitu “systema” yang
berarti:
1. Keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode san voich, 1974:
115).
2. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara
teratur (Awad, 1979: 4)
Dengan demikian, kata “systema” berarti himpunan bagian atau komponen yang
saling berhubungan secara teratur, integral, dan merupakan satu keseluruhan (a
whole). Dalam perkembangannya, istilah itu mengalami pembisaan sehingga
memiliki anyak arti, bergantung pada objek dan cakupan pembicaraannya.
Akantetapi setiap definisi mewujudkan gagasan dari sekelompok objek atau unsure
yang berada dalam hubungan structural dan karakteristiknya masing-masing yang
satu dengan yang lainnya berinteraksi pada dasar karakteristik tertentu.
Adapun kata Politik dalam bahasa arabnya disebut “siyasyah” yang kemudian
diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya “politics” . asal mula
kata politik itu sendiri berasal dari kata “polis” yang berarti negara kota, dengan
politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam
hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada akhirnya kekuasaan. Tetapi
politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan kekuasaan
pemerintah.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-
dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya
menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut
kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan
sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa
pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari
naluri sanubarinya, sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan.
Indonesia adalah sebuah negara yang terletak diantara 2 samudera ( Pasifikk
dan Hindia ) dan 2 benua ( Asia dan Australia ).
Jadi Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai
kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum
termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan
keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

B. Sejarah sistem politik indonesia


Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di
dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah

2
Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses
politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang
berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka,
karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan
saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan
tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan
sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu
pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas
sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.
Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara
para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti
oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut
moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat
prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam
masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan
politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari
lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes
mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).

 Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :

1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai
kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan
minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal
domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak.
Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah
sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti
sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat.
Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali
didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan
tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan.
Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika
pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini
mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan
secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin
diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas
simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan
output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh
masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi
ukuran kapabilitas responsif.

3
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian
hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara
yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional.
Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa
(superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-
negara berkembang.

Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu
pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:

1. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau


pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara
tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang
absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
2. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik

C. Batasan Sistem Politik


Batasan sistem politik menurut beberapa ahli:

1. Rusandi Simuntapura, sistem politik ialah mekanisme seperangkat fungsi/peranan


2. dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan suatu
3. proses yang langgeng.
4. Sukarna, sistem politik ialah tata cara mengatur negara.
5. David Easton,sistem politik dapat diperkenalkan sebagai interaksi yang diabstraksi-
6. kan dari seluruh tingkah laku sosial sehingga nilai-nilai dialokasikan secara otori-
7. tatif kepada masyarakat.
8. Robert Dahl, sistem politik merupakan pola yang tetap dari hubungan antara manusia
serta melibatkan sesuatu yang luas dan berarti tentang kekuasaan, aturan-aturan, dan

 Ciri-ciri Umum Sistem PolitikSistem politik menurut Almond, memiliki 4 (empat)


ciri-ciri, antara lain:

1. Mempunyai kebudayaan politik


2. Menjalankan fungsi-fungsi
3. Memiliki spesialisasi
4. Merupakan sistem campuran

1.2.2. Sistem politik pra kolonial

Pada masa prakolonial penyaluran tuntutan relatif rendah dan terpenuhi.


Pemeliharaan nilai yang hidup dan berkembang sesuai penguasa saat itu. Kapabilitas
SDA memenuhi, Integrasi vertikal dari atas ke bawah, sedangkan integrasi horizontal
hanya terjadi di level antar penguasa saja. Gaya politik tentu saja kerajaan sesuai betuk
negaranya. Karena bentuk negara adalah kerajaan maka kepemimpinan negara berada
di tangan raja, pangeran, atau silsilah keluarga kerajaan. Sedangkan untuk keterlibatan
militer tentu saja sangat kuat karena pda masa itu adalah masa peperangan. Analisis
terhadap stabilitas, ada saatnya stabil(saat tidak ada perang) dan tidak stabil(saat
berperang). Semua aparat negara pada masa ini sangat loyal kepada kerajaan.

4
1.2.3. Sistem politik kolonial

Pada masa kolonial penyaluran tuntutan relatif rendah namun tidak terpenuhi.
Pemeliharaan nilai tidak berjalan baik dan sering dilanggar. Kapabilitas banyak namun
diambil oleh penjajah, Integrasi vertikal dari atas ke bawah tidak harmonis, sedangkan
integrasi horizontal harmonis sesama penjajah atau elit pribumi. Gaya politik devide at
impera atau memecah belah. Kepemimpinan pada saat itu, elit pribumi diperalat dan
partisipasi rakyat hapir tidak ada disebabkan rasa takut. Sedangkan untuk keterlibatan
militer tentu saja sangat kuat. Analisis terhadap stabilitas, mudah sekali dikacaukan.
Semua aparat negara pada masa ini sangat loyal kepada penjajah.

1.2.4. Sistem politik Demokrasi Liberal

Diindonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 November 1945, yaitu sejak


sistem multipartai berlaku melalui Maklumat pemerintah. Sistem multipartai ini lebih
menampakan sifat instabilitas politik seelah berlaku sistem parlementer dalam
naungan UUD 1945 periode pertama.

Demokrasi liberal dikenal juga sebagai demokrasi parlementer karena


berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlaku UUD 1945
periode pertama, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Dengan demikian, demokrasi
liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 juli 1959, d=sedangkan secara material
berakhir pada saat gagasan demokrasi terpimpin dilaksanakan antara lain melalui
pidato presiden didepan konstituante tanggal 10 November 1956 atau pada saat
Konsepsi presiden tanggal 21 Februari 1957 dengan dibentuknya dewan nasional,
seperti telah diuraikan.

Ada beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan melekat dan mewarnai
proses demokrasi liberal, yaitu sebagai berikut:
1. Penyaluran Tuntutan
Tuntutan terlihat sangat intens dan melebihi kapasitas sistem yang hidup,
terutama kapasitas atau kemampuan mesin politik resmi. Melalu sistem Multipartai
yang berkelebihan, penyaluran input sangat besar, tetapi kesiapan kelembagaan
belum seimbang untuk menampungnya. Timbullah krisis akibat meningkatnya
partisipasi dalam wujud stabilitas pemerintahan atau politik. Selector dan
penyaringan berbagai tuntutan itu tidak berfungsi efektif karena “gatekeeper” (elite
politik) belum mempunyai konsensus untuk bekerja sama, atau pula kerja sama
belum cukup tersedia.
2. Pemeliharaan dan kontinuitas nilai
Keyakinan atas hak asasi manusia demikian tinggi sehingga menumbuhkan
kesempatan dan kebebasan luas dengan segala aksesnya. Ideologisme atau aliran
pemikiran ideologis bertarung dengan aliran pemikiran pragmatic. Aliran

5
pragmatic diilhami oleh paham atau aliran sosial demokrat antara lain melalui PSI,
sedangkan yang ideologik diilhami oleh nasionalisme radikal melalui PNI.
3. Kapabilitas
Kekayaan alam dan manusia indonesia masih bersifat potensial dan belum
didayagunakan secara maksimal. Akan tetapi beberapa kabinet, sesuai dengan sifat
pragmitik yang mengilhaminya, lebih menekankan pada pengolahan potensi
tersebut dan mengambil tindakan pengaturan distribusi. Dalam kabinet yang
berorientasi pragmatik tersebut, usaha bidang perekonomian lebih diarahkan pada
pola ekonomi bebas, sedangkan pada kabinet yang lebih bertitik tolak ideologis,
kapabilitas simboliklah yang lebih menonjol. Konsep kemakmuran lebih jelas
dalam kabinet yang pragmatic, sedangkan konsep menuju keadilan mendapat
perhatian kabinet yang ideologis. Hanya kabinet-kabinet tertentu yang mempunyai
kapabilitas untuk menata perimbangan antara konsep keadilan dan konsep
kemakmuran tersebut secara serasi.

4. Integrasi Vertikal
Terjadi hubungan antara elite dan masa berdasarkan pola integrasi aliran.
Integrasi ini tidak berarti bahwa prosesnya dari atas (elite) kebawah (massa) saja,
tetapi juga dari massa ke kalangan elite berdasarkan pola partenalistik.
5. Integrasi Horizontal
Di antara elite politik yang stud an elite politik lainnya tidak pernah terjalin
integrasi yang baik. Kalaupun ada integrasi kejiwaan antar elite, akhirnya
berproses kearah disintegrasi.
Kategori elite indonesia yang disebut penghimpunan solidaritas (solidaritaty
markes) lebih terlihat pada periode demokrasi liberal itu. Sekalipun demikian,
terlihat pula munculnya kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselang-
selingan pergantian kepemimpinan yang dipegang oleh kelompok Administrators.
Kulminasi krisi politik akibat pertentangan antarelite ini terjadi sejak terbentuknya
dewan banteng, dewan gajah, dan PRRI pada tahun 1958.
6. Gaya Politik
Bersifat ideologis, artinya lebih mentikberatkan faktor yang membedakan.
Hal ini karena ideology cenderung bersifat kaku dan tidak kompromistik atau
reformistik. Adanya kelompok-kelompok yang mengukuhi ideologi secara
berlainan, bahkan bertentangan, berkulminasi pada saat berhadapan dengan
kebutuhan penetapan dasar Negara pada siding konstituante. Gaya politik yang
ideologik dalam konstituante ini dibawah ketengah rakyat oleh para elitenya
sehingga timbul ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.
7. Kepemimpinan
Berasal dari angkatan umpah pemuda yang cenderung tidak tersedia
meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap aliran, agama, suku,
atau kedaerahan (dari sudut in, sumpah pemuda tahun 1928 hanya sebagai ucapan
dan ikatan resmi serta belum membudaya serta material pada waktu itu).
8. Perimbangan partisipasi politik dengan kelembagaan
a. Massa

6
Pada demokrasi liberal, partisipasi masa sangat tinggi sehingga
memunculkan anggapan bahwa seluruh lapisan rakyat telahberbudaya
politik partisipasi. Anggapan bahwa rakyat mengenal hak-haknya dan dapat
melaksanakan kewajibannya menyebabkan tumbuhnya deviasi penilaian
terhadap peristiwa-peristiwa politik yang terjadi.
Percobaan kudeta dan pemberontakan yang dibelakangnya tergambar
adanya keterlibatan atau keikutsertaan rakyat, dapat diberi arti bahwa
kelompok rakyat yang bersangkutan memang telah sadar atau hanya
terbawa oleh pola-pola aliran yang ada pada saat itu.
b. Veteran dan milter
Karena dalam periode tersebut pengaruh demokrasi barat lebih
dominan, keterlibatan militer dalam arenapolitik ( dalam hal inipartisipasi
politik) tidak terlalu jelas. Supremasi sipil lebih menonjol; yang salah satu
indikatornya adalah jabatanmenteri pertahanan selalu dipegang oleh too
sipil.
Pada periode ini pula militer yang mempunyai kepangkatan tertentu
tidak diperbolehkan duduk dalam DPR melalui pemilihan umum. Partisipasi
militer regular tidak dibedakan dengan partisipasi kelompo sipil, misalnya
dalam hak pilih aktif dalam pemilihan umum. Hanya, bebrapa kasus
tertentu, yang menyebabkan meningkatnya usaha militer untuk
berpartisipasi aktif, dan beberapa tahun kemudian, menjelang pemilihan
Umum 1955, tumbuh partai politik yang pimpinannya terdiri atas eksponen
militer. Akan tetapi, ikatan korps antara purnawira dan tentara regular
belum menunjukan keeratan seperti sekarang ini.
9. Tingkat stabilitas
Akibat berinteraksinya variable yang diuraikan dalam 1 sampai 8, timbullah
labilitas pemerintahan atau politik yang menjadi sebab utama keterlambatan
pembanngaunan.

1.2.5 Demokrasi terpimpin


Pada periode demokrasi terpimpin ini, pemikiran ala demokrasi barat banyak
ditinggalkan. Seokarno pemegang pimpinan nasional menyatakan bahawa demokrasi
liberal (demokrasi parlementer) tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia.
Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan pula sebagai
tidak efektif. Kemudian ia memperkenalkan musyawarah untuk mufakat.
Sistem multipartai oleh tokoh politik tersebut dinyatakan sebgai salah satu
penyebab inefektivitas pengambilan keputusan karena masyarakata lebih didorong
kearah bentuk yang fragmentasi. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin ini,
dibentuk badan yang disebut Front Nasional. Periode ini disebut pola periode
pelaksanaan UUD 1945 dalam keadaan ekstra ordiner karena terjadi penyimpangan
terhadap UUD 1945.
1. Penyimpanagn Tuntutan
Pada periode ini besarnya tuntutan yang melebihi kapasitas sistem masih
berlanjut. Setelah penyederhanaan kepartaian dan pembentukan FN tersebut,

7
diperoleh suatu stabilitas, yang kadarnya dapat dinilai sebagai berwatak semua
karena tidak meletakkan dasar yang kuat dalam proses pergantian nasioanl.
Titik berat stabilitas itu lebih mengandalkan totoh politik yang dapat
mengelola FN tersebut.
Dengan adanya FN seolah-olah berlaku sistem satu partai yang samar.
Melalui sisem satu-partai yang samar ini binalah suatu gaya yang berdasarkan
orientasi terhadap nilai secara mutlak. Interpretasi pemerintahanlah yang
selalu “benar” tidak ada tawaran lain, dan tidak ada alternative lain.
2. Pemeliharaan dan kontnuitas nilai
Sesuai dengan orientasi menuju satu nilai mutlak, hak asasi manusia
sering dikesampingkan. Sebaliknya, mibilisasi kekuatan kearah yujuan yang
bernilai mutlak lebih digiatkan melali antara lain Front Nasional (amati
dukungan untuk mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup
yang sebenarnya inkonstitusional).pada priode ini, orientasi yang ideologis
yang diantaranya melalu indoktrinasi lebih nendapat angin dari pada orientasi
yang bersifat pragmatis. Karena kongfigurasi yang senenarnya dalam FN
tersebut masih mengembangkan berbagai ideology masing-masing
anggotanya, yaitu partai politik, terjadilah konflik kecil dan konflik yang
terselubung. Adapun konflik ideology yang lebih terbuka dapat dicegah
karena pengaruhh toko politik dalam menjaga keseimbangan antarideologi
tersebut masih cukup efektif. Yang lebih berkecamuk adalah konflik kejiwaan
yang akhirnya meledak dan mengakibatkan hancurnya nilai sistemnya sendiri.
3. Kapasitas
Dengan lebih diarahkannya aktivitas terhadap nilai-nilai yang bersigfat
mutlak, pemerintah cenderung untuk lebih berperan dalam mengelola bidang
ekstraktif dan distributif. Sejalan dengan nilai tersebut, timbullah keterlibatan
pemerintah dalambidang perekonomian yang menyangkut hajat hidup rakyat
banyak (sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang bersifat normatif),ditandai
dengan reaksi yang menentang kebebasan ekonomi yang diperoleh dalam
periode demokrasi liberal.
Fokus utama usaha pemerintah pada saat itu adalah peningkatan
kapabilitas simbolik yang menekankan proses pembangunan bangsa dan
pembangunan karakter, bahkan cnderung memaksakan pembentukan citra
kepemimpinan di dunia internasional melalu konsepsi “New Emerging
Forces” dalam pelaksanaan politik luar negeri,dari pada sekedar memecahkan
masalah dalam negeri yang mendesak. Selain itu, sifat kemampuan responsif
semakin lemah karena “bahasa” yang dipakai oleh FN seolah-olah sudah
diatur oleh tokoh politik yang menjadi ketua pengurus besarnya. Kalaupun
ada, saluran di luar FN, tidak mendapat perhatian yang wajar.
4. Integrasi Vertikal
Dengan adanya intensifikasi pembangunan bangsa, sifat primordial
(daerah, kesukaan) dan pola aliran yang ada sebelumnya, secara formal
dibatasi. Oleh karenaitu hubungan antara elite dengan massa secaraformal
menjadi lebih tertib pula. Namun, hubungan antara elite dengan massa tetap
lebih bersifat arus dari atas kebawah, atas dasar pola salurann konvensional.
Nyatalah dalam hal ini paternalisme dapat hidup lebih subur.

8
5. Integrasi Horizontal
Pertentangan antaraelite menyababkan elite tertentu diasingkan secara
politis. Hanya elite yang bisa menghimpun solidaritaslah yang mencul diarena
politik. Akibatnya, elite administrator tersisihkan. Adapun partai sosialis
Indonesia dan masyumi sebagai wadah kaum sosial demokrat dan islam
modernis yang juga berintikan tenaga administrator dipotong garis hidupnya.
6. Gaya Politik
Ideologi masih tetap mawarnai periode ini, walaupun sudah dibatas
secara formal melalu panpres tentang syarat-syarat dan penyederhanaan
kepartaian (penpres. No. 7-1959). Tokoh politik memperkenalkan gagasan
nasionalisme, agama, dan komunisme (nasakom). Kompetisi nasakomis masih
dibenarkan karena dalam kondisi tersebut toko politik dapat memelihara
keseimbangan. “jor-joran” masih berada dalam penguasaan dan didominasi
tokoh politik, menurut beberapa pengamat, menjalankan cara yang memecah
belah dan kemudian menguasainya. Ketika kepercayaan terhadap tokoh politik
itu meluntur,yaitu pada saat dan sesudah G-30-S/ PKI meletus, jor-joran
tersebut berubah menjadi pertarungan terbuka.
Sementara toko politik itu berkuasa, pengaturan masalah
kemasyarakatan dan politik lebih cenderung dilakukan secara paksaan. Hal ini
dibuktikan oleh merajalelanya terror mental dan munculnya predikat
kontrarevolusi pada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilai yang
mutlak tersebut.
7. Kepemimpinan
Para pemimpin pada priode ini berasal dari angkatan 1928 dan
angkatan 1945 dengan soekarno sebagai titikpusatnya. Kepemimpinan
berdasarkanpada politik mencari kambing hitam. Karena sifat kharismatik dan
partenalistiknya, para tokoh politikinidapat menengahi dan memperoleh
dukungan dari pihak-pihakyang bertikai, baik dengan sukarela maupun karena
terpaksa. Dengan dialektikan, pihak yang kurang mampuannya akan tersingkir
dari gelanggang politik dan yang kuat akan merajainya. Gimnastik politik ini
lebih menguntungkan PKI.
8. Pemberian partisipasi politik dan kelembagaan
a. Massa
Saluran input partisipasi dibatasi, yaitu hanya melalui FN. Untuk
menunjukkan kesiapan kelembagaannya, ditumbuhkanlah output simbolik,
misalnya dalam bentuk rapat-rapat raksasa yang menguntungkan rezim
yang berkuasa pada saat itu. Akibatnya, partisipasi pada hakikatnya lebih
besar dari pada kesiapan kelembagaan pemerintah. Hal ini berarti daya
responsive pemerintah dimanipulasi melalui pembentukan dukungan
sebagai komuflase sehingga bersifat maya (imaginer) belaka. Rakyat dlam
rapat-rapat raksasa tidak dapat dianggap telah memiliki budaya politik
sebagai partisipan, tetapi menunjukkan tingkat budaya politik kaula karena
diciptakan atas usaha dari rezim.
b. Veteran dan militer
Sejak denas dan FN terbentuk, penyaluran kepentingan mantan pejuang
lebih meningkat. Organisasi mantan pejuang ini dikenal dengan nama

9
Angkatan 1945, yang termasuk golongan fungsional. Pada pihak lain,
partisipasi militer mulai menamakan diri dengan jelas, sejak pembentukan
Denas dan FN. Indikator meningkatnya partisipasi ini adalah bertambah
banyaknya jabatan penting dalam pemerintahan, yang semula dipegang oleh
kaum sipil, kini dipegang oleh eksponen ABRI. Tentu saja, yang lebih
dahulu “jatuh” ketangan pihak militer adalah jabatan menteri pertahanan
dan menteri panglima angkatan bersenjata.
9. Pola pembangunan apatur Negara
Loyalitas kembar pegawai negeri telah diganti dengan monoloyalitas,
walaupun terbatas pada tingkat kepangkatan tertentu saja (golongan 6, 1 ke
atas). Artinya, pegawai negeri golongan 6, 1 keatas harus menanggalkan
keanggotaannya dari partai politik.
10. Tingkat stabilitas
Stabilitas, ditinjau dari segi tersedianya jangka waktu yang cukup lama
untuk melaksanakan program pemerintah dan kontinuitas pemerintahan, dapat
menelurkan prestasi pembangunan. Namun, stabilitas ini (sebagai hasil
berinteraksinya seluruh variable) tidak diarahkan untuk melancarkan
pembangunan bagi kesejahteraan dalam arti luas. Itulah sebabnya tidak terjadi
pelimpahan hasil pembangunan ekonomi terhadap bidang politik karena
pembangunan ekonomi tidak terjadi titik berat kebijaksanaan pemerintah.

1.2.6. Masa Orde Baru


Masa orde baru diwakili dengan pengangkatan soeharto sebagai presiden melalu
Supermesar. Pada masa orde baru ini, pemerintah bertekad untuk menjalankan UUD
1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen. Sistem yang ditetapkan adalah
demokrasi pancasila dan sistem presidensial. Pada masa ini, kepemimpinan atau
kekuasaan presiden sangat besar dalam menopang dan mengatur seluruh proses politik,
yang mengakibatkan terjadinya sentralistik kekuasaan pada presiden.
Demokrasi tidak terlaksana, tidak ada rotasi kekuasaan eksekutif, pembatasan
rekrutmen politik, dan KKN merajalela. Kepemimpinan soeharto banyak sekali
diwarnai dengan adanya lobi politik yang tidak sehat. Pada masa soeharto,komunikasia
antar partai politik yang mendudukan wakilnya di DPR atau MPR tidak lagi bisa
menampung aspirasi rakyat, kekuasaan ppolitik indonesia berpusat pada presiden.
Selain itu, badan legislative tidak lagi berfungsi sebagai suara rakyat, tetapi hanya
mendukung presiden. Kritik yang terlalu keras dilontarkan oleh anggota DPR atau MPR
berakhir dengan tuntutan saluran masa (dimotori oleh mahasiswa) maka pada tanggal 21
Mei 1998 presiden soeharto mengundurkan diri dan diganti oleh wapres prof. B.J.
Habibie.
Andreas Vickers seseorang associate professor di Universitas Wollongong
Australia membagi sejarah Orde Baru dala tiga babak yang saling berkaitan yaitu
sebagai berikut:

1. Priode Honeymoon
Fase pertama, mengutip pendapat Umar Kayam, Vickers menyebut
periode 1967-1974 sebagai fase Honeymoon. Pada periode ini sistem politik di

10
negeri ini relative terbuka. Bangsa indonesia bisa menikmati kebebasan pers.
Militer tidak mendominasi banyak aspek pemerintahan. Sebaliknya, militer
menjalani aliansi dengan mahasiswa, kelompok inslam, dan sejumlah tokoh-
tokoh politik pada masa soekarno. Soekarno mnjalin hubungan erat sehingga
menjadi jalnan triumvirate yang kuat dengan Adam Malik yang dikenal sebagai
tokoh politik kekirian (Tan Malakaist) dan hamengkubuwono IX (9) yang
dikenal sebagai soekarnois liberal.
Periode ini berakhir dengan peristiwa Melari disertai dengan tekanan atas
kekuatan mahasiswa pada satu pihak dan pada pihak lain sebuah upaya soeharto
membangun kekuatan dari tekanan lawan politik ditubuh militer. Arus politik
pada masa itu memunculkan tokoh populer, Ali Moertopo dengan
parapengikutnya yang menyebar dihampir semua posisi politik dan birokrasi.
Bersamaan dengan itu, arus politik membawa indonesia untuk melakukan
pengintegrasian Timor Timur menjadi bagian dari indonesia pada tahun 1976.
2. Periode Stalinist
Fase kedua adalah periode tahun1974-1988 atau 1989 disebut sebagai fase
Stalinist.pada fase ini, otoritarianisme menjadi ciri yang mengedepankan dalam
arena kepolitikan diindonesia. Pemerintahan menerapkan kebijakan Normalisasi
kehidupan kampus, menteri P dan K mengeluarkan SK 028/1978, dan
kopkamtib mengeluarkan Skep 02/ kopkam/1978 yangmembekukan kegiatan
dewan mahasiswa, menyusul kemudian dkeluarkan SK menteri P dan K No.
0156/U/1978 tentang Normalisasi kehidupan kampus NKK yang disertai pula
dengan perangkat BKK.
Pasa fase ini militer bergandengan erat dengan birokrasi sehingga menjadi
instrument politik penguasa Orde baru yang sangat tangguh.lawan-lawan politik
soeharto dimarginalisasikan pemerintahan memberlakukan indoktrinasi ideologi
panca sila dalam bahasamenguasa melalui penataran P4, pengasastunggalan
organisasi politik, kemasyarakatan ataupun keagamaan, pemberlakuan politik
masa mengambang (floating mass) setelah menasehati politik soeharto, ali
moertopo, untuk pertama kalinya berbicara tentang konsep tersebut.
3. Periode keterbukaan
Periode ini berlangsung pada akhir 1980-an. Pada masa ini muncul kekuatan
yang sebelumnya bersebrangan denga kekuasaan. Di parlemen muncul
“interupsi” dari salah seorang anggota fraksi ABRI ( sekarang TNI dan POLRI).
Ada yang mengatakan bahwa priode ini merupakan saat orang mengucapkan
“good-bye” untuk menjadi manusia “yes-men” menunggu petunjuk bapak
presiden. Dalam dunia ekonomi, pemerintahan mengeluarkan sejumlah
seregulasi, yang mempercepat arus masuknya modal asing. Investasi dunia
perbankan menjadi dipermudah.
Berdirinya bank tidak hanya dikota, tetapi sampai ke kecamatan-
kecamatan. Dengan modal Rp50 juta, diapapun bisa membuat bank, bank
perkreditan rakyat (BPR). Bersama dengan itu, perkembangan sejarah politik
internasional ditandai dengan munculnya keterbukaan (glasnost) dan reformasi
(perestroika) yang digulirkan oleh presiden Uni Soviet, M ichael Gorbachove.

11
4. Periode krisis
Puncak dari keterbukaan yang berlangsung di indonesia adalah masa krisis.
Dimuali dengan krisis moneter. Kurs rupiah merosot tajam ibarat kapal, negri ini
sedang dihantam ombak besar. Indonesia terus diterpa badai moneter, kurs
rupiah benar-benar tidak kendali,sehingga mencapai lebih dari Rp10 ribu per
dolar AS. Krisis ini disertai dengan krisis sosial politik yang tak trkendali.
Kelompok krisis, dosen-dosen senior perguruan tinggi negri di indonesia “turun
gunung” dan glombang demontrasi mahasiswa pecah dimana-mana. Rezim
soehartobenar-benar sedang diterpa badai, dan akhirnya menyerahkan
kekuasaannya kepada B.J. Habibie pada tahun 1998. Sejak itu, berakhirlah rezim
soeharto dan dimulailah era baru, era reformasi. Indonesia memulai lembaran
baru dalam sejarah politik, dengan awal yang tidak mudah. Tertatihtatih bangsa
ini mengatasi kerusuhan, pembakaran, perusakan, separatism, hingga
penjambretan, penodongan, danberbagai bentuk kriminalitas yang tak terkendali
oleh aparat.

1.2.7 Masa Reformasi


Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatanan
kehidupan baru yang lebih baik.Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998
merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan,
terutama perbaikan tatanan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan
sosial. Dengan demikian, reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan tentang
tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.
Persoalan pokok yang mendorong atau menyebabkan lahirnya reformasi adalah
kesulitan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Harga-harga sembilan
bahan pokok (sembako), seperti beras, terigu, minyak goreng, minyak tanah, gula, susu,
telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan yang tinggi. Bahkan, warga
masyarakat harus antri untuk membeli sembako itu.
Sementara, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu
dan tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin
jauh dari kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis
dan tidak percaya terhadap pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupan masyarakat
yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.Oleh karena itu, tujuan lahirnya reformasi adalah untuk memperbaiki
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kesulitan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya
gerakan reformasi.Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32
tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru.
Pada awal kelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat
mewijudkan tujuan dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa
kebijakan, antaranya:

12
1. kebijakan dalam bidang politik
reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang
masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut
ini tiga undang-undang tersebut.
 UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik
 UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum
 UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR

2. Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi


Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor
perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN ).
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen.

3. Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers


Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat
kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia
golongan dan ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka
kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan cara
menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).

4. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu
multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut
diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil
menyelesaikan masalah Timor Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk
melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada
tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat
tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia.
Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor
Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor
Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie,
perubahan juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan
peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-
lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan
tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata
hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.

 Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara


lain :
1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.
2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum
3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari
KKN.
4. Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan
wakil presiden RI.
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.

13
 Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Reformasi
 Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas
kenegaraan sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak
untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28
UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai
politik yang memungkinkan multi partai
2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta
bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR /
1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan
tindak pidana korupsi.
3. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding
tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga
negara , UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan
jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya.
4. Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali
masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari
pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan
langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak
lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama
dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR
melainkan menurut UUD.

Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan


presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

 Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada Masa Orde Reformasi

Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah
demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan
demokrasi Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi,
dimana paham demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat
Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan
sosila bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa
Reformasi telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa
lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi
dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap
menyimpang dari garis Reformasi.

Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:

1. mengutamakan musyawarah mufakat.


2. Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan Negara.
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.
4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan.

14
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah.
6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur.
7. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha
Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai
lembaga negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat.
9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan
Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang
memiliki partai.
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi
manusia.

Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil


perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen :

 Pembukaan
 Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2
pasal aturan tambahan.

Puncak Reformasi 1998 terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti,
Jakarta. Pada puncak reformasi ini terjadi bentrok antara aparat keamanan dan para
demonstran, yang menyebabkan empat orang mahasiswa tertembak. Keempat
mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendrawan Sie, dan
Hafidhin Royan. Tokoh lainnya yang berperan besar dalam peristiwa reformasi ini
adalah Amien Rais yang membongkar kebobrokan sistem pengelolaan PT Freeport,
Papua, yang dianggap merugikan negara.

Keadaan ini memicu kembali gelombang demonstrasi yang lebih besar pada tanggal
13-14 Mei 1998. Terjadi banyak perusakan pertokoan, rumah, perkantoran, dan
kendaraan milik warga etnis Tionghoa. Para demonstran juga menduduki Gedung
DPR dan terdapat banyak desakan supaya Presiden Soeharto lengser dari jabatannya.
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya di Istana Negara dan
menunjuk wakilnya, B.J.Habibie, untuk menggantikan posisinya sebagai Presiden RI.
Dengan lengsernya Soeharto dan majunya B.J.Habibie sebagai presiden, maka lahir
pula masa reformasi di Indonesia.

15
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Indonesia menganut reformasi sebagai pandangan politiknya, setelah rezim orde
lama digantikan oleh orde baru, lalu muncullah reformasi yang digadang-gadang dapat
memperbaiki kehidupan rakyat. Namun, hingga kini tujuan tersebut belum dapat
terealisasi dengan sempurna karena proses demokrasi yang berkembang menjadi tidak
murni lagi dan juga paham patrimony dan otoriter masih berkembang kuat di dalam
pelaku politik.
Politik Indonesia dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media.
Layaknya gula yang sedang di kelilingi semut, seperti itulah media yang
memberitakan kondisi politik di Indonesia. Saat ini kondisi politik yang terjadi justru
saling memperebutkan kekuasaan. Para penjabat yang memiliki kekuasaan telah
melupakan masyarakat. Janji – janji yang dulu di buat justru di lupakan seiring dengan
kursi kekuasaan yang di peroleh. Seolah tidak menerima dengan kemenangan sang
rival, maka berusaha mencari kesalahan untuk dapat menggulingkan. Kondisi politik
di Indonesia sangatlah memprihatinkan.
Masyarakat memandang elite politik tidak mengalami perubahan yang jelas. Hal
ini bisa dari masyarakat yang menjadi korban kebijakan politik yang sedang berkuasa.
Ada sebagian masyarakat yang sangat mengerti sekali dengan politik tetapi pemilu tak
ubahnya hanya sandiwara politik karena hakikatnya, pemilu hanya akan
menguntungkan secara politik dan ekonomi kepada elit politik. Golput pun muncul
karena berdasarkan bahwa keberadaan pemilu dan aktivitas memilih tidak akan
berdampak lebih baik pada diri pemilih. Hal ini terjadi ditengah masyarakat yang
terjebak pada apatisme. Kecenderungan ini muncul ketika norma-norma sosial yang
selama ini disepakati dan dijabarkan dalam suatu masyarakat mengalami kelonggaran,
kegoyahan, dan kehilangan fungsinya yang efektif. Golput bukanlah pilihan tepat dan
cenderung mendorong masyarakat menjadi apatis. Kondisi ini bisa menciptakan
rendahnya legitimasi pemerintah serta mendorong munculnya masyarakat yang
antipati (ketidaksukaan untuk sesuatu atau seseorang), terhadap perkembangan politik.

16
2. Saran
Rakyat Indonesia belum merasakan kinerja yang baik dari pemerintah Indonesia,
malahan membuat mereka memandang buruk terhadap politik itu sendiri. Selain itu,
para generasi muda Indonesia haruslah diperkenalkan dengan politik yang sebenarnya,
agar dikemudian hari mereka dapat menjadi generasi baru yang lebih bertanggung
jawab. Sehingga kondisi bangsa ini tidak terus terpuruk akibat politik tidak
bertanggungjawab para pejabat sekarang. Sedah seharusnya kita membanahi bangsa ini.
Karena bila kondisi seperti ini terus di budayakan, maka bukanlah hal yang mustahil
jika suatu saat nanti nama Indonesia hanya tinggal sejarah.

17
Daftar Pustaka
 Rahmat H.I.A. 2007. Sistem politik indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
 Sukarna. 1992. Sistem politik indonesia. Bandung: Mandar Maju.
 Young, Oran R. 1984. Sistem ilmu politik. Alih bahasa simamora sehat. Jakarta:
Bina Aksara.

18

Anda mungkin juga menyukai