Anda di halaman 1dari 5

RUANG KOLABORASI

Kelompok 3

Nama Kelompok: PPL SMA N 1 Kalasan


1. Annisa Nirmala Devi 231415122
2. Chyntia Wigi Verina Teresia 231415118
3. Clara Ajeng Sulistianingsih 231415119
4. Melania Ua 231415132
5. Muh. Rian Dwianto 231415133
6. Nada Fajar Pertiwi 231415134

Kajian Studi Kasus atau Praktik Terbaik:

Silahkan bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang!

● Carilah dari berbagai sumber, dan lakukan studi kasus atau praktik terbaik yang
telah dilakukan dalam mengintegrasikan Paradigma Pedagogi Reflektif dengan
kurikulum merdeka, baik di dalam maupun di luar negeri.

sumber : https://core.ac.uk/download/pdf/572527097.pdf
Implementasi Paradigma Pedagogi Ignatian (PPI/PPR) dalam Kurikulum Merdeka
pada Topik Pencemaran Lingkungan di SMA Seminari Mertoyudan
Tahapan implementasi:
1. Konteks: Konteks untuk topik pencemaran lingkungan di SMA Seminari
Mertoyudan yang dipilih terdiri dari konteks yang global, konteks keprihatinan
gereja katolik, konteks seminari dan tema khusus untuk sampah berlebih. Konteks
global diambil dari informasi mengenai Sustainable Development Goals (SDGs)
yang merupakan program Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). SDGs bertujuan untuk
mendorong perubahan menuju pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada
hak asasi manusia dan kesetaraan, serta memperhatikan dimensi sosial, ekonomi
dan lingkungan. Konteks gereja Katolik yang dipilih diambil dari film"The Pope,
the Environmental Crisis, and Frontline Leaders | The Letter: Laudato Si’ Film".
Pesan yang disampaikan oleh Paus dari film ini tentang menjaga lingkungan
diambil menjadi konteks dalam pengenalan topik pencemaran. Konteks seminari
sebagai tempat formasi bagi calon imam, menekankan pentingnya peran pemimpin
agama dalam menjaga lingkungan. Dari dokumen Ensiklik Laudato Si’ dijadikan
rujukan penting dalam memahami tanggung jawab menjaga bumi sebagai rumah
bersama. Selanjutnya dalam konteks pendidikan seminari, peserta didik diarahkan
untuk membangun kesadaran ekologis dan mengambil langkah-langkah konkrit
dalam mengelolah sampah.
2. Pengalaman: Sebelum memasuki dinamika pengalaman, peserta didik diminta
mengerjakan tes diagnostik untuk melihat minat peserta didik. Minat peserta didik
dibagi pada proses pengolahan sampah reuse, reduce, recycle yang bertujuan untuk
melaksanakan differentiated learning berdasarkan minat peserta didik. Tujuan
pelaksanaan pembelajaran terdiferensiasi sesuai dengan karakter utama dari
kurikulum merdeka sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan
penyesuaian dengan konteks. Pengalaman berupa pemahaman kognitif bahan yang
juga memuat unsur afektif. Pada pengalaman yang diberikan kepada peserta didik
berupa pengalaman langsung dan tidak langsung. Pengalaman langsung berupa
pengolahan sampah di komunitas Seminari dengan tempat yang bernama “Baben”,
untuk pengalaman tidak langsung berupa tragedi Leuwigajah, Bandung dan TPA
Bantar Gebang, DKI Jakarta. Pengalaman tidak langsung yang pertama disajikan
artikel berita mengenai tragedi Leuwigajah di Bandung. Dengan laman
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-353793438/157-wargatewas-
timbun-longsoran-sampah-tpa-leuwigajah-tragedi-21-februari-2005. Pengalaman
tidak langsung yang kedua berupa pemberian video dari TPA Bantar Gebang, DKI
Jakarta, dan pemberian grafik data banyaknya sampah yang masuk ke TPA Bantar
Gebang, DKI Jakarta.
3. Refleksi : Setelah melewati proses pengalaman, peserta didik diajak untuk
merefleksikan pengalaman leuwigajah di bandung, mereka diajak untuk
merenungkan mengapa tekanan gas metana dapat menyebabkan tragedi. tujuan
untuk membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dan mendorong mereka untuk
menggali informasi lebih lanjut. Setelah itu, mereka diajak untuk merenungkan
kembali peristiwa leuwigajah, apakah dapat terjadi kembali jika terjadi
penumpukan sampah? Pertanyaan ini mengajak peserta didik untuk menyentuh
perasaan mereka sendiri dan memikirkan apa yang dapat mereka lakukan jika
peristiwa tersebut terjadi pada mereka. Pertanyaan reflektif terakhir peserta didik
diajak untuk mempertimbangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan sebelum
terjadi peristiwa seperti Leuwigajah. Ini dilakukan sebagai upaya untuk
mengajarkan peserta didik untuk peduli terhadap lingkungan sekitar mereka.
4. Aksi:
Pada bagian aksi, peserta didik mulai dinamika project based learning dengan cara
observasi dan berdiskusi dengan pertanyaan esensial sebagai berikut.
1. Berapa banyak sampah yang dihasilkan per hari oleh satu orang, satu angkatan,
dan satu komunitas? Dan apa keprihatinan?
2. Berdasarkan tes diagnostik yang telah dilakukan dan tema kelompok (reuse,
reduce, recycle). Apa proyek yang akan kalian lakukan sesuai dengan keprihatinan
kelompok?
Pertanyaan pertama digunakan untuk mendorong peserta didik melakukan
observasi, mencari informasi sebanyak mungkin melalui kegiatan literasi, dan dari
data-data yang sudah diambil peserta didik akan membaca data yang dimilikinya,
selanjutnya membuat kesimpulan dan solusi untuk mengatasi permasalahan yang
mereka temukan. Kegiatan-kegiatan tersebut mendukung karakter kurikulum
merdeka supaya berfokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk
pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
Peserta didik mengumpulkan data jumlah sampah melalui observasi dan
pengukuran massa sampah secara berulang, yang memungkinkan mereka untuk
menentukan rata-rata penghasilan sampah oleh komunitas. Setelah itu, mereka
membentuk kelompok dan melakukan observasi produksi sampah selama beberapa
hari, membuat jadwal kegiatan, dan merancang proyek untuk mengurangi sampah
berlebih sesuai dengan tema kelompok masing-masing.
Proses ini juga melibatkan pengembangan profil pelajar Pancasila, termasuk
dimensi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, bergotong royong,
dan kreatif. Misalnya, dalam dimensi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
peserta didik diajak untuk merefleksikan anugerah ciptaan dan panggilan untuk ikut
serta merawat lingkungan dengan aksi pertobatan ekologis secara konkret yakni
mengelola sampah berlebih. Dimensi berpikir kritis dan kreatif dikembangkan
dalam aspek bagaimana peserta didik menganalisis masalah, berdiskusi dalam
kelompok hingga melahirkan solusi kreatif dalam wujud proyek bersama. Dimensi
yang terakhir bergotong royong, dalam pengerjaan proyek bersama kelompok
diperlukan pembagian tugas yang merata, saling membantu supaya tujuan proyek
dapat tercapai. Kegiatan proyek ini mendukung karakteristik kurikulum merdeka
untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai Profil Pelajar Pancasila.
5. Evaluasi: melakukan kegiatan presentasi proyek. beberapa evaluasi dari peserta
didik setelah melaksanakan proyek, proses pengambilan data sampah, perlu
ketelitian sehingga menghasilkan data yang valid, bisa mengambil concern ke
bagian yang lebih mendalam (penggunaan plastik), waktu pengerjaan proyek dinilai
kurang, atau manajemen waktu yang kurang baik dari kelompok, banyak proyek
hanya berupa poster sehingga kurang menggerakkan komunitas, dan perlu strategi
karena respon komunitas yang kurang antusias dengan adanya perubahan baru.
Karakter kurikulum merdeka yang pertama, pembelajaran berbasis proyek untuk
pengembangan soft skills dan karakter sesuai Profil Pelajar Pancasila, karakter tersebut
dapat tercapai pada dinamika aksi membuat proyek. Pada aksi pembuatan proyek Profil
Pelajar Pancasila yang ditanamkan ialah bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk
menjaga lingkungan, berpikir kritis dan kreatif dalam melaksanakan proyek atas
permasalahan yang dihadapi, dan bergotong royong dalam kelompok untuk
melaksanakan proyek. Karakter yang kedua, fokus pada materi esensial sehingga ada
waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi
dan numerasi, karakter tersebut dapat tercapai pada dinamika pengalaman. Dinamika
pengalaman, peserta didik menggali banyak informasi berkaitan jumlah sampah yang
diproduksi, mengolah data, dan membuat kesimpulan. Karakter yang terakhir,
fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan
lokal. Dalam dinamika konteks, setiap satuan pendidikan diberi kebebasan dalam
memilih konteks yang sesuai dengan yang dihadapi peserta didik.

● Identifikasi peluang dan tantangan yang mungkin muncul dalam menerapkan


kaitan ini, serta strategi yang efektif untuk mengatasi hambatan tersebut.

Peluang:

1) Adanya konteks global, gereja Katolik, seminari, dan tema khusus sampah berlebih
memberikan kesempatan untuk mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan dan spiritualitas
dalam pembelajaran.
2) Tes diagnostik membantu mengidentifikasi minat peserta didik, memungkinkan
pembelajaran terdiferensiasi yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan dan minat
individu.

Tantangan:

1) Implementasi pendekatan yang melibatkan pengalaman langsung dan proyek mungkin


memerlukan waktu yang lebih banyak.
2) Membutuhkan waktu dan upaya untuk membimbing peserta didik dalam melakukan
refleksi yang mendalam.
3) Membuat asesmen yang mampu mengukur dengan baik setiap aspek afektif,
psikomotorik, dan kognitif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
4) Memonitor pelaksanaan proyek sebagai aksi peserta didik

Strategi dalam mengatasi hambatan tersebut :

1. Strategi untuk mengatasi tantangan dalam membuat asesmen yaitu guru dapat
berdiskusi dengan sesama guru lainnya untuk menentukan jenis asesmen yang
digunakan. Dengan diskusi dengan rekan sejawat dapat membantu guru untuk
mengevaluasi ataupun memberikan masukan dan saran terkait asesmen yang telah
dirancang oleh guru. guru juga dapat mengajak peserta didik untuk memilih dan
menentukan jenis asesmen apa yang hendak digunakan.
2. Hambatan lain yang mungkin muncul ketika proyek ini dilakukan yaitu mungkin
sebagai peserta didik kurang tersentuh setelah merefleksikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan selama pembelajaran sehingga aksi nyata kurang bisa dikerjakan secara
maksimal. strategi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu setiap peserta didik
diberikan sebuah jurnal dimana ia akan menuliskan seberapa jauh aksi nyata yang
dapat dialami oleh peserta didik.
3. Solusi untuk mengatasi implementasi pendekatan yang melibatkan pengalaman
langsung dan proyek karena memerlukan waktu yang lebih banyak adalah
mempertimbangkan untuk mengintegrasikan pendekatan ini dengan pembelajaran
berbasis proyek yang relevan dan fokus pada kualitas pengalaman dan manfaat jangka
panjang bagi peserta didik.
4. Memonitor pelaksanaan proyek sebagai aksi peserta didik dapat menjadi tantangan,
solusi untuk hal ini yaitu memberikan kebebasan peserta didik dalam proses
monitoring, seperti membuat sistem pelaporan yang sederhana dan terstruktur.
Kemudian diskusikan perkembangan secara berkala dan berikan umpan balik yang
konstruktif kepada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai