Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KETENAGAAN KEPERAWATAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN RUANG RAWAT

Dosen Pembimbing:
Lili Suryani Tumanggor S.Kep,.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:
Lady Purba (032020010)
Nirwanawati Girsang (032020048)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH

MEDAN TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR
Puji syukur untuk kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
berkat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan mata kuliah Kepemimpinan
Manajemen Keperawatan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lili Suryani Tumanggor S.kep.,Ns.,M.kep
selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Makalah “Ketenagaan Keperawatan Sesuai
Dengan Kebutuhan Ruang Rawat” sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan mata kuliah yang kami tekuni dalam mata kuliah keperawatan manajemen
keperawatan, Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Oleh karena itu, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Medan, 21 Maret 2024

Kelompok 14A
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1. Latar Belakang..............................................................................................................
1.2. Tujuan...........................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................
2.1. Konsep dasar, prinsip, dan tujuan ketenagaan..............................................................
2.2. Variabel dalam ketenagaan...........................................................................................
2.3. Cara perhitungan jumlah tenaga dalam suatu shift.......................................................
2.4. Alokasi dan penjadwalan tenaga keperawatan setiap shift...........................................
2.5. Peningkatan kualitas ketenagaan sesuai standart akreditasi.........................................
2.6. Jenis metode penugasan dalam ruang rawat.................................................................
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat berperan penting dalam pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa perawat merupakan pemberian
layanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di garis depan dan melayani pasien sepanjang
waktu. Kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan semakin meningkat, perawat perlu
bertindak secara profesional dengan tetap mengemban tanggung jawab yang besar.
UU No. 23 Tahun 1992 merupakan rambu-rambu yang menyatakan hak dan kewajiban
tenaga kesehatan termasuk perawat dalam melaksanakan tugas pelayanannya (Nursalam, 2007)
Perawat bertanggung jawab atas hampir semua promosi kesehatan dan kegiatan pencegahan
penyakit di rumah sakit dan pengaturan lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran
perawat dalam mendukung visi, misi, dan tujuan rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, perawat harus mampu bekerja secara profesional dan memiliki
kompetensi yang tinggi. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat menjalankan
perannya dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan melalui
pemberian pelayanan keperawatan.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar, prinsip, dan tujuan ketenagaan
2. Untuk mengetahui variabel dalam ketenagaan
3. Untuk mengetahui cara perhitungan jumlah tenaga dalam suatu shift
4. Untuk mengetahui alokasi dan penjadwalan tenaga keperawatan setiap shift
5. Untuk mengetahui peningkatan kualitas ketenagaan sesuai standart akreditasi
6. Untuk mengetahui jenis metode penugasan dalam ruang rawat
BAB 2
PEMBAHASAN
Case:

Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tepatnya diruangan St.Ignatius terdapat jumlah pasien
17 orang dimana 3 orang ketergantungan minimal, 8 orang ketergantungan partial dan 6 orang
ketergantungan total. Diruangan tersebut terdapat 25 bed. Hitunglah tenaga perawat yang
dibutuhkan dalam satu shift?

2.1. Konsep dasar, prinsip, dan tujuan ketenagaan


2.1.2 Pengertian Ketenagaan

Ketenagaan didefinisikan sebagai rencana sumber daya manusia untuk mengisi posisi
dalam sebuah organisasi dengan personil yang berkualitas. Hakekat ketenagaan pada intinya
adalah pengaturan, mobilisasi potensi, prosesmotivasi, dan pengembangan sumber daya manusia
dalam memenuhi kepuasan melalui karyanya. Hal ini berguna untuk tercapainya tujuan individu,
organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya (Suarli dan Bahtiar, dalam Nursalam 2014).

Menurut Fadillah dkk. dalam Nursalam (2014) ketenagaan (staffing) sering dimulai
dengan rencana sumber daya manusia, dimana terdiri dari antisipasi dan mempersiapkan untuk
perpindahan karyawan ke dalam, masuk dan keluar dari perusahaan.

2.1.2 Prinsip Ketenagaan


Prinsip untuk Staff Perawat yang ditulis dalam buku yang ditulis oleh (Huber dikutip
dalam Nursalam, 2014) dikembangkan untuk membimbing tenaga kerja perawat. Sembilan
prinsip tersebut disusun menjadi tiga kategori yang berkaitan dengan unit perawatan pasien, staf,
dan organisasi. Sembilan prinsip tersebut adalah sebagai berikut (ANA dikutip dalam Nursalam,
2014):

a. Unit Perawatan Pasien

1) Tingkat ketenagaan yang sesuai untuk unit perawatan pasien mencerminkan analisis
kebutuhan pasien individual dan agregat.
2) Tingkat gberikut adalah kebutuhan kritis untuk menunda atau mempertanyakan secara
serius kegunaan konsep jam perawatan per hari pasien (HPPD).
3) Fungsi Unit yang diperlukan untuk mendukung penyampaian asuhan keperawatan
berkualitas juga harus diperhatikan dalam menentukan tingkat ketenagaan.

b. Staf
1) Kebutuhan khusus dari berbagai pasien harus memenuhi kompetensi klinis yang sesuai
dengan praktik perawat di wilayah tersebut.
2) Registered nurse (RN) harus memiliki dukungan manajemen keperawatan dan
perwakilan baik di tingkat operasional maupun tingkat eksekutif.
3) Dukungan klinis dari RN yang berpengalaman harus tersedia untuk RN tersebut dengan
kemampuan yang kurang.

c. Organisasi
1) Kebijakan organisasi harus mencerminkan organisasi yang menghargai perawat terdaftar
dan karyawan lainnya sebagai aset strategis dan menunjukkan komitmen sejati untuk
mengisi posisi yang dianggarkan pada waktu yang tepat.
2) Institusi harus memiliki kompetensi terdokumentasi untuk staf perawat, termasuk RN
atau RN tambahan dan bepergian, untuk kegiatan yang telah mereka lakukan.
3) Kebijakan organisasi harus mengenali berbagai kebutuhan baik pasien maupun staf
perawat.
Prinsip-prinsip ini mencerminkan banyak nilai penting yang terkait dengan analisis
kebutuhan pasien, lingkungan kerja perawat, dan hasil di tingkat unit. ANA merekomendasikan
model profesional di mana faktor ketenagaan yang diperhitungkan mencakup jumlah pasien,
tingkat kebutuhan pasien, masalah kontekstual seperti ketersediaan geografi unit dan
ketersediaan teknologi, dan tingkat persiapan, pengalaman, dan kompetensi perawat. Seiring
bertambahnya tingkat kualitas keperawatan, masalah ketenagaan perawat dan meningkatnya
perhatian terhadap kualitas dan biaya perawatan maka ANA memperbaharui panduan mengenai
Prinsip ANA untuk Staf Perawat . Panduan ini menyoroti beberapa perspektif kebijakan:

1) Nilai yang dimasukkan perawat dalam perencanaan organisasi


2) Nilai yang dimasukkan perawat dalam pelaksanaan tugas
3) Nilai RN yang terlatih secara klinis dan berpengalaman dalam membuat keputusan
profesional mengenai ketenagaan.

2.1.3 Tujuan Ketenagaan

Tujuan manajemen ketenagaan adalah mendayagunakan tenaga keperawatan yang efektif


dan produktif yang dapat memberikan pelayanan bermutu sehingga dapat memenuhi pengguna
jasa. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan
menghadapi tantangan internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola
sumber daya manusia setepat tepatnya.

2.2. Variabel dalam ketenagaan

Gibson menyampaikan Model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah
variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, yaitu variabel individu, variabel
psikologis, dan variabel organisasi. Variabel individu dikelompokkan pada sub variabel
kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel kemampuan dan
ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu.
Sedangkan demografis memiliki efek tidak langsung perilaku dan kinerja individu. Variabel
psikologis terdiri atas sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel
ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel
demografis. Variabel psikologis ini merupakan hal yang komplek dan sulit diukur. Variabel
organisasi memiliki efek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel ini
dogolongkan pada sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain
pekerjaan.

2.2.1 Variabel Individu


a) Jenis kelamin Saat ini banyak sekali diperdebatkan mengenai apakah kinerja wanita sama
dengan kinerja pria ketika bekerja. Sementara studistudi psikologis menemukan bahwa
wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang dan pria lebih agresif. Pria lebih besar
kemungkinan dari wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses, tetai perbedaan itu
kecil adanya. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011).
b) Umur Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan
bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur jugamempengaruhi
produktivitas, hal ini dapat di lihat dari keterampilan individu terutama kecepatan,
kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu dan kebiasaan
pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semua menyambung
pada berkurangnya produktivitas kemerosotan ketrampilan fisik apapun yang disebabkan
umur berdampak pada produktivitas. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011).
c) Pendidikan Dari penelitian yang dilakukan bahwa pendidikan mempengaruhi kinerja
seseorang dalam bekerja. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011).
d) Masa Kerja Pengalaman dikaitkan dengan lama kerja seseorang dalam bidangnya, tapi
pengalaman kerja tidak bisa dijadikan indikator yang menunjukkan kualitas kerja
seseorang. Masa kerja yang lebih lama umunya menjadikan pegawai lebih banyak tahu
dan mempunyai tindakan atau gagasan yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai
yang baru bekerja/masa kerjanya belum lama. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011).
e) Pelatihan Pelatihan juga dapat merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang tidak
mempunyai pendidikan formal sesuai tugasnya, sehingga meningkatkan kualitas
pekerjaannya. Dengan pelatihan ini diharapkan agar seseorang lebih mudah
melaksanakan tugasnya. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011)
2.2.2 Variabel Organisasi
a) Supervisi Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh
pengelola program/proyek terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih
rendah, dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja
pegawai melalui suatu proses yang sistematis dengan peningkatan pengetahuan,
peningkatan keterampilan. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011).
b) Imbalan Setiap orang membutuhkan insentif baik sosial maupun finansial penghargaan,
karena penghargaan merupakan suatu kebutuhan. Penghargaan atas prestasi atau jasa
seseorang ditinjau dari segi kebutuhan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
menurut teori Maslow (1984) terletak pada urutan keempat yaitu kebutuhan akan
penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain. (Ariani dikutip dalam Nursalam,
2011)

Pemberian kompensasi seperti gaji, insentif, tunjangan, bonus, lembur juga perlu
ditingkatkan karena akan dapat membantu meningkatkan pendapatan karyawan yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja. Sebaliknya apabila pendapatan karyawan kecil bagaimana
mereka mampu memenuhi kebutuhannya, dan ini jelas akan berdampak pada prestasi kerja
mereka. (Nurcahyo dikutip dalam Nursalam, 2014).

2.2.3 Variabel Psikologis


a) Motivasi Motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang meciptakan kegairahan
kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Ariani dikutip dalam Nursalam, 2011)
Motivasi kerja yang tinggi haruslah diciptakan dalam organisasi. Baik motivasi materi
maupun non materi. Dengan motivasi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan
kinerja karyawan. (Nurcahyo dikutip dalam Nursalam, 2014).
b) Penilaian Kinerja Disiplin kerja yang tinggi harus diterapkan di organisasi, karena
dengan mendisiplinkan karyawan maka akan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Ada
berbagai macam teknik mendisiplinkan karyawan, organisasi harus memilih mana yang
paling tepat diterapkan diorganisasi. . (Nurcahyo dikutip dalam Nursalam, 2014).
2.3. Cara perhitungan jumlah tenaga dalam suatu shift
Perencanaan kebutuhan tenaga keperawatan di unit layanan keperawatan adalah proses
perhitungan jumlah sumber daya manusia keperawatan berdasarkan tempat keterampilan,
perilaku yang dibutuhkan,siapa mengerjakan apa, dengan keahlian apa, kapandibutuhkan, dan
berapa jumlahnya untuk memberikan pelayanan keperawatan. Perencanaan perlu dibuat karena
hal-hal sebagai berikut:

a. Layanan keperawatan harus mengoordinasikan kegiatannya terkait dengan


perlunya kegiatan terkait dengan perlunya sistem dan struktur organisasi, adanya
instrument, SDM yang sesuai dengan kebutuhan bagian dan manajemen layanan
keperawatan

b. Layanan keperawatan perlu memastikan bahawa masa depan telah diperhitungkan


(mampu bersaing dan tetap eksis, dapat meramalkan dan memastikan arah yang
akanditempuh, harus beraksi terhadap perubahan yang ada, pimpinan harus
mencegah organisasi menjadi besar agar tidak sulit dikelola)

c. Layanan keperawatan perlu bertindak rasional (harus ekonomis, dapat bersaing di


masa depan, program apa yang dibutuhkan, pelayanan apa yang kita kembangkan,
berapa tenaga yang dibutuhkan, rumah sakit perlu perencanaan yang baik dan
penuh kehati-hatian).

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan antara lain:

a. Faktor klien

Tingkat komplekitas dan lamanya kebutuhan perawatan. Tipe-tipe respons


kliensesuai dengan penyakit, usia, faktor spesifik, jumlah klien dan fluktuasi,
keadaan sosial ekonomi yang memengaruhi klien dan keluarga.

b. Faktor tenaga

Jumlah dan komposisi tenaga, kebijakan pengaturan dinas, peran, fungsi dan
tanggung jawab, tingkat Pendidikan dan pelayanan perawat

c. Faktor lingkungan

Tipe dan lokasi rumah sakit, lay out ruang perawatan, fasilitas dan jenis pelayanan
yang diberikan, kelengkapan peralatan, pelayanan penunjang dari bagian lain

d. Faktor organisasi

Mutu pelayanan dan kebijakan pembinaan Merencanakan kebutuhan tenaga


keperawatan dapat dilakukan dengan menggunakan formula berikut:

1. Formula Gillies Rumus:

Tenaga perawat = A x B

(365-C) x jam kerja/ hari

Keterangan :

TP : Tenaga Perawat

A : Jam Perawatan/ 24 Jam (Waktu Perawatan Yang Dihasilkan Pasien)

B : Sensus Harian – BOR X Jumlah TT

C : Jumlah hari libur

365 : Jumlah hari kerja selama setahun

Contoh

Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tepatnya diruangan St.Ignatius terdapat jumlah pasien
17 orang dimana 3 orang ketergantungan minimal, 8 orang ketergantungan partial dan 6 orang
ketergantungan total. Diruangan tersebut terdapat 25 bed. Hitunglah tenaga perawat yang
dibutuhkan dalam satu shift?

Tenaga perawat = A x B

(365-C) x jam kerja/ hari

Diketahui

A = jam perawatan/24 jam =17 x7/24=119/24

B = 17 orang ( jumlah pasien=sensus harian)

BOR = jumlah tempat tidur yang terpakai x 100%


Jumlah tempat tidur keseluruhan

= 17 x 100% = 68 %

25

TT : jumlah tempat tidur = 25

C = 12

Tenaga perawat = A x B

(365-C) x jam kerja/ hari

= 119/24 x (17-68x25)

(365-12) x 7

= 4,9 x 1.683

2.471

= 8.246,7 = 3,3 = 3 orang

2.471

Jadi, jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan dalam satu shift sebanyak 3 orang.

Kebutuhan tenaga perawat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui berapa jumlah perawat yang dibutuhkan adalah dengan menghitung
jumlah total jam perawatan seluruh pasien kemudian dibagi dengan jam kerja efektif/ sif
(7 jam/ shift)

2. Antisipasi ketidakhadiran perawat karena adanya waktu/ hari yang tidak efektif, yang
akan dijadikan sebagai faktor koreksi dengan cara, jumlah hari/ minggu dalam satu
tahun (52 hari) ditambah hari cuti dalam satu tahun (12 tahun) ditambah libur hari besar
dalam satu tahun (14 hari), dibagi dengan jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun
(286 hari)

3. Selain memberikan asuhan keperawatan, perawat juga membutuhkan waktu untuk


tugas-tugas lain nonkeperawatan. Untuk menentukan jumlah tenaga dalam dalam
melaksanakan tugas nonkeperawatan ini ditentukan dengan cara, jumlah tenaga perawat
+ faktor koreksi x 25%

4. Total kebutuhan perawat adalah jumlah tenaga perawat +faktor koreksi + tugas non
keperawatan

Penentuan Kebutuhan Tenaga di Ruangan

1) Tingkat ketergantungan pasien

Tingkat ketergantungan klien di ruangan di nilai dengan menggunakan instrument


yang dimodifikasi kelompok sesuai keadaan klien kardiologi dengan acuan
instrumen penilaian tingkat ketergantungan klien dari Orem (total, partiel, mandiri-
instrumen lengkap terlampir).

Tingkat ketergantungan pasien diruang kardiologi secara menyeluruh dari


pengkajian diatas (29-30 April 2019) sebesar:

 Total care: 9 orang

 Partiel care : 6 orang

 Minimal care : 17 orang

2) Kebutuhan tenaga perawat

Kebutuhan tenaga perawat di ruang kardiologi dari pengkajian tanggal 29-30 April
2019 sebagai berikut:

Kebutuhan tenaga perawat secara keseluruhan di ruang

Klasifikasi Kebutuhan Tenaga Perawat


Pagi Sore Malam
Total Care 9 x 0,36 = 3,24 9 x 0,30 = 2,7 9 x 0,20 = 1,8
Partial Care 6 x 0,27 = 1,62 6 x 0,15 = 0,90 6 x 0,07 = 0,42
Minimal 17 x 0,17 = 2,09 17 x 0,14 = 2,38 17 x 0,10 = 1,7
Care
Jumlah 6,95 5,68 3,92

Kesimpulan jumlah tenaga perawat :

- Pagi : 7 orang

- Sore : 6 orang

- Malam : 4 orang

17 orang

Jadi jumlah perawat yang dibutuhkan untuk perhari bertugas di ruang kardiologi berjumlah
17 orang.

2.4. Alokasi dan penjadwalan tenaga keperawatan setiap shift


Pola penjadwalan Staffing dan scheduling adalah fase ketiga dalam proses
managemen. Pola staffing dan kebijakan scheduling terkait langsung dengan fase
manajemen yaitu: planning dan organizing. Staffing dilakukan melalui seorang manager
keperawatan dengan merekrut, menyeleksi, mengorientasikan, dan mempromosikan
pengembangan personil. Sedangkan scheduling adalah penjadwalan kerja staff perawat
berdasarkan shift kerja (Robins, 2007).

Banyak hambatan yang dapat ditemui dalam proses staffing dan scheduling,
Hambatan tersebut umumnya dapat berasal dari ketersediaan tenaga perawat yang sesuai
kualifikasi, maupun hambatan proses scheduling berupa tidak adanya perawat yang
bersedia untuk ditempatkan pada shift tertentu. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal
yang dijadikan bahan pertimbangan dalam proses staffing dan scheduling yang kreatif,
yaitu:
a. 10-12 jam per shift

b. Premium payment untuk pekerjaan di akhir minggu dan hari libur

c. Adanya alokasi untuk staffing part time pada shift akhir minggu

d. Cyclical staffing: yang menggambarkan siklus kerja pada beberapa minggu ke


depan. Model ini dapat dibuat dengan pola khusus yang dapat diulang setiap 4
minggu misalnya.

e. Job sharing, adanya pembagian tugas

f. Diperbolehkannya perawat untuk bertukar jadwal diantara mereka

g. Flextime (perawat mengusulkan waktu shift kerjanya sendiri.

h. Penggunaan supplemental staffing/ staffing pools. Ini digunakan jika ada


perawat yang tiba-tiba tidak bisa masuk kerja, sehingga kebutuhan perawat
diambilkan dari pool ini.

i. Staff Self-Scheduling, perawat mengimplementasikan jadwal kerja secara


kolektif yang sesuai dengan panduan kerja, dan tanggung gugat perawat.
Beberapa organisasi membuat system desentralisasi staffing yaitu dengan
mempunyai unit manager yang membuat jadwal. Organisasi yang lain
menggunakan system sentralisasi staffing dengan membuat keputusan yang
dipusatkan di kantor pusat atau staffing center. Pada organisasi dengan
desentralisasi staffing, unit manager yang harus bertanggung jawab untuk
menutup semua jadwal staff yang kosong, mengurangi jumlah staff pada saat
jumlah pasien menurun, menambah jumlah staff pada saat jumlah pasien
meningkat, menyiapkan jadwal bulanan, serta menyiapkan jadwal libur staff.
Organisasi dengan sentralisasi staffing menggunakan satu orang atau sebuah
computer untuk melakukan tugas staffing dan scheduling bagi semua unit. Peran
manager dibatasi dalam membuat keputusan ringan dan memberikan input.
Manager keperawatan bertanggung jawab dalam memantau kebutuhan personel
yang sesuia dengan kondisi organisasi, misalnya adanya perubahan dalam
frekuensi penyakit dan jumlah pasien yang meningkat tiba-tiba, maka manager
harus dapat mengatasi kebutuhan staff dalam kondisi tersebut. Scheduling dalam
hal ini tidak dapat dipisahkan dari staffing. Pada saat manager mencari perawat
untuk mengisi kekosongan shift, maka pada saat itu dia melaksanakan fungsi
staffing termasuk scheduling. Salah satu bentuk sentralisasi staffing adalah
online shift bidding (OSB).

2.5. Peningkatan kualitas ketenagaan sesuai standart akreditasi

Salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah tersedianya
Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan. Pasal 11 pada Undang-Undang Republik
Indonesia, No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan salah
satunya adalah,tenaga keperawatan. Perawat di Indonesia banyak menghadapi banyak tantangan.
Salah satu tantangan tenaga kesehatan Indonesia khususnya perawat adalah rendahnya kualitas,
seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan
kompetensi lulusan pendidikan tinggi yang tidak sejalan dengan tuntutan kerja di mana tenaga
kerja yang dihasilkan tidak siap pakai.

Di Indonesia sendiri, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan SDM


Kesehatan (PPSDM Kesehatan) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Profil Kesehatan
Indonesia 2015 dalam (Kemenkes, 2016)) melaporkan bahwa jumlah terbesar tenaga kesehatan
Indonesia menurut rumpun ketenagaan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 tentang tenaga
kesehatan adalah perawat dengan jumlah 223.910 orang atau 34,6% dari total tenaga kesehatan
yang berjumlah 647.170 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan
Tahun 2011-2025, terget rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk pada tahun 2019 di
antaranya rasio perawat 180 per 100.000 penduduk. Namun secara nasional, rasio perawat adalah
87,65 per 100.000 penduduk. Hal ini masih jauh dari target tahun 2019 yaitu 180/100.000
penduduk.

Angka ini juga masih belum mencapai target tahun 2014 yang sebesar 158 /100.000
penduduk. Dari meeting MRA (Mutual Recognition Arrangement) Pusrengun BPPSDM
Bandung (2011), disampaikan bahwa kebutuhan Perawat 9.280 orang pada tahun 2014, 13.100
orang pada tahun 2019, dan 16.920 pada tahun 2025, (AIPVIKI, 2015). Berdasarkan hal tersebut,
Kementerian Kesehatan akan terus menambah jumlah perawat karena dianggap belum mencapai
target rasio dan masih dianggap kurang. Hal ini yang mendasari pertumbuhan institusi
keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Tentunya hal ini ikut menyumbang
penambahan jumlah perawat di Indonesia. Berdasarkan data dari Dirjen Pendidikan Tinggi dan
Badan PPSDM Kesehatan RI jumlah institusi penyelenggara pendidikan DIII Keperawatan yang
telah menjadi anggota Asosiasi Institusi Pendidikan DIII Keperawatan Indonesia (AIPDIKI)
sampai dengan April tahun 2015 berjumlah 416 institusi (AIPVIKI, 2015).

Jumlah institusi penyelenggara pendidikan SI Ners Keperawatan yang telah menjadi


anggota Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) sampai dengan April 2017 sudah
mencapai 304. Institusi (AIPNI, 2017). Di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga
perawat justru meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara
pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non
keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah pengembangan
perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana prasarana cenderung untuk
dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas. Semakin banyak memproduksi perawat semakin lama
juga profesi keperawatan membenahi kualitasnya, tentunya peran pemerintah juga dibutuhkan.

Kualitas perawat dianggap sebagai hal yang sangat vital karena hal ini berkenaan
langsung dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan untuk masyarakat, dan tentunya
untuk mendukung program-program kerja Kementerian Kesehatan RI dalam pembangunan
kesehatan Nasional. Pemerintah bersama-sama dengan organisasi profesi keperawatan sudah
melakukan upaya peningkatan kualitas perawat dengan melakukan uji kompetensi dan juga
sejumlah pelatihan-pelatihan. Namun hal tersebut di rasa belum optimal karena jumlah perawat
yang terus bertambah dan tidak terkendali. Pemerintah dalam menjalankan UU No. 36 tentang
Tenaga Kesehatan Tahun 2014 dirasa belum optimal terutama memenuhi tanggung jawab dan
wewenang dalam meningkatkan mutu tenaga kesehatan, yang salah satunya adalah tenaga
keperawatan.

Pada UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2014 telah diatur perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan tenaga profesi, registrasi dan perizinan tenaga kesehatan, dan
penyelenggaraan profesi tenaga kesehatan dalam hal ini termasuk profesi keperawatan. Namun
terkait mengenai pengaturan institusi pendidikan keperawatan secara spesifik belum dijelaskan,
sehingga institusi pendidikan keperawatan berlomba-lomba menyelenggarakan program
pendidikan keperawatan dengan berbagai jenjang baik DIII, Sarjana, bahkan DIV keperawatan.
Di Indonesia, selama ini pengaturan mengenai pendirian dan penyelenggaraan pendidikan
keperawatan masih belum tegas dan jelas, sehingga banyak sekali berdiri institusi pendidikan
keperawatan yang kualitasnya masih diragukan.

Peningkatan kualitas dan kompetensi ini menjadi lebih penting saat dunia kesehatan
memasuki situasi global yang memungkinkan terjadi persaingan. Kualitas menjadi titik penting
bagi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.

Tanpa kualitas memadai sulit rasanya kita mengharapkan terjadi perubahan terhadap
indeks kesehatan masyarakat di Bumi Marunting Batu Aji ini. Maka upaya untuk terus mencetak
tenaga kesehatan yang berkualitas, baik itu dokter, bidan, dan perawat harus menjadi prioritas.
utama.

Sertifikasi, uji kompetensi, pelatihan, magang, tugas lapangan dan lainnya bisa menjadi
alat ukur kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan. Selain itu, pengakuan terhadap profesi
tenaga kesehatan seperti perawat misalnya akan menjamin kenyamanan dan kualitas kerja dari
SDM kesehatan tersebut.

Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian tersendiri.


Kompetensi tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan melalui serangkaian kursus, pelatihan
studi banding dan sejenisnya sehingga mereka mampu melakukan tugas-tugas layanan kesehatan
secara memadai, aplikatif dan sistematis sesuai perkembangan teknologi dunia kesehatan

Upaya Peningkatan Kualitas Tenaga Sesuai Akreditasi diantaranya

1) Peningkatan standart pendidikan perawat


2) Adanya manajemen SDM yang baik
3) Adanya Komite Keperawatan
4) Pelaksanaan standart akreditasi RS
5) Dilaksanakannya Penilaian Kinerja

Peningkatan standart pendidikan perawat

1) Mendorong perawat menjadi perawat profesi (Ners dan ners spesialis)


2) Permenkes 26 Th 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU 38 Th 2014 tentang
Keperawatan: Bab IV tentang penyelenggaraan praktik keperawatan Pasal 24, perawat
sebagai pengelola pelayanan keperawatan hanya dapat dilakukan perawat Profesi
3) Pengelola pelayanan pengkajian, penetapan permasalahan, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi layanan keperawatan dan pengelola kasus.

Jika kuantitas dan distribusi tenaga kesehatan yang berkualitas dan kompeten ini terus
dimonitoring secara intensif oleh Pemerintah, maka diyakini akan terjadi peningkatan derajat
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pertumbuhan dan persebaran tenaga kesehatan yang
merata harus selalu disertai upaya peningkatan kualitas dan kompetensinya. Mungkin dengan
strategi ini harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan secara mudah, merata dan
berkualitas dapat tercapai.

2.6. Jenis metode penugasan dalam ruang rawat

2.6.1 Pengertian metode penugasan


Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Definisi tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu
pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam
memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.
Metode penugasan merupakan suatu alternative metode yang akan terapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
asuhan dan peningkatan derajat kesehatan pasien. Metode penugasan dapat juga diartikan
sebagai keterampilan yang dikembangkan oleh perawat, pengelola oleh manajer unit berdasarkan
pengetahuan mengenai kebutuhan keperawatan pasien dan pengetahuan kemampuan staf
termasuk jenis-jenis kategori tenaga yang ada. Beberapa metode yang digunakan dalam
perencanaan pelayanan keperawatan dalam unit tergantung misi, falsafah dan tujuan serta model
keperawatan yang dianut..

2.6.2 Jenis-jenis metode penugasan


1. Fungsional (bukan model MAΚΡ).
Keperawatan fungsional adalah modalitas praktik keperawatan tertua. Ini dapat digambarkan
sebagai metode berorientasi tugas di dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan kepada
setiap anggota staf. Seorang perawat terdaftar bertanggung jawab untuk memberikan obat-
obatan, satu orang untuk memberikan perawatan, dan satu lagi untuk mengelola pemberian
intravena; satu perawat berlisensi ditugaskan untuk masuk dan keluar, dan yang lainnya
memandikan tempat tidur; seorang asisten perawat merapikan tempat tidur dan membagikan
nampan makanan. Tidak ada perawat yang bertanggung jawab atas perawatan total pasien mana
pun. Metode ini membagi tugas-tugas yang harus dilakukan, dengan masing-masing orang
bertanggung jawab kepada manajer perawat, yang mengkoordinasikan dan mengawasi
perawatan. Ini adalah sistem yang efisien dan terbaik untuk staf keperawatan yang dihadapkan
dengan beban pasien yang besar dan kekurangan perawat professional.
Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan pada bagian tersebut
secara umum:
a.Kepala Ruangan, tugasnya:
 Merencanakan pekeriaan
 Menentukan kebutuhan perawatan pasein
 Membuat penugasan
 Melakulan supervise
 Menerima instruksi dokter.
b.Perawat Staff:
 Melakukan askep langsung pada pasien
 Membantu supervisi askep yang diberikan oleh pembantu tenaga keperawatan
c.Perawat Pelaksana :
Melaksanakan askep langsung pada pasien dengan askep sedang, pasien dalam masa
pemulihan kesehatan dan pasien dengan penyakit kronik dan membantu tindakan
sederhana(ADL).
d.Pembantu Perawat:
Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri untuk mandi, menbenahi
tempat tidur, dan membagikan alat tenun bersih.
e.Tenaga Admionistrasi Ruangan
 Menjawab telpon
 Menyampaikan pesan
 Memberi informasi
 Mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan
 Mencatat pasien masuk dan pulang, membuat duplikat rostertena ruangan
 Membuat permintaan lab untuk obat-obatan/persediaan yang diperlukan atas instruksi
kepala ruangan
Kelebihan dari metode fungsional
 manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan
pengawasan yang baik:
 sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga,
 perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.

Kelemahan dari metode fungsional


 tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
 pelayanan keperawatan terpisah pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan;
 persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.
Perawat penanggung jawab

Perawat RN yang
bertanggung jawab
terhadap obat
Perawat RN
yangmemberikan terapi

Asisten keperawatan
/perawatan higienik

Bagian administrasi

Pasien/klien

Struktur organisasi keperawatan fungsional


2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan. dibagi menjadi
2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok
kecil yang saling membantu. Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit
rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.
Konsep metode Tim:
a. ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan;
b. pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin;
c. anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang
a. kelebihan
o memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
o mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
o memungkinkan komunikasi antartis, sehingga konflik mudah di
atasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
b. Kelemahannya:
o komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep mode Tim
a. ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan;
b. pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin;
c. anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang.

Tanggung jawab anggota tim:


a. memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah
tanggung jawabnya;
b. kerja sama dengan anggota tim dan antartim;
c. memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim:


a. membuat perencanaan;
b. membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;
c. mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien;
d. mengembangkan kemampuan anggota;
e. menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab kepala ruang


a. perencanaan:
o menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing.
o mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;
o mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi, dan
persiapan pulang, bersama ketua tim;
o mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan
o kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan;
o merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan,
o mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien;
o mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk
kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta
memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru
masuk;
o membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;
o membantu membimbing peserta didik keperawatan;
o menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit,
b. pengorganisasian:
o merumuskan metode penugasan yang digunakan,
o merumuskan tujuan metode penugasan;
o membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas,
o membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim,
dan ketua tim membawahi 2-3 perawat:
o mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses
dinas,mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;
o mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,
o mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;
o mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat
kepada ketua tim;
o memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien,
o mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;
o identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c. pengarahan:
o memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;
o memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik;
o memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap
o menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan. dengan asuhan keperawatan pada pasien
o melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan:
o membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya:
o meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. pengawasan:
o melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien;
o melalui supervisi
 pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,
mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara
lisan, dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan kelemahan
yang ada saat itu juga;
 pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir
ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas;
 evaluasi,
 mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama
ketua tim;
 audit keperawatan.
Perawat penanggung jawab

Staf keperawatan

Staf keperawatan

Staf keperawatan
Staf keperawatan

Staf keperawatan

Staf keperawatan

Pasien/Klien

Pasien/Klien

Pasien/Klien

Struktur organisasi keperawatan tim

3. MAKP Primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan. antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
- Kelebihan:
o bersifat kontinuitas dan komprehensif;
o perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan
o memungkinkan pengembangan diri;
o keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies, 1989)..

Konsep dasar metode primer:


a. ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b. ada otonomi
c. ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas perawat primer:
a. mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
b. membuat tujuan dan rencana keperawatan;
c. melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
d. mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain;
e. mengevaluasi keberhasilan yang dicapai:
f. menerima dan menyesuaikan rencana;
g. menyiapkan penyuluhan untuk pulang,
h. melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat;
i. membuat jadwal perjanjian klinis;
j. mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:


a. sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer,
b. orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c. menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;
d. evaluasi kerja;
e. merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f. membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang
terjadi
Ketenagaan metode primer:
a. setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat
dengan pasien;
b. beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer,
c. penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d. perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofesional sebagai perawat asisten

Perawat penanggung Sumber daya rumah


Dokter
jawab sakit

Perawat primer

Pasien /klien

Perawat
Perawat associate(sesuai
Perawat associate(sore kebutuhan)
associate(malam hari)
hari)

Struktur keperawatan primer

4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan tidak ada. jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat
privat/pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan
intensif (intensive care).
A. Kelebihannya:
o perawat lebih memahami kasus per kasus;
o sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
B. Kekurangannya:
o belum dapat diüdentifikasi perawat penanggung jawab;
o perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama.

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.


Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut
Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan berikut.
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan S 1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan.
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer,
karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3.
bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua
tim.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu aspek penting tercapainya mutu pelayanan di suatu rumah sakit adalah
tersedianya tenaga keperawatan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Untuk hal ini
dibutuhkan kesiapan yang baik dalam membuat perencanaan terutama tentang ketenagaan.
Perencanaan ketenagaan ini harus benar benar diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan
dampak pada beban kerja yang tinggi sehingga memungkinkan kualitas pelayanan akan
menurun. Dan bila dibiarkan akan menyebabkan angka kunjungan klien ketempat pelayanan
kesehatan akan menurun sehingga pendapatan rumah sakit juga akan menurun.

Seorang menajer keperawatan harus mampu membuat perencanaan ketenagaan dengan


baik, yaitu dengan memanfaatkan hasil perhitungan yang didasarkan pada data-data kepegawaian
sesuai dengan yang ada di rumah sakit tersebut. Dalam melakukan penghitungan kebutuhan
tenaga perawat di rumah sakit, kita dapat menggunakan beberapa rumus dimana tiap metode
penghitungan pada prinsipnya hampir sama akan tetapi memiliki kekhasan bagi situasi dan
kondisi tertentu dari sistem pemberian layanan asuhan keperawatan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bessie,Carol,2010. Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, Jakarta.

Cherie, A., & Gebrekidan, A. B. (2005). Lecture Notes Nursing Leadership and
Management. 283.

Murharyati,dkk ( 2022). Manajemen Dan Kepemimpinan Dalam Keperawatan.Rizmedia.

Nining,2022.Hubungan Penerapan Metode Penugasan TIM Dan Komunikasi Efektif


Dengan Kepuasan Kerja Perawat DI Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah 45 Kuningan Tahun 2022.Journal Of Nursing Practice and Education.

Nursalam,2016.Manajemen keperawatan:Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional


Edisi 5.jakarta selemba medika.

Seprinus Patodin ,Putri Wulan Sari,2022.Hubungan Penerapan Metode Asuhan


Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Dengan Kepuasan Kerja Perawat.Mega
Buana Journal of Nursing, 1 (2), 2022, 64-72

Swansburg, R.C. (2006). Management & leadership for nurse administration. Boston: Jones
& Bartlert Pub.

Siahaan, dkk,.(2021). Pengaruh Supervisi Kepala Ruangan Terhadap kinerja Perawat


Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap TK II Putri
Hijau KESDAM I BB Medan Tahun 2021,Journal of Healthcare Technology and
Medicine Vol. 7 No. 2 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai