Anda di halaman 1dari 2

Yesus dalam Injil hari ini mengajak kita untuk melihat mana yang baik dan benar

tentang aturan hidup bersama. Peraturan biasanya dibuat agar orang dapat hidup
dengan baik dan benar.

Orang Yahudi sangatlah keras memelihara hari sabat. Semua pekerjaan dilarang untuk
dilakukan. Tabib hanya bisa menolong orang kalau orang itu benar benar sekarat,
misalnya perempuan yang mau melahirkan, korban tabrakan maut.

Kalau mereka yang tabrakan maut, masih hidup maka boleh ditolong. Tetapi kalau
sudah mati, maka mayatnya harus dibiarkan sampai hari sabat berlalu. Tangan yang
patah tidak boleh dirawat, Jari yang teriris pisau boleh dibalut tetapi tidak boleh diberi
obat.

Prinsipnya adalah pada hari sabat, luka luka hanya dijaga agar jangan semakin parah
sakitnya, namun tidak perlu disembuhka pada hari sabat. Sikap pemimpin agama
terhadap sabat sangatlah kaku dan keras.

Saya kira banyak dari antara kita mempunyai prinsip dan komitmen yang kokoh dalam
hidupnya.
Sikap menjunjung tinggi aturan yang disepakati sungguh dijiwai orang-orang demikian.
Mereka berpikir bahwa prosedur dan aturan main yang berlaku adalah hal yang patut
untuk diterapkan dengan sebaik mungkin.

Kisah Injil tentang Yesus yang menyembuhkan orang yang sebelah tangannya mati,
pada hari Sabat, membuat kita kembali merenung atas komitmen dan segala
kesepakatan. Apakah dari semuanya itu nilai kesejahteraan manusia sungguh
diutamakan? Ataukah semuanya selesai hanya dengan pembuktian bahwa segala
peraturan dan kesepakatan berjalan dengan semestinya? Apa dampaknya bagi manusia
dan apakah manusia semakin merasa lebih baik?

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tadi, mengundang kita untuk semakin berefleksi


akan segala peraturan yang kita jalankan. Kita diundang untuk mengerti akan nilai apa
yang mau dicapai ketika kita menjalankan peraturan ataupun kesepakatan dalam
kebersamaan kita. Dengan kisah Injil hari ini, Yesus mengundang kita untuk lebih
mengutamakan perbuatan kasih daripada peraturan kaku yang kebanyakan merugikan
manusia sendiri. Semoga kita semakin mampu melihat lebih dalam akan arti pentingnya
nilai hidup manusia. Hendaknya kita semakin bijaksana dalam mengutamakan
kepentingan manusia daripada peraturan-peraturan kaku
Dari ayat-ayat di atas, ada beberapa hal yg dapat kita pelajari:

Ia memanggil orang yang mati sebelah tangan itu untuk datang kepada-Nya. Ia
berkata, “Mari!” (Mrk. 3:3a). Yesus tidak membiarkan orang itu terjerat dalam
kondisinya yang memprihatinkan. Yesus bertindak proaktif memanggil orang itu untuk
datang kepada-Nya.

1. Dalam mengerjakan yg baik sekalipun, kadangkala kita harus melewati kritik.


Kadang kala kita sudah melayani dan berkorban. Kadang kala anda sudah menjadi
istri/suami yg baik, masih juga dikritik. Nah, kadangkala kita engga tahan
menghadapi ini semua. Seringkali kita marah, kita kecewa dan berteriak," Tuhan,
saya engga mampu menghadapi ini semua!" Jadi, sekali lagi saya ingatkan bahwa
perbuatan baik bukanlah jasa, tetapi panggilan kita sebagai orang percaya!
Karena iman tanpa perbuatan, pada hakekatnya mati.

Maka, otomatis dalam kehidupan saya, saya harus berbuat baik. Itu Karena Yesus
berkata, "Bila kamu sudah melakukannya untuk orang-orang terkecil ini, maka
engkau sudah melakukannya untuk Aku."

2. Mengerjakan hal baik adalah tugas/kewajiban kita sebagai orang percaya Jadi,
tadi sudah dikatakan bahwa itu bukan sekedar jasa kita, tetapi itu adalah tugas
dan panggilan kita sebagai orang percaya.

bila kita sebagai suami atau istri, tugas kita adalah melakukan yg terbaik. Karena
itu bukanlah jasa, melainkan tugas kita. Kita engga perlu ungkit-ungkit lagi.

Kalau saudara dapat melakukan suatu perbuatan baik, buatlah perbuatan baik.
Karena, dengan kita berbuat baik, maka itu memuliakan Nama Bapa di Sorga.

Anda mungkin juga menyukai