Moderator : Dr. Martaviani B,Mkes, SpA Tutor : Dr. Dyah Silviaty, SpA, MH.Kes Disusun oleh: Anastasia Kumala 07120070071
I. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN Nama No. CM Tempat & tanggal lahir Umur Jenis kelamin Alamat Suku bangsa Agama Tanggal masuk RS Tanggal keluar RS : An. A. D. A. : 37-78-29 : Jakarta, 29 Maret 1998 : 13 tahun 5 bulan : Perempuan : Jln. Latif no 72 RT 5/ RW 7 , Cijantung : Jawa : Islam : 10 Agustus 2011, dikirim oleh RS Kesdam Cijantung : 15 Agustus 2011, sembuh
II. ANAMNESIS Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 11-15 Agustus 2011 dengan pasien dan Ibu pasien
Keluhan utama
: Demam
Riwayat penyakit sekarang Pasien, Anak perempuan berumur 13, dirujuk ke RSPAD dari rumah sakit Kesdam Cijantung dengan keluhan demam dan trombosit yang terus menurun. Pasien mulai demam hari Sabtu yang timbul mendadak pada siang hari. Pasien kemudian diberikan paracetamol oleh ibunya, demam turun sedikit kemudian kembali naik. Pada hari Minggu, demamnya terus naik mencapai 39,7 C, sehingga pasien dibawa ke RS Kesdam. Demam timbul sepanjang hari, tidak pernah turun ke suhu normal. Demam yang dirasakan pada pagi hari lebih rendah yaitu 38,3 C semakin malam semakin meninggi yaitu 39,5 C. Sejak hari Minggu, 3 hari SMRS, pasien merasakan sakit kepala sepanjang hari. Sakit kepalanya terasa seperti berdenyut dirasakan pada seluruh kepala. Mual juga dirasakan pasien setiap kali mau makan sehingga nafsu makan pasien berkurang dan pasien juga jarang minum, tetapi pasien tidak pernah muntah. Pasien merasa lemas sepanjang hari sehingga pasien banyak berbaring di tempat tidur. Pasien mengeluh tidak dapat BAB, tetapi BAK normal dan tidak nyeri. Juga ada nyeri ulu hati yang dirasakan bertambah parah sepanjang dirawat. Keluhan demam tidak disertai dengan adanya nyeri sendi, nyeri tulang atau nyeri di belakang bola mata. Tidak ada batuk, pilek ataupun sesak nafas. Tidak ada kejang dan tidak timbul bercak-bercak kemerahan ataupun kekuningan pada kulit. Pada hari Selasa, pasien mulai mengalami menstruasi. Waktu menstruasi tepat sesuai jadwal dengan volume yang normal, menganti softek 2x sehari. Pasien kemudian dirujuk ke RSPAD pada hari Rabu(hari ke-5) karena
trombositnya terus menurun. Demamnya juga mulai menurun dan pada malam hari suhu pasien sudah normal. Pasien mengatakan bahwa ia masih merasakan mual setiap kali makan, lemas dan nyeri ulu hati. Sakit kepala sudah menghilang. Pasien baru buang air besar hari Kamis(hari ke-6). BAB konsistensi padat, tidak ada darah atau lendir. BAB 1x sehari dengan volume yang normal dan BAK normal. 3
Mulai timbul bintik-bintik merah kecil pada kedua tangan bagian dalam pasien. Pasien tidak mengalami mimisan atau gusi berdarah. Pada hari Jumat menstruasi berhenti. Hari Minggu (hari ke 9) infus dilepas dan setengah jam kemudian pasien mengalami demam tinggi hingga 41C dan mengigil. Tangan pasien tempat infus bengkak dan merah. Pasien kemudian diberi paracetamol oral dan dari anus kemudian demam menurun hingga mencapai suhu normal sore hari. Siang hari, pasien juga mengalami sesak nafas akibat serangan asmanya dan langsung diberikan obat asma oleh ibunya dan membaik. Sepanjang perawatan pasien mengalami perbaikan keluhan tetapi nyeri ulu hati masih ada hingga pasien keluar perawatan.
Riwayat penyakit dahulu yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.
Riwayat lingkungan Hari Kamis, Ibu pasien mengetahui bahwa tetangga mereka masuk ke rumah sakit karena demam tinggi serupa seperti yang dialami pasien.
Riwayat penyakit dahulu yang tidak ada hubungannya dengan penyakit sekarang
Pasien menderita sakit asma sejak umur 10 tahun. Dalam setahun 5-6x serangan, Serangan terakhir 3 bulan lalu dan dibawa ke UGD. Asma yang diderita tidak menimbulkan gangguan beraktifitas pada hari-hari biasa.
Pengobatan yang telah diperoleh Pasien di rumah hanya diberikan paracetamol dari warung. Di RS Kesdam pasien diberikan cefotaxim 2x1 gr, rantin 2x1 tab, isoprinosin 3x1 tab, stimuno 2x1 tab, adona 50 mg 1kolf, antasida 3x1 tab, hemacel 30 tts/menit, paracetamol 3x1 tab.
Riwayat kehamilan Perawatan antenatal: Teratur setiap bulan dengan rumah sakit Penyakit kehamilan: Tidak ada
Riwayat persalinan Tempat kelahiran : Rumah sakit Kesdam Cijantung Ditolong oleh Cara persalinan Masa gestasi : dokter : Spontan : Cukup bulan (9 bulan lebih 2 minggu)
Keadaan Saat Lahir Berat badan lahir Panjang badan lahir : 2800 gram : 51 cm
Lingkar kepala Warna kulit Menangis Gerakan Sianosis Ikterus Kelainan bawaan Kesan kehamilan, spontan
: Tidak diukur : Merah : Langsung menangis : Aktif : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : Bayi berat badan lahir cukup, cukup bulan, sesuai masa
Riwayat perkembangan Pertumbuhan gigi pertama: 10 bulan Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Berbicara Membaca dan menulis : 5 bulan : 6 bulan : 11 bulan : 12 bulan : 12 bulan : 4 tahun
Riwayat perkembangan pubertas Rambut pubis : Tanner III, rambut pubis mulai lebih kasar, hitam dan menybar
hingga perbatasan pubis. Mammae : Tanner III, payudara dan puting susu mulai membesar, tetapi
Riwayat imunisasi Vaksin Dasar Ulangan BCG X DPT/DT X X X Polio X X X X Campak X X Hepatitis B X X X Kesimpulan: Imunisasi dasar lengkap sesuai dengan umur, imunisasi ulangan tidak lengkap. Imunisasi tambahan tidak dilakukan
Riwayat makan Usia (bulan) 0 4 bulan 4 6 bulan 6 7 bulan 8 10 bulan 10 12 bulan ASI/PASI ASI ASI ASI ASI +susu formula ASI+susu Buah/Biskuit + + Bubur susu + Nasi +
+ + + formula Kesan: ASI ekslusif hingga 6 bulan, pemberian makanan tambahan sesuai jadwal, kuantutas dan kualitas baik
Batas 1 tahun: tidak ada kesulitan makan ( semua porsi normal , nafsu makan baik)
Penyakit Diare Otitis Radang paru Tuberkulosis Kejang Ginjal Jantung Darah Difteri Asma Penyakit kuning Batuk berulang
Usia 10 tahun -
Penyakit Morbili Parotitis Demam berdarah Demam tifoid Cacingan Alergi Pertusis Varicella Biduran Kecelakaan Operasi Lain-lain
Usia 9 tahun -
Riwayat Keluarga Corak reproduksi: G0P2A1 No. 1. 2. 3. Tanggal Lahir (umur) 21 tahun, Eka Astuti 13 tahun, pasien Jenis Kelamin perempuan perempuan Hidup X X X pasien Lahir Mati Abortus Mati Keterangan Kesehatan Sehat
Data Orang Tua Identitas Orang Tua Nama Umur Perkawinan ke Umur saat menikah Pekerjaan Keadaan kesehatan Penyakit, bila ada Agama Suku bangsa Konsanguinitas Ayah Tn. B 51 tahun 1 28 tahun Tentara / Peltu Sehat Islam Jawa Ibu Ny. S. W. 43 tahun 1 20 tahun Ibu rumah tangga Sehat Islam Jawa -
Data Perumahan Anggota keluarga lain yang serumah Kepemilikan rumah Keadaan rumah Keadaan lingkungan : tidak ada : milik pribadi : Cukup bersih : Kebersihan lingkungan cukup baik,
III.PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 11/8-2011 Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan darah: 100/70 mmHg Nadi eksremitas
-
Suhu Pernapasan
(torakoabdominal) Data antropometri 1. Berat badan 2. Panjang badan 3. Status gizi : 45 kg : 154 cm :
Interpretasi status gizi berdasarkan Berat Badan terhadap Tinggi Badan (Kurva NCHS-CDC):
Berat badan terukur: 45 kg Berat badan ideal (berdasarkan kurva BB terhadap TB): 47 kg
10
/ normal Pemeriksaan Sistematis Status mental Kepala Mata : Tenang : Normosefal, rambut distribusi merata : Kedudukan bola mata dan alis simetris, palpebra superior dan inferior tidak udem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+ Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, tidak ditemukan napas cuping hidung, tidak ditemukan deviasi septum nasi, tidak ada sekret, tidak ada darah. Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada darah. Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir kering, tidak sianosis, lidah kotor tepi tidak hiperemis, tidak ada celah mulut, gigi lengkap tidak ada caries, tonsil T1-T1 tenang. Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher bebas, tidak ditemukan kaku kuduk, tiroid tidak membesar. KGB : Kelenjar getah bening di daerah preaurikular, retroaurikular, oksipital, submandibula, supraklavikula, aksila sampai daerah inguinal tidak teraba. Kulit : Petekie terdapat pada kedua tangan bagian dalam, turgor kulit cukup.
11
Thorax
: Tidak ada kelainan bentuk thorax, tidak tampak massa, kelenjar mamae Tanner III
Paru-paru
-
Inspeksi
: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Tidak tampak retraksi sela iga.
: Vocal fremitus normal : sonor pada seluruh lapang paru : Suara napas vesikuler, tidak ada ronki , tidak ada wheezing
Jantung -
: Tidak tampak pulsasi iktus kordis. : Iktus cordis teraba di intercostal V linea midclavicula sinistra. : Batas jantung kanan pada intercostal V parasternal kanan, jantung kiri pada intercostal V midclavicula kiri, pinggang jantung pada intercosta III parasternal kiri.
Auskultasi
: Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen Inspeksi Palpasi : Datar, tidak tampak massa, tidak tampak skar : terdapat nyeri tekan epigastrium dan kuadran kanan atas, hepar lobus kanan : teraba 2 cm di bawah arkus costa, hepar lobus kiri : teraba 1 cm di bawah processus xiphoideus dengan tepi tajam, konsistensi kenyal dan permukaan rata, lien tidak teraba, ballottement ginjal (-), defans muskular (-). Perkusi : Timpani
12
Auskultasi
Genitalia eksterna : Tidak ditemukan kelainan. Vulva, labia mayora dan labia minora sudah berkembang. Rambut pubis Tanner III Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak tampak deformitas, tidak ada edema, akral hangat, gerakan aktif, normotonus, tidak sianosis, tidak ada jari tabuh, refleks fisiologis (+) normal, capillary refill 1 detik. Pemeriksaan lain : Rumpel-Leede tes (11/8) : >20 petekie / 2,5 cm2 Kesan : definit positif IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari RS Kesdam Tanggal 9/8 pk 17.51 Jenis Pemeriksaan SGPT (ALT) SGOT (AST) LED Tanggal 10/8 pk 6.00 Hasil 33 u/L 56 u/L 15 Nilai Rujukan < 40 u/L < 35 u/L 10-15
Pemeriksaan O H S. typhi S. paratyphi A S. paratyphi B 1/80 S. paratyphi C Kesan : tidak ditemukan infeksi oleh S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B dan S. paratyphi C
Pemeriksaan Laboratorium
13
Dari RSPAD Hasil Hasil 11/8 pk 12/8 pk 7.33 5.55 13 39 4,9 4900 35000 78 26 34 0 1 1 35 55 8 + + 14,1 43 5,4 9200 23000 79 26 33
Jenis Pemeriksaan Hematologi (Darah Rutin) Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Imuno Serologi Anti denque IgG Anti denque IgM
Nilai Rujukan
12 16 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 jt/uL 4800 10800/uL 150000 400000/uL 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dL 0-1% 1-3% 2-6% 50-70% 20-40% 2-8% -
14
V. RESUME Pasien, Anak perempuan berumur 13, datang dengan keluhan mulai demam hari Sabtu yang timbul mendadak pada siang hari , keesokan hari demamnya terus naik mencapai 39,7 C, sehingga pasien dibawa ke RS Kesdam. Demam timbul sepanjang hari, tidak pernah turun ke suhu normal. Sejak hari Minggu, 3 hari SMRS, pasien merasakan sakit kepala, nyeri ulu hari, tidak dapat BAB dan lemas. Keluhan demam tidak disertai dengan adanya nyeri sendi, nyeri tulang atau nyeri di belakang bola mata. Tidak ada batuk, pilek ataupun sesak nafas. Tidak ada kejang dan tidak timbul bercak-bercak kemerahan ataupun kekuningan pada kulit. Pasien kemudian dirujuk ke RSPAD pada hari Rabu(hari ke-5) karena trombositnya terus menurun, demamnya juga turun. Kemudian mulai timbul bintik-bintik merah kecil pada kedua tangan bagian dalam pasien. Pasien BAB hari ini,tidak ada darah dan lendir, padat. Pasien tidak mengalami mimisan atau gusi berdarah, menstruasi waktu dan volume normal. Pada hari ke 10 pasien mengalami serangan asam dan juga demam mengigil yang turun pada sore hari. Sepanjang perawatan pasien mengalami perbaikan keluhan sudah tidak ada tetapi nyeri ulu hati masih ada hingga pasien keluar perawatan. Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Tanda vital normal, status gizi baik. Pada kulit ditemukan petekie di kedua tangan, pemeriksaan abdomen ditemukan hepatomegali ( lobus kanan : teraba 2 cm di bawah arkus costa, hepar lobus kiri : teraba 1 cm di bawah processus xiphoideus dengan tepi tajam, konsistensi kenyal dan permukaan rata). Pemeriksaan lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan Rumpel-Leed menunjukan hasil yang positif. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, leukopeni hingga hari ke 5, limfositosis, pemeriksaan uji widal negatif, SGOT meningkat dan IgM IgG dengue positif. Pada hari ke 8 timbul leukositosis.
15
VII.
VIII. PENATALAKSANAAN
Causal : terapi cairan sesuai WHO DBD grade I dan II untuk BB 45 kg Mulai dengan RL IV 270cc untuk 1 jam (90 tts/mnt)
Ada perbaikan maka berikan 135cc/ jam (45tts/mnt) hingga 12 jam distop dlm 24 jam Jika ada perburukan maka dinaikan menjadi 450cc/jam selama 2 jam (150 tetes/menit), jika membaik kembali ke terapi awal
Jika masih tidak ada perbaikan dan tanda vital tidak stabil maka jika : Ht turun berikan Tansfusi darah 450 cc dlm I jam Ht naik berikan IV Koloid ( Dextran 40) 450cc dlm 1jam Jika ada perbaikan ganti cairan RL dan berikan 450 cc/kg BB. Monitor tanda vital, Ht, perbaikan kembali ke step sebelumnya
Simptomatik
16
Paracetamol 3x500mg jika ada demam Omeprazole 1x20mg IV dilanjutkan dengan ranitidine 2x75mg PO Untuk serangan asma : nebulisasi atau inhalasi salbutamol +Oksigen 2L /menit nasal canul Untuk superficial flebitis +infeksi sekunder : Antibiotik cefixime 1x400mg
Penunjang Vitamin C 100mg IV Minum minimal 1L/hari , diet makanan lunak dengan tinggi karbohidrat dan protein 3x/hari
Monitoring Keadaan umum dan kesadaran, tanda vital tiap 6 jam Ht dan trombosit tiap 6 jam Intake makanan dan cairan
17
X. FOLLOW UP
6 (11/8)
9 (14/8) Setelah infus dilepas, tangan pasien bengkak dan stengah jam kemudian pasien demam mengigil hingga 41 C menurun dalam 5 jam, pasien sesak nafas kekambuhan asma setengah jam diberi obat asma sembuh. Nyeri lambung bertambah. KU : tampak sakit sedang,
10 (15/8) Tidak ada keluhan demam dan sesak nafas, nyeri lambung masih ada, BAB BAK lancar
Pasien buang air besar hari ini, tidak demam, lemas dan nyeri lambung Demam pasien berkurang menurun, masih sangat lemas, belum BAB, nyeri lambung
Pemeriksaan di atas
18
compos mentis TD : 100/70mm Hg Nadi : 71x/menit Nafas : 28x/menit Suhu : 36 C Kepala : normocephali Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik THT: mulut tidak sianosis, lidah kotor dengan tepi tidak hiperemis, tidak ada secret hidung
compos mentis TD : 95/70mm Hg Nadi : 90x/menit Nafas : 26x/menit Suhu : 36,2 C Kepala : normocephali Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik THT: mulut tidak sianosis, lidah kotor dengan tepi tidak hiperemis, tidak ada secret hidung
compos mentis TD : 100/70mm Hg Nadi : 84x/menit Nafas : 27x/menit Suhu : 36,1 C Kepala : normocephali Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik THT: mulut tidak sianosis, lidah kotor dengan tepi tidak hiperemis, tidak ada secret hidung
compos mentis TD : 90/70mm Hg Nadi : 90x/menit Nafas : 22x/menit Suhu : 39,2 C Kepala : normocephali Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik THT: mulut tidak sianosis, lidah kotor dengan tepi tidak hiperemis, tidak ada secret hidung
compos mentis TD : 110/80mm Hg Nadi : 92x/menit Nafas : 28x/menit Suhu : 36,1 C Kepala : normocephali Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik THT: mulut tidak sianosis, lidah kotor dengan tepi tidak hiperemis, tidak ada secret hidung
19
dan tenggorokan, faring tidak hiperemis Leher : KGB tidak teraba Kulit : turgor kulit cukup, terdapat petekie pada kedua tangan Thorax : gerak pernafasan simetris pada saat statis dinamis Paru : suara nafas vesicular, tidak ada wheezing dan ronki Jantung : bunyi jantung 1,2 normal, tidak ada mur-
dan tenggorokan, faring tidak hiperemis Leher : KGB tidak teraba Kulit : turgor kulit cukup, terdapat petekie pada kedua tangan Thorax : gerak pernafasan simetris pada saat statis dinamis Paru : suara nafas vesicular, tidak ada wheezing dan ronki Jantung : bunyi jantung 1,2 normal, tidak ada mur-
dan tenggorokan, faring tidak hiperemis Leher : KGB tidak teraba Kulit : turgor kulit cukup, terdapat petekie pada kedua tangan Thorax : gerak pernafasan simetris pada saat statis dinamis Paru : suara nafas vesicular, tidak ada wheezing dan ronki Jantung : bunyi jantung 1,2 normal, tidak ada mur-
dan tenggorokan, tidak ada perdarahan hidung ,faring tidak hiperemis Leher : KGB tidak teraba Kulit : turgor kulit cukup, terdapat convalesen rash berupa ptekie konfluen dengan beberapa daerah yang tidak terkena pada kedua kaki Thorax : gerak pernafasan simetris pada saat statis
dan tenggorokan, tidak ada perdarahan hidung ,faring tidak hiperemis Leher : KGB tidak teraba Kulit : turgor kulit cukup, terdapat convalesen rash berupa ptekie konfluen dengan beberapa daerah yang tidak terkena pada kedua kaki Thorax : gerak pernafasan simetris pada saat statis
20
mur gallop Abdomen : terdapat nyeri tekan epigastrium dan kuadran kanan atas, hepar teraba 2 cm dibawah arkus costa, lien tidak teraba, bising usus normal, timpani Eksremitas : akral hangat , tidak ada edema dan cianosis
mur gallop Abdomen : terdapat nyeri tekan epigastrium dan kuadran kanan atas, hepar teraba 2 cm dibawah arkus costa, lien tidak teraba, bising usus normal, timpani Eksremitas : akral hangat , tidak ada edema dan cianosis
mur gallop Abdomen : terdapat nyeri tekan epigastrium dan kuadran kanan atas, hepar teraba 2 cm dibawah arkus costa, lien tidak teraba, bising usus normal, timpani Eksremitas : akral hangat , tidak ada edema dan cianosis
dinamis Paru : suara nafas vesicular, tidak ada wheezing dan ronki Jantung : bunyi jantung 1,2 normal, tidak ada murmur gallop Abdomen : terdapat nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus normal, timpani Eksremitas : akral hangat , tidak ada edema dan
dinamis Paru : suara nafas vesicular, tidak ada wheezing dan ronki Jantung : bunyi jantung 1,2 normal, tidak ada mur-mur gallop Abdomen : terdapat nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus normal, timpani Eksremitas : akral hangat , tidak ada edema dan
21
cianosis A DHF grade II DHF grade II DHF grade II DHF grade II Superficial flebitis dengan infeksi bakteri sekunder Asma intermittent DHF grade II P (yang diberikan di RSPAD) RL 30 tts/menit Hemacel 30tts/menit Paracetamol 3x500mg PO Cefotaxim distop Cek darah lengkap/ 12 jam RL 1500cc/24 jam Vitamin C 1X 100mg IV Omeprazole 1X20 mg IV Makan/minum biasa Cek darah lengkap/ 12 jam RL 30tts/menit Vitamin C 1X 100mg IV Omeprazole 1X20 mg IV Makan/minum biasa Cek darah lengkap/ 12 jam Dexante sirup 3x1 sdt Rantin 1 ampul IV RL 30tts/menit Vitamin C 1X 100mg IV Omeprazole 1X20 mg IV Makan/minum biasa Cek darah lengkap/ 12 jam Farmadol injeksi 450 mg + 1 tablet PR Paracetamol 3x500mg O2 2L/ menit nasal canul Nebulisasi 2x/hari ( NaCl, Beotec, Atroven) Aminophylin Rantin tab 3x1 Cek darah lengkap/ 24
cianosis Superficial flebitis dengan infeksi bakteri sekunder Asma intermittent DHF grade II Nebulisasi pagi hari Rantin tab 3x1 Makan minum biasa Pulang hari ini
22
jam
23
Pemeriksaan laboratorium RS KESDAM Cijantung Jenis Pemeriksaan (hari sakit ke-) Hematologi (Darah Rutin) Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit Hasil 8/8 pk 6.00 (3) Hasil 9/8 pk12.00 (4) Hasil 9/8 pk 17.51 (4) Hasil 10/8 pk 6.00 (5) Hasil 10/8 pk 16.00 (5)
Nilai Rujukan
11 34 4200 29.000
24
Pemeriksaan Laboratorium RSPAD Jenis Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil 50 Pemeriksaan 10/8 pk 11/8 pk 11/8 pk 12/8 pk 12/8 pk 13/8 13/8 pk (Hari sakit 20.55 06.45 7.33 5.55 17. 20 pk 6.00 17.26 40 ke) (5) (6) (6) (7) (7) (8) (8) Hematologi 30 DarahRutin Hematokrit 20 Hemoglobin 12 12,7 13 14,1 13 13,6 13,4 Hematokrit 36% 38 39 43 39 41 41 10 Eritrosit 4,5 4,9 4,9 5,4 5 5,2 5,2 jt/uL 0 Leukosit 5400/u 5000 4900 9200 8100 12200 14000 3 4 4 5 5 5 6 6 7 7 8 8 9 1 L Trombosit MCV MCH MCHC Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Imuno Serologi Anti denque IgG Anti denque IgM 28.000/ uL 80 fl 25 pg 33 g/dL 23000 78 26 33 35000 78 26 34 0 1 1 35 55 8 + + 23000 79 26 33 18000
200000 26 150000 100000 50000 0 3 4 4 5 5 5 6 6 7 7
Nilai Rujukan
12 16 g/dL 37 47 % 4.3 6.0 jt/uL 4800 10800/uL 150000 400000/uL 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dL 0-1% 1-3% 2-6% 50-70% 8 20-40%10 8 9 2-8%
Trombosit
25000 79 26 33
39000 79 26 33
79 33
25
26
27
penyakit DBD menyerang di 30 provinsi di Indonesia dan pada tahun 2007, sebanyak 20,3% kasus terjadi di DKI Jakarta. Sepanjang tahun 2007, jumlah penderita DBD di DKI Jakarta mencapai 31.836 orang dengan jumlah kematian 87 orang. 3 C. Etiologi Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus berbentuk sferis dengan diameter 40-60 nm. Nukleokapsid berbentuk sferis dengan diameter 30 nm dan dikelilingi oleh lipid bilayer. Komposisi virionnya terdiri atas 6% RNA, 66% protein, 9% karbohidrat, dan 17% lipid. Protein envelope (E) dan protein membran (M) adalah tipe protein membran yang menempel dalam lapisan lipid dan merupakan bagian dari virion ekstraseluler. Sedangkan virion intraseluler mempunyai protein pre-Membran atau pre-M. Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : 1. Mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses netralisasi. 2. Mempunyai aktivitas hemaglutinin .
3. Berperan dalam proses absorpsi pada permukaan sel (reseptor binding). 4. Mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion. 4
Virus Dengue termasuk virus RNA (Ribosa Nucleat Acid) rantai tunggal. Virus RNA adalah virus yang materi genetiknya berupa asam nukleat yang berbentuk rantai tunggal atau ganda tidak berpilin. Di dalam sel inangnya, RNA pada virus akan mengalami transkripsi balik menjadi Hibrid RNA-DNA dan akhirnya membentuk DNA. Selanjutnya DNA virus akan masuk ke inti sel inangnya, menyisip ke dalam DNA inangnya. DNA virus akan merusak DNA inangnya dan membentuk mRNA. mRNA akan mengalami translasi untuk menghasilkan protein selubung virus untuk menbentuk virus virus baru. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 yang semuanya dapat mengakibatkan penyakit DBD. Di Indonesia pada KLB tahun 1988 distribusi serotipe virus Dengue didominasi serotipe Den-3. Pada KLB tahun 2004 didominasi oleh serotipe Den-3 dan dihubungkan dengan tingkat keparahan, lalu diikuti oleh virus Den-4, selebihnya virus Den-2 dan virus Den-14
28
Gambar 1. Virus Dengue 4 D. Penularan virus dengue DBD terutama ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Meskipun nyamuk Ae.albopictus dapat menularkan DBD tetapi perannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil karena biasanya hidup di kebun-kebun.5 Nyamuk Ae. aegypti dewasa memiliki warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lyre form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Umur nyamuk betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1 bulan dan tergantung suhu kelembaban udara sekelilingnya. Kepadatan nyamuk akan meningkat saat musim hujan. 4
Tempat perindukan utama Ae. aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih berupa tempat perindukan buatan manusia atau disebut dengan Tempat Penampungan Air (TPA), seperti tempayan/ gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, ember, dan sebagainya.6 Tempat perindukan lain yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Ae. aegypti disebut non-TPA seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangkap semut, dan lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon pisang, lubang batu, pelepah daun, tempurung kepala, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, kelopak daun tanaman (keladi, pisang).4 E. Patogenesis Patogenesis DBD sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas dan pasti. Hingga kini teori yang dianut adalah the secondary heterologous infection hypothesis. Teori ini menyatakan bahwa sesudah mendapat infeksi virus Dengue dari salah satu serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus tersebut seumur hidup, tetapi tidak melindungi terhadap serotipe virus Dengue lain.
FDP
30
Antibodi yang terbentuk pada infeksi virus Dengue terdiri dari igG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu : a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus. b. Antibodi non-neutralizing serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD. Teori ini juga yang mendasari pendapat infeksi sekunder virus Dengue oleh serotipe Dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi yang berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis yang berlangsung sebagai berikut : a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus Dengue primer. b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus Dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen. c. Virus Dengue ini kemudian bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sum-sum tulang belakang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.4,8
2. Peranan Limfosit
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Infeksi virus yang masuk ke makrofag akan mendapat tanggapan sel T limfosit. Kemudian peptida serotipe spesifik virus akan dibawa MHC kelas I lalu ditampilkan di permukaan 31
virus. Hal ini menyebabkan sel Limfosit T CD8 mengenal bahwa di dalam makrofag tersebut terdapat virus. Lalu limfosit T akan teraktivasi sebagai sel T sitolitik yang akan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi virus. Sel T sitolitik juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.4,8
F. Gejala klinis
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).9
QuickTime and a TIFF (Uncompressed) decompressor are needed to see this picture.
Demam Dengue Demam dengue adalah penyakit demam akut dengan onset 2-7 hari demam. Dengan 2 atau lebih manifestasi dibawah : 1.Sakit kepala 2.Nyeri retro orbital
32
3.Nyeri otot/ nyeri sendi 4.Bercak kemerahan 5.Manifestasi perdarahan seperti petekie dan torniket tes positif 6.Leukopenia Pada anak-anak manifestasi demam dengue biasanya ringan. DD dapat menunjukan gejala klasik dan biasanya menunjukan nyeri tulang yang berat.7 Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Demam dengue dapat disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, efusi pleural dan asites.9
Demam Berdarah Dengue 3 Fase DBD adalah 1. Fase febrile(2-7 hari) : viremia membuat panas tinggi ditandai dengan demam tinggi dan gejala-gejala yang konsisten juga dengan Demam Dengue. Pada fase awal sulit dibedakan dengan non-dengue sehingga torniquet tes yang positif dan leukopeni menunjukan probabilitas ke arah infeksi dengue. Mulai terlihat tanda perdarahan seperti petekie dan gusi berdarah serta pembesaran hati setelah beberapa hari. Dapat membuat komplikasi : dehidrasi karena pengurangan dari asupan cairan, muntah dan peningkatan laju metabolisme kejang karena demam tinggi jarang terjadinya perdarahan hebat.
33
2.Fase critical : onset tiba-tiba ( 24-48 jam) dimana timbul kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ditandai dengan temperatur badan yang normal adanya progresif leukopeni dengan trombositopenia berat yang mengawali tanda-tanda kebocoran plasma dengan berbagai derajat yang berbeda menyebabkan Ht meningkat tanda-tanda peradarahan dengan berbagai derajat yang berbeda, pada syok berat terjadi penurunan Ht resiko terjadinya syok dan kematian
Dapat membuat komplikasi : Syok hipovolemik Perdarahan intracranial Abnormalitas elektrolit ( hiponatremia, hipoglikemia, hipocalcemia, metabolic asidosis) Koagulopati Gagal hati Syok berkepanjangan yang dapat menyebabkan kematian
Fase convalescent (2-4 hari): pemberhentian kebocoran plasma dan bersamaan dengan reabsorbsi dari cairan dan plasma ekstravaskular. Ditandai dengan : Berhentinya tanda perdarahan dan kebocoran plasma Tanda vital yang stabil Reabsorbsi dari cairan yang terakumulasi (termasuk plasma yang bocor dan cairan intravascular yang diberikan) Ht kembali normal / menurun. Kenaikan selera makan dan perbaikan keadaan umum
34
Pada beberapa orang terdapat rash convalescent yang berupa bercak- bercak petekie yang menyatu dengan beberapa daerah tidak terkena.
Dapat membuat komplikasi : Kelebihan cairan intravaskuler karena resusitasi cairan yang berlebihan pada fase ini7,12.
Gambar3. Perjalanan penyakit dari Dengue6,12 Gejala klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi (>39C), mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.9 Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, petechie, memar, hematuria, hematemesis, epistaksis, melena, gusi berdarah dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Selain itu terdapat juga tanda-tanda 35
peningkatan permeabilitas kapiler berupa peningkatan kadar hematokrit (hemokonsentrasi) > 20%, efusi pleura dan hipoalbuminemia. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan trombosit < 100,000/mm3.9 Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.9 Dengue Syok Sindrom (DSS) Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis dan pasien dapat meninggal dalam 12-24 jam. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila suhu kembali normal, tidak ada tandatanda perdarahan, pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan, hematokrit stabil dan cenderung naik serta terdapat rash konvalesens. Penyulit DSS : penyulit lain dari DSS adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati.9 G. Diagnosis DBD Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria WHO 1997, yaitu semua gejala di bawah ini harus ada :9-11 1. 2. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa ( gusi, GI, hidung), perdarahan tempat injeksi, hematemesis dan melena. 36
3. 4. a. b. c.
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml). Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma, yaitu : Peningkatan hematokrit >20% Penurunan hematokrit >20% setelah Tanda kebocoran plasma seperti: efusi dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia
Derajat Dengue berdasarkan WHO 2009, masih baru di Indonesia dan belum banyak diterapkan.
Gambar 4. Derajat klasifikasi dengue 200912. H. Derajat penyakit DBD Derajat Penyakit DBD (WHO, 1997) antara lain :2,7
37
Derajat I :
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet.
Derajat II :
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III :
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. sekitar
Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur.
I. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang Darah Lengkap ( terutama Ht dan trombosit) Fungsi hati Isolasi virus, deteksi antigen / PCR dan uji serologis. Isolasi virus terbaik saat viremia ( 3-5 hari) IgM terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-90 hari IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder mulai hari Uji HI ( hemaglutinasi inhibisi, paling banyak dipakai karena murah dan relatif cepat, tapi
ke 2. IgG ini akan tetap ada ( titer rendah) seumur hidup. butuh 2 specimen darah atau serum yaitu darah saat peny. masih akut dan darah konvalesens yaitu 1-2 minggu setelah specimen I, hanya dapat mengetahui grup saja), Dengue Blot ( single / Rapid / duo) Interpretasi test HI : titer specimen ke 2 naik > 4 x kelipatan titer I, Salah satu specimen titernya tinggi ( > 1280)
J. Penatalaksanaan penyakit DBD Tidak ada terapi spesifik untuk DD/DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Pada pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat inap.Terapi suportif yang adekuat pada
38
kasus DBD dapat menurunkan angka kematian kurang dari 1 %. Perembesan plasma yang berlangsung selama 24-48 jam akan mengakibatkan terjadinya syok, anoksia, asidosis, dan kematian. Perembesan plasma terjadi pada saat peralihan fase demam ke fase penurunan demam. Pada DD, saat peralihan ini berarti penyembuhan sedangkan pada DBD merupakan saat kritis karena dapat merupakan awal fase syok.12 Pemberian kristaloid isotonik (seperti garam fisiologik NaCl 0,9%, Ringer Laktat dan Ringer Asetat) merupakan pilihan untuk menggantikan volume plasma. Pemilihan jenis cairan dan kecermatan perhitungan volume cairan pengganti merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Indikasi pemberian cairan / plasma dan transfusi darah harus direncanakan dengan jelas. Pemakaian obat lain diberikan atas indikasi yang tepat. Jenis cairan yang direkomendasikan WHO : Kristaloid : Larutan ringer laktat ( RL ) atau dextrose 5 % dalam larutan ringer laktat (D5/RL). Dipakai RL karena komposisi mirip dengan cairan ekstrasel. Larutan ringer asetat (RA) dextrose 5 % dalam larutan ringer asetat (D5/ RA) Larutan NaCI 0,9% (garam faali = GF) atau dextrose 5 % dalam larutan garam faali ( D5/GF). Koloid : (jika syok belum teratasi) Maksimal 30 ml / kg bb. Dekstran L 40 Plasma (atau fresh frozen plasma, untuk pengobatan DIC) Perdarahan dapat terjadi baik pada DD maupun DBD. Fase penurunan suhu (masa kritis) ini pada umumnya terjadi pada hari ketiga sampai kelima, oleh karena itu pada masa tersebut kewaspadaan perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan pengawasan klinis disertai pemantauan kadar hematrokit dan jumlah trombosit.12 Demam Dengue Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam, pasien dianjurkan : Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan 39
suhu menjadi < 390 C, dianjurkan pemberian parasetamol <1 tahun 60mg/dosis, 3-6 tahun 120mg/dosis, 6-12 tahun 240 mg/dosis. Diberikan 4x/ hari. Asetosal/ salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang diperlukan untuk Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, di samping air Monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai menjadi normal kembali. mengurangi rasa sakit kepala, nyeri otot atau nyeri sendi. putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Tatalaksana :14 Prinsip adalah Terapi resusitasi cairan Simptomatik terhadap hiperpireksia Monitoring Koreksi elektrolit dan gangguan asam-basa Oksigen pada keadaan syok Transfusi darah bila perdarahan
40
QuickTime and a TIFF (Uncompressed) decompressor are needed to see this picture.
41
QuickTime and a TIFF (Uncompressed) decompressor are needed to see this picture.
42
43
QuickTime and a TIFF (Uncompressed) decompressor are needed to see this picture.
44
Adapun kriteria memulangkan pasien DBD antara lain :4 1. Tidak ditemukan demam selama 24 jam tanpa antipiretik. 2. Nafsu makan membaik. 3. Secara klinis tampak perbaikan. 4. Hematokrit pada level normal. 5. Paling sedikit 2 hari setelah syok. 6. Tidak ada sesak nafas oleh karena efusi pleura ataupun asites. 7. Trombosit > 50.000 atau cenderung meningkat. 8. Tidak ada komplikasi.
45
46
1. Demam Tifoid Karakteristik demam yang berbeda, pada hari ke 6 pasien sudah bisa BAB lancar. Hari ke 5 panas menurun, uji Widal 2. Demam dengue Selama perjalanan penyakit, pada pasien ini didapatkan adanya kebocoran plasma berupa kenaikan hematokrit >20% dari nilai hematokrit sebelumnya. 3. Cikungunya Pada pasien ini atralgia tidak menonjol selain itu terdapat manifestasi perdarahan berupa petekie dan tanda kebocoran plasma yang tidak terdapat pada cikungunya. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, pada pasien ini ditemukan demam tinggi mendadak dan berlangsung terus-menerus selama 5 hari kemudian menurun dan uji tourniquet (+), petekie. Terdapat trombositopenia + hemokoonsentrasi. Semua gejala memenuhi criteria diagnosis DBD WHO 1997. Pada pasien ini termasuk DBD grade II, dikarenakan adanya tanda perdarahan spontan yaitu petekie. Penatalaksanaan pasien Penatalaksanaan pertama dari RS Kesdam tidak sesuai dengan kondisi pasien dan pedoman terapi DBD di mana dilakukan pemberian antibiotik ( cefotaxim), anti perdarahan (adona) dan antiviral, imunomodulator(isoprinosin) tidak sesuai dengan indikasi di mana pasien tidak ada tanda perdarahan nyata, antiviral tidak dipakai pada DBD. Juga penanganan cairan diberikan hemacel di mana merupakan koloid, penanganan cairan pertama harusnya kristaloid. Terapi cairan yang diberikan tidak sesuai dengan terapi cairan dari WHO 1997 atau pedoman diagnosis dan terapi IKA 2005. TERAPI CAUSAL Cairan yang diberikan adalah RL 1500cc/24 jam sedangkan pada kasus DBD grade II harus dilakukan monitoring pemberian tiap jam dengan dosis yang berbeda secara ketat agar tidak mencapai fase syok.
47
Berdasarkan WHO 1999, pedoman terapi. Seharusnya terapi pertama diberikan RL sebanyak 6 cc/kg BB/jam. 45 kgx6= 270cc/1 jam pertama (90tts/mnt). Jika membaik baru kemudian dikurangi menjadi 135cc/jam ( 45 tts/menit). Jika ada perburukan cairan yang diberikan harus 450 cc/jam. Cairan yang diberikan sesuai rumah sakit kurang jumlahnya jika dibandingkan kepustakaan. Pemberian cairan harus sesuai dengan bagan tatalaksana (volume yang diberi berdasarkan berat badan). Pada penanganan superfisial flebitis ada tanda-tanda infeksi sekunder (leukositosis), demam mengigil sehingga ada indikasi pemberian antibiotik jadi seharusnya diberikan. Diberikan cefixime ( spektrum luas) untuk >12 tahun diberikan dosis dewasa 1x400mg PO. Nebulisasi dan pemberian O2 sesuai. TERAPI SUPPORTIVE Untuk terapi lainnya sesuai dengan indikasi dan kepustakaan. Omeprazole dan Ranitidine dosis 2-4mg/kgBB PO BID untuk nyeri ulu hati, vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh, paracetamol >12 tahun dosis dewasa 3x500 mg untuk menurunkan demam. Dosis sesuai. Monitoring pasien sesuai pedoman diagnosis dan terapi IKA DBD grade II harus dilakukan tiap 6 jam sekali. Pemeriksaan Ht dan trombosit dilakukan 12 jam sekali. TERAPI PENUNJANG (non medikamentosa) Istirahat Pada penderita ini diperlukan istirahat karena membantu mempercepat proses penyembuhan Diet makanan lunak dan banyak minum Diet makanan lunak dimaksudkan untuk memudahkan kerja usus dan memudahkan absorbsi. Dengan demikian, metabolisme dapat diminimalisir dan produksi panas tubuh juga akan berkurang. Dengan asupan makanan yang tepat, diharapkan daya tahan tubuh penderita dapat membaik secara perlahan, sehingga akan mempercepat proses penyembuhan. Dengan 48
banyak minum maka dehidrasi yang sering menyebabkan hemokonsentrasi dapat dicegah, selain itu untuk mengkompensasi bila terjadi adanya perembesan plasma dalam tubuh sebagai akibat ekstravasasi cairan. Dengan demikian keadaan umum penderita dapat dipertahankan secara stabil. Penggantian cairan dan elektrolit diperlukan bila ada deficit yang disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah, atau diare (Nelson textbook of pediatric, 2000). Diagnosis kerja sudah dapat ditegakkan sehingga pemeriksaan lanjutan tidak diperlukan. Prognosis pasien secara keseluruhan adalah bonam karena tidak terjadi syok ataupun komplikasi dan perbaikan semua gejala klinis pada waktu pasien pulang, nyeri ulu hati perawatan jalan diberikan obat.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pencegahan dan pemberantasan DBD di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2005. 2. WHO. Demam berdarah dengue: diagnosis, pengobatan, pencegahan dan
pengendalian /Organisasi Kesehatan Dunia (WHO); Alih bahasa: Monica Ester; Editor edisi bahasa Indonesia: Yasmin Asih. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2004. 3. Nita Oktaviani . Perilaku pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSNDBD) pada masyarakat sekolah Jakarta Timur tahun 2008 [S1 Skripsi].Jakarta:FKM UI;2008. 4. Soegeng S . Demam bardarah dengue edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press; 2006 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue oleh Juru Pemberantasan Jentik (Jumantik).Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2004.
6. CDC.
Dengue
Clinical
Guidance.
Available
from
http://www.cdc.gov/dengue/clinicalLab/clinical.html
7. WHO. Guidelines for Treatment of Dengue fever / Dengue Hemorrhagic Fever in Small
Hospital. 1999. WHO Regional office for South East Asia, New Delhi. Available from : http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf 8. Sumarmo S, herry G, Sri rezeki SH, Hindra IS. Buku ajar infeksi dan pediatrik tropis edisi kedua.Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002.
50
Diunduh
dari
http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload
Penyakit
Tropis
Epidemiologi,
Penularan,
Pencegahan,
dan
Workshop: Update Demam Berdarah Dengue. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2010. 14. Garna, Herry dan Heda Melinda. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 2005 edisi ke-3. Bandung : Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
51