Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STUDI HADIST

HADIST DAN UNSUR- UNSURNYA

Dosen Pengampu : Yupidus, M.Pd.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

Muhammad Zulhamzah Harahap (12370111297)

Riri Fauzana (12370120361)

Sefty Rindiani (12370121258)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU


TAHUN AJARAN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tema dari makalah ini adalah “hadist dan unsur-unsurnya”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar


besarnya kepada dosen mata kuliah Manajemen Studi hadist yakni Bapak
Yupidus, M.Pd., yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada anggota kelompok yang turut serta dalam
pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga
makalah ini dapat berguna bagi kami dan pihak yang berkepentingan pada
umumnya.

Pekanbaru, 28 februari 2024


KATA PENGANTAR 2
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar menurut istilah Muhadditsun,
Ushuliyyun dan Fuqoha 5
2.1.1 Pengertian Hadis 5
2.1.2 Pengertian Sunnah 8
2.1.3 Khabar 11
2.1.4 Atsar 11
2.2 Struktur Hadis Sanad, Matan Dan Rawi 11
2.2.1 Sanad 11
2.2.2 Matan 12
2.2.3 Rawi 12
2.3 Macam-macam sunah 12
2.3.1 Sunnah Muakkadah 12
2.3.2 Sunnah Ghairu Muakkadah 12
2.3.3 Sunnah Qauliyyah 13
2.3.4 Sunnah Fi'liyyah 13
2.3.5 Sunnah Taqririyyah 13
2.3.6 Sunnah Maknawiyah 13
2.3.7 Sunnah Fitriyyah 13
2.3.8 Sunnah 'Ibadah 13
BAB III KESIMPULAN 14
3.1 Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadis merujuk pada konteks atau situasi di mana suatu hadis terjadi,
yang memengaruhi cara hadis tersebut disampaikan. Unsur-unsur dalam
hadis mencakup berbagai elemen penting seperti rawi (orang yang
meriwayatkan hadis), sanad (rantai perawi), dan dabit (kriteria kekuatan
perawi). Penelitian ilmu hadis sering kali memperhatikan aspek-aspek ini
untuk memahami lebih dalam tentang sumber-sumber ajaran Islam. Studi
ilmu hadis juga melibatkan pemahaman tentang asbabul wurud hadis,
yaitu sebab-sebab munculnya suatu hadis

Dalam penelitian dan kajian ilmu hadis, unsur-unsur seperti rawi yang
meriwayatkan hadis, sanad yang merupakan rantai perawi, dan dabit yang
menunjukkan kekuatan perawi menjadi fokus utama dalam mengevaluasi
keabsahan dan keandalan suatu hadis

Melalui pemahaman mendalam terhadap latar belakang dan unsur-


unsur ini, para peneliti dan cendekiawan Islam dapat menggali lebih dalam
tentang warisan keilmuan Islam yang berharga.

1.2 Rumusan Masalah


1.pengertian hadits,Sunnah,khabar,dan atsar
2.struktur hadits (sanad,matan,dan rawi)
3.macam-macam sunnah

1.3 Tujuan
1.untuk mengetahui apa itu hadits,sunnah,khabar,dan atsar
2.umtuk mengetahui sebagian hadits dan sunnah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar menurut istilah


Muhadditsun, Ushuliyyun dan Fuqoha

2.1.1 Pengertian Hadis


Kata hadis atau al hadis menurut bahasa, berarti aljadid (sesuatu
yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata Hadis juga
berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya ialah
alahadis. Secara Istilah para Ahli Hadis berbeda beda pendapatnya dalam
mendefenisikan al-hadis, ada yang mendefenisikan secara terbatas da nada
yang mendefenisikannya secara luas.
1. Defenisi hadis secara terbatas, sebagaimana yang dikemukakan oleh
jumhur muhaddtsin, ialah: "Jalah sesuatu yang dasandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan
(taqrir) dan sebagainya.
Defenisi ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan,
perbuatan, ketetapan (taqrir) dan sifat-sifat atau keadaan-keadan Nabi
Muhammad saw yang lain yang semuanya hanya disandarkan kepada
beliau saja, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada sahabat
dan tabiin.
a. Perkataan (Qauli)
Yang dimaksud dengan perkataan (qauli) Nabi Muhammad
saw. Ialah segala bentuk perkataan atau ucapan yang pernah beliau
ucapkan dalam berbagai bidang yang berisi tuntutan dan petunjuk
syara', peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah, baik yang berkaitan
dengan aspek akidah, akhlaq, syari'ah, pendididikan dan
sebagainya. Contoh perkataan beliaunyang mengandung hukum
syari'at, misalnya sabda beliau yang artinya : "Sesungguhnya amal
perbuatan itu tergantung kepada niat, dan sesungguhnya setiap
orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan." (HR.
Bukhari- Muslim)
Hukum yang terkandung di dalam sabda nabi tersebut ialah
kewajiban niat dalam segala amal perbuatanuntuk mendapat
pengakuan sah dari syara.
b. Perbuatan
Yang dimaksud dengan perbuatan (Fi'li), adalah segala
perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Saw. Yang merupakan
penjelasan praktis terhadap peraturan-peraturan syari'atyang belum
jelas cara pelaksanaannya. Di antara contoh perbuatan Nabi ialah
sebuah hadis tentang cara salat nabi di atas kendaraan, yang
berbunyi:
‫كان رسول هللا صلعم يصلى على راحلته حيث توجهت به فاذا اراد الفريضة نزل‬
‫فاستقبل القبلة‬
"Nabin Saw salat di atas tunggangannya, kemana saja
tunggangannya itu menghadap" (HR. Muttafaq 'alaih)
c. Ketetapan (taqrir)
Arti taqrir Nabi, ialah keadaan beliau mendiamkan, tidak
mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telahdilakukan
atau diucapkan oleh para sahabat dihadapan beliau. Contoh taqrir
Nabi saw. Tentang perbuatan sahabat yang dilakukan di
hadapannya, ialah tindakan seorang sahabat yang bernama Khalid
bin Walid, salah satu jamuan makan, yang menyajikan makanan
daging biawak dan mempersilakan kepada Nabi untuk
menikmatinya bersama para undangan. Beliau menjawab:
"Tidak (maaf). Berhubung binatang ini tidak terdapat di
kampong kaumku, aku jijik padanya!" Kata Khalid: "Segera aku
memotongnya dan memakannya sedang Rasulullah melihat
kepadaku. Saw”
Tindakan Khalid dan para sahabat yang pada menikmati
daging biawak tersebut, disaksikan oleh Nabi. dan beliau tidak
menyanggahnya. Keenggannan beliau memakannya disebabkan
karena jijik. Contoh lain tentang taqrir Nabi ialah sikap beliau
membiarkan para sahabat dalam menfsirkan sabdanya tentang salat
pada suatu peperangan, yang berbunyi:
‫ال يصلين احد العصر االفي بني قريضة‬
"janganlah seorangpun salat asar kecuali nanti di Bani
Quraidhah)" (HR. Muttafaq 'alaih)
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan pada
hakikat perintah tersebut, sehingga menreka terlambat dalam
melaksanakan salat Asar. Sedangkan segolongan sahabat lainnya
memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju bani
Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalannya, sehingga
bisa salat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan
oleh Nabi saw tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.
d. Sifat-sifat, keadaan-keadaan, dan himmah (hasrat) Rausulullah saw.
Yang dimaksud sifat dan keadaan beliau adalah sebagaimana
yang dilukiskan oleh para sahabat dan ahli tarikh, seperti sifat-sifat
dan bentuk Jasmaniah beliau dilukiskan oleh sahabat Anas ra
sebagai berikut:
‫كان رسول هللا صلعم احسن الناس وجها واحسنهم خلقا ليس بالطويل وال با لقصير‬
Rasulullah adalah sebaik-baik manusia paras mukanya dan
bentuk tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula orang
pendek." (HR. Bukhari- muslim)
Sedangkan yang dimaksud dengan himmahnya Rasul adalah
keinginan (hasrat) beliau yang belum sempat direalisasikan, seperti
hasraaaat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura. Dalam
sebuah hadis dari Ibnu Abbas, disebutkan sebagai berikut yang
artinya :
"Ketika Nabi Saw berpuasa pada hari 'Asyura dan
memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: 'Ya
Rasul hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani' Rasul Saw bersabda: 'Tahun yang akan datang
insyaallah aku akan berpuasa pada hari kesembilan" (HR. Muslim
dan Abu Daud).

2. Defenisi hadis secara luas


Sebagaimana yang dikemukakan oleh sebagian Muhadditsin, hadis
tidak hanya dimarfu'kan kepada Nabi Muhammad saja, tetapi
perkataan, perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan
dan tabi'in. Dengan demikian hadis menurut defenisi ini, meliputi
segala berita yang marfu', mauquf (disandarkan kepada sahabat) dan
maqthu' (disandarkan kepada tabi'in). Sebagaimana dikatakan oleh
Muhammad Mahfudh:

‫ان الحديث ال يحتص بالمر فوع اليه بل جاء باءطالقه ايضا للموقوف وهو ما اضيف الى الصاحابي‬

‫من قول ونحوه والمقطوع و هو ما اضيف للتابعي كذلك‬

"Sesungguhnya hadis itu bukan hanya yang dimarfu'kan kepada Nabi


saw saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang mauquf
(dihungkan dengan perkataan, dan sebagainya dari sahabat, dan pada
apa yang magthu' (dihubungkan dengan perkataan dan sebagainya dari
tabi'in).

2.1.2 Pengertian Sunnah


Sunnah menurut bahasa ialah: "jalan yang dilalui, baik terpuji atau
tercela.'Adapun sunnah menurut istilah para ulama berbeda pendapat.
Menurut kebanyakan ulama sunnah adalah sinonim dari lafaz hadis, tetapi
ada juga yang membedakannya, bahkan ada yang memberikan syarat-
syarat tertentu, yang berbeda dengan istilah hadis. Pengertian sunnah
menurut ahli hadis ialah:

‫كل ما اثر عن النبي ص م من قول أو فعل او تقرير أو صفة خلقية او سيرة سواء اكان ذلك‬
‫قبل البعثة ام بعدها‬

"Segala yang bersumber dari nabi Saw baik berupa perkataan,


perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik
sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira
maupun sesudahnya.

Menurut pengertian ini, kata sunnah berarti sama dengan kata hadis
dalam pengertian terbatas atau sempit. Dengan demikian, jumlah Sunnah
secarakuantitatif jauh lebih banyak disbanding kata Sunnah menurut para
ahli Ushul.

Para ulama hadis mendefenisikan Sunnah sebagai mana di atas,


mereka memandang diri rasul sebagai uswatun hasanah atau qudwah
(contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sewbagai sumber
hukum. Oley karena itu mereka menerima dan meriwayatkan secara utuh
segala berita yang diterima tentang diri Rasul Saw tanpa membedakan
apakah yang diberitakan itu isinya berkaitan dengan penetapan hukum
syara' atau tidak.Pandangan demikian itu didasarkan kepada firman Allah
Swt dalam surat al-Ahzab ayat 21, yang berbunyi:

‫َّلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفى َر ُسوِل ٱِهَّلل ُأْس َو ٌة َحَس َنٌة ِّلَم ن َك اَن َيْر ُجو۟ا ٱَهَّلل َو ٱْلَيْو َم ٱْل َء اِخَر َو َذ َك َر ٱَهَّلل َك ِثيًرا‬

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Berbeda dengan ahli hadis, ahli Ushul mendefenisikan Sunnah


sebagai berikut:

‫كل ما صدر عن النبي ص م غير القرآن الكريم من قول أو فعل او تقرير مما‬

‫يصلح ان يكون دليال لحكم شرعي‬

"Segala sesuatu yang bersumber ddari Nabi Saw selain dari al- Qur'an al-
Karim, baik nberupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas
untuk dijadikan bagi penetapan hukum syara'."
Ahli Ushul membatasi pengertian Sunnah hanya pada sesuatu yang
disandarkan atau yang bersumber dari Nabi Saw, yang ada relevansinya
dengan penetapan hukum syara'. Maka segala sifat, perilaku, sejarah
hidup, dan segala sesuatu yang sandarannya kepada Nabi Saw yang tidak
ada relevansinya dengan hukum syara' tidak dapat dikatakan Sunnah.

Pengertian sunnah menurut ahli ahli Ushul tersebut didasarkan pada


argumentasi, bahwa Rasulullah Saw. Adalah penentu atau pengatur
undang-undang yang menerangkan kepada manusiaa tentang aturan-aturan
kehidupan dan melaaaaaetakkan dasar-dasar metodologis atau kaida-
kaidah bagi para mujtahid yang hidup sesddudahnya dalam menjelaskan
dan menggali syari'at Islam.

Pandangan ahli Ushul ini mengacu kepada beberapa ayat al-Qur'an, antara
lain surat al-Hasyr ayat 7, yang berbunyi:

‫َو َم ٓا َء اَتٰى ُك ُم ٱلَّرُسوُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َنَهٰى ُك ْم َع ْنُه َفٱنَتُهواۚ َو ٱَّتُقو۟ا ٱَهَّللۖ ِإَّن ٱَهَّلل َش ِد يُد ٱْلِع َقاِب‬

"....apa yang diberikan Rasulullah Saw kepadamu, maka terimalah


dia dan apa-apa yang dilarangnya bagi mu, maka tinggalkanlah dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya."

Adapun Sunnah munnah menurut ahli Fiqh, ialah:

‫ما ثبت عن النبي ص م من غير افتراض وال وجوب‬

"Segala ketetapan berasal dari Nabi Saw selain yang difardukan


dan diwajibkan. Menurut mereka, Sunnah merupakan salah satu hukum
yang lima (wajib, Sunnah, haram, makruh, dan mubah)

Ahli Fiqh mendefenisikan Sunnah seperti di atas, karena mereka


memusatkan pembahasan tentang Rasulullah Saw, yang perbuatan-
perbuatannya menunjukkan kepada hukum syara'. Mereka membahasnya
untuk diterapkan pada perbuatan setiap mukallaf, baik yang wajib, haram,
makruh mubah maupun Sunnah.
2.1.3 Khabar
Menurut bahasa Khabar adalah berita yang disampaikan dari
seseorang kepada seseorang. Jamaknya akhbar. Muradifnya naba' yang
jamaknya anba'. Dari segi istilah muhadditsin khabar identik dengan hadis,
yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik secara marfu',
mauquf dan maqthu') baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan
sifat.

Mayoritas ulama melihat hadis lebih khusus yang datang dari Nabi,
sedangkan khabar sesuatu yang datang dari padanya dan dari yang lain,
termasuk berita-berita umat terdahulu, para nabi dan lain-lain.

2.1.4 Atsar
Atsar menurut bahasa ialah sesuatu atau sisa sesuatu, dan berarti
juga nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do'a umpamanya dinukilkan dari
nabi dinamai do'a ma'tsur. Sedangkan menurut istilah ada dua pendapat,
atsar sinonim hadis, kedua, atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat (mauquf) dan tabi'in (maqthu') baik perkataan maupun perbuatan.
Sebagian ulama mengartikan sebagai sesuatu yang datang dari selain nabi
dan dari pada sahabat, tabi'in dan atau orang-orang setelahnya.

2.2 Struktur Hadis Sanad, Matan Dan Rawi

2.2.1 Sanad
Sanad secara bahasa dari sanada, yasnudu, yang berarti mu'tamad
(sandaran/tempat bersandar, tempat berpegang yang dipercaya atau yang
sah). Dikatakan demikinan, karna hadis itu bersandar kepadanya dan
dipegangi atas kebenarannya. Sedangkan secara istilah sanad adalah
silsilah orang-orang yang matan hadis. menghubungkan kepada

Silsilah orang-orang maksudnya, ialah susunan atau rangkaian para


perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya. Atau berita-
berita tentang jalan matan. Yang dimaksud dengan jalan matan ialah
serangkaian orang-orang yang menyampaikan atau meriwayatkan matan
hadis, mulai perawi pertama sampai yang terakhir.

2.2.2 Matan
Kata matan atau Matn menurut bahasa berarti ma shaluba wa
irtafa'a min al- ardhi (tanah yang meninggi). Secara terminology, istilah
matan memiliki beberapa definisi, yang pada dasarnya maknanya sama,
yaitu materi atau lafaz hadis itu sendiri.

Pada definisi lain, seperti dikatakan oleh Ibn al-Jama'ah disebutkan


bahwa matan adalah:" Suaatu Ikalimat tempat berakhirnya sanad".
Sedangkan ath-Thibi mendefinisikannnya, sebagai berikut yakni "lafaz-
lafaz yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu".

2.2.3 Rawi
Rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam
suatu kitab apa- apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya). Bentuk jamaknya ruwah dan perbuatannya menyampaikan.
Hadis tersebut dinamkakan me rawi (riwayat)-kan hadis.

2.3 Macam-macam sunah


Merujuk pada tindakan Sunnah, ucapan, atau persetujuan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi contoh bagi umat
Islam. Berikut adalah beberapa jenis sunnah yang umum diamalkan:

2.3.1 Sunnah Muakkadah


Sunnah yang ditekankan secara kuat oleh Nabi Muhammad SAW.
Contohnya adalah shalat sunnah Rawatib (seperti dua rakaat sebelum
subuh) dan puasa sunnah pada hari-hari tertentu.

2.3.2 Sunnah Ghairu Muakkadah


Sunnah yang tidak ditekankan secara kuat, tetapi tetap dianjurkan
untuk diamalkan. Contohnya adalah shalat tahajjud dan puasa sunnah pada
hari-hari tertentu di luar Ramadan.
2.3.3 Sunnah Qauliyyah
Sunnah yang berhubungan dengan ucapan-ucapan Nabi Muhammad
SAW, seperti doa-doa yang diajarkan beliau dan dzikir yang dianjurkan.

2.3.4 Sunnah Fi'liyyah


Sunnah yang berhubungan dengan perbuatan Nabi Muhammad
SAW, seperti cara beliau berpakaian, cara beliau makan dan minum, serta
cara beliau berinteraksi dengan orang lain.

2.3.5 Sunnah Taqririyyah


Sunnah yang berhubungan dengan persetujuan diam Nabi
Muhammad SAW terhadap suatu perbuatan atau kejadian. Ini mencakup
situasi di mana beliau menyaksikan perbuatan atau kejadian tetapi tidak
mengomentari atau mengubahnya

2.3.6 Sunnah Maknawiyah


Sunnah yang mengandung makna yang mendalam dan dapat
diterapkan dalam konteks tertentu, meskipun tidak secara eksplisit
diinstruksikan oleh Nabi Muhammad SAW.

2.3.7 Sunnah Fitriyyah


Sunnah yang berhubungan dengan fitrah (fitrah manusia), seperti
mencukur bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, dan
mandi pada hari Jumat.

2.3.8 Sunnah 'Ibadah


Sunnah yang terkait dengan berbagai ibadah, seperti haji, umrah,
qurban, dan sebagainya
.Penting untuk dicatat bahwa sunnah merupakan bagian integral dari
praktik keagamaan Islam, dan umat Islam dianjurkan untuk mengikuti dan
menjalankan sunnah sebaik mungkin sebagai bentuk penghormatan dan
pengikutan terhadap contoh Nabi Muhammad SAW.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Hadis berarti al-habbar (pesan) yang diucapkan oleh Nabi


Muhammad SAW, yang berupa jarah, perkataan, perbuatan, maupun
titah (takrir). Definisi hadits secara terbatas adalah: 'Segala sesuatu yang
berdasarkan Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan (taqrir) dan sifat-sifat atau keadaan lain Nabi Muhammad
SAW, semuanya miliknya sendiri, kecuali milik para sahabat dan
sahabatnya. Yaitu segala bentuk kata-kata dan ucapan yang pernah beliau
sampaikan dalam berbagai bidang, antara lain permohonan dan petunjuk
syariat, peristiwa dan cerita yang berkaitan dengan aspek keimanan,
akhlak, syariat, pendidikan, dan lain-lain. Hadis diyakini tidak hanya
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, namun perkataan, perbuatan,
dan taqrir dipercaya oleh para sahabat dan musafirnya.

Segala yang bersumber dari nabi Saw baik berupa perkataan,


perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik
sebelum diangkat menjadi Rasul, seperti ketika bersemedi di gua Hira
maupun sesudahnya. Sunnah berarti sama dengan kata hadis dalam
pengertian terbatas atau sempit. Ahli Ushul membatasi pengertian
Sunnah hanya pada sesuatu disandarkan atau bersumber dari Nabi Saw,
yang ada relevansinya dengan penetapan hukum syara'.
DAFTAR PUSTAKA

Warsito, Lc., Pengantar Ilmu Hadits Upaya Memahami Sunnah, Bogor: LPD Al-
Huda, 2001

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2005

Muhammad ‗Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, Bairut: Dar al-Fikr, 2006

Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, 2015 Mudasir, Ilmu Hadis,
Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999 Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalahu'l
Hadits, Bandung: PT. alMa‘arif, 1974

Agus Solahudin, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Anda mungkin juga menyukai