Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KANKER SERVIKS DI RUANG EDELWEIS


RUMAH SAKIT PROF. DR. W.Z YOHANES KUPANG

OLEH:
ANUNCYATA SERHE

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG
2024
BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian
Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks atau
leher rahim, yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan rahim dan
vagina (Rozi, 2013). Kanker leher rahim atau kanker serviks (cervical
cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).
(Purwoastuti. 2015).
1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks yaitu:
1. HPV (Human papilloma virus)
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Di antara lebih dari 125 jenis HPV
terdapat jenis HPV yang agresif (HPV 16 dan 18) yang dapat
menyebabkan transformasi sel-sel menjadi ganas di serviks.
2. Berganti-ganti pasangan seksual.
3. Aktivits seksual dini: wanita yang telah memiliki aktivitas seksual dini,
sebelum usia 18 tahun lebih berisiko tinggi sebab sel-sel serviksnya
sangat rapuh di usia muda ini.
4. Pemakaian Pil KB. Laporan dari IARC menyatakan bahwa dari data 8
studi mengenai efek penggunaan kontrasepsi oral pada wanita yang
positif terhadap HPV, ditemukan peningkatan risiko 4 kali lebih besar
pada mereka yang menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun.
5. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
6. Gangguan sistem kekebalan
7. Genetik/riwayat keluarga kanker serviks: terutama yang mempunya ibu
atau saudara perempuan yang telah menderita kanker serviks. Beberapa
keluarga menunjukkan insiden yang lebih tinggii menderita kanker
serviks. Beberapa ilmuwan percaya bahwa mereka membawa kondisi
genetik sehingga membuat mereka lebih rentan terinfeksi HPV.
8. Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
9. Multi paritas dengan persalinan perveginam.
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear
secara rutin). (Nurarif, 2016).
1.3 Tanda & Gejala
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah sebagai
berikut:
1. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak melakukan
hubungan seksual.
2. Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
3. Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4. Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5. Nyeri disekitar vagina.
6. Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah.
7. Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8. Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9. Sakit waktu hubungan seks.
10. Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan
bercampur dengan darah.
11. Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara
siklus haid.
13. Sering pusing dan sinkope.
14. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rectovaginal,
atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
1.4 Patofisiologi
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30
tahun. Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human
Paipilloma Virus (HPV) yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain
perkembangan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda,
paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang meningkat, status sosial
ekonomi yang rendah dan merokok (Price, 2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa
dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau
zona tranformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak
normalnya sel progresif yang berakhir sebagai karsinoma servikal invasif.
Displasia servikal dan karsinoma in situ atau High-grade Squamous
Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului karsinoma invasif. Karsinoma
serviks terjadi bila tumor menginvasi epitelium masuk ke dalam stroma
serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung kedalam jaringan
para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang
dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma
servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina,
ligamentum kardinale dan rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah
bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang
jauh (Price, 2012)
1.5 Pathway
Aktivitas seksual dini Multi paritas Berganti-ganti pasangan Merokok

HPV (Human
Pappiloma Virus) Sel mukosa pada serviks belum matang Sering terjadi perlukaan di organ resiko tertular penyakit Lendir sekviks
reproduksi menular seksual mengandung nikotin
Mikro abrasi/luka kecil Rentang terhadap rangsangan
Port de entry Kuman Menurunkan daya
tahan serviks
Lekat pada sel epitel
serviks Infeksi virus HPV
Rentang terhadap invesi
virus

Penggunaan Pil KB Penggunaan Pil KB ↑ Hormon estrogen & Golongan ekonomi


Merusak mutagen
> 5 tahun > 5 tahun progesteran lemah/ kurang terpapar
informasi
Metaplasia sel
Infeksi Herpes Genitalia
Tidak melakukan
Neoplasma intraepitelia serviks
Pap Smear
Gangguan sistem
kekebalanan tubuh
Dysplasia Sel
Infeksi virus HPV

Defensiasi sel-sel epitel


Genetik Pembawa gen kanker Kerusakan DNA

Perubahan struktur sel dan fungsi sel-sel normal

Aktivitas regenerasi sel meningkat


CA SERVIKS
Kerusakan struktur jaringan serviks

Ulserasi Menekan jaringan sekitar Penekanan kanker pada dingin serviks

Perdarahan berulang Sistem perkemihan Penngeluaran bradikinin, histamin

Anemia Penyumbatan ureter Kandung kemih penuh Penekanan ujung saraf simpatis

Kelemahan Anuria/oliguria Poliura Mengaktifkan respon nyeri

Intoleransi aktivitas Gangguan eliminasi urine Nyeri dengan internsitas ringan hingga berat,
berlansung > 3 bulan

Intake inadekuat Nyeri kronis

Asupan serat kurang Pencernaan

Konstipasi Adanya ulkus Peningkatan asam lambung

Perdarahan Mual, muntah

CRT > 3 dtk, nadi perifer↓, akral Defisit nutrisi


dingin, kulit pucat

Perfusi perifer
tidak efektif
1.6 Klasifikasi
Stadium klinis menurut FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvic, jaringan
serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk
stadium kliniknya), foto paru-paru, pielografi, intravena, (dapat digantikan
dengan foto CT-scan). Untuk kasus stadium lanjut diperlukan pemeriksaan
sistoskopi, protoskopi dan barium enema (Prawirohardjo, 2011).
Stadium Kanker Serviks menurut FIGO dalam (Oktafiah, dkk. 2023)
Stadium Perkembangan
0 Pertumbuhan kanker (karsinoma) terjadi pada jaringan epitel
leher rahim
1 Pertumbuhan kanker masih terbatas pada leher rahim
1a Secara mikroskopis, kanker telah menginvasi jaringan (terjadi
penetrasi). Tingkat invasi sel kanker : kedalaman < 5 mm,
sedangkan lebarnya < 7 mm
1a 1 Ukuran invasi mempunyai kedalaman < 3 mm dan lebar < 7 mm
1a 2 Kedalaman invasi > 3 mm dan < 5 mm, lebar < 7 mm
1b Terjadi lesi yang ukurannya lebih besar dari lesi yang terjadi
pada
1b 1 Ukuran tumor < 4 cm
1b 2 Tumor > 4 cm
II Karsinoma meluas sampai keluar leher rahim tetapi belum
sampai dinding pelvis; karsinoma menyerang vagina tapi belum
mencapai 1/3 vagina bagian bawah
IIa Belum ada parameter yang jelas
IIb Parameter jelas
III Karsinoma meluas ke dinding pelvis; pada pemeriksaan rektal,
tidak terlihat adanya ruang kosong antara tumor dan dinding
pelvis; tumor menyerang 1/3 vagina bagian bawah; pada semua
kasus juga ditemukan adanya hidronefrosis atau ginjal tidak
berfungsi
IIIa Kanker tidak menjalar ke dinding pelvis, tapi menyerang 1/3
vagina bagian bawah
IIIb Menjalar ke dinding pelvis, terjadi hidronefrosis atau kegagalan
fungsi ginjal, atau keduanya
IV Karsinoma meuas melewati pelvis atau mukosa kandung kemih
atau rektal
IVa Menyebar ke organ yang berdekatan
IVb Menyebar ke organ yang jauh

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Preinvasive kanker serviks biasanya tanpa gejala dan sudah diderita
selama ±10-15 tahun. Pada tahap awal, kanker dapat terdeteksi selama
prosedur skrining, namun sebagian besar perempuan memiliki kesadaran
yang rendah untuk melakukan pemeriksaan baik melalui test paps smear
maupun inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Hasil penelitian, bahwa
dari 171 perempuan yang mengetahui tentang kanker serviks, hanya 24,5 %
(42 perempuan) yang melakukan prosedur skrining. (Wuriningsih, 2016).
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Sesuai dengan namanya, IVA merupakan pemeriksaan leher rahim
(serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher
rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asetat 3-5%. Apabila
setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak
putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika
tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada
serviks.
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini
munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif terjangkau serta hasil
yang akurat. Pemeriksaan Pap smear dilakukan ketika wanita tidak
sedang masa menstruasi. Waktu yang terbaik untuk skrining adalah
antara 10 dan 20 hari setelah hari pertama masa menstruasi. Selama kira-
kira dua hari sebelum pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya
menghindari douching atau penggunaan pembersih vagina, karena bahan-
bahan ini dapat menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal.
(Oktafiah, dkk. 2023)
1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0 antara
lain:
1)Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu presedur
eksisi dengan menggunakan arus listrik bertegangan rendah untuk
menghilangkan jaringan abnormal serviks,
2)Pembedahan Laser,
3)Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput
lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,
4)Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat dingin) untuk
menghancurkan sel abnormal atau mengalami kelainan,
5)Total histerektomi ( untuk wanita yang tidak bisa atau tidak
menginginkan anak lagi),
6)Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan
pembedahan).
b. Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
1)Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral
salpingoophorectomy,
2)Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung selaput
lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya,
3)Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan penghilangan kelenjar
getah bening,
4)Terapi radiasi internal.
c. Stadium IB
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
1)Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal,
2)Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening,
3)Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening
diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,
4)Terapi radiasi dan kemoterapi.
d. Stadium II
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
1)Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal serta kemoterapi,
2)Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening,
3)Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening
diikuti terapi radiasi dan kemoterapi,
e. Stadium II B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.
f. Stadium III
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan
kemoterapi.
g. Stadium IV A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan
kemoterapi.
h. Stadium IV B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
1)Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk mengatasi gejala-gejala
yang disebabkan oleh kanker dan untuk meningkatkan kualitas
hidup,
2)Kemoterapi,
3)Tindakan klinis dengan obat-obatan anti kanker baru atau obat
kombinasi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks meliputi
pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan klien
dan mengurangi kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung
kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan
dan mencegah komplikasi (Reeder, 2013).
Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana klien dan pasangannya
memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal
yang berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Apabila
terdiagnosis kanker, banyak wanita merasa hidupnya lebih terancam.
Perasaan ini jauh lebih penting dibandingkan kehilangan kemampuan
reproduksi. Intervensi keperawatan kemudian difokuskan untuk
membantu klien mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan
yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan
kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan
diri untuk menghadapi masalah (Reeder, 2013).
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status perkawinan,
pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan
seperti pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang
menyerupai air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang
berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pasien pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan yang berbau busuk,
perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar
vagina, nyeri pada panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu
makan, dan anemia.
c. Riwayat kesehatan dahulu: biasanya pada pasien kanker serviks
memiliki riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan,
riwayat penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).
d. Riwayat kesehatan keluarga: biasanya riwayat keluarga adalah salah
satu faktor yang paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi
oleh kelainan genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluarga
yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya
3. Keadaan Psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan
suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri pasien
meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga ekspresi wajah
pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien yang merasa tidak
berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder, 2013).
4. Data Khusus
a. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
1) Keluhan haid: Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir,
sebab kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang
tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah
salah satu tanda gejala kanker serviks.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan: Jumlah kehamilan dan anak
yang hidup karna kanker serviks terbanyak pada wanita yang sering
partus, semakin sering partus semakin besar resiko mendapatkan
karsinoma serviks. (Aspiani, 2017).
b. Aktivitas dan istirahat: kelemahan atau keletihan akibat anemia,
perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari,
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas
dan keringat malam, pekerjaan atau profesi dengan pemajanan
karsinogen lingkungan dan tingkat stress yang tinggi.
c. Integritas ego: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari
pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi
cacat, pembedahan, menyangkal atau tidak mempercayai diagnosis dan
perasaan putus asa.
d. Eliminasi: perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis,
misalnya nyeri.
e. Makan dan minum: kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat,
tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet.
f. Neurosensori: pusing, sinkope.
g. Nyeri dan kenyamanan: adanya nyeri dengan derajat bervariasi,
misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan
proses penyakit.
h. Keamanan: pemajanan zat kimia toksik, karsinogen, demam, ruam
kulit, ulserasi.
i. Seksualitas: perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik,
bau), perdarahan sehabis senggama.
j. Integritas sosial: ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu
dengan lingkungan, perasaan acuh.
5. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok dan mudah tercabut
2) Wajah: konjungtiva anemis akibat perdarahan.
3) Leher: adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium lanjut.
4) Abdomen: Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah
akibat tumor menekan saraf lumbosakralis.
5) Ekstremitas: Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak
(kaki).
6) Genitalia: Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner,
2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami perdarahan pervaginam.
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Perfusi perifer tidak efektif
2) Intoleransi aktivitas
3) Konstipasi
4) Gangguan eliminasi urine
5) Nyeri kronis
6) Defisit nutrisi
2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan rencana Perfusi erifar tidak efektif
efektif keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan Perfusi perifer 1) Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
meningkat dengan kriteria hasil : Kapler, wama, suhu)
1. Warna kulit pucat menurun 2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
2. Pengisian kapiler membaik perokok, riter, kadar kolesterol tinggi)
3. Akral membaik 3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
4. Turgor kulit membaik Terapeutik
5. Kekuatan nadi perifer 4) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
meningkat keterbatasan perfusi
5) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfuti
6) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
caders
7) Lakukan pencegahan infeksi
8) Lakukan perawatan kaki dan kuku
9) Lakukan hidrasi
Edukasi
10) Anjurkan berhenti merokok
11) Anjurkan berolahraga rutin
12) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
13) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol Jika perlu
14) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
15) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat bata
16) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.
melembabkan kulit kering pada kaki) Anjurkan program
rehabilitasi vaskular Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis, rendah lemak jenuh, omega 3)
17) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan rencana Manajemen Energi
keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1) Keluhan Lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
2) Dispnea saat aktivitas
menurun 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
3) Dispnea setelah aktivitas Terapeutik
menurun 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis:
4) Frekuensi nadi membaik cahaya, suara, kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3. Konstipasi Setelah dilakukan rencana Manajemen Eliminasi Fekal
keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan eliminasi fekal 1. Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi
membaik dengan kriteria hasil : gastrointestinal
1) Kontrol pengeluaran fese 3. Monitor buang air besar (mis: warna, frekuensi, konsistensi,
meningkat volume)
2) Keluhan defekasi lama dan 4. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
sulit menurun Terapeutik
3) Mengejal saat defekasi 5. Berikan air hangat setelah makan
menurun 6. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
4) Konsistensi feses membaik 7. Sediakan makanan tinggi serat
5) Frekuensi BAB membaik Edukasi
6) Peristaltik usus membaik. 8. Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
9. Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume
feses
10. Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
11. Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
12. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
serat
13. Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
4. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan rencana Manajemen eleminasi urin
urine keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan : 1) Identifikasi tanda dan gejala inkontinensia urin
Eleminasi urin membaik dengan 2) Identifikasi factor yang mempengaruhi retensi atau inkontinensia
kriteria hasil : urin
1) Desakan berkemih menurun 3) Monitor eleminasi urin
2) Distensi kandung kemih Terapeutik
menurun 1) Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
3) Berkemih tidak tuntas 2) Batasi asupan cairan
menurun 3) Ambil sampel urin tengah
4) Urin menetes menurun Edukasi
1) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemiih
2) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
3) Ajarkan mengambil sesimen urin mindstrem
4) Ajarkan terapi modalitas penguat otot pinggul
5) Anjurkan minum yang cukup
6) Anjurkan kurangi minum air sebelum tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
5. Nyeri kronis Setelah dilakukan rencana Manajemen nyeri
keperawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil : 2) Identifikasi skala nyeri
1) Keluhan nyeri menurun 3) Identifikasi respon nyeri non verbal
2) Meringis menurun 4) Identifikasi faktoryang memperberat dan memperingan nyeri
3) Sikap protektif menurun 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan pasien tentang nyeri
4) Gelisah menurun 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadapp respon nyeri
5) Kesulitan tidur menurun 7) Identifikasi nyeri pada kualitas hidup
6) Frekuensi nadi membaik 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
1) Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rassa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan periode, penyebab dan pemicu nyeri
2) Jelaskan srategi meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5) Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Koaborasi pemberian analgetik, jika perlu
6. Defisit nutrisi Setelah dilakukan rencana Manajemen nutrisi
keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan meningkat 3. Identifiksi makanan yang disukai
2. Berat badan membaik 4. Identifikasi kebutuhan alori dan jenis nutrien
3. Indeks massa tubuh 5. Monitor berat badan
membaik terapeutik
6. Lakukan oral hygiene
7. Fasilitasi pembentukan pedoman
8. Sajikan makanan secara menarik
9. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Edukasi
10. Anjurkan posisi duduk jika mampu
11. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011)
Menurut Mufidaturrohmah (2017) evaluasi perkembangan kesehatan
pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
perawatan yang diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan balik
terhadap perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur,
proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif adalah hasil dari umpan
balik selama proses keperawatan berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah proses keperawatan selesai
dilaksanakan dan memperoleh informasi efektifitas pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM.


Budiono, dkk. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.
Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Endang Purwoastuti, and E. S. M. (2015). Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial
Bagi Kebidanan. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.
M.F.Rozi. (2013). Kiat Mudah Mengatasi Kanker Serviks. Yogyakarta: Aulia
Publishing.
Morita, D. (2016). Kajian Pengobatan Pasien Kanker Serviks di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. In Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences (Vol. 4, pp. 330-334).
Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta: Nuha Medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Price, and W. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi
6. Jakarta: EGC.
Reeder, D. (2013). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga,
Edisi 18 Volume 1. Jakarta: EGC.
Wuriningsih. (2016). Potret Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Klien Dengan
Kanker Serviks Melalui Pendekatan Konservasi Dan Efikasi Diri. Nurscope.

Anda mungkin juga menyukai