Anda di halaman 1dari 29

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

DINAS LINGKUNGAN HIDUP


Jalan Willem AS. No. 08 Palangka Raya 73111 Telp/Fax.(0536)3223756
website : http://dlh.kalteng.go.id, e-mail:dlh@kalteng.go.id

NOTULENSI
RAPAT VALIDASI KLHS RPJPD KABUPATEN LAMANDAU

Hari/Tanggal : Jumat, 19 Januari 2024


Pukul : 08.00 Wib - Selesai
Tempat : Zoom Meeting
Pimpinan Rapat : Kepala Bidang Tata Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan
Tengah

No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim


Penyusun
1. Debby Dinahayu Trilina, ST, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah
Kondisi Umum – Data yang
Hal 16 digunakan
merupakan data
penggunaan
lahan dari KLHK
Tidak terdapat
keterangan
mengenai jenis
tanaman

Hutan lahan kering sekunder seluas 368.285,97 Ha


Hutan tanaman seluas 24.319,97 Ha
Hutan rawa sekunder seluas 788.65 Ha
Hutan lahan kering primer seluas 19.252,59 Ha
Belukar rawa seluas 5.869,94 Ha
Belukar seluas 65.618,89 Ha

Hutan Tanaman apa saja ? Industri, Alam atau Rakyat?


Mohon dinarasikan walaupun hanya sedikit tentang Tanaman Hutan
tersebut.
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
III-18 Sudah diperbaiki
pada III-18

Di cek untuk perbaiki penulisan (redaksional)


III-38 Sudah diperbaiki
pada III-38

Di cek untuk perbaiki penulisan (redaksional)


Peta Kawasan Sudah diperbaiki
Bahaya Kebakaran pada III-56
Hutan dan Lahan

Kurang penulisan LAHAN

Berdasarkan Peta Kawasan Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan,


dapat dilihat bahwa Sebagian berada pada kawasan Hutan tanaman
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
III-57 Sudah diperbaiki
pada III-57

Di cek untuk perbaiki penulisan (redaksional)


III-67 Sudah diperbaiki
pada Bab III

Di cek untuk perbaiki penulisan (redaksional)


III-69 Sudah diperbaiki
pada III-61
sampai III-101

Perbaiki lagi narasinya karena tidak sesuai dengan data pada tabel.
untuk belantikan raya jasa ekosistem sangat tinggi nya adalah
18.383,15 Ha sedangkan nilai 496.517,78 Ha adalah Total
keseluruhan Kecamatan untuk jasa ekosistem sedang.
dan apabila dilihat dari tabel 3.28 Kecamatan yang memiliki Jasa
Ekosistem sangat tinggi adalah Kecamatan Menthobi Raya sebasar
33.649,31 Ha
Namun pada peta jasa ekosistemnya terlihat kecamatan belantikan
raya yang memiliki jasa ekosistem sangat tinggi.

Jadi yang mana yang digunakan? Peta atau tabel?

Luas yang tertulis 355.863,55 Ha adalah luas total keseluruhan


Kecamatan, bukan hanya untuk Kecamatan Belantikan Raya.
Dimohon untuk memperbaiki penulisan narasinya.
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

begitu pula dengan tabel lain dibawahnya, penggunaan kalimant nya


agak rancu hanya mengacu pada Kecamatan Belantikan Raya
namun tidak sesuai dengan data Tabelnya.
III-101 Sudah diperbaiki
pada III-108

Pebaikan penulisan
Potensi dan ketahanan keanekaragaman hayati, mohon untuk Tidak memiliki
ditambahkan dan satwa liar apa saja yang paling banyak di temui di data status
Kabupaten Lamandau. Tambahkan pula keterangan untuk status
spesies CITES dan IUCN nya.
spesies CITES
Tabel 3.44 Daftar Fauna dan Flora di Kabupaten Lamandau untuk dan IUCN
status di lindungi berdasarkan apa? Dari
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 atau yang lain mohon di
sebutkan.
III-123 Tidak
memperoleh data
tahun 2022
Mohon untuk menggunakan sumber data terbaru minimal 2022

2. Tri Minarni, ST., M.Si, BAPPEDALITBANG Provinsi Kalimantan Tengah


Perlu sinkronisasi keterkaitan 4 Pilar dalam Pembangunan
berkelanjutan dan SDGs karena berkaitan dengan Teknis
Penyusunan Aksi TPB, dimana untuk RAD SDGs Kalimantan
Tengah pada saat ini masih dalam Evaluasi. Dan diharapkan agar
disesuaikan dengan dokumen RPJPD agar bisa sejalan dalam
penentuan indicator TPB.
Dokumen KLHS RPJPD agar bisa sinkron dengan dokumen RPJPD
Kabupaten Lamandau yang akan disusun. Sehingga dalam
penyusunan KLHS RPJPD bertujuan agar isu – isu strategis daerah
terutama yang berkaitan dengan lingkungan dapat terakormodir .
Untuk memasukan isu lingkungan yang akan dimuat didokumen
KLHS agar bisa di sinkronkan dengan Dokumen RPJPD,
menyesuaikan dengan keluarnya Surat Edaran Bersama mendagri
dan Menteri Bappenas tentang penyelarasan RPJPD denan RPJPD
Tahun 2025 – 2045 melalui perihal pedoman penyelerasan RPJPD
dengan RPJPN Tahun 2025 – 2045
Agar bisa dimasukan Pengembangan Kawasan yang ada di
Kabupaten Lamandau , apakah itu kawasan yang sudah di
alihfungsikan menjadi kawasan industri atau kawasan strategis.
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
Agar bisa ditampilkan untuk sumber data pada tiap tabel2 yang lain Sudah diperbaiki
agar lebih konsitensi untuk menambahkan keterangan sumber data pada dokumen
karena ada beberapa yang belum menampilkan.
Agar bisa memperhatikan 6 muatan KLHS yang bisa diuraikan Sudah diperbaiki
menyesuaikan dengan isu strategis dalam TPB pada dokumen
Pada indikator capaian bisa dijelaskan untuk jenis sumber daya
mineral yang ada di kabupaten yang paling banyak berkontribusi
terhadap PDRB.
Keanekragaman hayati agar bisa tabel klasifikasi data dalam jenis
Flora dan Fauna yang dilindungi dan sudah ada grafik harap
dilampirkan dengan sumber data darimana
Belum memasukan indicator IKLH pada gambaran umum karena Sudah diperbaiki
menjadi sasaran pokok karena indicator tersebut merupakan pada III-21 dan III-
indicator wajib dari Kemendagri dan Untuk Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup (IKLH) dan sudah terupdate dengan data tahun
22
2022, bisa ditampilkan skor IKLH Nasional
Agar bisa ditambahkan dengan Keanekaragaman untuk penyusunan
dokumen KLHS jangka panjang termasuk dalam penyelarasan
pembangunan
Bab I Dasar Hukum, ditambahkan Sudah diperbaiki
 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang pada I-4
Cipta Karya
 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelenggarakan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis
Kaputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.15.5-1317 Tahun
2023 tentang perubahan atas keputusan menteri dalam negeri
Nomor 050-5889 Tahun 2021 tentang hasil verifikasi, validasi dan
invetarisasi pemuktahiran klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur
perencanaan pembangunan dan keuangan daerah menteri dalam
negeri.
Mohon bisa dicantumkan sumber data dan konsistensi dalam Sudah diperbaiki
penulisan dalam diberikan narasi penjelasan mengenai table – table pada dokumen
tersebut
Catatan : Pada penulisan kata yang berasal dari Bahasa asing dapat Sudah diperbaiki
ditulis dengan huruf miring dan mohon bisa diperbaiki kata/istilah pada dokumen
yang masih salah ketik

3. Wilson SE., M.Si, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah


Kata Pengantar Wajib di tanda tangani oleh Kepala Daerah, dalam
dokumen ini belum di tanda tangani sebagai bahan
validasi.
Bab I 1. Supaya didalam Dasar hukum, yaitu ; Sudah diperbaiki
 UU Nomor 39 tahun point satu dihapus saja. pada I-4
PermenATR/BPN poin 10 juga dihapus , hal ini tidak relevan dengan
RPJPD
Bab 2 Agar di tambah teoritis dari literatur yang relevan selain Peraturan
Sudah diperbaiki
pada bab II
Bab 3 Agar dilengkapi, dari 6 muatan KLHS yang berdasarkan Peraturan Sudah diperbaiki
UU Nomor 32 Tahun 2009 ttg PPLH, PP 46 tahun 2016 ttg tata cara pada bab III
penyelenggaraan KLHs serta PerMenLHK Nomor 69 tahun 2016 ,
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
belum memuat secara keseluruhan dari 6 muatan, yang belum
terbahas yaitu;
1. efisiensi pemanfaatan SDA,
tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim.
Bab 4 Matrik capaian indikator TPB ada demikian juga dengan
rekapitulasi dari capaian tersebut sudah lengkap.
Bab 5 Analisis capaian TPB pada OPD, hingga analisi proyeksi indikator
TPB sampai tahun 2045, sudah jelas dalam pembahasan.
Bab 6 Alternatif skenario dan rekomendasi, cukup jelas
Bab 7 Kesimpulan dan saran cukup jelas

4. Rachma Aprillia Utami, S.Hut, BPKHTL Wilayah XXI Palangka Raya


Pada bagian 3.2.5. penggunaan lahan pada dokumen tidak Data yang
menjelaskan mengenai penggunaan lahan, melainkan menjelaskan digunakan
penutupan lahan (23 kelas) . Mohon dapat disesuaikan dan
diperbarui dengan data penutupan lahan KLHK yang terbaru sampai
merupakan data
dengan tahun 2021. penggunaan
(pada sumber peta menyebutkan sumber data KLHK tahun 2019) lahan dari KLHK
Tidak terdapat
keterangan
mengenai jenis
tanaman
III-16, III-17

Pada bab keanekaragaman hayati memuat bahwa kawasan hutan Sudah diperbaiki
sangat vital di Kabupaten Lamandau, namun pada bab kondisi pada III-106
umum belum ada informasi yang memuat mengenai gambaran
status dan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Lamandau.
Mohon dapat ditambahkan mengenai informasi tersebut
menggunakan data yang terbaru, yaitu: Peta Perkembangan
Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah sampai
dengan Tahun 2020 (lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor: SK.6627/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/2021
tanggal 27 Oktober 2021)
III-101

III-12 Rekomendasi bagi Isu Degradasi Lahan dan Penurunan Kualitas Sudah diperbaiki
Lingkungan Hidup, dapat dipertimbangkan dengan penguatan/ pada VI-30
pengembangan skema Perhutanan Sosial sebagai upaya
pengelolaan hutan oleh masyarakat, berupa:
a. Persetujuan Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (PPHKm)
b. Persetujuan Pengelolaan Hutan Tanaman
Rakyat (PPHTR)
c. Persetujuan Pengelolaan Hutan Desa (PPHD)
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
Berdasarkan hasil analisis kami terhadap Peta Indikatif dan Areal
Perhutanan Sosial (Revisi VIII) sebagaimana lampiran Surat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor: SK.8/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/1/2023 tanggal
3 Januari 2023.

Selain itu, Berdasrkan hasil analisis kami, sudah terdapat izin


Perhutanan Sosial yang defintif di Kabupaten Lamandau yaitu:
1. PPHKm a.n. KTH Sukses Manyam Sejahtera
(SK.1624/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2019
tanggal 6 Maret 2019 di Desa Bayat Kec.
Belantikan Raya)
2. PPHTR a.n. KTH Inti Wonosari
(SK.683/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/2/2017
tanggal 23 Februari 2017 di Dea Bukit indah,
Kec. Bulik)
3. PPHTR a.n. KTH Konsu Mandiri Sejahtera
(SK.6791/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2017
tanggal 15 Desember 2017 di Desa Bakonsu
Kec. Lamandau)
4. PPHTR a.n. KTH Hijau Hutan Lestari
(SK.810/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2017
tanggal 3 Maret 2017 di Desa Bakonsu Kec.
Lamandau
5. PPHTR a.n. KTH Bukit Raya
(SK.6891/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/12/2017
tanggal 22 Desember 2017 di Desa Bakonsu dan
Suja Kec. Lamandau
6. PPHTR a.n. KTH Mitra Pamaingan
(SK.1013/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2017
tanggal 10 Maret 2017 di Desa Penopa Kec.
Lamandau
7. PPHTR a.n. KTH Berkat Usaha
(SK.8081/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/11/2018
tanggal 16 November 2018 di Desa Lubuk Hiju
Kec. Manthobi Raya)
Perhutanan Sosial ini dapat menjadi salah satu Upaya pengelolaan
hutan oleh Masyarakat dalam mendukung isu Pembangunan
berkelanjutan di pilar lingkungan.

Penulisan kata yang berasal dari Bahasa asing dapat Sudah diperbaiki
ditulis huruf miring, dan diperbaiki kembali kata/istilah pada dokumen
-
yang masih salah ketik atau spasi antar kata yang masih
belum sesuai.

5. Dr. Yusuf Aguswan, S.Hut., M.Sc Universitas Palangka Raya


Judul gambar Kabupaten Lamandau, gambar Tangerang dan Banten Sudah diperbaiki
pada dokumen
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Peta Administrasi Kecamatan - Wilayah/Area dan ada IKK  IKK Sudah diperbaiki
Belum ditampilkan  Gambaran pembaca belum lengkap  pada dokumen
Semua peta

Perlu dimasukan kode Jasa Ekosistem, Contoh : Penyedia Pangan Sudah diperbaiki
(P1)  meskipun sdh ada di penjelasan. pada III-61
sampai III-101

Kelas Jasa Ekosistem dibuat Berurutan : dari Sangat Rendah Ke Sudah diperbaiki
Sangat Tinggi pada III-61
sampai III-101

Tabel 3.1.Daftar Fauna dan Flora di Kabupaten Sudah diperbaiki


Lamandau pada III-109
 Kepala/Header Tabel dibuat di halaman berikutnya
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Belum ada penjelasan IJE ini apakah dari D3TLH Lamandau IJE dari D3TLH
ataukah hanya clip/memotong dari IJE PRovinsi Lamandau

Setelah membaca laporan ini ada yang kurang, Infrastruktur jalan  Penjelasan
apakah dapat mencapai semua Kecamatan dengan baik, Bagaimana mengenai
dengan Desa? Apakah semua dapat dilalui jalan darat?
infrastruktur
dimasukkan pada
penjelasan isu
pembangunan
berkelanjutan
pada IV-104

Luas Bukan Lahan Terbangun dan Non Kawasan Hutan/APL = Sudah diperbaiki
56.827.423 m2, jika dikonversi menjadi Ha adalah 5.682,7 Ha  pada III-45
apakah memang sekecil itu? SK 6627 APL Lamandau 
±223.678 Ha

Saya tertarik dengan Frame work ini, sumber KLHK 2023  tidak Framework
ada di Daftar Pustaka? Buku apa ini  bisa dishare ke DLH utk mengambil dari
kami Copy
Ada beberapa sumber yang tidak ada di Pustaka Cth : InaRisk
materi paparan
KLHK
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

6. Fathkurohman
Terbitnya Permendagri 7/2018 pada tanggal 4 April 2018 atau hanya
sekitar 3 bulan sebelum Pilkada Serentak Pertama (27 Juni 2018),
menjadikan banyak pihak lupa bahwa:
1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat
KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a) RTRW, RDTR, RPJP, dan RPJM nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b) KRP yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup.
3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a) pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah;
b) perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
c) rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Kekeliruan yang sering dilupakan: “KLHS RTRW, RPJP, RPJPD,


dan RPJMD merupakan KEWAJIBAN Pemerintah Daerah dari UU
32/2009, dan UU 23/2014 kewajiban ini diemban oleh OPD yang
menangani urusan Lingkungan Hidup (DLH). Sementara, KRP-nya
disiapkan oleh OPD yang menangani urusan Perencanaan
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Pembangunan Daerah (Bappeda)”.

KLHS yang memastikan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan


menjadi dasar dan terintegrasi dalam RTRW, RDTR, RPJPD atau
RPJMD adalah KLHS sebagaimana dimaksud pada pasal 15 UU
32/2009, pasal 2 PP 46/2016 atau pasal 3 PermenLHK 69/2017
yang menurut UU 23/2014 dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Sementara Permendagri 7/2018 yang terbit 3 bulan sebelum
coblosan merupakan satu kesatuan dengan Permendagri 86/2017
yang menurut UU 23/2014 dikordinasikan oleh Bappeda dalam
penyusunan RPJPD (KRP), sebagai salah satu input utama KLHS
UU 32/2009 selain input utama berupa Isu Pembangunan
Berkelanjutan.

KLHS UU 32/2009 yang dilakukan oleh DLH memerlukan


Rancangan Awal RPJPD yang dibuat Bappeda yang antara lain
disusun berdasarkan masukan hasil Evaluasi RPJPD dan integrasi
SDG’s/TPB dengan RPJPD. Sekuen inilah yang sering disebut ex
ante SDG’s/TPB (oleh Bappeda) diintegrasikan terlebih dahulu ke
dalam Rancangan RPJPD (oleh Bappeda), dan selanjutnya analisis
pengaruh RPJPD dengan lingkungan hidup dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup.

Tagline “Ex Ante” yang dideklarasikan besar-besaran hanya 3 bulan


sebelum Pilkada Serentak Pertama di Indonesia menjadikan para
pihak “tidak seksama dalam membaca” mandat UU 32/2009, PP
46/22016, dan PermenLHK 69/2017 serta UU 32/2014 dan
Permendagri 86/2017 dengan seksama.

Penyelesaian Permendagri 7/2018 hanyalah sebatas sebagian dari


Ranwal RPJPD (bukan Ranwal RPJPD itu sendiri). Mengacu pada
pasal PP 46/2016, penyelesaian Permendagri 7/2018 (sebagian
input Ranwal) maksimal hanya sebatas pelaksanaan atas pasal 6 s/d
pasal 16 PP 46/2016. Pasal-pasal lainnya khususnya terkait dengan
Penjainan Kualitas, Pendokumentasian dan Validasi tidak dapat
diselesaikan oleh Permendagri 7/2018.

Atau dengan kata singkat, penyelesaian Permendagri 7/2018 harus


dilanjutkan agar kewajiban Pemerintah Daerah atas amanat UU
32/2009 tuntas terlunasi.
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Di ujung Permendagri 7/2018 juga tidak akan kompatibel dengan


Penjaminan Kualitas yang dilakukan atas dasar Lampiran VIII
PermenLHK 69/2017. Tanpa ada Ranwal yang teridentikasi
pengaruhnya terhadap lingkungan hidup, dipastikan Penjaminan
Kualitasnya akan banyak dimanipulasi meski yang menandatangani
adalah Kepala Daerah.
KLHS RPJPD Kabupaten Lamandau Tahun 2025-2045 setingkat di
atas hasil Permendagri 7/2018. Minimal sudah ada isu
pembangunan berkelanjutan paling strategis/prioritas, ada usulan
visi dan misi bagi Rancangan Awal. Sayang, kalau dokumen
sebagus ini tidak diteruskan kualitasnya agar memenuhi persyaratan
kewajiban dalam UU 32/2009, PP 46/2016 ataupun PermenLHK
69/2017.

Minimal, penyelesaian lebih lanjut KLHS RPJPD Kabupaten


Lamandau 2025-2045 dapat menjawab lembaran Penjaminan
Kualitas yang ditandangani oleh Kepala Daerah dengan benar dan
baik.

Perbaikan lainnya menyangkut daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup yang perlu dibuat series, dan gambar berikut
seharusnya juga diperbaiki.

Gambar berikut dapat dijadikan model bagi perbaikan KLHS RPJPD


Kabupaten Lamandau 2025-245 menuju Indonesia Emas.
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh
pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia
serta makhluk hidup lain.

Salah satu pokok pikiran dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2009 tentang Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
adalah “pembangunan ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan”.
Sinergisatas Antar Kelembagaan dan Kebijakan dalam Konteks
KLHS

Bermula dari pokok pikiran dalam UU 32/2009, “pembangunan


ekonomi dilaksanakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan’ ada beberapa frasa atau
pengertian-pengertian terkait KLHS yang mirip satu sama lain yang
saling sinergis.

Beberapa pengertian yang sinergis itu antara lain:


1) Sinergisitas antara pengertian KLHS dalam UU
32/2009 dengan pengertian KLHS pada pasal 161
Permendagri 86/2017;
2) Sinergisitas “mekanisme KLHS” pada pasal pasal 6
PP 46/2016 dan PermenLHK 69/2017 dengan
“mekanisme” pada pasal 162 ayat (1) Permendagri
86/2017;
3) Sinergisitas antara pengertian KLHS menurut UU
32/2009, PP 46/2016 dan PermenLHK 69/2017
dengan KLHS RPJMD pada pasal 1 Permendagri
7/2018;
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
4) Sinergisitas antara pengertian Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan dalam UU 32/2009, PP 46/2016 dan
PermenLHK 69/2017 dengan pengertian
Pembangunan Berkelanjutan dalam Permendagri
86/2017; dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
dalam Permendagri 7/2018; dan
5) Sinergisitas antara pengertian Penjaminan Kualitas
dalam PP 46/2016 dan pengertian Penjaminan
Kualitas dalam PermenLHK 69/2017.
Kemiripan atau perbedaaan yang kecil antara satu dengan yang lain
semata-mata karena Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang
melaksanakannya berbeda kewenangannya dan kemiripan tersebut
justru sangat potensial untuk saling sinergis.
Frasa “Prinsip Pembangunan Berkelanjutan” dan Frasa
“Berwawasan Lingkungan”

Frasa “Prinsip Pembangunan Berkelanjutan” menjadi bagian penting


dalam pengertian KLHS menurut UU 32/20091 yang didefinisikan
KLHS sebagai: Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Pengertian KLHS
dengan unsur “Prinsip Pembangunan Berkelanjutan” dalam UU
32/2009 ini pulalah yang ada dalam PP 46/2016 dan PermenLHK
69/2017 termasuk juga dalam Permendagri 7/2018.

Kemudian frasa “berwawasan lingkungan” tercantum pada pasal 5


Permendagri 86/2017, yakni: “Rencana pembangunan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dirumuskan secara:”
a) transparan;
b) responsif;
c) efisien;
d) efektif;
e) akuntabel;
f) partisipatif;
g) terukur;
h) berkeadilan;
i) berwawasan lingkungan; dan
j) berkelanjutan.

Pada pasal 6 Permendagri 86/2017, pengertian “berwawasan

1
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
lingkungan” pada angka (9) dan pengertian “Berkelanjutan” pada
angka (10) adalah sebagai berikut:
9) Berwawasan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf i, yaitu untuk mewujudkan
kehidupan adil dan makmur tanpa harus
menimbulkan kerusakan lingkungan dalam
mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan
sumber daya manusia.

10) Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 huruf j, yaitu pembangunan yang
mewujudkan keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan dengan memperhatikan potensi
dampak pembangunan dalam mengoptimalkan
sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah “Berwawasan


Lingkungan” inilah yang mewarnai definisi KLHS pada Pasal 161
Permendagri 86/20172 yakni: “KLHS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 153 huruf d, yaitu kajian yang memastikan bahwa
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar pembangunan
dengan memperhatikan potensi dampak pembangunan melalui
penyusunan rekomendasi perbaikan berupa antisipasi, mitigasi,
adaptasi dan/atau kompensasi program dan kegiatan”.

Perbedaaan atau kemiripan (sama tapi beda) pengertian dalam


KLHS dalam UU 32/2009 yang berbeda dengan pengertian KLHS
pada Permendagri 86/2017 karena menyesuaikan tugas fungsi
masing-masing sehingga kedua pengertian dan pengampunya
sesuai dengan UU 23/2014 akan saling sinergis. Kalau,
pengertiannya sama justru potensial akan tumpang tindih urusan
masing-masing kelembagaan (lihat Nomor #4).
Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan


berkelanjutan dalam pembangunan. Tiga nilai penting dalam
penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan prinsip
pembangunan berkelanjutan adalah keterkaitan (interdependency),
keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).

Keterkaitan (interdependency) dimaksudkan agar penyelenggaraan


KLHS menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang
mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan

2
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
global-lokal. Nilai ini juga bermakna holistik dengan adanya
keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial
ekonomi.

Keseimbangan (equilibrium) bermakna agar penyelenggaraan KLHS


senantiasa dijiwai keseimbangan antar kepentingan, seperti antara
kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup,
kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dan kepentingan
pembangunan pusat dan daerah.

Keadilan (justice) dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS


menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak
mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu
masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumber-sumber alam, modal atau pengetahuan.

KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan


berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan
tersebut adalah bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk
menolak atau sekedar mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau
program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses dan produk
kebijakan, rencana, dan/atau program, khususnya dari perspektif
pembangunan berkelanjutan. KLHS bersifat “persuasif” dalam
pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan
pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam
penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar
lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS adalah:

Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)


Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang muncul dari diri
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan
dan/atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program agar lebih
memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan
mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap
keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil
keputusan mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas
lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan
kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan
dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap kebijakan,
rencana, dan/atau program.

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program


Prinsip ini menekankan pada upaya penyempurnaan pengambilan
keputusan suatu kebijakan, rencana, dan/atau program.
Berdasarkan prinsip ini, KLHS tidak dimaksudkan untuk
menghambat proses perencanaan kebijakan, rencana, dan/atau
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan,
rencana, dan/atau program di Indonesia selama ini belum
mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial


Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program menjadi media untuk belajar
bersama khususnya tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan,
baik bagi masyarakat umum maupun para birokrat dan pengambil
keputusan. Dengan prinsip ini, pelaksanaan KLHS memungkinkan
seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program untuk meningkatkan
kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam keputusannya.
Melalui KLHS diharapkan masyarakat, birokrat, dan pengambil
keputusan lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan
pembangunan agar berkelanjutan.

Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan


Prinsip ini menekankan bahwa KLHS memberikan pengaruh positif
pada pengambilan keputusan. Dengan prinsip ini, KLHS akan
mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang lebih menjamin
pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip 5: Akuntabel
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Prinsip
akuntabel KLHS sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik
(good governance). KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan
para pihak. Dengan prinsip ini pelaksanaan KLHS dapat lebih
menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana, dan/atau
program bagi seluruh pihak.

Prinsip 6: Partisipatif
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, prinsip ini
menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan
melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang
terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan
prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan, rencana,
dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau
kepercayaan publik.
Kelembagaan dalam Konteks KLHS

Kewenangan pemerintah daerah dalam perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup berarti secara yuridis yang termaktub
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang di dalamnya secara langsung
memberikan kewenangan dalam hal urusan terkait lingkungan hidup
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
oleh Organisasi Perangkat Daerah yang menangani Lingkungan
Hidup (Dinas Lingkungn Hidup). Ada setidaknya 11 (sebelas) Sub
bidang (Lampiran huruf K, Undang-Undang Pemerintah Daerah)
salah satunya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis(KLHS).

Kewenangan Sub Urusan KLHS pada UU 23/2014 juga termaktub


dalam Permendagri 90/2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan
Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.

Pada pasal 260 UU 23/2014 dinyatakan bahwa perencanaan


pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan, disinergikan, dan diharmonisasikan oleh Perangkat
Daerah yang membidangi perencanaan pembangunan Daerah
(Bappedalitbangda).
Selanjutnya pada pasal 277 UU 23/2014 dinyatakan bahwa
“ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan,
pengendalian dan evaluasi pembangunan Daerah, tata cara evaluasi
rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, serta tata cara
perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD diatur dengan peraturan
Menteri. Peraturan menteri yang disebutkan terakhir tersebut adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang
RPJPD dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD,
dan RKPD.
Kewajiban Pemerintah Daerah dalam Membuat KLHS

Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (2) UU 32/2009 menyatakan:


1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat
KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a) rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta
rencana rincinya, rencana pembangunan jangka
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
panjang (RPJP), dan rencana pembangunan
jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota; dan
b) kebijakan, rencana, dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup.
Eksplisit kedua ayat pada pasal 15 UU 32/2009 menjelaskan antara
lain bahwa: kebijakan, rencana, dan/atau program yang wajib KLHS
tanpa proses penapisan adalah RTRW dan rencana rincinya, serta
RPJP dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Kedua ayat dari pasal 15 UU 32/2009 mewajibkan KLHS RTRW dan


rencana rincinya, serta RPJP dan RPJM nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota adalah wajib. Pernyataan dalam UU 32/2009 ini
diulangi lagi pasal 2 PP 46/2016 dan pada pasal 3 PermenLHK
69/2017, sehingga aturan dalam UU 32/2009 tersebut tidak dapat
digugurkan oleh aturan-aturan yang lebih rendah termasuk oleh
PermenATR/KaBPN 5/20223 dan Permendagri 7/20184. Bahkan
dapat dipastikan PermenATR/KaBPN 5/2022 dan Permendagri
7/2018 akan saling sinergis memperkuat pernyataan pada pasal 15
UU 32/2009.
Mekanisme KLHS UU 32/2009

Bunyi pasal 15 Ayat (3) UU 32/2009 adalah sebagai berikut: KLHS


dilaksanakan dengan mekanisme:
a) pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah;
b) perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
c) rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Pasal 15 Ayat (3) UU 32/2009 ini menyatakan bahwa “untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program terlebih dahulu ada
KRP terlebih dahulu yang dikaji perngaruhnya terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah”.
Mekanisme KLHS Permendagri 86/2017

Muatan pada pasal 15 Ayat (3) UU 32/2009 yang berbunyi: KLHS


dilaksanakan dengan mekanisme:
a) pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah;
b) perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
c) rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
3

4
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
keputusan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Muatan mekanisme KLHS pada pasal 15 UU 32/2009 tersebut
termuat juga pada pasal 6 PP 46/20165 dan PermenLHK 69/2017.
Pada pasal 162 ayat (1) Permendagri 86/2017 termuat pernyataan
yang mirip dan sinergis dengan kebijakan pada pasal 15 UU 32/2009
tersebut, yakni sebagai berikut:
1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
Permendgi 86/2017, dilaksanakan dengan
mekanisme:
a) pengkajian teknis dan pengkajian pembangunan
berkelanjutan terhadap kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan daerah;
b) perumusan alternatif penyempurnaan program
pembangunan Daerah dan/atau kegiatan yang
hasilnya berupa antisipasi, mitigasi, adaptasi,
dan/atau kompensasi program dan/atau
kegiatan; dan
penyusunan rekomendasi perbaikan terhadap program
pembangunan Daerah dan/atau kegiatan berupa alternatif antisipasi,
mitigasi, adaptasi, dan/atau kompensasi program dan/atau kegiatan.
PP 46/2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis

Berdasarkan ketentuan pada pasal 18 Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis.

Sebagai turunan dari UU 32/2009, maka seiring dengan pasal 15 UU


32/2009 disebutkan pada pasal 2 PP 46/2016 sebagai berikut:
1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau Kebijakan, Rencana, dan/atau Program.
2) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah beserta rencana

5
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
rincinya, RPJP nasional, RPJP daerah,
RPJM nasional, dan RPJM daerah; dan
b. Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko Lingkungan Hidup.
Kedua ayat dari pasal 2 PP 46/2016 sejalan dengan pasal 15 UU
32/2009 mewajibkan KLHS RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP
dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota adalah wajib.
Pernyataan pada pasal 15 UU 32/2009 diulangi lagi pada pasal 2 PP
46/2016 dan pada pasal 3 PermenLHK 69/2017. Aturan-aturan
turunan lainnya seperti PermenATR/KaBPN 5/2022 dan
Permendagri 7/2018 dipastikan saling sinergis satu sama lainnya.
Jikapun ada sedikit perbedaan tekstual, hal tersebut hanya berlatar
belakang pada kewenangan kelembagaan atau para pihak yang
terlibat yang justru saling memperkuat atau sinergis.

Sinergisitas OPD dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan OPD


dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Sesuai dengan kelembagaan dan kebijakan yang ada, maka


pengertian KLHS sesuai dengan UU 32/2009, PP 46/2016 dan
PermenLHK 69/2017, dan kewajiban pemerintah untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam KRP dan mekanisme pelaksanaan KLHS sesuai
dengan UU 23/2014 serta pasal 15 ayat (3) UU 32/2009 diampu oleh
Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Sementara, sesuai UU 23/2014, pengertian KLHS pada pasal 161


Permendagri 86/017, dan mekanisme KLHS sesuai dengan pasal
162 ayat (1) Permendagri 86/2017 dilaksanakan oleh Bappeda.
Amanat Permendagri 86/2017 atau Permendagri 7/2018

Pada pasal 162 ayat (2) dinyatakan, bahwa “mekanisme


pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.” Berdasarkan amanat pasal
162 ayat (2) Permendagri 86/2017 tersebut diterbitkanlah
Permendagri 7/2018 tentang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
7 Tahun 2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Sebagai amanat dari pasal 162 ayat (2) Permendagri 86/2017 dan
pasal 17 PP 46/2017, pada pasal 1 Permendagri 7/2018 terdapat 2
(dua) pengertian “KLHS dan KLHS RPJMD” yang saling sinergis,
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
yakni:
1) “Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya
disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip Pembangunan
Berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program”. Definisi
KLHS ini bersumber dari UU 32/2009 atau PP
46/2016, Wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(pasal 15 UU 32/2009 dan pasal 2 PP 46/2016)
sesuai UU 23/204 dan Permendagri 90/2019
dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah,
sementara
2) “Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam
Penyusunan Rencana Pembangunan Menengah
Daerah yang selanjutnya disingkat KLHS RPJMD
adalah analisis sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif yang menjadi dasar untuk
mengintegrasikan tujuan Pembangunan
Berkelanjutan ke dalam dokumen RPJMD”. Definisi
KLHS RPJMD ini berasal dari dan satu kesatuan
dengan Permendagri 86/2017 dilaksanakan oleh
Bappeda).

Sebagaimana disebutkan dalam Permendagri 7/2018, pelaksanaan


atas KLHS RPJMD oleh Bappeda dilaksanakan dengan
mengintegrasikan Tujuan Pembanunan Berkelanjutan/TPB
(Sustainable Development Goal’s/SDG’s) dalam RPJMD. Kebijakan
tentang TPB/SDG’s ini diatur dalam Perpres 59/20176.

Perpres 59/2017 antara lain mengamanatkan diundangkannya


Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 7 Tahun 2018
tentang Koordinasi, Perencanaan, Pemantauan, Evaluasi, dan
Pelaporan Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Atas dasar Permendagri 86/2017 dan Perpres 59/2017, maka
perencanan maupun pelaksanaan KLHS RPJMD (integrasi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) yang diampu oleh Bappeda
khususnya di provinsi tidak hanya dilaksanakan atas dasar
Permendagri 7/2018 tetapi juga berbasiskan pada Permendagri

6
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
86/2017 dan PermenPPN/KaBappenas 7/2018.
PP 46/2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis

Berdasarkan ketentuan pada pasal 18 Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis.

Sebagai turunan dari UU 32/2009, maka seiring dengan pasal 15 UU


32/2009 disebutkan pada pasal 2 PP 46/2016 sebagai berikut:
1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau Kebijakan, Rencana, dan/atau Program.
2) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah beserta rencana
rincinya, RPJP nasional, RPJP daerah,
RPJM nasional, dan RPJM daerah; dan
b. Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko Lingkungan Hidup.
Kedua ayat dari pasal 2 PP 46/2016 sejalan dengan pasal 15 UU
32/2009 mewajibkan KLHS RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP
dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota adalah wajib.
Pernyataan pada pasal 15 UU 32/2009 diulangi lagi pada pasal 2 PP
46/2016 dan pada pasal 3 PermenLHK 69/2017, sehingga aturan
dalam UU 32/2009 maupun PP 46/2016 serta turunannya termasuk
PermenATR/KaBPN 5/2022 dan Permendagri 7/2018 akan saling
sinergis. Sedikit perbedaan tekstual justru karena perbedaan
kewenangan pihak-pihak yag terlibat di dalamnya untuk sinergisitas
KLHS di daerah
Mandat Pasal 17 PP 46/2016

Sampai saat ini minimal sudah ada 3 (tiga) kebijakan setingkat


Kementerian/Lembga (K/L) yang bersumber dari PP 46/2016. Yakni:
a) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor
P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (15 Januari
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
2018);
b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (4 April 2018);
c) Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 5 Tahun 2022 tentang Tata Cara
Pengintegrasian Kajian Lingkungan Hidup
Strategis dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang (12 April 2022).

Dari ketiga kebijakan turunan dari PP 46/2017 tersebut. Kedudukan


PemenLHK 69/2017 setingkat lebih Istimewa daripada Permendagri
7/2017 dan PermenATR/KaBPN 5/2022. Keistemawaan PermenLHK
tersebut dilatarbelakangi oleh dasar pembentukannya yang berasal
dari beberapa pasal dari PP 46/2016 (Pasal 3 ayat (4), Pasal 14 ayat
(3), Pasal 18, Pasal 22 dan Pasal 31), sementara Permendagri
7/2018 dan PermenATR/KaBPN 7/22018 berasal dari hanya pasal
17 PP 46/2016 yang secara substansial membatasi norma hukum
yang dapat diaturnya.

Pernyataan pada pasal 17 PP 46/2016 adalah sebagai berikut:


1) Pembuatan dan pelaksanaan KLHS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 16
pada kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian, pemerintahan daerah provinsi, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota diatur oleh
menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian,
gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan
kewenangannya.
2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri (yang dimaksud adalah PermenLHK
69/2017).
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Pada pasal 17 ayat (1), membatasi pengaturan KLHS pada K/L,


pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai
kewenangannya terbatas hanya pada pasal 6 s/d 16 PP 46/2016
terkait dengan Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS. Sementara
pengaturan terkait dengan Penjaminan Kualitas (pasal 19 s/d 22 PP
46/2021), Pendokumentasian (pasal 23 s/d 24 PP 46/2021) dan
Validasi (pasal 25 s/d 31 PP 46/2021), sesuai dengan pasal 17 ayat
(2) PP 46/2016 diatur oleh PermenLHK 69/2017.

Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) ini sejalan dengan pasal 14
Permendagri 7/2018, yakni: “Pendokumentasian dan validasi KLHS
RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Yang
dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah
PP 46/2016 yang memberikan amanat terbatas pada Permendagri
7/2018 dan PermenLHK 69/2017 yang diberikan amanat PP 46/2016
yang harus dirujuk oleh Permendagri 7/2018 sebagaimana
disebutkan dalam pasal 17 ayat (2) PP 46/2016.

Pada pasal 14 Permendagri 7/2018 tidak menyebutkan Penjaminan


Kualitas untuk dilakukan sesuai dengan PP 46/2026 dan/atau
PermenLHK 69/2017. Meski Penjaminan Kualitas tidak disebutkan
pada pasal 14 Permendagri 7/2018 dan mendefinisikan Penjaminan
Kualitas (pasal 13 Permendagri 7/2018) diluar versi PP 46/2016,
amanat pasal 19 s/d 22 PP 46/2021 tetap harus dilakukan karena
merupakan amanat yang diatur oleh peraturan yang lebih tinggi
dan/atau pada pasal 17 PP 46/2016 Penjaminan Kualitas (pasal 19
s/d 22) tidak diamanatkan untuk diaur dalam pertaturan
Kementerian/Lembaga.
KLHS dan KLHS RPJMD dalam Permendagri 7/2018
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
Permendagri 7/2018 merupakan mandat dari pasal 162 ayat (2)
Permendagri 86/2017. Sumber Permendagri 7/2018 ini juga berasal
dari pasal 17 PP 46/2017 yang memberikan amanat terbatas hanya
pasal 6 s/d 16 PP 46/2016 terkait dengan Pembuatan dan
Pelaksanaan KLHS. Sementara Penjaminan Kualitas
Pendokumentasian (pasal 19 s/d 24) dan Validasi (pasal 25 s/d 31)
dilaksanakan mengikuti PP 46/2016 dan PermenLHK 69/2017.
Pada pasal 1 Permendagri 7/2018 angka (3) dan angka (4) disertai
dengan persandingannya disebutkan sebagai berikut:

Standar Kompetensi (Pasal 14 PP 46/2016):


No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun

Pada pasal 14 PP 46/2016 dinyatakan sebagai berikut:


1) Pelaksanaan pengkajian pengaruh Kebijakan,
Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 sampai dengan Pasal 13 dilaksanakan oleh
Penyusun KLHS yang memenuhi standar
kompetensi.
2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit mencakup:
a) ketepatan keahlian pada isu yang dikaji; dan
b) pengalaman di bidang penyusunan KLHS atau
kajian Lingkungan Hidup yang sejenis.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi
Penyusun KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat
diatur dalam Peraturan Menteri.

Pada tahun 2022 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


(KLHK) sudah menyusun buku Standar Kompetensi dan Pelatihan
No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Terdapat 10 unit yang dipersyaratkannya. Yakni:


1) Melakukan Penapisan Kebijakan, Rencana
dan Program (KRP) yang Wajib KLHS
2) Menyusun Kerangka Acuan Kerja KLHS
3) Melibatkan Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan
4) Melakukan Kajian Pengaruh KRP terhadap
Kondisi Lingkungan Hidup
5) Merumuskan Alternatif Penyempurnaan KRP
6) Menyusun Rekomendasi Perbaikan KRP
7) Melakukan Penilaian Mandiri terhadap KLHS
8) Melakukan Pendokumentasian KLHS
9) Merencanakan Validasi KLHS
10) Melaksanakan Validasi KLHS
Dari 10 unit standar komptensi yang dipersyaratkan, tidak satupun
persyaratan tenaga penyusunan KLHS untuk dapat menyusun
misalnya dalam hal penyusunan/evaluasi RPJPD karena dalam hal
penyusunan/evaluasi RPJPD adalah otoritas dari Bappeda.

Pasal 15 UU 32/2015 yang kemudian dinyatakan dalam pasal 2 PP


46/2016 dan PermenLHK 69/2017 menyatakan bahwa Pemerintah
Daerah WAJIB menyusun KLHS untuk memastikan prinsip
pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam
RTRW, RDTR, RPJPD, dan RPJMD. UU 23/2014 meneguhkan
bahwa penyusun utama KLHS tersebut dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup. Mekanisme penyusunan KLHS yang memastikan
prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi
dalam RTRW, RDTR, RPJPD maupun RPJMD adalah: (a)
pengkajian pengaruh KRP lingkungan hidup di suatu wilayah; (b)
perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan (c) rekomendasi
perbaikan untuk pengambilan KRP yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Selain isu pembangunan paling strategis priroritas, sesuai


No. Halaman Saran, Masukan, dan Tanggapan Tanggapan Tim
Penyusun
mekanisme KLHS tersebut memerlukan KRP (Rancangan Awal
dan/atau Rancangan Teknokratis RPJPD/RPJMD). Dalam
memenuhi masukan untuk KLHS, RPJPD disusun sesuai dengan
Permendagri 86/2017 yang dikordinasikan oleh Bappeda, dimulai
dari Evaluasi Pengendalian dan antara lain integrasi SDG’s/KLHS
sebagaimana tertuang dalam Tabel T-B. 34.

DLH selanjutnya akan melakukan kajian pengaruh Ranwal RPJPD


berpengaruh terhadap lingkungan hidup, alternatif penyempurnaan
RPJPD, dan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan
dalam Rekomendasi RPJPD untuk diproses lagi oleh Bappeda
sampai dengan penetapannya dalam bentuk Peraturan Daerah.

Demikian notula rapat ini dibuat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Palangka Raya, 19 Januari 2024

Pimpinan Rapat,
Kepala Bidang Tata Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Kalimantan Tengah,

I GEDE DATA WIDIYATMIKA, SST.,MP


NIP. 19770214 199603 1 001

Anda mungkin juga menyukai