Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGELOLAAN TANAH

TEKNOLOGI PENGOLAH TANAH MASUKAN RENDAH PADA TANAH


MASAM KERING DAN PASANG SURUT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Tanah
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. H. Slamet Minardi, M.P.

Disusun oleh:
1. Rengganis Murtya R : H0222103
2. Renita Puspa W : H0222104
3. Rhafles Anugrah A.P : H0222105
4. Ririn Dwi Wulandari : H0222106
5. Valma Syifa C : H0222124

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan mata kuliah
Pengelolaan Tanah ini. Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas Mata Kuliah
Pengelolaan Tanah.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lepas dari bimbingan, pengarahan
dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dosen Mata Kuliah Pengelolaan Tanah;
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari seandainya dalam penulisan laporan ini masih ada kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi hasil
yang lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan
memberi tambahan ilmu bagi pembaca. Amin.

Surakarta, Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
1. Sifat / Karakteristik Lahan (Masam atau Gambut) ........................................... 3
2. Potensi Lahan Masam atau Gambut ................................................................... 4
3. Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam atau Gambut ........................................ 7
BAB 3 PENUTUP ...................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan komoditas tanaman pangan yang mencapai batas dan
tidak dapat ditingkatkan lagi (levelling off) terjadi karena berbagai faktor
eksternal dan internal. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya
untuk mengeliminasi ketergantungan pada impor dengan peningkatan potensi
produksi pangan, mengoptimalkan pengelolaan lahan, dan menggunakan
teknologi dan sarana yang lebih canggih. Levelling off adalah kondisi dimana
pertambahan input hara tidak lagi mampu meningkatkan produksi tanaman,
yang dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu ketersediaan hara mikro yang
rendah, tanah dengan kualitas rendah (masam), dan pengelolaan lahan yang
tidak tepat. Levelling off juga dapat terjadi akibat penggunaan pupuk dan
pestisida anorganik (kimia) (Hermawan dan Budiyanti, 2020).
Teknologi pengolah tanah masam merupakan teknologi yang digunakan
untuk mengatasi kemasaman tanah. Teknologi pengolah tanah pasang surut
merupakan teknologi yang digunakan untuk mengatasi masalah pasang surut.
Lahan pasang surut adalah lahan yang ditandai dengan adanya pengaruh air,
yang berperan sebagai pasang surutnya. Lahan pasang surut dapat disebabkan
oleh air yang tersusun dan mempengaruhi genangan air tanah. Permasalahan
terkait unsur hara yang ditemui di lahan pasang surut adalah rendahnya
kandungan P dan bahan organik. Selain masalah P, tanah di lahan pasang surut
juga mempunyai kandungan C-organik yang rendah. Kemampuan bahan
organik dalam memperbaiki kesuburan tanah tergantung dari sumber bahan
organik yang digunakan (Masganti et al., 2017).
Pengelolaan lahan dengan teknologi masukan rendah merupakan
strategi untuk mengatasi masalah kemasaman tanah masam kering dan pasang
surut dengan biaya rendah. Teknologi LEISA (low external input sustainable

1
2

agriculture) adalah cara bertanam dengan menggunakan input luar rendah


terutama dalam penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Dalam
sistem LEISA yang membatasi ketergantungan pada pupuk anorganik dan
bahan kimia pertanian lainnya, gulma, hama dan penyakit tanaman dikelola
melalui pergiliran tanaman, pertanian campuran, bioherbisida, dan atau
insektisida organik yang dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang
baik (Tengkasalu et al., 2021).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dikembangkan dari latar belakang diatas,
antara lain sebagai berikut:
1. Apa sifat dan karakteristik dari tanah masam kering dan pasang surut?
2. Apa potensi pada lahan masam kering dan pasang surut?
3. Bagaimana pengelolaan kesuburan tanah pada tanah masam kering dan
pasang surut?
C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan mengenai tanah masam masukan rendah,
antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari tanah masam kering dan
pasang surut.
2. Untuk mengetahui potensi yang tepat pada lahan masam kering dan
pasang surut.
3. Untuk mengetahui cara pengelolaan kesuburan pada tanah masam
kering dan pasang surut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sifat dan Karakteristik Lahan Kering Masam dan Lahan Pasang Surut
a. Berat jenis tanah relatif rendah (<1,2 g/cm2)
Berat jenis tanah menunjukkan kerapatan dari partikel padat secara
keseluruhan. Berat jenis kedua tanah ini relatif rendah dikarenakan lahan
kering masam dan lahan pasang surut memiliki nilai kepadatan yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kandungan mineral silikat pada
kedua tanah tersebut.
b. Memiliki nilai pH yang rendah
pH tanah akan cenderung lebih rendah di tempat yang lebih rendah dan
sebaliknya. Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada lokasi yang lebih
tinggi kandungan bahan organik lebih tinggi dimana bahan organik
berfungsi sebagai penyangga pH tanah yang memiliki dampak pada nilai
pH tanah.
c. Memiliki kestabilan agregat tanah yang baik
Akibatnya laju infiltrasi dan perkolasi sehingga sebagian besar hara,
terutama hara P akan tercuci ke lapisan tanah yang lebih dalam.
d. Memiliki konduktivitas hidraulik yang baik
Kondisi ini dapat menyebabkan pencemaran air tanah karena
terakumulasinya hara-hara dan obat-obatan pertanian akibat proses
pencucian yang tinggi. Solusinya adalah dengan memberikan bahan
pembenah tanah yang tepat, yakni yang dapat memperbaiki kemampuan
tanah menyimpan air (water holding capacity), memperbaiki kegemburan
tanah, tidak bersifat meracun, meningkatkan pH tanah, mengurangi
keracunan Al, dan meningkatkan manfaat sisa (residual) dalam jangka
panjang.
e. Populasi mikroba yang sedikit

3
4

Hal ini dipengaruhi oleh kandungan Al yang tinggi pada tanah masam,
kandungan C-organik yang rendah menyebabkan mikroorganisme tidak
berkembang dengan baik. Solusinya dengan menambahkan mikroba tanah
terutama bakteri pelarut fosfat sehingga meningkatkan ketersediaan fosfat.
f. Memiliki kandungan fraksi pasir yang didominasi oleh kuarsa, dan opak,
sedangkan fraksi liat didominasi oleh kaolinit, goetit, dan hematit.
Kandungan liat dalam tanah dapat mengakibatkan rendahnya kandungan
C-organik karena mineralisasi C nya rendah.
g. Kandungan C-organik rendah
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pengelolaan lahan yang kurang tepat,
penggunaan bahan organik tidak pernah dilakukan dan bahan organik sisa
hasil tanaman dibuang dari lahan atau dibakar. Selain itu kadar C-organik
cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ketinggian
tempat.
2. Potensi Lahan Kering Masam dan Lahan Pasang Surut
Lahan kering masam merupakan lahan yang memiliki tingkat pH
sangat rendah (<5,5) sehingga memiliki karakteristik biofisik yang tidak
cocok bagi berbagai tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman
perkebunan. Lahan kering masam dapat digunakan dengan optimal apabila
dibarengi dengan pengelolaan yang disertai dengan input yang tinggi.
Produktivitas tanaman pangan pada lahan kering masam umumnya rendah
karena tingkat pengelolaannya tidak berdasarkan pada karakteristik tanah.
Perbaikan tanah sebagai kunci yang perlu dilakukan agar tanah menjadi
optimum dalam penyediaan hara tanaman. Masalah utama pada lahan
kering masam adalah kemasaman tanah dan kandungan Al tinggi, KTK,
kejenuhan basa, dan C-organik rendah. Perbaikan tanah ditujukan untuk
memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah (Kasno, 2019).
5

Pembatas utama yang mempengaruhi penggunaan lahan kering


masam adalah tingkat kemasaman yang tinggi, kadar C-Organik yang
rendah, kandungan hara makro rendah dan kandungan Al yang
dipertukarkan tinggi. Umumnya tingkat pengelolaan lahan kering masam
pada tingkat pertanian skala kecil tidak optimal dan tidak didasarkan pada
karakteristik dan kebutuhan tanah itu sendiri. Umumnya pemanfaatan
lahan kering masam pada pertanian skala kecil dipergunakan untuk
pertanian padi, ubi, jagung, kedelai dan ubi kayu. Sedangkan pemanfaatan
untuk perkebunan skala besar umumnya dipergunakan untuk perkebunan
karet, kelapa sawit dan hutan industri, perkebunan tersebut banyak ditemui
di pulau Sumatera dan Kalimantan.
Pertanian padi pada lahan kering masam umumnya berjenis Padi
Gogo yang ditanam pada lahan kering. Sebagai contoh, hasil padi varietas
Towuti dan Situbagendit yang ditanam pada lahan kering masam Kebun
Percobaan Samboja BPTP Kaltim, Kutai Kartanegara masing-masing
mencapai 1,29 dan 1,9 ton per hektar. Hasil komoditas lain yang ditanam
pada lahan kering masam (Ultisol dan Oxisols) adalah Jagung, dimana
hasil komoditas jagung di daerah Panyipatan, Tanah laut yang memiliki pH
4,4 - 4,1 dan kandungan C-Organik serta N,P,K rendah dapat menghasilkan
panen 3,5 - 3,6 ton per hektar. Komoditas yang memiliki hasil cukup tinggi
adalah ubi kayu, dimana hasil panen tertinggi didapatkan pada daerah
Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Rata-rata panen yang Ubi Kayu yang
didapat pada tahun 2015 adalah 22,95 ton per hektar.
Berdasarkan pernyataan diatas, lahan kering masam bukanlah
sekedar lahan kritis yang tidak dapat dipergunakan untuk kegiatan
pertanian yang menyokong kebutuhan pangan nasional. Karakteristik
lahan kering masam yang memprihatinkan mengharuskan petani untuk
6

melakukan tindakan atau strategi yang harus dilakukan untuk mencapai


hasil maksimum. Strategi dan arah pengembangan yang dapat dilakukan
untuk pengembangan pertanian lahan kering masam kedepannya adalah:
a) Pemanfaatan lahan eksisting.
b) Pemanfaatan lahan kering masam untuk ekstensifikasi pertanian.
c) Penerapan inovasi teknologi.
d) Dukungan infrastruktur, sarana dan fasilitasi sesuai kebutuhan dan
tipologi lahan.
e) Peningkatan kapasitas petani.
f) Penguatan penerapan kebijakan.
Selain lahan kering masam terdapat pula lahan sub-optimal lain
yang memiliki potensi tinggi, yaitu lahan pasang surut. Permasalahan
utama pada lahan pasang surut adalah adanya penggenangan akibat adanya
kenaikan muka air akibat keadaan topografi lahan tersebut. Genangan
tersebut juga mempengaruhi keadaan reaksi tanah dan kemasaman tanah.
Rendahnya kesuburan lahan pasang surut berkaitan dengan karakteristik
lahan itu sendiri. Karakteristik yang mempengaruhi antara lain fluktuasi
rejim air, kondisi fisiko-kimia tanah, tingginya kemasaman dan asam
organik, adanya zat beracun, intrusi air garam, rendahnya kesuburan alami
tanah serta kandungan Al, Fe, H2S yang tinggi dan ketersediaan hara
makro dan mikro yang rendah (Nazemi dan Hairani, 2012).
Lahan pasang surut memiliki potensi yang tinggi apabila diolah
menggunakan beberapa metode yang sesuai. Metode tersebut antara lain
penataan lahan, pengelolaan air, ameliorasi dan pemupukan, dan pemilihan
jenis komoditas tanaman yang tepat. Jenis tanaman yang memiliki potensi
untuk dikembangkan pada lahan pasang surut antara lain tanaman pangan
(padi, jagung, kedelai, kacang tanah), tanaman sayuran (cabai, tomat,
7

bawang merah dll), tanaman buah-buahan (nanas, semangka, pisang dll),


dan tanaman perkebunan (kelapa sawit, kelapa, kopi dll). Khusus
komoditas padi, varietas unggul yang dapat beradaptasi dengan baik pada
lahan pasang surut masam dengan kadar besi tidak terlalu tinggi adalah
Cisanggung, Cisadane, Ciherang, IR42 dan IR46 yang dapat menghasilkan
hasil panen 3-5 ton per hektar. Sedangkan untuk lahan masam tinggi dan
kadar besi tinggi dapat menggunakan varietas lokal seperti Talang, Ceko,
Mesir Jalawara, Siam Putih, Pontianak dan Semut yang dapat
menghasilkan panen sebesar 2-3 ton per hektar.
3. Pengelolaan Kesuburan Lahan Kering Masam dan Lahan Pasang Surut
a) Pengelolaan/Tindakan Konservasi Tanah dan Air
Pengelolaan/tindakan konservasi tanah dan air pada lahan kering
masam dan lahan pasang surut adalah penting untuk menjaga kelestarian
lingkungan dan memperbaiki kualitas tanah dan air. Hal ini bertujuan
untuk menjaga produktivitas lahan serta keberlanjutan lingkungan.
Tindakan konservasi merupakan sistem terbaik untuk diterapkan sehingga
pembangunan tanah kering masam dan pasang surut bisa berkelanjutan
(Sinukaban, 2013). Lahan kering masam seringkali berkaitan dengan
tanah yang memiliki tingkat keasaman tinggi dan kekurangan air,
sedangkan lahan pasang surut adalah wilayah yang terkena dampak
pasang-surut air laut. Pengelolaan lahan pada kedua jenis ini bisa
dilakukan dengan drainase, pembuatan sistem drainase sangat penting
untuk mengurangi genangan air yang berlebihan dan mencegah tanah
menjadi terlalu basah, yang dapat mengurangi produktivitas tanaman.
Saluran drainase, baik berupa parit atau saluran terbuka perlu dirancang
dengan baik untuk memastikan aliran air yang lancar. Saluran drainase
8

air diperlukan untuk menjaga ketinggian air tanah agar sesuai untuk
pertumbuhan tanaman.
Pengelolaan praktik rotasi tanaman secara bergantian pada musim
tanam yang berbeda. Tanaman kacang-kacangan yang mampu
memperbaiki nitrogen dalam rotasi untuk meningkatkan ketersediaan
nitrogen bagi tanaman lainnya. Dengan melakukan rotasi tanaman, tanah
kering masam dapat dihindarkan dari kelelahan tanah akibat tanaman yang
terus-menerus ditanam, serta penyerapan nutrisi yang tidak seimbang oleh
tanaman yang sama. Hal tersebut dapat membantu meningkatkan
ketersediaan unsur hara dalam tanah dan mengurangi risiko serangan hama
dan penyakit yang spesifik terhadap satu jenis tanaman. Salah satu solusi
yang mampu menambah bahan organik yaitu dengan dilakukan rotasi
tanam serta upaya dalam meningkatkan biomassa tanah yaitu dengan
dilakukannya rotasi tanam. Rotasi tanam dapat meningkatkan produksi
tanaman, meningkatkan pH tanah, meningkatkan bahan organik tanah serta
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah (Thirdyawati et al. 2013).
Konservasi tanah secara vegetatif merupakan tindakan konservasi
yang direkomendasikan untuk lahan kering masam. Beberapa jenis
teknologi konservasi vegetatif yang sesuai untuk diterapkan lahan pangan
tanaman semusim di antaranya adalah alley cropping dan strip cropping.
Pada lahan kering iklim kering teknologi konservasi vegetatif juga
direkomendasikan untuk diterapkan, namun perlu dipilih tanaman
konservasi yang tahan kering. Tanaman legum tree yang tahan kekeringan
di antaranya adalah gamal (gliriside) dan lamtoro, sedangkan rumput yang
relatif tahan kering adalah rumput gajah.
Pengelolaan dan tindakan konservasi untuk lahan kering masam
dan lahan pasang surut membutuhkan pendekatan yang berbeda tergantung
pada karakteristik setiap jenis lahan tersebut. Namun, prinsip-prinsip
9

umum seperti pengelolaan air yang baik, pemupukan yang tepat, dan
pengendalian erosi dan gulma tetap relevan untuk keduanya. Peran petani,
pemerintah, dan peneliti sangat penting dalam mengembangkan dan
menerapkan praktik-praktik pengelolaan yang berkelanjutan untuk
menjaga produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan.
b) Pengelolaan Kesuburan Tanah (pengapuran/pemberian kapur,
pemupukan, dan penambahan bahan organik)
1) Pengapuran/Pemberian Kapur
Pengolahan lahan kering masam dan lahan pasang surut dengan
pengelolaan pH tanah, langkah pertama dalam meningkatkan
produktivitas lahan kering masam dan lahan pasang surut adalah dengan
mengelola pH tanah. Lahan ini memiliki pH rendah, sehingga
pemberian kapur pertanian atau dolomit dapat digunakan untuk
pertumbuhan tanaman. Penyesuaian pH tanah ini membantu
meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Salah satunya
dengan melakukan pengapuran yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan pH tanah, selain itu pengapuran juga dapat meningkatkan
ketersediaan kalsium dan fosfor, mengurangi keracunan Al serta
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) (Andi dan Abdullah, 2004).
Kapur tersebut dapat bertindak sebagai penyangga (buffer) yang dapat
membantu menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan
ketersediaan nutrisi bagi tanaman.
Pengapuran biasanya dilakukan secara berkala berdasarkan hasil
tes tanah untuk menentukan dosis yang sesuai, agar pemilihan jenis
kapur dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanah tersebut. Terdapat
beberapa jenis kapur seperti kapur dolomit dan kapur kalsit. Pada kapur
dolomit mengandung magnesium dan kalsium sedangkan kapur kalsit
hanya mengandung kalsium saja. Dosis pengapuran harus disesuaikan
10

dengan tingkat kemasaman tanah, kapur yang digunakan, dan jenis


tanaman yang ditanam. Dosis yang tepat biasanya ditentukan
berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis tanah karena apabila
penggunaan dosis yang terlalu rendah tidak efektif dalam meningkatkan
pH tanah sedangkan dosis yang terlalu tinggi dapat membuat tanah
memiliki permasalahan dalam nutrisi. Pengapuran biasanya dilakukan
pada tanah yang memiliki kondisi lembab seperti setelah tanaman panen
dan musim hujan
2) Pemupukan
Pemupukan yang dapat digunakan untuk lahan kering masam
dan lahan pasang surut adalah dengan menggunakan dari bahan organik.
Bahan organik memperbaiki kadar nutrisi pada lahan yang masam.
Pupuk organik sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik
yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan yang digunakan
untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Dwicaksono et
al,. 2013). Bahan organik dapat membantu meningkatkan struktur
tanah, meningkatkan kapasitas retensi air tanah, dan menyediakan
nutrisi penting bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, pupuk organik
juga membantu dalam meningkatkan aktivitas mikroba tanah yang
memiliki peran penting dalam mengurai bahan organik dan
meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pengolahan lahan
dengan cara ini menjadi salah satu metode yang efektif untuk
memperbaiki kadar nutrisi lahan masam dan meningkatkan kesuburan
tanah secara keseluruhan.
Pemberian pupuk organik mengandung berbagai nutrisi esensial
bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan unsur mikro lainnya.
Ketika pupuk organik diaplikasikan ke tanah, nutrisi ini akan dilepaskan
secara perlahan melalui proses dekomposisi bahan organik, memberikan
pasokan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, bahan organik
11

juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah, yang


berfungsi membantu meningkatkan pH tanah yang terlalu asam. Proses
dekomposisi bahan organik juga memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan porositas, dan memingkinkan tanah untuk menyimpan
lebih banyak air dan nutrisi. Dengan penggunaan pupuk organik secara
teratur, lahan masam dapat diubah menjadi lingkungan yang lebih subur
dan produktif, serta mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat dan
hasil yang lebih baik.
3) Penambahan Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan yang dapat ditambahkan ke
tanah untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Secara
luas telah diketahui bahwa pemberian bahan organik yang berupa sisa
panen dan pupuk kandang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Bahan
organik memiliki manfaat ganda untuk meningkatkan kesuburan tanah,
yaitu selain memperbaiki sifat fisik tanah, hasil pelapukan bahan
organik juga merupakan sumber hara yang cukup potensial (Wijanarko
dan Taufiq, 2004). Tujuan diberikannya bahan organik adalah untuk
menambah unsur hara dan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).
Peningkatan kapasitas tukar kation ini dapat mengurangi kehilangan
unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan.
Pupuk kandang kotoran hewan dapat berasal dari kotoran sapi,
ayam, kambing, domba, kerbau dan kuda. Kualitas pupuk kandang
tergantung dari jenis hewan yang sangat dipengaruhi oleh sumber
makanan. Pada umumnya perbaikan tanah dengan pemberian bahan
organik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk
anorganik (Kasno, 2019). Dekomposisi sisa hasil panen mengandung
sebagian besar hara yang dibutuhkan tanaman serta memperbaiki tanah.
Pengembalian sisa hasil tanaman ke dalam tanah selain dapat
12

memperbaiki sifat fisik daerah perakaran juga dapat mensubstitusi hara


K dalam tanah. Hara K pada tanah lahan kering masam merupakan
salah satu faktor pembatas pertumbuhan.
c) Pemilihan Jenis Tanaman Pangan
Komoditas yang dapat dipilih pada lahan levelling off masam
tergantung pada kondisi lahan. Tanaman pangan merupakan salah satu sub
sektor pendukung sektor pertanian yang terdiri dari beberapa komoditi
yaitu padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar.
Komoditas padi merupakan salah satu komoditas yang dapat tumbuh baik
pada lahan pasang surut karena dalam pertumbuhan padi sangat
membutuhkan air. Variasi padi seperti padi varietas lokal atau padi hibrida
yang tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap tanah masam, maka
padi varietas lokal cocok untuk tanah kering masam dan pasang surut.
Dengan teknik budi daya dan penggunaan varietas yang sesuai, padi dapat
tumbuh baik di semua tipologi lahan dan tipe luapan air. Komoditas yang
dapat dikembangkan di lahan pasang surut adalah tanaman pangan seperti
padi gogo (varietas Cisanggarung, Danau Laut Tawar, Danau Tempe, dan
Inpara). Padi merupakan tanaman yang paling luas diusahakan di lahan
rawa pasang surut. Padi tergolong cocok ditanam di lahan rawa pasang
surut karena didukung oleh (1) kondisi rawa yang berlimpah air hampir
sepanjang tahun dengan muka air tanah yang dangkal, (2) topografi lahan
datar, (3) kondisi tanah bertekstur liat dan lunak, dan (4) warisan budaya
sebagai petani padi (Noor dan Jumberi 2008). Padi varietas lokal pasang
surut ini dapat sebagai sumber genetik untuk perakitan varietas unggul baru
baik dari segi morfologi (misalnya anakan banyak, batang kuat), agronomi
(pelepah daun agak berjarak), kualitas hasil (bentuk gabah ramping,
kualitas beras putih kekuningan, dan rasa nasi pera), toleran cekaman
lingkungan (tahan keracunan besi, salinitas, kekeringan, kadar Fe dan Zn
13

beras yang tinggi, dan tahan blas, wereng coklat) (Noor dan Rahman,
2015).
Adapun komoditas lainnya yaitu jagung. Jagung merupakan sumber
utama karbohidrat yang sangat penting setelah padi dan gandum,
digunakan sebagai bahan pangan pokok, pakan, bioetanol, dan bahan baku
industri, sehingga jagung merupakan salah satu komoditas strategis dalam
pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia (Agus, 2021).
Varietas jagung yang cocok adalah Kalingga, Arjuna, dan Suwon.
Komoditas jagung merupakan komoditas yang fleksibel dan dapat tumbuh
diberbagai kondisi tanah. Namun, pertumbuhan dan hasil jagung dapat
dipengaruhi oleh karakteristik tanah khususnya pada tanah kering masam
dan pasang surut. Tanah kering masam memiliki tingkat kemasaman yang
tinggi maka jagung memerlukan tanah netral agar tumbuh secara optimal,
maka perlu untuk penambahan bahan kapur sesuai yang sudah dijelaskan
pada pembahasan pengapuran. Sedangkan tanah pasang surut seringkali
memiliki masalah drainase yang buruk karena genangan air. Hal ini dapat
menyebabkan akumulasi air yang berlebihan dan kekurangan oksigen di
zona akar tanaman. Tanaman jagung memiliki kebutuhan air yang cukup,
namun, air yang tergenang diatas tanah dapat mengahambat pertumbuhan
dan menyebabkan pembusukan akar. Oleh karena itu, penting untuk
memperbaiki sistem drainase pada lahan tersebut seperti menggunakan
pembuatan saluran air atau pengaturan pola tanam yang sesuai.
Selain jagung ada juga komoditas kedelai, Kedelai merupakan
salah satu komoditi pangan utama yang diperlukan sebagai pangan
murah dan bergizi, pakan ternak serta bahan baku industri (Jumakir et al.,
2016). Kedelai (Glycine max) adalah tanaman pangan yang memiliki
kemampuan untuk tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah, termasuk
tanah kering masam dan tanah pasang surut. Kedelai memiliki toleransi
yang relatif tinggi terhadap kekeringan. Ini berarti bahwa tanaman kedelai
14

mampu bertahan dalam kondisi tanah yang kering atau dengan sedikit air.
Ini membuatnya menjadi pilihan yang baik untuk ditanam di tanah kering,
di mana pasokan air sering kali menjadi masalah. Kedelai juga memiliki
toleransi yang baik terhadap tingkat keasaman tanah. Meskipun tanah
masam mungkin menghambat ketersediaan beberapa nutrisi bagi tanaman,
banyak varietas kedelai telah dikembangkan untuk tumbuh dengan baik di
tanah dengan pH yang rendah. Ini membuat kedelai menjadi pilihan yang
sesuai untuk tanah kering masam. Meskipun kedelai tidak dianggap
sebagai tanaman yang tahan terhadap genangan air, ia memiliki toleransi
yang cukup baik terhadap kondisi tanah yang pasang surut. Ini berarti
bahwa kedelai bisa bertahan dalam kondisi tanah yang cenderung
tergenang air untuk sementara waktu, meskipun tidak secara permanen.
Selanjutnya ada kacang tanah. Pengembangan kacang tanah pada
lahan kering masam berhadapan dengan kemasaman tanah tinggi, pH rata-
rata <4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin kan- dungan hara makro terutama
P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah, sedangkan untuk
lahan pasang surut selain hal tersebut juga masalah pengendalian air
(Kasno, 2019). Dengan demikian, pengembangan kacang tanah di lahan
kering masam dan lahan pasang surut memiliki harapan yang baik karena:
(a) secara alamiah kacang tanah adaptif pada lahan masam, (b) bernilai
ekonomis dan memiliki keunggulan komparatif dibanding tanaman pangan
lainnya, (c) permintaan kacang tanah dalam negeri sangat besar, dan (d)
tersedia teknologi generik seperti: pengelolaan air, pengendalian Al, Fe,
dan pH, varietas toleran, dan pengelolaan LATO. Guna mendapatkan hasil
yang optimal dalam pengembangan lahan kering masam atau lahan pasang
surut, disa- rankan bahwa teknologi generik yang tersedia disintitesis
melalui pengkajian sehingga didapatkan teknik produksi lebih spesifik. Ubi
jalar dan ubi kayu adalah dua jenis tanaman umbi-umbian yang memiliki
kemampuan untuk tumbuh dengan baik di berbagai jenis tanah, termasuk
15

tanah kering masam dan tanah pasang surut. Ubi jalar dan kayu memiliki
toleransi yang cukup baik terhadap kekeringan. Ini membuatnya cocok
untuk ditanam di tanah kering, di mana pasokan air terbatas. Ubi jalar dan
kayu juga memiliki toleransi yang baik terhadap tanah yang masam. Ini
berarti bahwa ubi jalar bisa tumbuh dengan baik di tanah dengan pH rendah
atau tanah masam. Meskipun ubi jalar dan kayu tidak tahan terhadap
genangan air yang berkepanjangan, beberapa varietas ubi jalar memiliki
toleransi terhadap kondisi tanah yang pasang surut yang bersifat sementara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Sifat dan karakteristik lahan masam kering dan pasang surut yaitu memiliki
berat jenis, nilai pH, kadungan C-organik, dan populasi mikroba yang
relatif rendah, kestabilan agregat dan konduktivitas hidrauliknya baik, serta
memiliki kandungan fraksi pasir yang didominasi oleh kuarsa dan opak
sedangkan fraksi liat didominasi oleh kaolinit, goetit, dan hematit.
2. Potensi lahan masam kering yaitu produktivitas tanaman pangan umumnya
rendah karena kurangnya pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik
tanah. Namun, berbagai komoditas seperti padi, jagung, kedelai, dan ubi
kayu masih dapat tumbuh dan memberikan hasil yang layak, terutama
dengan varietas yang sesuai dan pengelolaan yang tepat.
3. Potensi lahan pasang surut memiliki potensi tinggi jika diolah dengan
metode yang sesuai, seperti penataan lahan, pengelolaan air, ameliorasi dan
pemupukan. Untuk komoditas padi, varietas yang unggul dan dapat
beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan pasang surut harus dipilih
sesuai dengan tingkat keasaman dan kandungan besi tanah.
4. Tindakan konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan pembuatan
sistem drainase dan rotasi tanaman untuk meningkatkan kualitas tanah dan
mengurangi risiko serangan hama. Konservasi tanah vegetatif, seperti alley
cropping, juga disarankan.
5. Pengelolaan kesuburan tanah dengan pengapuran, pemupukan, dan
penambahan bahan organik yaitu melibatkan pengaturan pH tanah untuk
melakukan pengapuran berkala, pemupukan dengan pupuk organik, dan
penambahan bahan organik hal tersebut digunakan untuk memperbaiki

16
17

kualitas tanah dan meningkatkan produktivitas pertanian secara


berkelanjutan.
6. Komoditas tanaman seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi
jalar, dan ubi kayu dapat ditanam di lahan kering masam dan pasang
surut. Pentingnya memilih teknologi dan varietas yang tepat serta
pengelolaan lahan yang efektif yaitu untuk mengatasi masalah seperti
drainase buruk dan kekeringan. Pengembangan komoditas tanaman ini
dapat memberikan hasil yang baik dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Atman, A. (2020). Peran Pupuk Kandang Dalam Meningkatkan Kesuburan Tanah Dan
Produktivitas Tanaman. Jurnal Sains Agro, 5(1).
Dariah, A., & Heryani, N. (2014). Pemberdayaan lahan kering suboptimal untuk
mendukung kebijakan diversifikasi dan ketahanan pangan. Jurnal sumberdaya
lahan, 8(3), 133924.
Dwicaksono, M. R. B., Suharto, B., & Susanawati, L. D. (2013). Pengaruh penambahan
effective microorganisms pada limbah cair industri perikanan terhadap
kualitas pupuk cair organik. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(1),
7-11.
Hermawan, I., & Budiyanti, E. (2020). Integrasi Harga Beras Era Perdagangan Terbuka
dan Dampaknya Terhadap Swasembada dan Kesejahteraan Pelaku Ekonomi
Beras. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, 14(1), 21-46.
Jumakir, J., Endrizal, E., & Suyamto, S. (2016). Uji Beberapa Paket Pemupukan Dan
Dolomit Terhadap Hasil Kedelai Di Lahan Rawa Pasang Surut Provinsi
Jambi. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 5(1), 86-94.
Kasno, A. (2019). Perbaikan tanah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pemupukan berimbang dan produktivitas lahan kering masam. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 13(1), 27-40.
Masganti, M., Nurhayati, N., & Yuliani, N. (2017). Peningkatan produktivitas padi di
lahan pasang surut dengan pupuk P dan kompos jerami padi. Jurnal Tanah
dan Iklim, 41(1), 17-24.
Mulyani, A., & Sarwani, M. (2013). Karakteristik dan potensi lahan sub optimal untuk
pengembangan pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan, 7(1),
132196.
Nazemi, D., & Hairani, A. (2012). Optimalisasi pemanfaatan lahan rawa pasang surut
melalui pengelolaan lahan dan komoditas. Agrovigor: Jurnal
Agroekoteknologi, 5(1), 52-57.
Noor, M., & Rahman, A. D. I. T. Y. A. (2015, September). Biodiversitas dan kearifan
lokal dalam budidaya tanaman pangan mendukung kedaulatan pangan: Kasus
di lahan rawa pasang surut. In Prosiding Seminar Nasional Masyarakat
Biodiversitas Indonesia (Vol. 1, No. 8, pp. 1861-1867).
Prasetyo, B. H., & Suriadikarta, D. A. (2006). Karakteristik, potensi, dan teknologi
pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 39-46.
Rochayati, S. dan A. Dariah. 2012. Pengembangan lahan kering masam: Peluang,
tantangan, dan strategi serta teknologi pengelolaan. Hlm 187-206 Dalam
Prospek Pertanian Lahan Kering dalam Mendukung Ketahanan 49 Jurnal
Sumberdaya Lahan Vol. 9 No. 1, Juli 2015; 37-50 Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian
Rosyidah, E., & Wirosoedarmo, R. (2013). Pengaruh sifat fisik tanah pada
konduktivitas hidrolik jenuh di 5 penggunaan lahan (studi kasus di Kelurahan
Sumbersari Malang). Agritech, 33(3), 340-345.
Sinukaban, N. 2013. Potensi dan strategi pemanfaatan lahan kering dan kering masam
untuk pembangunan pertanian berkelanjutan. Hlm 15-22. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal “Intensifikasi Pengelolaan Lahan
Sunoptimal dalam Rangka Mendu- kung Kemadirian Pangan Nasional”.
Palembang, 20- 21 September 2013.
Subekti, A. (2021). Penampilan Fenotipik Varietas Unggul Jagung Komposit pada
Sistem Tanam Jajar Legowo di Lahan Sub Optimal Kalimantan Barat. Agrica
Ekstensia, 15(1), 41-46.
Tangkesalu, D., Lakani, I., Pasaru, F., & Tiana, I. K. D. (2021). Penerapan Teknologi
Low External Input Sustainable Agriculture (Leisa) untuk Menghasilkan
Pangan yang Sehat dan Keberlanjutan Produktivitas Lahan Pertanian di
Kabupaten Sigi-Sulawesi Tengah. In Prosiding Seminar Nasional
Pengabdian Masyarakat Universitas Ma Chung (Vol. 1, pp. 189-199).
Thirdyawati,N.S., Suharjono dan Yulianti,T.(2013).Pengaruh Rotasi Tanaman
dan Agen Pengendali Hayati terhadap Nematoda Parasit Tanaman. J.
Biotropika,1, 211-215.
Wijanarko, A., & Taufiq, A. (2004). Pengelolaan kesuburan lahan kering masam untuk
tanaman kedelai. Buletin Palawija, (7), 39-50.

Anda mungkin juga menyukai