Anda di halaman 1dari 6

POLICY BRIEF

____________________________________________________________________________________________________

Stunting Di Provinsi Gorontalo

15 Desember 2022
1. PENDAHULUAN
Status gizi anak di bawah lima tahun merupakan indikator kesehatan yang penting
karena usia Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah gizi dan penyakit
stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita akibat kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Unicef, The State Of The World’s Children
2019). Risiko yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam jangka pendek diantaranya
meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian, gangguan perkembangan (kognitif,
motorik, bahasa), meningkatnya beban ekonomi untuk biaya perawatan dan pengobatan anak
yang sakit. Jangka panjang menyebabkan menurunnya kesehatan reproduksi, konsentrasi
belajar, dan rendahnya produktivitas kerja (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2020).
Kurang gizi yang terjadi pada awal masa kanak-kanak memiliki konsekuensi yang
serius. Anak yang mengalami gizi kurang cenderung mengalami sakit yang lebih parah.
Terdapat hubungan kuat antara kurus pada anak dengan kematian pada anak. Kurus pada anak
Balita menyumbang kematian sebesar 4,7 persen atau 2 juta kematian dari seluruh kematian
anak Balita di dunia. Anak kurang gizi yang lolos dari kematian akan menjadi dewasa yang
pendek, memiliki IQ yang lebih rendah, terhambat produktivitas ekonominya dan berisiko
lebih besar memiliki keturunan dengan berat badan yang kurang. Anak yang terlahir dengan
berat badan rendah dan berlanjut menderita gizi kurang pada masa kanak-kanaknya akan
tumbuh menjadi dewasa dengan risiko lebih besar untuk memiliki glukosa darah, tekanan
darah dan lipid darah yang tinggi (PSG, 2017).
Penderita stunting di Provinsi Gorontalo mencapai 32% (Riskesdas, 2018). Provinsi
Gorontalo terdiri 6 kabupaten dengan presentase stunting yang berbeda untuk Presentase
balita stunting pada tahun 2016 di Kabupaten Gorontalo untuk umur 0-59 bulan sebesar 37,6
% dan presentase ini pada 2017 menurun menjadi 32,3%. Presentase stunting umur 0-59
bulan di Kota Gorontalo tahun 2016 sebesar 36,9% dan menurun menjadi 36,1% pada tahun
2017. Presentase stunting umur 0-59 bulan di Kabupaten Gorontalo Utara tahun 2016 sebesar
36,9 % dan menurun menjadi 27,4% pada tahun 2017. Presentase stunting umur 0-59 bulan
pada tahun 2016 di Kabupaten Boalemo sebesar 32,8% dan menurun menjadi 32,5% pada
tahun 2017. Balita stunting umur 0-59 bulan di kabupaten Bone Bolango pada tahun 2016
sebesar 34,7% dan pada tahun 2017 menjadi 25,5%. Presentase balita stunting umur 0-59
bulan di Kabupaten Pohuwato pada tahun 2017 sebesar 35,8% dan pada tahun 2017 menurun
menjadi 32,9 % (Dinkes Provinsi Gorontalo, 2018).
Data tersebut mendorong pemerintah Provinsi menetapkan lokasi prioritas atau lokasi
khusus stunting berdasarkan data tertinggi stunting. Lokasi khusus adalah wilayah yang
memeiliki jumlah stunting tertinggi yang menjadi pusat perhatian pemeritah Dengan jumlah
stunting yang paling tinggi untuk kabupaten Gorontalo sendiri, terdapat beberapa titik
prioritas. Kabupaten Gorontalo terdiri dari 19 kecamatan, dari 19 kecamatan tersebut adapun
lokasi khusus yaitu Batudaa Pantai dengan jumlah 88 balita atau sekitar 11,4 % yang
mengalami stunting, Telaga Jaya jumlah balita stunting 87 balita atau 10,1 yang mengalami
stunting, dan untuk urutan ketiga kecamatan yang mencadi Lokasi khusus stunting berada di
kecamtan Limboto Barat dengan jumlah balita stunting ada 69 balita atau 5,5% yang
mengalami stunting (Dinkes Kabupaten Gorontalo, 2018). dalam penelitian ini peneliti
mengambil salah satu wilayah lokus yang ada di kabupaten Gorontalo yaitu wilayah Kerja
Puskesmas Limboto Barat dengan Jumlah populasi yang terdapat di wilayah tersebut
berjumlah 1542 (Dikes Kabupaten Gorontalo 2019).

2. KERANGKA PEMIKIRAN

Masalah Stunting

faktor gizi pola asuh pelayanan Antenatal Care Lingkungan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


Berdasarkan pada bagan diatas dapat dilihat bahwa dalam masalah terkait stunting Di
Provinsi Gorontalo terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan yakni dari faktor gizi,
pola asuh, pelayanan Antenatal Care, dan lingkungan. Merujuk pada tulisan dari Nurdin
( 2019 ) dalam judul “Faktor Risiko Balita Pendek (Stunting) Di Kabupaten Gorontalo” dapat
dijelaskan bahwa Kronisnya masalah gizi yang terjadi di masyarakat, selain penyebab
mendasar kemiskinan yang cukup dominan, besar kemungkinan juga disebabkan oleh
pelayanan kesehatan yang tidak merata, dan juga tidak berkelanjutan Selain itu faktor social
ekonomi, tidak ada perawatan antenatal di fasilitas kesehatan, dan partisipasi ibu dalam
keputusan tentang makanan apa yang dimasak di rumah tanggal.
Bayi dengan berat badan lahir rendah juga dikaitkan dengan risiko kejadian stunting.
Selain itu faktor demografi seperti tinggi badan ibu yang kurang <150 cm memiliki risiko
lebih tinggi untuk melahirkan anak yang pendek. Faktor risiko stunting pada balita usia 2-3
tahun adalah status ekonomi keluarga yang rendah, sedangkan panjang badan lahir, tinggi
badan orangtua , dan pendidikan orang tua bukan merupakan faktor risiko stunting.
Ketidakjelasan beberapa faktor risiko mengakibatkan intervensi yang dilakukan kadangkala
tidak tepat sasaran. Sehingga dianggap perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap
risiko kejadian stunting khususnya di wilayah administratif Kabupaten Gorontalo. Sampai
saat ini belum ada publikasi dan penelitian tentang faktor risiko kejadian stunting di
Kabupaten Gorontalo.
Maka dari itu, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo melaksanakan Rapat Kerja
Kesehatan Daerah (Rakerkesda) di Aston Hotel Kota Gorontalo. Agenda tahunan Dinas
Kesehatan ini dibuka Asisten Bidang Pembangunan dan Ekonomi Sutan Rusdi mewakili
Penjabat Gubernur Gorontalo dan untuk pertama kalinya dilaksanakan secara luring dengan
mengangkat tema Cegah Stunting dengan BerAKHLAK. Kepala Pusat Kebijakan Upaya
Kesehatan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan Pretty
Multihartina atas nama Menteri Kesehatan memberikan apresiasi atas apa yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam penanganan stunting. Program
pemerintah berupaya untuk mendorong agar pemenuhan gizi pada bayi, balita, dan para ibu
dan calon ibu harus diperhatikan dengan baik. Karena, peran pemerintah daerah melalui
organisasi perangkat daerah di tiap kabupaten kota, sampai tingkat kepala desa, harus bisa
menjadi pengawas dalam mengatasi resiko stunting bersama dengan kader PKK dan
penggerak KB.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Gorontalo
membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk mendukung percepatan penurunan
stunting. TPK yang dibentuk di seluruh desa dan kelurahan terdiri dari bidan, kader PKK, dan
kader KB. Kepala BKKBN Provinsi Gorontalo Hartati Suleman mengungkapkan, jumlah
TPK yang sudah terbentuk di Provinsi Gorontalo sebanyak 986 tim. Rinciannya, Kabupaten
Gorontalo 303 tim, Boalemo 114 tim, Pohuwato 123 tim, Bone Bolango 175 tim, Gorontalo
Utara 124 tim, dan Kota Gorontalo 147 tim. pembentukan TPK merupakan salah satu
pembaruan strategi dalam percepatan penurunan stunting yang diamanatkan oleh Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2021. Idris berharap, pembentukan TPK tersebut mampu
mempercepat tercapainya target penurunan stunting yang telah ditetapkan sebesar 14 persen
pada tahun 2024.
Selain membentuk TPK, BKKBN Gorontalo juga melaksanakan beberapa kegiatan
strategis untuk percepatan penurunan stunting, di antaranya melakukan koordinasi dengan
organisasi perangkat daerah provinsi dan kabupaten/kota terkait Delapan Aksi Konvergensi
Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi, serta menjalin kerja sama dengan perguruan
tinggi dan media massa. BKKBN Gorontalo juga menjajaki kerja sama dengan lembaga
swasta dan BUMN untuk pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada
kegiatan promosi, publikasi, dan sosialisasi penurunan stunting.

3. METODE ANALISIS
Metode analisis yang digunakan didalam penulisan ini yaitu metode analisis deskriptif,
Menurut Arikunto (2019, hlm. 3) analisis deskriptif adalah penulisan yang dimaksudkan
untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya
dipaparkan dalam bentuk laporan. Sedangkan, menurut Sukmadinata (2017, hlm. 72) analisis
deskriptif adalah suatu bentuk penulisan yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia yang bisa
mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Status gizi anak di bawah lima tahun
merupakan indikator kesehatan yang penting karena usia Balita merupakan kelompok yang
rentan terhadap masalah gizi dan penyakit stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada
anak Balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya
(Unicef, The State Of The World’s Children 2019). Anak yang terlahir dengan berat badan
rendah dan berlanjut menderita gizi kurang pada masa kanak-kanaknya akan tumbuh menjadi
dewasa dengan risiko lebih besar untuk memiliki glukosa darah, tekanan darah dan lipid darah
yang tinggi (PSG, 2017). Provinsi Gorontalo terdiri 6 kabupaten dengan presentase stunting
yang berbeda untuk Presentase balita stunting pada tahun 2016 di Kabupaten Gorontalo untuk
umur 0-59 bulan sebesar 37,6 % dan presentase ini pada 2017 menurun menjadi 32,3%.
Lokasi khusus adalah wilayah yang memiliki jumlah stunting tertinggi yang menjadi pusat
perhatian pemeritah Dengan jumlah stunting yang paling tinggi untuk kabupaten Gorontalo
sendiri, terdapat beberapa titik prioritas.
Kabupaten Gorontalo terdiri dari 19 kecamatan, dari 19 kecamatan tersebut adapun
lokasi khusus yaitu Batudaa Pantai dengan jumlah 88 balita atau sekitar 11,4 % yang
mengalami stunting, Telaga Jaya jumlah balita stunting 87 balita atau 10,1 yang mengalami
stunting, dan untuk urutan ketiga kecamatan yang mencadi Lokasi khusus stunting berada di
kecamtan Limboto Barat dengan jumlah balita stunting ada 69 balita atau 5,5% yang
mengalami stunting (Dinkes Kabupaten Gorontalo, 2018). Bayi dengan berat badan lahir
rendah juga dikaitkan dengan risiko kejadian stunting. Selain membentuk TPK, BKKBN
Gorontalo juga melaksanakan beberapa kegiatan strategis untuk percepatan penurunan
stunting, di antaranya melakukan koordinasi dengan organisasi perangkat daerah provinsi dan
kabupaten/kota terkait Delapan Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting
Terintegrasi, serta menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi dan media massa.

5. SARAN
Disarankan pada pemerintahan provinsi Gorontalo untuk belajar dari Negara Peru, di
mana prevalensi stunting negera tersebut mencapai angka 28 persen pada tahun 2008, namun
telah berhasil turun menjadi 12.2 persen pada tahun 2018. Peru menerapkan strategi dengan
memastikan asupan gizi yang cukup sampai pada mulut ibu hamil dan balita. Selain itu,
penuntasan masalah stunting bukan hanya tanggung jawab Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tetapi juga butuh peran aktif dari semua pihak dan
masyarakat.

6. REKOMENDASI
Berdasarkan penulisan diatas, maka dapat direkomendasikan untuk BKKBN
melaksanakan sosialisasi dan advokasi tentang program prioritas nasional melalui promosi
dan KIE pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam penurunan stunting,
terutama pada empat kabupaten yang menjadi lokus perhatian penanganan stunting. selain itu,
ASI eksklusif tidak berperan sebagai faktor risiko balita stunting karena `faktor langsung dari
masalah gizi adalah asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh anak, sehingga apabila balita
mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan kebutuhan walaupun bayi tidak
mendapatkan ASI eksklusif maka anak dapat tumbuh dengan baik. Maka pemerintah
Gorontalo harus mampu fokus pada faktor langsung yang dapat menyebabkan terjadinya
stunting pada anak-anak dan balita.

Anda mungkin juga menyukai