Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KESELURUHAN MATERI KULIAH


KEWARGANEGARAAN SEMESTER I

Disusun Oleh :
Renaldy EM023050005

Dosen Pengampuh :
Sulastri Ningsih, M. Pd

FAKULTAS SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS


(STIEBI)
PRANA PUTRA
2024
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan pertolongan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Keseluruhan Materi
Kuliah Kewarganegaraan Semester I.”
Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya untuk Bunda Sulastri
Ningsih, M. Pd selaku dosen mata kuliah kewarganegaraan. Penulis juga
menghaturkan terima kasih untuk pihak – pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kewarganegaraan adalah status hukum yang menunjukkan hubungan individu
dengan sebuah negara. Status ini mencakup hak dan kewajiban hukum yang dimiliki
oleh seorang warga negara, serta keanggotaan dalam suatu bangsa berdasarkan
kesamaan budaya, bahasa, dan kesadaran nasional.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan masukan dan saran yang
membangun. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak agar makalah ini dapat terus ditingkatkan dan menjadi landasan
yang kuat untuk pelaksanaan di masa depan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang informatif dan
inspiratif bagi pembaca. Semoga ilmu yang terkandung dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat pada umumnya.
Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
I. Pendahuluan............................................................................1
II. Rumusan Masalah...................................................................1
III. Tujuan......................................................................................1
IV. Metode Penelitian....................................................................2
V. Sistematika Penulisan.............................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
1.1. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan................................3
1.2 Pentingnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan...3
1.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan..................................4
2.1 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat...........................................5
3.1 Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Sebagai Pedoman Dasar
Hukum.............................................................................................7
4.1 Pengertian Identitas Nasional.................................................10
4.2 Faktor Pembentuk Identitas Nasional...................................10
4.3 Sifat Identitas Nasional............................................................12
5.1 Pengertian Hak dan Kewajiban Warga Negara...................13
5.2 Pengertian Warga Negara.......................................................13
5.3 Pengertian Kewarganegaraan.................................................14
5.4 Tugas dan Tanggung Jawab Negara......................................14
6.1 Politik dan Strategi Nasional...................................................17
BAB III KESIMPULAN................................................................................21
BAB IV DAFTAR PUSTAKA.......................................................................23
BAB V PENUTUP..........................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran
yang sangat penting untuk dipahami oleh generasi penerus bangsa. Salah
satu bentuk pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan
kewarganegaraan liberal. Lingkungan pembelajaran teori
kewarganegaraan pada awalnya sangat terbatas, sehingga diperlukan
perubahan mendasar di bidang pendidikan dari negara berkembang
menjadi negara maju, yang tentunya membutuhkan pendekatan yang
efektif dan visioner dengan model pembelajaran yang menarik.
Kewarganegaraan adalah pengembangan pendidikan nilai, yaitu
pendidikan yang mensosialisasikan dan menciptakan nilai-nilai pancasila
dan budaya bangsa, sebagaimana dalam setiap kurikulum pancasila dan
kewarganegaraan. Tentunya pendidikan yang bernilai dan pendidikan
kewarganegaraan sangat dibutuhkan untuk membangun generasi muda
yang berwatak beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkompeten dan
berkarakter di bidangnya. Kepribadian suatu bangsa terbentuk bila
mampu membentuk pemahaman dasar yang seimbang antara pendidikan
nilai dan pendidikan politik. Oleh karena itu diperlukan beberapa
pendekatan yang harus dilaksanakan untuk membentuk kepribadian
bangsa dengan memasukkan nilai-nilai dasar kehidupan melalui
pendidikan nilai dan pendidikan kewarganegaraan.

II. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang memenuhi faktor negara maju?


2. Mengapa Kewarganegaraan itu penting?
3. Apa saja nilai-nilai yang dikembangkan melalui pendidikan
kewarganegaraan?

III. Tujuan

1. Apabila negara memiliki pendapatan perkapita yang tinggi,


berkurangnya penduduk miskin, berkurangnya pengangguran dan SDM
yang berkualitas.
2. Karena menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara warga negara
dan negaranya.

iv
3. Nilai religiusitas, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian,
demokratis, nasionalis, kepatuhan terhadap aturan sosial, menghargai
keberagaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan terhadap orang lain.

IV. Metode Penelitian


Metode penelitian yang saya gunakan untuk menulis karya ini adalah
dengan metode pustaka atau pengambilan data melalui teori dari ppt yang
ada, dalam jurnal, dan lain-lain. Saya juga mendapatkan referensi data
yang saya gunakan dari internet.
V. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, agar pembahasan dan isi materi
terfokus pada pokok permasalahan dan tidak melebar ke masalah lain,
maka dari itu saya memaparkan secara garis besar apa itu
kewarganegaraan dilanjutkan dengan isi pokok materi bab pembahasan
dan kemudian menuju kesimpulan dan ditutup dengan bab penutup.

v
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan
Sejarah kewarganegaraan di Indonesia dimulai pada tahun 1957
dengan nama Soekarno atau lebih dikenal dengan civic. Pendidikan
kewarganegaraan dilaksanakan sebagai pelajaran di sekolah dimulai pada
tahun 1961 dan berganti nama menjadi kewarganegaraan pada tahun 1968.
Civic berasal dari kata latin civicus yang artinya warga negara, selain
tujuannya membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu
bagaimana mengambil sikap, hak dan kewajiban warga negara. Istilah civic
adalah istilah tertua, seperti yang pertama kali digunakan oleh Chreshore
pada tahun 1886. Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan
perpanjangan dari pendidikan kewarganegaraan yang lebih menekankan pada
bimbingan kewarganegaraan.
Mata pelajaran kewarganegaraan secara resmi dimasukkan dalam
kurikulum sekolah di Indonesia pada tahun 1968. Ketika tahun pelajaran
berganti dari Januari menjadi Desember dan pada tahun 1975 dari Juli
menjadi Juni, Departemen pendidikan Indonesia mengubah nama
kewarganegaraan dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Nama mata
pelajaran PMP kembali diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) pada tahun 1994. Pada masa reformasi, PPKn
berubah menjadi PKn dan menghilangkan kata pancasila yang dianggap
sebagai produk orde baru. Di perguruan tinggi, Jurusan Pendidikan
Kewarganegaraan menggunakan nama Hak Sipil, kemudian kurikulum dalam
sistem baru menjadi PMP-KN, dan sekarang banyak yang menggunakan
program Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
1.2 Pentingnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Tujuan pendidikan kewarganegaraan pada hakekatnya adalah untuk
membentuk warga negara yang baik (good citizen). Tidak dapat dipungkiri
pula bahwa istilah “warga negara yang baik” memiliki pengertian pendidikan
yang berbeda-beda dan sering berubah dari satu negara ke negara lain sesuai
dengan perkembangan masing-masing bangsa. Warga negara yang baik
menurut tujuan pendidikan nasional adalah mereka yang berinteraksi dengan
pendidikan kewarganegaraan, warga negara yang bertanggung jawab secara
demokratis (Pasal 3), dan warga negara yang berjiwa kebangsaan dan cinta
tanah air (UU No. 20 Tahun 2003) (pasal 37). Kewarganegaraan Indonesia
sering berubah karena perkembangan kewarganegaraan di Indonesia semakin
sulit. Pada tahun 1947, kurikulum sekolah nasional, atau rencana pelajaran,
pada intinya menekankan tujuan mendidik dan mengembangkan warga
negara yang cerdas, demokratis, dan religius. tetapi tidak dimasukkan dalam
mata pelajaran khusus yang disebut misalnya kewarganegaraan,
kewarganegaraan atau yang lain.

vi
1.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian dari sistem
pendidikan nasional secara umum. Oleh karena itu diperlukan kurikulum dan
proses pembelajaran pendidikan politik di semua jenjang sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Tugas dan peran pendidikan politik adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Mampu memahami mata
pelajaran/tema pendidikan kewarganegaraan. kemudian perencanaan,
pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi dalam kaitannya dengan tujuan
pendidikan nasional, yang kesemuanya menjadi dasar dan pola pikir
pendidikan kewarganegaraan. Tujuan PPKn adalah menjadi warga negara
yang baik (good citizen). Hal ini tercermin dari munculnya berbagai nama
pendidikan kewarganegaraan (Pkn). Sejalan dengan perkembangan dan
pasang surut perjalanan politik bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan
munculnya berbagai kebijakan pendidikan, terutama kewarganegaraan, yang
ditelusuri kembali ke UUD 1945 melalui keputusan presiden tahun 1959,
termasuk instruksi untuk memperbarui buku di perguruan.

vii
2.1 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani (philosophia), tersusun dari kata
philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan
kata Sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
praktis, intelegensi. Adapun istilah ‘pilosophos’ pertama kali digunakan oleh
pyhagoras (572-497 Sm) untuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan
(lover of wisdom), bukan kebijaksanaan itu sendiri. Selain Pythagoras, filsuf-filsuf
lain juga memberikan pengertian filsafat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, filsafat
mempunyai banyak arti, tergantung pada bagaimana filsuf-filsuf menggunakannya.
Berikut disampaikan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa pengertian
filsafat menurut beberapa filsuf yaitu diantara lain:
Plato : filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.
Aristoteles : filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika (filsafat keindahan).
Al Farabi : filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam berwujud
bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Rene Descartes : filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana
Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan
Immanuel Kant : filsafat adalah ilmu (pengetahuan) menjadi pokok pangkal
dari segala pengetahuan, yang didalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat
pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang kita ketahui.
Hasbullah Bakry : ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia. Tujuan filsafat
adalah mencari hakikat dari suatu objek/ gejala secara mendalam. Untuk sampai ke
hakikat harus melalui suatu metode-metode yang khas dari filsafat. Kalau
digambarkan dalam suatu bagan perbedaan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
empiris jadi filsafat itu harus refleksi, radikal, dan integral. Refleksi berarti manusia
menangkap objek secara internasional dan sebagai hasil dri proses. Radikal adalah
berasal dari kata radix (berarti akar). Jadi filsafat itu radikal berarti filsafat harus
mencari pengetahuan sedalam-dalamnya. Filsafat itu integral berarti mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan untuk sebagai suatu keseluruhan.
Filsafat Sebagai Proses dan Hasil
Salah satu hasil kegiatan berpikir manusia ialah apa yang dinamakan filsafat.
Filsafat merupakan kreasi akal manusia sebagai jawaban atas persoalan-persoalan
ataupun rahasia-rahasia alam semesta. Dapat di simpulkan bahwa filsafat sebagai
proses dan produk berpikir manusia, merupakan pemikiran teori tentang tuhan, alam
semesta secara keseluruhan yang mencakup hidup manusia yang ada di dalamnya

viii
untuk kemudian bagi manusia pemikiran teoritis tersebut dipergunakan sebagai
pandangan dunia (world view).

Sistem Filsafat
Sistem filsafat menurut Louis Of Kattsoff adalah kumpuln ajaran yang ter-
koordinasikan. Suatu sistem filsafat haruslah memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda
dengan sistem lain, misalnya sistem ilmiah. Dalam pengertian sebagai pengetahuan
yang menembus dasardasar terakhir dari segala sesuatu. Filsfat miliki empat cabang
keilmuan yang utama:
1. Memetafisika : cabang filsafat yang mempelajari asal mula segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada.
2. Epistemologi : cabang filsafat mempelajari seluk beluk pengetahuan.
3. Aksiologi : cabang persiapan yang menelusuri hakikat nilai.
4. Logika : cabang filsafat yang memuat aturan-aturan berpikir rasional.
Pancasila sebagai sistem filsafat sudah dikenal sejak para pendiri Negara
memberikan masalah dasar filosofis Negara (philosofishe- grondslag) dan pandangan
hidup bangsa (weltanschauung). Meskipun kedua istilah tersebut mengandung
muatan filosofis, tetapi pancasila sebagai sistem filsafat yang mengandung
pengertian lebih akademis memerlukan perenungan lebih mendalam. Filsafat
pancasila memerlukan istilah yang- mengemuka dalam dunia akademis. Ada dua
pendekatan yang berkembang dalam pengertian filsafat pancasila, yaitu pancasila
sebagai genetivus objectivus dan pancasila sebagai genetivus- objectivus. Kedua
pendekatan tersebut saling melengkapi karena yang pertama meletakkan pancasila
sebagai aliran atau objek yang dikaji oleh aliran-aliran filsafat lainnya, sedangkan
yang dua meletakkan pancasila sebagai subjek yang mengkaji aliran-aliran filsafat
lainnya. Pentingnya pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat diberikan
pertanggung jawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam pancasila
sebagai prinsip-prinsip politik agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi
operasional dalam penyelenggaraan Negara agar dapat membuka dialog dengan
berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan agar dapat
menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut- dengan
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.

ix
3.1 Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Sebagai Pedoman Dasar Hukum
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara merupakan ajaran filsafat telah
menguasai dan menjangkau masa depan manusia dalam bentuk ideologi. Pancasila =
Ideologi yang memiliki sejarah yang sangat panjang. Pancasila sebagai filsafat
bangsa Indonesia ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya UUD 1945 dan
menjadi ideologi bangsa Indonesia.
a. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea yang berarti gagasan, konsep,
cita-cita, dan pengertian dasar; serta logos yang berarti ilmu. Secara
etimologis ideologi dapat diartikan sebagai cita-cita atau pandangan suatu
bangsa yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Pancasila sebagai ideologi negara adalah Pancasila sebagai dasar sistem
penyelenggaraan negara bagi seluruh warga negara Indonesia yang berdasar
kepada cita-cita luhur bangsa.
Pengertian menurut para Tokoh :
- Sastrapedia : “Ideologi adalah seperangkat gagasan / pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.”
- Soerjanto : “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya
menjaga jarak dengan dunia kehidupannya.”
- Mubyarto : “Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-
simbol sekelompok masyarakat suatu bangsa yang menjadi pegangan dan
pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau
bangsa itu.”
- Martin Seliger : Ideologi sebagai sistem kepercayaan.
- Alvin Gouldner : Ideologi sebagai proyek nasional.
- Paul Hirst : Ideologi sebagai relasi sosial.

b. Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya:
bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan
digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan
keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis
besar saja sehingga tidak langsung operasional.

c. Ideologi Tertutup

x
Ideologi tertutup merupakan suatu sistem pemikiran tertutup . Ciri -cirinya :
merupakan cita -cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan
memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan -
pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai -
nilai dan cita -cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan -tuntutan konkret
dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.

d. Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan
dimensi fleksibilitas.
1. Dimensi Realitas: nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu
lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-
nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Pancasila mengandung sifat
dimensi realitas ini dalam dirinya.
2. Dimensi idealisme: ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai
dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan
dengan dimensi realitas.
3. Dimensi fleksibilitas: ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara
dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bersifat dinamis,
demokratis. Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara,
memperkuat relevansinya dari masa ke masa.

e. Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila


 Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika
masyarakat yang berkembang secara cepat.
 Kenyataan menunjukkan bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup
dan beku cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
 Pengalaman sejarah politik masa lampau.
 Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila
yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan
dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.
• Sekalipun Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka, namun ada batas-
batas keterbukaan yang tidak boleh dilanggar, yaitu:
 Stabilitas nasional yang dinamis.
 Larangan terhadap ideologi marxisme, leninnisme dan komunisme.
 Mencegah berkembangnya paham liberalisme.
 Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan
 kehidupan bermasyarakat.

xi
 Penciptaan norma-norma baru harus melalui konsensus.

f. Makna Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa


- Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi
penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah
terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang
ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan.
- Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita
normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi
sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat mempersatukan berbagai
golongan masyarakat di Indonesia.
g. Macam-Macam Ideologi
 Liberalisme, yaitu sebuah pandangan filsafat politik dan moral yang
didasarkan pada kebebasan, persetujuan dari yang diperintah dan persamaan
di hadapan hukum.
 Kapitalisme, yaitu sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-
alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh
keuntungan dalam ekonomi pasar.
 Kolonialisme, yaitu suatu sistem di mana suatu negara menguasai rakyat dan
sumber daya negara lain tetapi masih tetap berhubungan dengan negara asal
tersebut, istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang
digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama
kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang
dikolonikan.
 Marxisme, yaitu sebuah paham yang berdasar pada pandangan-pandangan
Kari Marx.
 Sosialisme, yaitu serangkaian sistem ekonomi dan sosial yang ditandai
dengan kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan manajemen mandiri
pekerja, serta teori-teori dan gerakan politik yang terkait dengannya.
 Fasisme, yaitu ideologi politik dan gerakan sayap kanan ekstrem,
otoritarianisme, dan ultranasionalistik, yang ditandai dengan kepemimpinan
bak diktator, otokrasi yang terpusat, militerisme, pemberangusan paksa
terhadap oposisi, kepercayaan teradap adanya hierarki sosial, penghilangan
hak-hak individu atas nama kebaikan negara dan ras, serta penyeragaman dan
pengontrolan luar biasa terhadap masyarakat dan ekonomi.
 Nazisme, yaitu ideologi politik yang mengajarkan keunggulan ras Arya dan
cita-cita politik fasis lainnya yang dikembangkan oleh Hitler.

xii
4.1 Pengertian Identitas Nasional
Identitas sendiri memiliki arti sebagai ciri-ciri khusus atau keadaan khusus
yang melekat pada diri seseorang/kelompok orang sebagai suatu pembeda atau
pembanding dengan pihak yang lain. Sedangkan nasional atau nasionalisme memiliki
arti suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus
diserahkan kepada Negara kebangsaan. Identitas nasional adalah kepribadian
nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa
satu dengan bangsa yang lainnya.
Identitas nasional dalam konteks bangsa cenderung mengecu pada
kebudayaan, adat istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas
nasional dalam konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti:
Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia,
Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu
Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pahlawan – pahlawan
rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran
Antasari dan lain – lain.
Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia
dapat mengikat eksistensinya serta memberikan daya hidup. Sebagai bangsa dan
negara yang merdeka, berdaulat dalam hubungan internasional akan dihargai dan
sejajar dengan bangsa dan negara lain. Identitas bersama itu juga dapat menunjukkan
jati diri serta kepribadiannya. Rasa solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok
dapat mendukung upaya mengisi kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga
dapat memberikan motivasi untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa
depan.
Identitas nasional merupakan suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada
padanan sebelumnya. Perlu dirumuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas
Nasional secara termitologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi suatu
bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan
internasional.
4.2 Faktor Pembentuk Identitas Nasional
Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu
faktor primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah
faktor bawaan yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti
geografi, ekologi dan demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk
Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di
persimpangan jalan komunikasi anta wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut
mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural
bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif adalah
keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif
meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa

xiii
Indonesia. Faktor historis ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan
bangsa Indonesia, beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang terlibat
di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut.
Selain itu terdapat factor lain yaitu faktor sakral dapat berupa kesamaan
agama yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat
yang bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat
membentuk bangsa negara. Faktor sakral ikut menyumbang terbentuknya satu
nasionalitas baru. Negara Indonesia diikat oleh kesamaan ideologi Pancasila. Tokoh
kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat
pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara
dianggap sebagai penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu
bangsa yang bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di
Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan Tito di Yugoslavia.
Prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in deversity)
juga menjadi faktor pembentuk identitas nasional. Yang disebut bersatu dalam
perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut
negara dan pemerintahnya tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa,
adat, ras, agamanya. Sesungguhnya warga bangsa memiliki kesetiaan ganda
(multiloyalities). Warga setia pada identitas primordialnya dan warga juga memiliki
kesetiaan pada pemerintah dan negara, namun mereka menunjukkan kesetiaan yang
lebih besar pada kebersamaan yang terwujud dalam bangsa negara di bawah satu
pemerintah yang sah. Mereka sepakat untuk hidup bersama di bawah satu bangsa
meskipun berbeda latar belakang. Oleh karena itu, setiap warga negara perlu
memiliki kesadaran akan arti pentingnya penghargaan terhadap suatu identitas
bersama yang tujuannya adalah menegakkan Bhinneka Tunggal Ika atau kesatuan
dalam perbedaan (unity in deversity) suatu solidaritas yang didasarkan pada
kesantunan (civility).
Faktor yang tak kalah penting yaitu sejarah. Persepsi yang sama diantara
warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa.
Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita
karena penjajahan, tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad
dan tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu.
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi
pekerjaan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu
dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling tergantung diantara jenis
pekerjaan. Setiap orang akan saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Semakin kuat saling ketergantungan anggota masyarakat karena perkembangan
ekonomi, akan semakin besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas
yang terjadi karena perkembangan ekonomi oleh Emile Durkheim disebut Solidaritas
Organis. Faktor ini berlaku di masyarakat industri maju seperti Amerika Utara dan
Eropa Barat.

xiv
Lembaga-lembaga pemerintahan dan politik. Lembaga-lembaga itu seperti
birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan, dan partai politik. Lembaga-lembaga itu
melayani dan mempertemukan warga tanpa membeda-bedakan asal usul dan
golongannya dalam masyarakat. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat
mempersatukan orang sebagai satu bangsa.
Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat-istiadat dan
tradisi, atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satupun di antara
faktor – faktor ini bersifat hakiki untuk menentukan ada - tidaknya atau untuk
merumuskan bahwa mereka harus satu keturunan untuk merupakan suatu bangsa.
4.3 Sifat Identitas Nasional
Identitas nasional merupakan jati diri bangsa yang bersifat dinamis dan khas
yang menjadi pandangan hidup dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama.
Pada era globalisasi ini eksistensi bangsa-bangsa di dunia sedang dihadapkan oleh
tantangan yang sangat kuat dari kekuatan internasional baik di bidang ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Apabila bangsa tersebut tidak mempunyai atau tidak
mampu mempertahankan identitas nasional yang menjadi kepribadiannya, maka
bangsa tersebut akan mudah goyah dan terombang-ambing oleh tantangan zaman.
Bangsa yang tidak mampu mempertahankan identitas nasional akan menjadi kacau,
bimbang dan kesulitan dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama. Kondisi
suatu bangsa yang sedemikian rupa sudah tentu merupakan hal yang mudah bagi
bangsa lain yang lebih kuat untuk menguasai bahkan untuk menghancurkan bangsa
yang lemah tersebut. Oleh karena itu, identitas nasional sangat mutlak diperlukan
supaya suatu bangsa dapat mempertahankan eksistensi diri dan mencapai hal-hal
yang menjadi cita-cita dan tujuan hidup bersama.

xv
5.1 Pengertian Hak dan Kewajiban Warga Negara
Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat ,
bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia
yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu dimuka bumi
(Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Depdikbud, hal. 89). Dengan demikian
bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang
sama dan menyatakan dirinya sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu
wilayah: Nusantara / Indonesia.
Banyak para ahli memberikan definisi tentang negara, namun syarat dan
pengertiannya mencakup elemen sebagai berikut.:
a. Penduduk, yaitu semua orang yang berdomisili dan menyatakan diri ingin bersatu
b. Wilayah, yaitu batas teritorial yang jelas atas darat dan laut serta udara di atasnya.
c. Pemerintah, yaitu organisasi utama yang bertindak menyelenggarakan kekuasaan,
fungsi-fungsi dan kebijakan mencapai tujuan.
d. Kedaulatan, yaitu supremasi wewenang secara merdeka dan bebas dari dominasi
negara lain dan negara memperoleh pengakuan dunia internasional.
Negara memiliki sifat yang membedakannya dengan organisasi lain, sifat tersebut
adalah:
 Sifat memaksa
 Sifat monopoli
 Sifat totalitas
Negara merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan
bakat dan potensi. Negara dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang serta
menyelenggarakan daya cipta atau kreativitasnya sebebasnya, bahkan negara
memberi pembinaan. Secara umum, setiap negara mempunya 4 fungsi utama bagi
bangsanya, yaitu:
 Fungsi pertahanan dan keamanan.
 Fungsi pengaturan dan kemakmuran.
 Fungsi kesejahteraan dan kemakmuran.
 Fungsi keadilan menurut hak dan kewajiban.
5.2 Pengertian Warga Negara
Warga negara merupakan terjemahan dari kata citizens (bahasa inggris) yang
mempunyai arti : warganegara, petunjuk dari sebuah kota, sesama warga negara,
sesama penduduk, orang setanah air; bawahan atau kaula. Warga mengandung arti
peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi atau perkumpulan. Warga negara
artinya warga atau anggota dari organisasi yang mengatasnamakan negara. Ada
istilah rakyat, penduduk dan warga negara. Rakyat lebih merupakan konsep politis.
Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada dibawah naungan satu
pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu istilah rakyat umumnya dilawankan

xvi
dengan penguasa. Penduduk adalah orang-orang yang betempak tinggal di suatu
wilayah negara dalam kurun waktu tertentu.
5.3 Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (citizenship) artinya keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Istilah kewarganegaraan
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis.
b. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materiil.
Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki ikatan hukum
serta tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki
kewarganegaraan tidak jauh pada kekuasaan atau kewenangan negara lain. Negara
lain tidak berhak memperlakukan kaidah-kaidah hukum pada orang yang bukan
warga negaranya.
Setiap negara berdaulat berwenang untuk menentukan siapa saja yang
menjadi warga negara. Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal
adanya asas berdasar kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan.
Penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu
asas Ius Soli dan asas Ius Sanguinis. Penentuan kewarganegaraan didasarkan oleh
aspek perkawinan mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Negara tidak terkait oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara
lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu
negara. Masalah kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride bahkan
multipatride. Hal ini dikarenakan perbedaan asas kewarganegaraan yang digunakan
negara.
5.4 Tugas dan Tanggung Jawab Negara
Pemahaman tentang hak dan kewajiban terlebih dahulu harus dipahami
tentang pengertian hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah sesuatu yang
melekat pada diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar mampu menjaga harkat,
martabatnya dan keharmonisan lingkungan. Hak asasi merupakan hak dasar yang
melekat secara kodrati pada diri manusia dengan sifatnya yang universal dan abadi.
Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh
diabaikan, tidak boleh dikurangi dan dirampas oleh siapapun. Hak asasi manusia
perlu mendapat jaminan atas perlindungannya oleh negara melalui pernyataan tertulis
yang harus dimuat dalam UUD negara. Peranan negara sesuai dengan pasal 1 ayat
(1) UU No. 39/1999 tentang HAM menyatakan bahwa negara, hukum dan
pemerintah serta setiap orang wajib menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi
hak asasi manusia.
a. Hak Warga Negara
Dalam UUD 1945 telah dinyatakan hak warga negara sebagai berikut :
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

xvii
2. Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran.
3. Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
4. Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan.
5. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta perlindungan kekerasan dan diskriminasi.
6. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya.
7. Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan hidup manusia.
8. Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
9. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang asli serta perlakuan yang sama di depan
hukum.
10. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
11. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
12. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
13. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya serta berhak kembali.
14. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
15. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
16. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
17. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
18. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik negara lain.
19. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.

xviii
20. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai guna mencapai persamaan dan keadilan.
21. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
22. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
23. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
24. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berkah mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
25. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.

b. Kewajiban Warga Negara Adalah :


1. Wajib menjunjung hukum dan pemerintah.
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
3. Wajib ikut serta dalam pembelaan negara.
4. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.
5. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang untuk menjamin pengakuan seta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain.
6. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
7. Wajib mengikuti pendidikan dasar.

c. Tugas dan Tanggung Jawab Negara


Dalam rangka terpeliharanya hak dan kewajiban warga negara, negara
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk
agamanya.
2. Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan khususnya
pendidikan dasar.
3. Pemerintah berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional.
4. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
5. Negara memajukan kebudayaan manusia ditengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.

xix
6. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari anggaran belanja negara dan belanja daerah.
7. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan kebudayaan nasional.
8. Negara menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara
dan menguasai hidup orang banyak.
9. Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam demi kemakmuran
rakyat.
10. Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak
terlantar.
11. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan.
12. Negara bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

6.1 Politik dan Strategi Nasional


a. Pengertian Politik
Secara Etimologis istilah “politik” berasal dari kata dalam bahasa
Yunani Kuno Politea yakni polis yang artinya adalah negara kota. dengan
kata lain polis berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, kemudian teia
yang berarti urusan. Dalam Bahasa Indonesia, politik dalam arti politics
mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik
merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki. Politics dan
Policy memiliki hubungan yang erat dan timbal balik. Politics memberikan
asas, jalan, arah dan medannya, sedangkan policy memberikan pertimbangan
cara pelaksanaan, asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya.
Menurut Carl Schmitt Politik adalah alat untuk membedakan antara
kawan dan lawan. Menurutnya hubungan kawan dan lawan inilah yang
menjadi esensi politik. F. Isjwara mendefinisikan ilmu politik ke dalam tiga
golongan , yaitu :
a) Pendefinisian secara institusional (mempelajari lembaga-lembaga
politik).
b) Pendefinisian secara fungsional (disamping mempelajari lembaga-
lembaga politik juga dipelajari fungsi-fungsi lembaga politik
tersebut).
c) Pendefinisian secara hakikat politik, yakni kekuasaan (power)
sebagai objeknya.

xx
Lebih lanjut dapat diperbandingkan dengan pendefinisian yang
dikemukakan oleh Miriam Budiardjo :
F. Isjwara Miriam Budiardjo
- Institusionil - Negara (state)
- Fungsionil - Kekuasaan (Power)
- Hakikat Politik - Pengambilan Keputusan
(Idecision Making)
- Kebijaksanaan (Policy,
Beleid)
- Pembagian (Distribution)
atau Alokasi (Allocation)

Ilmu Politik memberikan tekanan studi pada aspek-aspek : negara/


pemerintah, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan pengambilan/
alokasi nilai-nilai dalam masyarakat, sera berdasarkan pendefinisian ilmu
politik dapat pula dikemukakan ruang lingkup ilmu politik yang meliputi :
Teori politik, lembaga-lembaga politik, dinamika politik (kehidupan politik
dalam masyarakat/ infrastruktur politik) dan hubungan Internasional.
b. Pengertian Sistem Politik
Sistem politik merupakan rangkaian cara dalam mencapai suatu
tujuan yang melingkupi bidang politik, termasuk lembaga-lembaga yang
berfungsi dibidang politik yang keberadaannya berhubungan dengan masalah
politik (kondisi) atau kehidupan kenegaraan. Sistem politik meliputi segenap
kegiatan yang menentukan kebijakan bagaimana sasaran itu ingin dicapai
sehingga ada berbagai pendekatan yang perlu diperhatikan.
 Pendekatan Struktur
Pendekatan struktur adalah suatu keseluruhan dari pengelompokan
yang timbul dalam masyarakat, baik berupa lembaga kenegaraan
maupun lembaga masyarakat yang berpengaruh dalam suatu
pembuatan kebijakan sesuai dengan wewenang yang dimiliki dan
mengikat segenap masyarakat.
 Pendekatan Praktis (proses)
Pendekatan ini merupakan interaksi antara bentuk struktur yang satu
dengan lainnya yang tidak terpisah dari masyarakat. secara
fungsional, suatu proses politik dapat dinilai sebagai berlangsungnya
suatu interaksi yang timbal balik antara fungsi masukan (input) dan
keluaran (output) yang disumbangkan oleh semua pihak dari struktur
yang ada.
 Pendekatan Budaya Politik
Pendekatan ini merupakan nilai-nilai rohaniah yang menggambarkan
tingkah laku baik bangsa maupun lembaga-lembaga yang menata
kehidupan politik, dimana aspek suatu budaya (menyangkut masalah

xxi
sistem hukum termasuk adat, sistem religi, bahasa filsafat bangsa dan
sejarah bangsa) sangat berperan untuk menetapkan suatu budaya
politik bagi suatu bangsa.
c. Pengertian Politik dan Strategi Nasional
Politik Nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan
kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan
demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha, serta
kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan,
pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk
mencapai tujuan nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan politik
nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Jadi strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
d. Pengertian Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani strategis yang diartikan sebagai


“the art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan
dalam peperangan.. Karl Von Clausewitz (1780 – 1831) berpendapat bahwa
strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan peperangan. Sedangkan perang itu sendiri merupakan
kelanjutan dari politik.

Dalam abad modern ini penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas
pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan , tetapi sudah
digunakan secara luas , termasuk dalam ilmu ekonomi maupun bidang
olahraga. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan
kemenangan atau pencapaian tujuan.

Dengan demikian strategi tidak hanya menjadi monopoli para jenderal


atau bidang militer, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan . strategi
pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan dan mengembangkan
kekuatan (ideologi,politik,ekonomi,sosial-budaya,dan hankam)untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

e. Pengertian Strategi Nasional

Seperti yang telah dijelaskan pada pengertian politik dan strategi


nasional yang sangat berelasi erat, Strategi nasional disusun untuk
pelaksanaan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang. Jadi strategi nasional adalah cara
melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang
ditetapkan oleh politik nasional.

f. Dasar Pemikiran Politik Strategi Nasional

xxii
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang
berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional
sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik dan strategi
nasional, karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional, dan
konsep strategis bangsa Indonesia.

Politik dan dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini
disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. sejak tahun
1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah
dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan
“suprastruktur politik”. lembaga-lembaga tersebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Presiden, Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dan Mahkamah Agung (MA). Sedangkan badan-badan yang cakupan
pranata politiknya yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik,
organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan, dan
kelompok penekan disebut “infrastruktur politik”. dalam hal ini suprastruktur
dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan
yang seimbang.

Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat


suprastruktur politik harus diatur oleh presiden/mandataris MPR. Dalam
melaksanakan tugas ini. presiden dibantu oleh beberapa lembaga tinggi
negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi, seperti
Dewan stabilitas Ekonomi nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional,
Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI,
dewan Maritim, Dewan Otonomi Daerah, dan Dewan Stabilitas Politik dan
Keamanan.

xxiii
BAB III
KESIMPULAN
III. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sejarah
kewarganegaraan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dimulai dari namanya disebut civic, yang dipakai oleh
Amerika Serikat sebagai PKN, PMP, PPKN. Kewarganegaraan.
Perjuangan bangsa ini dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan, visi dan
kesadaran bangsa yang cinta tanah air, sikap dan perilaku manusiawi yang
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa untuk melindungi negara agar tetap
menjadi negara yang utuh dan mempertahankan negara kesatuan NKRI. Negara
Kesatuan Republik Indonesia, inilah salah satu tujuan utama pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani (philosophia), tersusun dari kata
philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan
kata Sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman,
praktis, intelegensi.
Filsafat sebagai proses dan produk berpikir manusia, merupakan pemikiran
teori tentang tuhan, alam semesta secara keseluruhan yang mencakup hidup manusia
yang ada di dalamnya untuk kemudian bagi manusia pemikiran teoritis tersebut
dipergunakan sebagai pandangan dunia (world view).
Pancasila adalah landasan ideologi dan hukum bagi Indonesia. Ini terdiri dari
lima prinsip: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila membimbing nilai-nilai nasional, membentuk dasar hukum, menyatukan
warga negara, dan menjadi panduan moral bagi masyarakat.
Identitas nasional adalah tentang siapa kita sebagai warga suatu negara. Ini
melibatkan pemahaman nilai bersama, kesetiaan terhadap negara, dan penghargaan
terhadap keanekaragaman. Ini membantu warga negara merasa terhubung, memiliki
komitmen untuk kemajuan bersama, dan merayakan keberagaman budaya.
Hak dan kewajiban warga negara merupakan prinsip fundamental dalam
setiap sistem pemerintahan yang demokratis. Berikut adalah beberapa kesimpulan
mengenai hak dan kewajiban warga negara :
Hak Warga Negara:
1. Kebebasan Berpendapat dan Beragama: Warga negara bebas menyatakan
pendapat dan memilih agama.

xxiv
2. Hak Memilih dan Dipilih: Warga negara memiliki hak untuk memilih
pemimpin dan menjadi pemimpin.
3. Pendidikan: Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang
baik.
Kewajiban Warga Negara:
1. Taati Hukum: Warga negara harus patuh pada hukum.
2. Bayar Pajak: Warga negara wajib membayar pajak sesuai aturan.
3. Berpartisipasi Politik: Warga negara perlu ikut dalam proses politik seperti
pemilihan umum.
4. Hormati Hak Orang Lain: Warga negara harus menghormati hak orang
lain.
Dengan menjalankan hak dan kewajiban mereka, warga negara dapat
membangun masyarakat yang adil dan damai.
Politik nasional merujuk pada proses pembuatan keputusan dan pengelolaan
kekuasaan di tingkat nasional. Ini melibatkan interaksi antara institusi-institusi
pemerintah, partai politik, dan warga negara dalam menentukan kebijakan, membagi
kekuasaan, serta mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat.

xxv
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi, H. (2014). Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di


Perguruan Tinggi (2nd ed.). Alfabeta.
Hidayat, H., Mulyani, H., Nurhasanah, S. D., Khairunnisa, W., & Sholihah, Z.
(2020). Peranan Teknologi Dan Media Pembelajaran Bagi Siswa. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Undiksha, 8(2). https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP
L, S. (2019). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Nilai Dan
Pendidikan Hukum Dalam Mewujudkan Warga Negara Yang Cerdas Dan Baik
(Smart and Good Citizen). Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,
Hukum, & Pengajarannya, XIV(2), 112–120.
https://ojs.unm.ac.id/supremasi/article/view/13143
Nurwadani Paristiyanti ,dkk.2016.Pendidikan Pancasila. Jakarta : Dirjen
Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Dikti, D. B. K.2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila.
Jakarta : Belmawa Kemenristek Dikti RI.
jah, Nikmah. “http://nikmahajah.blogspot.co.id/2013/11/proses-berbangsa-dan
bernegara.html” (diakses pada minggu, 24 September 2017).
Ativa, Titik. “Makalah Identitas Nasional” http://putrimedansitiativa.blogspot.co.id/
(diakses pada minggu, 24 September 2017).
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenada Media.
Malian, S. dan S. Marjuki (editor). 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia. UII Press: Yogyakarta.
http://makalahhubinternasional.blogspot.com/2010/11/mencari-strategi-
pertahananbagi.html
http://ayosemangatmembaca.blogspot.co.id/2015/06/politik-dan-strategi-
nasional.html
http://yusherestiani.blogspot.co.id/2015/01/politik-dan-strategi-nasional.html
http://pancasilazone.blogspot.co.id/2012/05/politik-dan-strategi-nasional.html

xxvi
BAB V
PENUTUP

Dalam kajian tentang kewarganegaraan, kami telah menelusuri berbagai aspek yang
menjadi landasan penting dalam membentuk identitas dan hubungan antara individu
dengan negara. Dari definisi hak dan kewajiban warga negara, hingga pemahaman
tentang budaya politik, pendidikan kewarganegaraan, serta tantangan yang dihadapi
dalam konteks globalisasi, penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam
tentang signifikansi kewarganegaraan dalam kehidupan modern.
Dengan memahami pentingnya kewarganegaraan, kita dapat melihatnya sebagai
sebuah kontrak sosial yang mengikat individu dengan masyarakat dan negara.
Sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada
pembangunan masyarakat yang adil, demokratis, dan inklusif, serta menjaga nilai-
nilai kemanusiaan, keadilan, dan persatuan.
Meskipun tantangan-tantangan seperti polarisasi politik, ketidaksetaraan, dan isu-isu
global terus menguji konsep kewarganegaraan, kita dapat melihatnya sebagai
panggilan untuk bertindak, berkolaborasi, dan beradaptasi demi kebaikan bersama.
Dengan menjaga semangat partisipasi aktif, memperkuat pendidikan
kewarganegaraan, dan mempromosikan inklusi sosial, kita dapat memperkuat
fondasi kewarganegaraan yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.
Sebagai penutup, kewarganegaraan bukanlah hanya status hukum, tetapi juga
identitas moral yang memerlukan komitmen, penghargaan, dan dedikasi terhadap
nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan persamaan. Dengan demikian, mari kita terus
berupaya untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, peduli, dan aktif
dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan dan harmonis bagi semua.
Sekian penutup makalah ini, semoga dapat memberikan wawasan yang bermanfaat
dan mendorong diskusi lebih lanjut tentang pentingnya kewarganegaraan dalam
konteks global saat ini.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai