Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MAQOMAH DAN AHWAL DALAM TASAWUF

Dosen pengampu: Sumiatun QH,S.Pd.,M.Pd.I

Di Susun Oleh kelompok 7:


1.Andre arya nata
2.Nur hafizah

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYYAHso
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW
LOMBOK TIMUR
T.A 2023/2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat AIIah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan
kesempatan dalam meyusun makalah kami ini. Sehingga kami dapat menyelesikan tepat
pada waktunya.
Mempelajari Ilmu Tasawuf merupakan suatu hal yang terpenting dalam kehidupan dalam
meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan dalam membebaskan diri sendiri maupun orang lain
dalam hal hubungan erat antara manusia dengan allah maupun manusia dengan manusia
lainnya
Dalam pembuatan makalah kami ini kiranya ada kekurangan kami minta maaf karena
makalah kami ini jauh dari sempurna seperti yang di harapkan pembaca. Terima kasih kepada
mahasiswa/i yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah kami ini.

Anjani,19 April 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.....................................................................................................1
B.Rumusan Masalah................................................................................................1
C.Tujuan..................................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
A.Maqomat..............................................................................................................2
1.Taubat...................................................................................................................3
2.Al-wara.................................................................................................................4
3.Al-zuhud...............................................................................................................5
4.Al-faqr..................................................................................................................6
5.Sabar.....................................................................................................................7
6.Tawakkal...............................................................................................................8
7.Al-ridaha...............................................................................................................8
B.Al.Ahwal..........................................................................................................................10
1.Muhasabah dan muraqabah..................................................................................11
2.Al-Khauf dan ar raja.............................................................................................13
3.Syauq....................................................................................................................15
4.Hubb(cinta)...........................................................................................................16
5.Uns (intim)............................................................................................................17
C.Metode Irfani dalam tasawuf...............................................................................18
1.Riyadhah...............................................................................................................18
2.Tafakur,(Refleksi).................................................................................................19
3.Tazkiyat,(An-Nafs)...............................................................................................21
4.Dzikrullah.............................................................................................................22
BAB III. PENUTUP............................................................................................................24
A.Kesimpulan..........................................................................................................24
B.Saran....................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tinjauan analisis terhadap tasawuf menunjukkan bagaimana para sufi dengan
berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan menuju allah. Jalan ini
dimulaidengan latihan-latihan, lalu secara bertahap menempuh berbagai fase, yang dikenal
dengan maqam kepada allah dan hal (keadaan), yang bberakhir dengan mengenal ( marifat )
kepada allah swt. Proses yang dimaksud adalah maqam-maqam ( tingkatan atau stasiun ) dan
ahwal ( jama’dari hal ) dua persoalan ini harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju
tuhan.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian maqamat dalam tasawuf ?
2.Bagaimana tingkatan-tingkatan maqamat dalam tasawuf ?
C.Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah yang diharapkan oleh penulis sekaligus pembaca adalah
sebagai berikut;
1.Untuk mengetahui ilmu-ilmu tentang maqamat
2.Untuk mengetahui perbedaan pendapat dikalangaan sufi

BAB 2
PEMBAHASAN
A.Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang
berdiri atau pangkal mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan
panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan allah.
Dalam bahasa inggris maqamat di kenal dengan istilah stages yang berarti tangga.
Secara etimologi kata maqam jamaknya maqamat yang berarti tempat berdiri atau
tempat keberadaan sesuatu. Dalam dunia tasawuf maqamat berarti tempat-tempat
keberadaan atau tahapan-tahapan atau stasion-stasion yang harus dilalui kaum sufi
dalam rangka mencapai tujuan tasawufnya.Al–maqam dijelaskan oleh al-thusi sebagai
kedudukan seorang hamba dihadapan Allah Swt. yang diperoleh melalui kerja keras
dalam beribadah, kesungguhan melawan hawa nafsu, latihan-latihan kerohanian serta
mengerahkan seluruh ruhani dan jasmani semata-mata untuk mengabdi kepadanya.
Pengertian itu dapat dirujuk kepada firman allah dalam surah 79 ( al-nazi’at ) ayat 40
dan 41.artinya, Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran tuhannya dan dapat
menahan diri dari keinginan ( memperturutkan ) hawa nafsu ( ammarah, lawwama
dan musawwilah ) Ayat ke 40. maka sesungg1uhnya surgalah tempat tinggalnya.
( telah mencapai martabat atau maqam nafsu al-muthama’innati ).(an-nazi’at ).
Jumlah dan tertib al-maqamat berbeda menurut para shufi. Perbedaan ini disebabkan
adanya perbedaan pengalaman ruhani yang ditempuh oleh masing-masing shufi. Al-
Thusi, umpamanya mengemukakan 7 maqam yaitu taubat, al-war, al-zuhd, al-faqr, al-
shabr, al-tawakkul, dan al-ridaha.
1.Taubat
Yaitu kembali kepada allah ta’alla. Menurut al-Harawi , taubat itu tidak sah
kecuali setelah menyadari berbagai kesalahan atau dosa yang pernah dilakukan.
Sedang menurut Abdul Razzaq al-kasysyani, taubat itu ialah kembali dari menentang
hukum allah menjadi menerimanya.
Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi
perbuatan dosa tersebut,yang diisertai dengan melakukan amal kebijakan. Harun
Nasution, mengatakan taubat yang dimaksud sufi ialah taubat yang sebenarnya, taubat
yang tidak akan membawa dosa lagi.
Secara etimologi kata taubat dalam bahasa Indonesia ditulis dengan “ tobat “ makna
taubat dalam bahasa arab “ kembali “ ia bertaubat berarti ia kembali. Jadi taubat
adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara’, menuju sesuatu yang dipujinya.
Sebagai mana firman Allah SWT Berfirman:Artinya : Dan ( juga ) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya,dan siapa lagi yg dapat
mengampuni selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu,sedang
mereka tidak mengetahui ( QS. Ali’ Imran: 135).
2.Al-Wara’
Pengertian dasar dari kata wara’ adalah menghindari apa saja yang tidak
baik.tetapi orng sufi memiliki penafsiran sendiri, dimana mereka mengartikan wara’
meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang mengangkut
makanan ,pakaian maupun persoalan.
Dalam kitab ta’limul muta’allim,karangan syaikh Zarnuji dalam bab wara’ :
“Ketika belajar” dalam masalah ini Sebagian ulama’ meriwayatkan hadist Nabi sbb:
barang siapa yg tidak berbuat wara’ Ketika brelajar, maka Allah akan memberinya
cobaan salah satu dari tiga macam: di matikan dalam usia muda, di tempatkan di
Tengah komunitas orang bodoh,atau di jadikan abdi penguasa.
Sedangkan wara’ dalam terjemahan kitab ta’limul muta’allim,wara’ di badi jadi dua
bagian,wara’ yaitu menjaga diri dari hal yang haram, baik perbuatan,ucapan,sandang
pangan,papan.dan wara’ kamil (sempurna) yaitu menjaga diri dari segala yg berkaitan
dengan agama baik itu mubah,makruh apalagi haram.
Secara harfiah al-wara, artinya saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dan dalam
pengertian sufi al-wara’ adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat
keraguan-keraguan antara halal dan haram ( syubhat ). Sikap menjauhi diri dari yang
syubhat ini sejalan dengan hadist Nabi yang berbunyi :
Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah terbebas
dari yang haram. ( HR. Bukhari ).
3.Al-Zuhud
Secara harfiah Al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat
keduniawian. Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan
meninggalkan dunia dan kementrian.
Zuhud termaksud termaksud salah satu ajaran agama yang sangat penting dalm
rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih
mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di akherat yang kekal dan abadi,
dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat
dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi.
Artinya : katakanalah kesenangan didunia hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun ( QS. Al-
Nisa’,4 : 78 ).
Menurut pandangan hidup sufi, dunia dengan segala kehidupan material, adalah
sumber kemaksiatan dan penyebab atau pendorong terjadinya perbuatan-perbuatan
kejahatan yang menimbulkan kerusakan dan dosa. Oleh karena itu seorang calon sufi
harus terlebih dahulu zahid atau asketis yaitu mengabdikan kehidupan .

4.Al-Faqr
Seperti halnya dalam istilah-istilah yang lain, al-faqr juga mempunyai
interpretasi yang berbeda antara satu sufi dengan sufi yang lain. Tetapi pada umumnya
berfokus kepada sikap hidup yang tidak memaksa diri untuk mendapatkan Sesutu.
Tidak menuntut lebih dari apa yang telah dimiliki atau melebihi dari kebutuhan
primer. Tetapi ada pula yang mengartikan, tidak punya apa-apa serta tidak dikuasai
apa-apa.
Sebenarnya bagaimanapun konotasi yang diberikan masing-masing sufi dalam
masalah ini, namun pesan yang tersurat didalamnya adalah agar manusia bersikap
hati-hati terhadap pengaruh negative yang diakibatkan oleh keinginan kepada ke kaya
an.
5.Sabar
Sabar adalah menahan diri dalam memikul sesuatu penderitaan, baik dalam
sesuatu urusan yang tidak diingini maupun dalam kehilangan sesuatu di senangi.
Menurut imam ahmad ibn hanbal, perkataan sabar disebut dalam al-quran di 70
tempat. Menurut ijma ‘ulama, sabar ini wajib dalam merupakan sebagian dari syukur.
Dikalangan para sufi sabar diartikan timpakannya sabar dalam menjalankan perintah-
perintah allah, dalam menjauhi segala larangannya dan dalam menerima segal
percobaan-percobaan yang ditimpakanya pada diri kita.
Sikap sabar sangat dianjurkan dalam ajaran Al-quran.
6.Tawakal
Secara umum pengertian tawakal adalah pasrah dan mempercayakan secara
bulat kepada allah, atau sikap berserah diri kepada allah. Manusia hanya
merencanakan dan mengusahakan, tetapi tuhan yang menentukan hasilnya.
Secara harfiah, tawakal berarti bersandar atau mempercai diri. Apabila di kembangkan
etimologinya; tawakal bermakna mempercayai diri secara utuh tanpa keraguan.
Bersandar dan mempercayai dan menyerahkan diri kepada allah.
7.Al-Rid ha
Menurut al-junaid ridha itu ialah meninggalkan usaha (tark al-ikhtiar)
sedangkan dzun al-nun al-mishri mengatakan bahwa ridha itu ialah menerima qadha’
dan qadar dengan kerelaan hati. Tanda-tanda orang yang ridha kata dzun al-nun ada
tiga:
1) meninggalkan usaha sebelum terjadi ketentuan
2) lenyapnya resah gelisah sesudah terjadinya ketentuan dan
3) cinta yang bergelora dikala turunnya malapetaka. Menurut abu ali al-daqqaq, ridha
adalah tidak keberatan terhadap qadha dan qadar allah. Sedangkan menurut syekh
jalaluddin ridha ialzah menerima dengan lapang dada.
Seorang sufi yang membangun dirinya dengan keridhoan kepada tuhannya akan
merasakan bahwa tuhan senantiasa memberikan makna berarti dalam berperilaku dan
beramal.
B. Al-Ahwal
Al-Ahwal jama’ dari kata al-hal,secara bahasa diartikan dengan kondisi batin
yang baik.Secara Bahasa Al Ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang
berarti keadaan atau sesuatu (keadaan rohani), menurut syekh Abu Nash As-sarraj, hal
adalah sesuatu yang terjadi yang mendadak yang bertempat pada hati nurani dan tidak
bertahan lama.
Intinya adalah, macam-macam pengertian ini diperkenalkan dengan maksud
sebagai bagian dari pentingnya disiplin dalam tasawuf, yang tujuan
perjalanan spiritual , baik itu pemahaman tentang Allah, keridhaanNya, Cinta-Nya
dapat dicapai dengan demikian, kesimpulan yang ditarik oleh para sufi berdasarkan
pemahaman mereka tentang konsep-konsep yang menyusun urut-urutan dan macam-
macam maqamat dan ahwal dan atau berdasarkan pengalaman yang mereka jalani
sendiri ketika menempuh jalan spiritual. Dengan demikian, tidak semua pejalan
spiritual harus mengikuti, menjalani, atau mengalami maqamat dan ahwal persis
sebagaimana disebutkan oleh para sufi itu untuk dapat mencapai tujuan perjalanan
spiritual. Yang pasti, dibutuhkan kualifikasi-kualifikasi spiritual yang terkait dengan
keadaan hati dan ketinggian akhlak untuk meraih hal itu. Dan semuanya itu diyakini
dibutuhkan upaya keras dan bersungguh-sungguh dalam melawan hawa
nafsu mujahadah serta latihan-latihan keruhanian riyadhah.dan Ahwal yang ditemui
dalam perjalanan sufi adalah sebagai berikut:
1. Muhasabah dan Muraqabah
Kedua hal ini dikaji secara bersamaan oleh sebagian sufi. Sebab, keduanya
memiliki fungsi yang sama yakni menundukan perasaan jasmani yang berasal dari
nafsu dan amarah. Dengan pengertian, kedua hal ini dapat dilakukan secara
bersamaan. Muhasabah (Introspeksi) Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw.,
bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi)
dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang
yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan
terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits
hasan’). Muhasabah dapat diartikan pemeriksaan diri secara terus-menerus, yakni
seorang mukmin meninjau kembali ucapan dan perbuatan setiap hari, setiap jam
apakah baik atau buruk (Fathullah Gulen, 2001: 28). Dalam hal ini kritik dirilah yang
dijadikan metode dalam pencarian kedalaman batin. Dan ini perlu usaha-usaha
spiritual dan intelektual guna memotivasi serta mengembangkan potensi kebaikan
pada diri.
muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:
1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hal
Allah swt. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan serampangan, tidak
semestinya.
2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalka daripada dikerjakan
. 3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, atas dasar apa ia melakukannya.
-Muraqabah(Keterjagaan)
Praktik sufi yang sangat penting ialah keterjagaan. Kata Arabnya muraqabah.
Ini dipraktikkan agar dapat menyaksikan dan menghaluskan keadaan diri sendiri.
Dengan praktik muraqabah timbul kepekaan yang kian lama kian besar yang
menghasilkan kemampuan untuk menyaksikan "pembukaan " di dalam. Muraqabah
yang terkonsentrasi dan maju terjadi dalam pengasingan diri (khalwat) .Selama
pengasingan, dan ketika "pembukaan " yang sesungguhnya terjadi, si pencari akan
menerima kekosongan dan ketidakterbatasan waktu yang luas dalam dirinya. Ini
merupakan kulminasi, boleh dikatakan, dari kesadaran diri dan keterjagaan diri, dan
awal dari apa yang dipandang sebagai proses kebangunan gnostik (makrifat) atau
pencerahan. Maksud dari semua ini ialah bahwa orang itu sadar setiap waktu tentang
keadaan di dalam batin yang tak terlukiskan, yang tak ada batasnya.
2. Al-Khauf dan ar raja’
Menurut kaum sufi,raja’ dan khauf berjalan seimbang dan saling
mempengaruhi,) Raja’ diartikan berharap atau optimisme , yaitu tenang dan
senangnya hati karena menunggu sesuatu yang dicintai.Karena keterbatasan bahasa,
maka yang paling mendekati artinya adalah harapan.) Ada tiga hal yang dipenuhi oleh
orang yang raja’ terhadap sesuatu. Yaitu: Mencintai yang diharapkannya. Takut akan
kehilangannya Usaha untuk Raja’ yang tidak disertai dengan tiga perkara di
atas,mendapatkannya hanyalah angan-angan semata. Setiap orang yang ber-raja’
pastilah ia orang yang ber-khauf (takut). Khauf adalah suatu sikap mental yang
merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir
kalau Allah tidak senang kepadanya. Menurut Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam
hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.
Menurut al Ghozali Khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat, diantaranya
adalah:
a)Tingkatan Qashir (pendek),Yaitu khauf seperti kelembutan perasaan yang dimiliki
wanita.
b)Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat kuat dan melewati
batas kewajaran dan menyebabkan kelemahan dan putus asa.
c)Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat terpuji, ia berada pada
khauf qashir dan mufrith.
Khauf (Takut kepada Allah) Abu Hafsh berkata, khauf /takut adalah cambuk
Allah s.w.t. yang digunakan-Nya untuk menghukum manusia yang berontak.
3. Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi
menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian
syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu
ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa
rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan
dan pengenalan terhadap Allah.
Abu Ali Daqaq mengatakan “Syauq adalah dorongan hati untuk bertemu dengan
yang dicintai dan kuatnya dorongan sesuai dengan kuatnya cinta dan cinta baru
berakhir setelah melihat dan bertemu.
4. Hubb(cinta)
Cinta dalam bahasa Arab disebut al-hubb atau mahabbah yang berasal dari kalimat
habba-hubban-hibban yang berarti waddahu, punya makna kasih atau mengasihi.
Dalam Al-Quran banyak dijumpai kata-kata al-hubb atau mahabbah yang bermakna
cinta. Diantaranya QS. Al-Baqarah [2]: 165. Al-Ghazali berkata, cinta adalah
kecenderungan naluriah kepada sesuatu yang menyenangkan. Al Junaid berkomentar
tentang cinta, ”cinta berarti merasuknya sifat-sifat sang kekasih mengambil alih dari
sifat-sifat pecinta. Sebenarnya untuk memahami mahabbah ini, tidak bisa disamakan
dengan istilah cinta yang biasa digunakan. Jelasnya, cinta di sini sangat berbeda
dengan pengertian cinta sesama makhluk Tuhan. Cinta yang dimaksud adalah cinta
hakiki dari hamba kepada khaliknya. Dengan kata lain, cinta itu perwujudan rasa
kedekatan jiwa dan raga seorang hamba dihadapan Tuhannya. Walau cinta merupakan
masalah asli dalam irfan (tasawuf), akan tetapi para arif mengaku bahwa mereka tidak
mampu memaknai dan mendefinisikan cinta. Ibnu Arabi yang mengaku bahwa cinta
adalah agama serta imannya, akan tetapi tentang cinta ia berkata: “Orang yang
mendefinisikan cinta, berarti ia belum tahu arti cinta.
5. Uns (intim)
Uns adalah sifat merasa selalu berteman, tidak pernah merasa kesepian (Anwar dan
Solihin, 2000: 76). Untuk mendeskripsikan uns ini, simak petikan syair sufistik
berikut: ”Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian.ia adalah orang yang selalu
memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta.
Seseorang yang merasakan Ush dibedakan menjadi tiga kondisi. Pertama,
hamba yang suka merasakan suka cita berzikir menginggat Allah dan merasakan
gelisa disaat lalai. Kedua seorang hamba yang senang dengan Allah dan gelisah
terhadap bisikan hati, dsb. Ketiga, yaitu kondisi yang tidak melihat lagi suka cita
karena adanya wibawa kedekatan kemuliaan dan mengagungkan di sertai dengan
sukacita.
C. Metode Irfani dalam tasawuf
Di samping melalui tahapan maqamat dan ahwal, untuk sampai pada tingkat
ma’rifat, para salik harus bersedia menempuh ikhtiar-ikhtiar tertentu, seperti riyadhah,
tafakur, tazkiat an-nafs,dan dzikrullah. Berikut penjelasan masing-masing bagian dari
metode irfani tersebut.
1. Riyadhah
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak
melakukan perihal yang mengotori jiwanya. Suatu pembiasaan biasanya dilakukan
terus-menerus secara rutin sehingga seseorang benar-benar terlatih, khususnya dalam
menahan diri agar jauh dari berbuat maksiat atau dosa 31. Dengan kata lain, riyadhah
dapat diartikan sebagai salah satu metode sufistik dengan latihan amal-amal positif
(salih) secara istiqamah dan mujahadah guna melenyapkan pengaruh negatif (maksiat)
dari jiwa yang terkontaminasi dosa.
2.Tafakur,(Refleksi)
Secara harfiah ’Tafakur’ berarti memikirkan sesuatu secara mendalam,
sistematis dan terperinci (Gulen, 2001: 34). Menurut Imam Al-Ghazali (dalam
Badri,1989), jika ilmu sudah sampai pada hati, keadaan hati akan berubah, jika hati
sudah berubah, perilaku anggota badan juga akan berubah. Perbuatan mengikuti
keadaan, keadaan akan mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran, oleh karena itu
pikiran adalah awal dari kunci segala kebaikan dan caranya adalah dengan bertafakur.
Bertafakur tentang ciptaan Allah s.w.t. merupakan ibadah mulia yang diserukan Islam.
Oleh karena itu, tidaklah heran jika dalam Al-Quran, dalam beberapa ayatnya, kita
menemukan perintah untuk bertafakur dan merenungkan segala ciptaan Allah s.w.t. di
langit dan di bumi. Tafakur dasarnya adalah ilmu sehingga Islam menganjurkan untuk
terus menerus mencari ilmu sebagai bahan tafakurnya.
Fase-fase dalam bertafakur
Menurut Badri (1989) perwujudan tafakur melalui 4 fase yang saling berkait yaitu:
Pengetahuan awal yang didapat dari persepsi empiris langsung yaitu melalui alat
pendengaran, alat raba, atau alat indera lanilla.
 Tadhawuk artinya pengungkapan rasa kekaguman terhadap ciptaan atau susunan
alam yang indah dari apa yang di lihat atau di dengar.
Penghubung antara perasaan kekaguman akan keindahan dengan pencipta yang
Maha Agung.
Syuhud artinya seseorang yang bertafakur, hatinya terbuka untuk menyaksikan
keagungan Allah dan dia bersaksi bahwa Dialah yang memberi segala kebaikan. Pada
fase ini setiapkali pandangan tertuju pada makhluk Allah, yang dilihatnya adalah
pencipta-Nya dan segala sifat keagungannya.
3.Tazkiyat,(An-Nafs)
Secara harfiyah (etimologi) Tazkiyat An-Nafs terdiri atas dua kata, yaitu
’tazkiyat’ dan ’an-nafs’. Kata ’tazkiat’, berasal dari bahasa Arab, yakni isim mashdar
dari kata ’zakka’ yang berarti penyucian (Ma’aluf dalam Solihin, 2003: 130). Kata
’an-nafs’ berarti jiwa dalam arti psikis. Dengan begitu dapat diketahui Tazkiyat An-
Nafs bermakna penyucian jiwa . Tazkiyat An-Nafs (membersihkan jiwa) merupakan
salah satu tugas yang diemban Rasulullah saw .
4..Dzikrullah
Istilah ’zikr’ berasal dari bahasa Arab, yang berarti mengisyaratkan,
mengagungkan, menyebut atau mengingat-ingat (Munawir dalam Solihin, 2004: 85).
Berzikir kepada Allah berarti zikrullah, atau mengingatkan diri kepada Allah sebagai
Tuhan yang disembah dengan sebaik-baiknya, Tuhan Maha Agung dan Maha suci.
BAB 3
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dalam ilmu tasawuf maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan
allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun
mujahadah. Di samping itu ,maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus
di tempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan allah swt.

B.Saran
Untuk memahami ilmu tasawuf khususnya dalam maqamat hendaknya tidak
hanya tertumpu pada satu literature saja. Oleh karena itu makalah ini semoga menjadi
pemacu orang-orang yang belum memahami ilmu tasawuf

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin nata. 1996. Akhlak tasawuf. Jakarta: rajawali pers.
Asmal may. 2001. Corak tasawuf syekh jalaliddin. Pekanbaru: susqa press.
A.rifay siregar. 2002. Tasawuf. Jakarta: rajagrafindo persada.
Khairunnas rajab. 2013. Agama kebahagiaan. Yogyakarta: pustaka pesantren.
2010. Obat hati. Yogyakarta: pustaka pesantren.
M. arrafie abduh. 2009. Ajaran tasawuf dan thariqat syathariyah. Pekanbaru: susqa
press.

Anda mungkin juga menyukai