Anda di halaman 1dari 47

PERILAKU PETANI BAWANG MERAH DALAM

PENGGUNAAN DAN PENANGANAN PESTISIDA SERTA


DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN
(STUDI KASUS DI DESA BATU NONI KECAMATAN
ANGGERAJA)

Diajukan Oleh:

RENITA AGUS

2120024

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA
MAKASSAR
2023
USULAN PENELITIAN

PERILAKU PETANI BAWANG MERAH DALAM


PENGGUNAAN DAN PENANGANAN PESTISIDA SERTA
DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN
(STUDI KASUS DI DESA BATU NONI KECAMATAN
ANGGERAJA)

Diajukan Oleh:

RENITA AGUS

2120024

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TAMALATEA
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................6

C. Tujuan Penelitian..................................................................................6

D. Manfaat penelitian.................................................................................6

1. Manfaat Teoritis.............................................................................6

2. Manfaat Kebijakan.........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8

A. Tinjauan Pustaka...................................................................................8

1. Tinjauan Teori Perilaku (Behavior)...............................................8

2. Tianjauan Teori Pestisida.............................................................10

3. Penggunaan dan Penanganan Pestisida........................................14

4. Dampak Pestisida terhadap Kesehatan dan Lingkungan.............20

B. Kerangka Konsep................................................................................26

C. Penelitian Terdahulu...........................................................................27

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................29

A. Desain Penelitian.................................................................................29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................29

C. Informan Penelitian.............................................................................29

D. Metode Pengumpulan Data.................................................................30

E. Teknik Analis Data.............................................................................31


F. Keabsahan data....................................................................................32

1. Validasi internal (kredibilitas).....................................................32

2. Validitas eksternal (Transferabilitas)..........................................34

Daftar Pustaka......................................................................................................36
DAFTAR TABEL

Gambar 5. 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan


pendidikan di puskesmas Bara-Baraya.............................................36

Gambar 5. 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan kelaurga di


Puskesmas Bara-Baraya....................................................................37

Gambar 5. 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Kepatuhan Vaksinasi di


Puskesmas Bara-Baraya....................................................................38

Gambar 5.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Vaksinasi di


Puskesmas Bara-Baraya....................................................................38

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia penggunaan pestisida telah banyak meningkat dan

menjaga produksi pertanian. Pada umumnya para petani dalam hal ini dunia

telah menggunakan pestisida untuk memerangi hama tanaman dengan

pertimbangan bahwa keberadaan hama dapat menghambat pertumbuhan

tanaman yang optimal, sehingga buah, biji, daun atau bagian tumbuhan lain

yang diambil tidak dapat dijangkau hasil yang maksimal seperti yang

diharapkan. Oleh karena itu perlu untuk mencari lebih lanjut informasi,

tentang seberapa baik penggunaan pestisida oleh petani dari berbagai daerah

di Indonesia adalah, melalui studi literatur. Beberapa penelitian di Indonesia

telah membuktikan hal tersebut merupakan masalah kesehatan pada petani

pengguna pestisida yang telah menggunakannya untuk waktu yang lama

dengan frekuensi tinggi.

Pestisida memainkan peran mendasar dalam melindungi tanaman dari

hama yang merusak dan memastikan tinggi hasil panen dan ketahanan

pangan (Djojosumarto, 2020). Di seluruh dunia, sekitar 5,6 miliar pon

pestisida diterapkan setiap tahun. Ketika produksi komoditas global

meningkat, penggunaan pestisida juga meningkat, baik di dalam maupun luar

negeri negara maju dan di negara berkembang seperti Indonesia .

Toksisitas adalah potensi suatu senyawa untuk menimbulkan penyakit

atau bahkan kematian, sedangkan risiko bahaya kesehatan mengacu pada

kombinasi dari toksisitas dan paparan racun selama penggunaan berlebihan.

1
2

Karena itu, petani, dibandingkan dengan sebagian besar pekerjaan, terpapar

lebih tinggi risiko bahaya kesehatan melalui kontak dengan residu pestisida.

Ini lebih mungkin diamati di antara petani yang terlalu sering menggunakan.

Keputusan oleh petani untuk menggunakan pestisida kimia secara berlebihan

dapat berakar pada tindakan perlindungan dan keamanan mereka yang sering

berasal dari mereka konteks, keyakinan (model keyakinan kesehatan), sikap,

dan niat (teori perilaku terencana).

Secara umum pestisida khususnya pestisida sintetik merupakan

biosida yang tidak hanya beracun bagi organisme/organisme pengganggu,

tetapi juga dapat menjadi racun bagi manusia yang bukan menjadi sasaran

penggunaan pestisida. Jika penggunaan pestisida tidak diimbangi dengan

perlindungan daya lekat kesehatan maka orang yang sering bersentuhan

dengan pestisida lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya, pestisida

meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida digunakan tetapi juga pada

saat persiapan atau setelah penyemprotan. Kecelakaan akibat pestisida pada

manusia sering terjadi, terutama yang dialami oleh orang yang langsung

melakukan penyemprotan (Mulyono, 2018). Mereka bisa mengalami pusing

saat menyemprot atau sesudahnya, atau muntah, mulas, mata berair, kulit

gatal dan perih, kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus yang berakhir

dengan kematian. Kejadian ini umumnya disebabkan oleh kurangnya

kepedulian terhadap keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa

pestisida adalah racun. Terkadang pekerja perkebunan tidak menyadari daya

racun pestisida, sehingga tidak memperhatikan keamanan saat menyimpan

dan menggunakannya.
3

Penggunaan pestisida sangat mempengaruhi kesehatan manusia di

lingkungan, setiap hari ribuan petani dan buruh tani keracunan pestisida dan

setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dalam pertanian

menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus

keracunan pestisida secara langsung, petani dan pekerja pertanian lainnya

terpapar (kontaminasi) pestisida pada proses pencampuran dan penyemprotan

pestisida (Djojosumarto, 2020). Penggunaan pestisida di Indonesia saat ini

mengalami perkembangan yang semakin meningkat, pestisida ini banyak

digunakan untuk membasmi hama dan penyakit tanaman, membersihkan

lingkungan dari serangga pembawa penyakit, mengawetkan bahan bangunan,

membasmi hama gudang dan lain sebagainya.

Studi terbaru yang diterbitkan dalam (WHO, 2020) , 385 juta orang di

bidang pertanian jatuh sakit karena keracunan pestisida akut setiap tahun.

Setelah keracunan, pekerja pertanian dan petani melaporkan gejala lemah,

sakit kepala hingga muntah, diare, ruam kulit, gangguan sistem saraf, dan

pingsan. Dalam kasus yang parah, jantung, paru-paru, atau gagal ginjal.

Tercatat 11.000 orang di bidang pertanian meninggal karena keracunan akut

setiap tahun, demikian menurut penelitian yang tidak menghitung kematian

akibat bunuh diri yang berhubungan dengan pestisida. Dalam jurnal kurang

dari 30 persen petani kecil di Ghana memakai sarung tangan, kacamata, dan

pelindung mulut atau hidung saat menangani pestisida. Di Ethiopia, hanya 7

persen petani yang menyadari peringatan untuk mencuci tangan setelah

menggunakan pestisida (WHO, 2020).

Indonesia sebagai negara agraris, sektor pertanian merupakan sektor


4

andalan dimana lebih dari 40 juta penduduk Indonesia bermata pencaharian

sebagai petani. Pestisida juga digunakan sebagai pilihan pertama untuk

membasmi organisme karena pestisida memiliki daya bunuh yang tinggi,

mudah digunakan dan cepat diketahui hasilnya. Namun jika penerapannya

tidak bijak maka dapat berdampak pada pengguna, hama sasaran, dan

lingkungan yang sangat berbahaya (Pestisida, 2016). Penggunaan pestisida

yang demikian merupakan ancaman, tidak hanya bagi lingkungan tetapi juga

bagi manusia yang terpapar baik petani penyemprot maupun konsumen.

Pestisida juga telah dikaitkan dengan asma, alergi, obesitas, dan gangguan

kelenjar endokrin, serta keguguran. Setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus

keracunan pada pekerja pertanian, dan 80% dari jumlah ini terjadi di negara

berkembang dengan tingkat kematian sebesar 5,5% atau sekitar 220.000 jiwa

(WHO, 2018).

Pestisida kimia banyak digunakan karena mempunyai kelebihan dapat

diaplikasikan dengan mudah dan hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang

relatif singkat serta dapat diaplikasikan dalam areal yang luas. Namun dalam

penggunaannya, petani seringkali masih menyalahi aturan dengan

menggunakan pestisida kimia dalam dosis yang masih melebihi takaran dan

bahkan mencampur beberapa jenis pestisida kimia dengan alasan untuk

meningkatkan daya racun pada hama dan penyakit tanaman. Sehingga, dosis

yang digunakan pun seolah tidak diperdulikan lagi dengan asumsi agar OPT

bisa dikendalikan. Akibat penggunaan pestisida yang tidak tepat atau

berlebihan dapat mengakibatkan keracunan bahkan kematian. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta


5

kasus keracunan pestisida kimia atau sekitar 68.493 kasus setiap hari.

Menurut Supardi, dkk (2021), pestisida adalah racun yang sangat

berbahaya bagi manusia sehingga faktor keamanan pemakaian pestisida perlu

mendapat prioritas. Idealnya pestisida kimia dapat membunuh serangga

pembawa penyakit dan hama pada tanaman, tetapi tidak beracun bagi

manusia dan makhluk hidup lainnya yang bukan merupakan target. Akan

tetapi kenyataannya tidaklah demikian, pestisida merupakan bahan yang

beracun sehingga sangat berbahaya apabila tidak dikelola dengan baik dan

benar terutama bagi petani yang dalam kegiatannya langsung berhubungan

dengan pestisida kimia. Tubuh yang sudah terpapar oleh pestisida kimia

berdampak pada komponen yang ada dalam tubuh manusia, salah satunya

adalah darah. Pestisida dapat menimbulkan abnormalitas pada profil darah

karena pestisida dapat mengganggu organ-organ pembentuk sel-sel darah

proses pembentukan sel-sel darah dan juga sistem.

Penelitian Kurniasih et al., (2013) pada petani hortikultura di Desa

Gombong Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang tahun 2013 didapatkan 19

petani (47,5%) mengalami keracunan akibat pestisida dan 17 petani (42,5%)

menderita anemia. Kejadian keracunan akibat pestisida dan anemia pada

petani di Desa Gombong dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik

lingkungan maupun perilaku petani itu sendiri. Hal serupa penelitian yang

dilakukan oleh Rangaan di India pada tahun 2010 didapatkan pengaruh

pestisida terhadap kadar hemoglobin, yaitu menyebabkan penurunan

produksi atau peningkatan penghancuran sel darah merah. Hal ini yang

membuat pembentukan methemoglobin di dalam sel darah merah, kemudian


6

hemoglobin menjadi tidak normal dan juga tidak dapat menjalankan

fungsinya dalam menghantar oksigen. Kehadiran methemoglobin dalam

darah akan menyebabkan penurunan kadar Hb di dalam sel darah merah

sehingga terjadi anemia hemolitik.

Di Indonesia menurut Data Sentra Informasi Keracunan Nasional

pada tahun 2016 menunjukkan 771 kasus keracunan pestisida. Pestisida golo

ngan organofosfat dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, ingesti, dan

kontak dermal. Organofosfat memiliki efek toksik pada sistem pernapasan

yaitu dapat menyebabkan gangguan fungsi paru obstruktif (Inten et al.,

2022). Dalam konteks ini, penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat

menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia, termasuk keracunan

akut petani (Yuantari et al., 2015), dan lingkungan. Di banyak negara

berkembang, program untuk mengendalikan pestisida paparan terbatas atau

tidak ada (Abdollahzadeh et al., 2015). Dengan demikian, telah Diperkirakan

hingga 25 juta pekerja pertanian di seluruh dunia menghadapi pestisida yang

tidak disengaja keracunan setiap tahun, terutama di daerah pedesaan di

negara berkembang (Fan et al., 2015). Kurangnya pengetahuan tentang

penanganan pestisida yang tepat dan penggunaan pestisida yang berlebihan

dianggap sebagai penyebab utama keracunan di tempat kerja (Okoffo et al.,

2016).

Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi sentra

komoditas bawang merah yang sudah dipasarkan ke seluruh pulau Indonesia.

Hal ini karena Enrekang mampu memproduksi bawang merah sebanyak 145

ribu ton setiap tahunnya atau setara dengan Rp 3 triliun (Pertanian, 2019).
7

Upaya peningkatan produksi seringkali menemui kendala berupa kejadian

Hama dan penyakit yang menyebabkan gagal panen atau hasil panen

mengurangi. Salah satu cara yang terbukti untuk meningkatkan produksi

bawang merah Merah sebagai salah satu langkah pemeliharaan tanaman

adalah dengan menggunakan Pestisida. Para petani berpikir bahwa dengan

penggunaan pestisida, tanaman mereka akan Hindari kerugian yang

disebabkan oleh serangan tubuh pembentuk tumbuhan yang mengganggu

Hama, penyakit dan gulma. Kebiasaan petani menggunakan pestisida

terkadang salah Sebagai aturan umum, selain dosis yang digunakan melebihi

takaran, petani juga sering Mencampur beberapa jenis pestisida untuk

meningkatkan kekuatan Racun untuk hama yang tumbuh. Pekerjaan seperti

itu memang sangat Berbahaya, karena dapat menyebabkan tingkat polusi

yang lebih tinggi di lingkungan oleh pestisida (Hernayanti, 2017). Menurut

(Pamungkas, 2016), penggunaan pestisida tertinggi adalah pada lahan

hortikultura yang diikuti dengan tanaman pangan. Frekuensi penyemprotan

pestisida Bisa sampai 3-5 kali seminggu menggunakan lebih dari 2 jenis

Pestisida bahkan sampai tujuh jenis pestisida

Hama dan penyakit terkait dengan tanaman bawang merah telah

menunjukkan tingkat peningkatan resistensi terhadap pestisida dalam

beberapa tahun terakhir. Keberhasilan modern pertanian dalam beberapa

dekade terakhir terutama telah mengorbankan konsekuensi yang luar biasa

untuk modal alam dan keamanan petani dan tanaman. Sebagai contoh, dalam

penelitian (Yildirim et al., 2014). mengaitkan peningkatan tingkat kanker

gastrointestinal dengan efek pestisida kimia di beberapa bagian di Turki.


8

Penelitian dari Pratama et al., (2021) menyatakan bahwa risiko bahaya

kesehatan dari pestisida tidak hanya tergantung pada mereka toksisitas tetapi

juga mencerminkan kemungkinan paparan selama berlebihan terlalu sering

digunakan.

Untuk melindungi kesehatan petani, lingkungan dan untuk

meningkatkan keberlanjutan pengendalian hama maka, pemahaman perilaku

petani dalam penggunaan serta penanganan pestisida sangat penting. Dengan

begitu perlu untuk melakukan analisis luas terhadap perilaku petani dalam

penggunaan pestisida dari survei terperinci terhadap rumah tangga pertanian

di berbagai daerah.. Dari beberapa uraian sebelumnya menarik penulis untuk

melakukan penelitian tentang perilaku petani bawang merah dalam

penggunaan dan penanganan pestisida serta dampaknya terhadap lingkungan

(Studi Kasus Di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana perilaku petani bawang merah penggunaan dan penanganan

pestisida di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja ?

2. Bagaimana dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan di Desa

Batu Noni Kecamatan Anggeraja ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perilaku petani bawang merah penggunaan dan

penanganan pestisida di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja.


9

2. Untuk mengetahui dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan

di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini penulis berharap bisa

memperluas pengetahuannya dan memberikan sumbangan informasi

mengenai perilaku petani bawang merah penggunaan dan penanganan

pestisida serta dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan di

Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja.

2. Manfaat Praktis

Bagi pemerintah dan institusi pelayanan kesehatan, hasil penelitian

ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam

penggunaan dan penanganan pestisida serta dampak penggunaan

pestisida terhadap lingkungan di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Teori Perilaku (Behavior)

a. Pengertian Perilaku

Perilaku secara umum merupakan bentuk aktivitas seseorang. Sedangkan

Robert Kwick menjelaskan bahwa perilaku adalah bagian dari tindakan manusia

yang dapat diamati atau dipelajari (Donsu, 2017). Dari segi biologi, perilaku

adalah aktivitas individu yang terbentuk dari hasil pengamatan. Sedangkan dari

segi operasional, perilaku adalah tanggapan individu ketika menerima rangsangan

dari luar, dan American Lopedia Encyclopedia menjelaskan bahwa perilaku

adalah bentuk aksi-reaksi yang dipengaruhi oleh lingkungan. Reaksi ini dikenal

sebagai rangsangan (Donsu, 2017).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan sebagai suatu proses

interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Hal ini merupakan salah satu

bentuk manifestasi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang untuk bertahan

hidup dan mempertahankan dirinya membutuhkan bantuan orang lain (Donsu,

2017). Adapun Beberapa Bagian Dari Perilaku, Antara Lain:

1) Pengetahuan

Pengetahuan petani adalah kemampuan untuk berkoordinasi dan menyusun

berbagai faktor pertumbuhan tanaman untuk mencapai hasil yang

diinginkan diinginkan. Perilaku penggunaan pestisida yang tidak sesuai

anjuran dapat terjadi disebabkan oleh petani itu sendiri, seperti

pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida yang salah. Pengetahuan

yang baik akan memberikan pertimbangan yang mengarah pada perilaku

10
11

yang baik dalam penggunaan pestisida seperti pengetahuan tentang bahan

aktifnya (Jannah et al., 2018). Bahan aktif adalah bahan kimia yang

terkandung dalam cairan mampu mengendalikan hama dan penyakit.

Curacron mengandung bahan aktif Profenofos dimana formulasi berupa

cairan pekat berwarna kuning kecoklatan (Wahyuni et al., 2019). Bahan

aktif profenofos adalah sejenis insektisida kelompok organofosfat

digunakan untuk melindungi tanaman dan mungkin tidak melebihi residual

maksimum (BMR).

2) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau tanggapan yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu objek (Prakoso & Fatah, 2018). Sikap dapat

diartikan sebagai gambaran kepribadian seseorang yang lahir melalui

gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap objek atau situasi di

sekitarnya. Sikap diklasifikasikan menjadi dua yaitu sikap positif dan sikap

negatif. Sikap positif adalah sikap yang menerima, menyetujui, mengakui,

dan melaksanakan norma-norma yang berlaku.

Sikap negatif adalah sikap yang menunjukkan penolakan atau

ketidaksetujuan terhadap norma berlaku di tempat individu (Sanjaya et al.,

2021). Sikap petani tergantung pada norma-norma yang terkandung dalam

kelompok petani. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bagi setiap

anggota kelompok tani memiliki sikap yang sama. Bisa jadi salah satu

anggota punya pendapat berbeda dengan yang lain namun tetap mematuhi

norma-norma yang berlaku di kelompok. Sikap terdiri dari beberapa

komponen yaitu komponen kognisi pengaruh dengan keyakinan, ide, dan

konsep, komponen terkait dengan kecenderungan emosional dan perilaku.

Beberapa faktor adalah mempengaruhi pembentukan sikap yaitu


12

pengalaman pribadi, media massa, usia, pengaruh orang lain, dan lembaga

pendidikan (Ayu A et al., 2020).

2. Tinjauan Teori Pestisida

a. Penegertian atas Pestisida

Istilah pestisida termasuk zat atau campuran zat yang dimaksudkan

untuk mencegah, menghancurkan, menolak, atau mengurangi hama atau

dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur tanaman, defoliant, atau

pengering. Polutan pestisida utama yang dapat dideteksi di air permukaan

dan air tanah adalah bahan aktif dan lembam serta produk degradasi yang

persisten. Pestisida dan produk degradasinya dapat memasuki tanah dan

air permukaan dalam larutan, dalam emulsi, atau terikat pada koloid tanah.

Secara istilah pestisida berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi

hama penyakit secara luas,sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang

berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis

adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu

sasaran.Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan

target termasuk tanaman,ternak dan organisma berguna lainnya (Marisa &

Pratuna, 2018). Dari pengertian tersebut maka dapat di dikatakan bahwa

pestisida adalah substansi kimia (bahan kimia, campuran bahan kimia atau

bahan-bahan lain) bersifat racun dan bioaktif yang digunakan untuk

membunuh atau mengendalikan berbagai hama, baik insekta, jamur

maupun gulma. Pestisida (Inggris = Pesticide) berasal dari kata pest yang

berarti organisme pengganggu tanaman (hama) dan cide yang berarti

mematikan atau racun.

Menurut USEPA (United States Environmental Protection Agency),


13

pestisida merupakan zat atau campuran yang digunakan untuk mencegah,

memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan,

tanaman dan mikro-organisme pengganggu (Djojosumarto, 2020).

Menurut The United State Federal Environmental Pesticide Control Act,

pestisida merupakan suatu zat yang fungsinya untuk memberantas atau

mencegah gangguan OPT diantaranya serangga, binatang pengerat,

nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap

hama pengganggu tanaman (Suradi, 2022).

b. Manfaat Pestisida

Pengertian pestisida menurut Permentan No. 24 Tahun 2011 adalah

semua bahan kimia, binatang maupun tumbuhan dan bahan lain serta jasad

renik dan virus yang digunakan untuk:

1) Pengendalian dan pencegahan hama atau penyakit yang merusak

tanaman,bagi tanaman,maupun hasil pertanian lainnya

2) Membasmi rerumputan

3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan lain yang tidak

diinginkan.

4) Mengatur dan merangsang pertumbuhan dan bagian- bagian

tanaman namun tidak termasuk pupuk.

5) Memberantas dan mencegah hama dari tanaman atau hewan

peliharaan.

6) Mencegah dan memberantas hama-hama air.

7) Memberantas dan mencegah binatang-binatang ataupun jasad

renik dalam lingkungan rumah tangga,maupun bangunan dan


14

alat-alat pengangkutan serta

8) Memberantas dan mencegah adanya binatang-binatang yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang

perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah

ataupun air.

c. Jenis Pestisida berasarkan kelompok

Pestisida secara umum dikelompokkan berdasarkan hama atau penyakit

sasaran, cara kerja, sifat fisik dan kandungan bahan aktifnya yakni.

1) Berdasarkan Hama atau Penyakit Sasaran :

a) Insektisida : Pestisida untuk mengendalikan serangga

pengganggu.

b) Herbisida : Pestisida untuk mengendalikan tumbuhan

pengganggu/gulma

c) Fungisida : Pestisida untuk mengendalikan jamur penyebab

penyakit tanaman.

d) Nematisida : Pestisida untuk mengendalikan nematoda /

cacing.

e) Akarisida : Pestisida untuk mengendalikan akarina /

tungau.

f) Rodentisida : Pestisida untuk mengendalikan hama Tikus.

g) Pisisida : Pestisida untuk mengendalikan siput atau bekicot.

h) Bakterisida : Pestisida untuk mengendalikan bakteri pada

tanaman.

2) Berdasarkan Cara Kerja :


15

a) Pestisida Racun Kontak, berarti mempunyai daya bunuh

setelah tubuh jasad terkena sasaran.

b) Pestisida Fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah

jasad sasaran terkena uap atau gas.

c) Pestisida Sistemik, berarti dapat ditranslokasi melalui

jaringan tanaman. Hama akan mati apabila mengisap atau

memakan jaringan tanaman.

d) Pestisida Lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah

jasad sasaran mekmakan pestisida.

3) Berdasarkan Sifat Fisik :

a) Cairan Emulsi, Pestisida golongan ini berbentuk cairan

emulsi karena berupa cairan perekat yang dapat dicampur

dengan air dan akan membentuk emulsi.

b) Pestisida Butiran (gramulars), biasanya digunakan sebagai

insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu

tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal.

c) Debu (Dust), komposisi pestisida ini biasanya terdiri atas

bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Formulasi ini

kurang banyak digunakan karena efektivitas mengenai

sasaran hanya antara 10 - 40 % saja.

d) Tepung (Powder), komposisi biasanya terdiri atas bahan

aktif dan bahan pembawa seperti tanah dan talek ( 50 – 75 %

).
16

e) Oli (Oil), Pestisida ini biasanya dapat dikenal dengan

singkatan SCO (Solluble Concentrate in Oil), biasanya

dicampur dengan larutan minyak seperti Xylen, Karosen atau

Aminoester.

f) Fumigansia (fumigant), pestisida ini berupa zat kimia yang

dapat menghasilkan gas, bau, uap asap yang berfungsi untuk

membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang

penyimpanan.

Selain penggolongan berdasar sifat-sifat pestisida, berdasarkan

ketahanannya dilingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan

atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan

pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Pestisida

yang termasuk organochlorines termasuk pestisida yang resisten

pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan

dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan,

contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH),

endrin. Pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang

mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi

di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin,

Gophacide dan lain-lain (Bonner & Alavanja, 2017).

3. Penggunaan dan Penanganan Pestisida

Penggunaan pestisida secara bijak dapat memberikan manfaat bagi

manusia, seperti dapat meningkatkan produksi tanaman karena

gangguannya disebabkan oleh hama dan penyakit pada tanaman menurun,


17

pasokan makanan akan kelestariannya terjaga karena hasil panen

meningkat, dan meningkat kesehatan, kualitas dan harapan hidup manusia

karena ketersediaan pasokan makanan berkualitas dan lingkungan yang

lebih baik.

Penggunaan pestisida masih dilakukan secara tidak bijak

mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan. Salah satu contoh dampak negatif terhadap lingkungan yaitu

mengurangi keanekaragaman hayati dan pencemaran lingkungan. Selain

itu Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan hama dan

penyakit tanaman menjadi resisten terhadap pestisida (Supriadi, 2013).

Pencampuran pestisida adalah kegiatan menggabungkan dua atau

lebih pestisida dalam satu larutan semprot. Pencampuran pestisida dapat

dilakukan antara dua atau lebih pestisida yang bahan aktifnya berbeda

atau antara pestisida yang berbeda jenis (nabati, hayati dan sintetik).

Aplikasi pestisida yang dicampur ke dalam tangki semprot dapat

digunakan secara bergantian selama musim tanam, pada satu waktu, atau

untuk membuat formula turunan dari pestisida dengan bahan aktif yang

berbeda (Yenni et al., 2022).

Penggunaan campuran pestisida memiliki beberapa keuntungan

seperti meningkatkan efektifitas kerja, mengurangi jumlah pestisida, dan

mengurangi potensi OPT menjadi resisten. Namun pencampuran pestisida

juga menimbulkan dampak negatif seperti keracunan tanaman (fitotoksik)

dan mengurangi efektivitas karena jenis pestisida yang digunakan bersifat

antagonis (Yenni et al., 2022). Pencampuran pestisida diperbolehkan


18

dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Tidak mencampur pestisida yang termasuk dalam golongan yang

sama.

b. Tidak mencampur pestisida yang memiliki cara kerja sama terhadap

organisme sasaran, misal mencampur pestisida racun kontak dengan

kontak, pestisida racun sistemik dengan sistemik.

c. Apabila pestisida berbentuk bubuk maka lebih baik dilarutkan

terlebih dahulu, baru kemudian ditambahkan dengan pestisida cair.

Apabila ketiga hal tersebut diperhatikan pada saat melakukan

pencampuran pestisida, maka akan dapat meminimalisir dampak negatif

yang ditimbulkan. Melakukan pencampuran beberapa merek dagang

pestisida dengan bahan aktif yang sama hanya akan mengakibatkan

pemborosan karena manfaat yang dimiliki sama. Selain itu, pencampuran

dua jenis bahan aktif yang sama akan meningkatkan jumlah residu yang

dihasilkan .

Penggunaan pestisida agar lebih efektif dalam menjalankan

fungsinya untuk mengendalikan hama dan patogen untuk mencegah

resistensi terhadap pestisida perlu memperhatikan 5 (lima) penanganan

tepat (Yani, 2019), yaitu:

a. Tepat sasaran

Tepat sasaran, yaitu mengetahui dengan pasti organisme sasaran

yang akan menjadi sasaran pengendalian. Gunakan jenis pestisida

yang sesuai dengan organisme sasarannya, karena tidak semua

pestisida efektif untuk semua hama.


19

b. Jenis dan mutu yang tepat

Jenis yang tepat, yaitu menentukan jenis pestisida yang tepat untuk

digunakan dalam pengendalian organisme sasaran. Selain itu,

gunakan pestisida yang terdaftar atau berizin, tidak kadaluwarsa,

memiliki wadah yang baik dan memperhatikan label kemasan yang

lengkap.

c. Tepat waktu

Tepat waktu, yaitu menentukan waktu yang tepat pada saat aplikasi

pestisida untuk mengendalikan organisme sasaran. Pengaturan

waktu dapat didasarkan pada fase rentan OPT, kepadatan populasi,

dan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang dimaksud seperti

tidak menyemprotkan pestisida saat hujan, kecepatan angin

kencang, dan saat cuaca panas.

d. Dosis atau konsentrasi yang tepat

Dosis atau konsentrasi yang tepat, yaitu menggunakan pestisida

sesuai dosis yang dianjurkan. Jika dosis yang digunakan kurang

maka akan menyebabkan hama sasaran tidak mati, bahkan menjadi

resisten karena lebih mudah beradaptasi dengan pestisida.

e. Cara aplikasi yang benar

Cara aplikasi yang benar yaitu menyemprotkan pestisida dengan

cara yang benar sesuai dengan bentuk dan jenis formulasi pestisida.

Selain itu perlu juga memperhatikan keberadaan organisme sasaran

yang dimaksud dan memperhatikan cuaca pada saat aplikasi.

Penanganan pestisida perlu memperhatikan dosis atau konsentrasi


20

pengaplikasian yang direkomendasikan. Informasi terkait dosis

penanganan pestisida dapat dilihat pada label cara penanganan yang ada

pada kemasan pestisida. Dosis yang tertera pada kemasan biasanya berupa

takaran seberapa banyak pestisida yang ditambahkan untuk dilarutkan per

liter air. Informasi terkait penanganan dosis takaran pestisida yang

direkomendasikan juga dapat dilihat pada rekapitulasi ijin pestisida yang

terdapat pada laman website www.pestisida.id. Penanganan pestisida yang

tidak sesuai dengan dosis yang direkomendasikan dapat berpengaruh

terhadap daya penanggulangan hama dan penyakit pada tanaman yang

dihasilkan. Apabila dosis terlalu rendah atau sedikit, maka hama atau

penyakit pada tanaman tersebut tidak berkurang karena daya racun yang

dihasilkan tidak maksimal. Namun apabila dosis yang diberikan terlalu

berlebih, meskipun secara cepat organisme sasaran akan berkurang, tetapi

seiring berjalannya waktu organisme sasaran akan resisten terhadap

kandungan racun pestisida. Selain itu, penanganan dosis yang berlebih

dapat meningkatkan kemungkinan organisme non target mengalami

keracunan dan lingkungan menjadi tercemar akibat tingginya residu kimia

yang dihasilkan (Yani, 2019).

Memperhatikan bahwa Pestisida dapat memberikan dampak negatif

terhadap Manusia maupun lingkungan, maka penggunaan Pestisida harus

dilaksanakan secara bijaksana dengan mentaati ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan. Prinsip-prinsip penggunaan Pestisida secara bijaksana

adalah sebagai berikut :

a. Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).


21

b. Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan menteri

pertanian.

c. Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi dan jenis

organisme sasaran yang diijinkan.

d. Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada label.

memperhatikan kaidah–kaidah keselamatan dan keamanan

penggunaan pestisida.

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa tidak semua petani

menggunakan pestisida sesuai dengan label atau cara penanganan yang

direkomendasikan pada kemasan. Ada sebagian petani yang menentukan

dosis pemakaian pestisida dengan mengikuti saran dari teman sesama

petani atau bahkan melakukan percobaan sendiri terkait takaran yang akan

digunakan. Sebanyak 40,7% petani di Kec.Penawangan menyatakan

bahwa tidak perlu membaca label pada kemasan, 64,8% menyatakan

bahwa penanganan pestisida berdasarkan petunjuk teman sesama petani

(Yuantari, 2013). Pada penelitian di Kabupaten Indramayu diketahui

bahwa presentase petani di Kecamatan Terisi 80%, Lelea 96,7% dan

Kroya 86.7% menyatakan bahwa penentuan dosis tidak sesuai dengan

label yang ada pada kemasan (Etmawati, 2016).

Frekuensi penyemprotan adalah seberapa banyak penyemprotan

pestisida yang dilakukan oleh petani dalam kurun waktu tertentu.

Frekuensi penyemprotan pestisida pada setiap jenis tanaman dapat

berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pestisida yang digunakan. Selain

jenis tanaman, iklim juga dapat mempengaruhi frekuensi penyemprotan


22

pestisida yang digunakan. Terjadinya perubahan iklim dapat

meningkatkan penggunaan bahan aktif pestisida dengan prediksi sebesar

60% (Yuantari et al., 2015).

Penelitian terhadap petani cabai di Kecamatan Baturiti terhadap

frekuensi penyemprotan pestisida diketahui bahwa dalam 1 musim tanam

90% petani melakukan penyemprotan lebih dari 12 kali, dan 10% petani

melakukan penyemprotan sekitar 10-12 kali dalam 1 musim. Frekuensi

penyemprotan pada setiap musim berbeda-beda, pada musim kemarau

penyemprotan dilakukan seminggu sekali. Sedangkan pada musim

penghujan penyemprotan akan lebih intensif yaitu 2-3 hari karena

tanaman akan lebih mudah terserang hama dan penyakit (Dewi et al.,

2017).

4. Dampak Pestisida terhadap Kesehatan dan Lingkungan

Penggunaan pestisida dapat mendapat risiko akibat kontaminasi

pestisida secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat

mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Pestisida merupakan

racun karena sifat senyawanya yang bioaktif. Meskipun telah melalui

pengujian yang ketat dalam pengadaannya secara komersial, namun karena

bersifat racun maka akan selalu mengandung risiko (bahaya) dalam

penggunaannya, baik risiko bagi manusia (keselamatan pengguna dan

konsumen) maupun lingkungan (Djojosumarto, 2000).

a. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan

Penggunaan pestisida dapat mencemari pengguna secara

langsung sehingga menyebabkan keracunan. Dalam hal ini,


23

keracunan dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu

keracunan akut ringan, keracunan akut berat, dan keracunan kronis.

Keracunan akut ringan menyebabkan pusing, sakit kepala, iritasi

kulit ringan, nyeri tubuh dan diare. Keracunan akut yang parah

menyebabkan gejala mual, menggigil, kram perut, kesulitan

bernapas, air liur, pupil menyempit dan denyut nadi meningkat.

Lebih jauh lagi, keracunan yang sangat parah bisa menyebabkan

pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera dirasakan

dan tidak menimbulkan tanda dan gejala yang spesifik. Namun,

keracunan kronis dalam jangka panjang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering

dikaitkan dengan penggunaan pestisida antara lain iritasi mata dan

kulit, kanker, keguguran, cacat lahir, serta gangguan saraf, hati,

ginjal, dan pernapasan.

Umumnya pestisida, terutama jenis organoklorin bersifat sangat

resisten terhadap degradasi mikroba. Oleh karena itu, pestisida dapat

terakumulasi pada lemak tubuh manusia dan terakumulasi di

lingkungan yang dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan

manusia (Kumar, 2012). Keracunan pestisida merupakan masalah

kesehatan yang serius yang terjadi diberbagai belahan dunia.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), selama

tahun 2002 tercatat bahwa peristiwa keracunan pestisida melalui

ingestion mengkibatkan sekitar 186.000 orang meninggal dunia dan


24

4.420.000 orang mengalami cacat.

Pestisida menimbulkan efek berbahaya bagi kesehatan tubuh.

Efek bahaya yang ditimbulkan tergantung pada jenis pestisida yang

digunakan. Paparan kronis yang ditimbulkan pestisida dapat

menimbulkan efek terhadap kulit, mata, nervous system, sistem

kardiovaskular, saluran pencernaan, hati, ginjal, sistem reproduksi,

sistem endokrin dan darah. Selain itu pestisida juga dapat berbahaya

bagi sistem imunitas, dan beberapa jenis pestisida tua dapat

menyebabkan kanker The World Health Organization (WHO),

2010).

Manusia dapat terkontaminasi atau terpapar oleh pestisida

melalui beberapa jalur, kulit (dermal), mulut (oral atau ingestion)

dan penapasan (inhalation).

1) Dermal

Penyerapan pestisida melalui kulit dapat terjadi akibat

percikan atau tumpahan yang terjadi saat menangani

(mencampur, memuat, atau membuang) pestisida. Tingkat

bahaya yang terjadi akibat penyerapan pestisida melalui kulit

(dermal) tergantung pada toksisitas pestisida, lama paparan,

formulasi pestisida, dan bagian tubuh yang terkontaminasi.

Pestisida berbentuk bubuk, debu atau granular tidak mudah

diserap melalui kulit dan jaringan tubuh lainnya dibandingkan

dengan pestisida dengan formulasi cair. Pestisida cair yang

mengandung pelarut (pelarut orgnik) dan pestisida berbasis


25

minyak biasanya lebih cepat diserap dibandingkan dengan

pestisida kering (Damalas, 2016).

2) Oral atau Ingestion

Paparan pestisida melalui mulut (oral) dapat terjadi secara

tidak sengaja maupun secara sengaja. Paparan terjadi secara

sengaja ketika produk ketika individu secara sengaja

mengonsumsi produk pestisida dengan niat membahayakn

dirinya. Paparan melalui mulut juga dapat terjadi ketika

sebelum makan atau merokok tidak mencuci tangan dengan

benar. Selain itu pestisida dapat tertelan secara tidak sengaja,

ketika penyimpanan pestisida tidak dilakukan dengan benar,

misal disimpan pada wadah makanan. Bahanbahan yang

terkandung dalam pestisida tersebut setelah tertelan maka

akan diserap disepanjang saluran pencernaan, terutama pada

usus kecil. Setelah terserap, maka bahan-bahan tersebut akan

menuju aliran darah dan kemudian dengan mudah

terdistribusikan ke seluruh tubuh. Dengan demikian, pestisida

dapat menyebabkan penyakit serius, cedera parah, atau

bahkan kematian (Damalas, 2016).

3) Inhalation

Pestisida yang masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi dapat

menyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan dan

jaringan paru-paru. Pestisida dapat dengan cepat meyerap

melalui jalur ini sehingga risiko paparan terhadap pernapasan


26

dapat meningkat. Potensi terbesar keracunan pestisida melalui

paparan inhalasi adalah dengan uap atau partikel yang sangat

halus dari larutan penyemprotan. Paparan pestisida akan

rendah ketika melakukan penyemprotan larutan pestisida

encer menggunakan alat penyemprotan konvensional karena

pada umumnya akan menghasilkan ukuran tetesan yang lebih

besar. sebaliknya, potensi paparan inhalasi akan meningkat

ketika peralatan penyemprotan dengan volume rendah

digunakan untuk menyemprot bahan terkonsentrat, sehingga

menghasilkan ukuran tetesan yang lebih kecil (Damalas,

2016). Selain ketika jalur paparan tersebut, ternyata pestisida

juga dapat membahayakan ketika mengenai mata. Mata

sangat sensitif terhadap penyerapan, sehingga apabila

pestisida kontak dengan mata dapat mengakibatkan ancaman

langsung, mulai dari iritasi, kebutaan bahkan hingga

kematian. Dengan demikian, untuk menghindari terjadinya

paparan pestisida terhadap anggota tubuh maka saat

menggunakan pestisida diharuskan untuk menggunakan alat

perlindungan diri.

b. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan

Kadar pestisida yang berlebihan pada lingkungan dapat

menjadi penyebab terganggunya kelestarian lingkungan sehingga

timbul pencemaran baik terhadap air, tanah, maupun udara.

Terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara langsung,


27

terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai

makanan, menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme

melalui rantai makanan (bioakumulasi), pada kasus pestisida yang

persisten (bertahan lama), konsentrasi pestisida dalam tingkat trofik

rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi (bioakumulasi),

Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak langsung

melalui rantai makanan, timbulnya hama baru, bisa hama yang

selama ini dianggap tidak penting maupun hama yang sama sekali

baru.

Pencemaran lingkungan yang terjadi dapat mengganggu

sistem kehidupan pada org,anisme lainnya yang ada di biosfer.

Penggunaan pestisida dari golongan organofosfat seperti diazinon,

parathion dan chlorvinphos dapat menurunkan populasi Acarina sp,

namun dapat meningkatkan populasi Collebola sp. Dengan

demikian, apabila penggunaannya tidak sesuai dosis yang

dianjurkan dapat mengganggu keberlangsungan hidup kedua

populasi tersebut dan mengganggu ekosistem yang ada (M.

Yuantari, 2009).

Salah satu kasus pencemaran pestisida pada perairan terjadi di

Sungai Ciliwung, Jawa barat. Sungai yang mengalir melewati

daerah Bogor, Depok, dan Jakarta tersebut memiliki kandungan

residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi sekitar 0,7- 4 μg/L.

Selain itu pada perairan yang digunakan untuk budidaya perikanan

di Sukabumi, Jawa Barat, juga ditemukan kandungan residu


28

organoklorin dan karbamat (MIPC,BPMC, karbofuran). Keberadaan

residu tersebut dipengaruhi oleh aktifitas pertanian yang ada di

sepanjang daerah aliran sungai. Beberapa residu organoklorin,

organofosfat, piretroid, dan karbamat juga ditemukan pada tanah di

kolam budidaya ikan tersebut (Taufik, 2011). Beberapa golongan

pestisida bersifat persisten, sehingga bahan aktifnya dapat bertahan

lama di lingkungan dan tidak mudah terdegradasi.

B. Kerangka Teori

Penanganan dampak pestisida terhadap Kesehatan dan


Penggunaan Pestisida oleh Lingkungan (Yani, 2019):
petani bawang merah (Yani, a. Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
2019): b. Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan
a. Tepat sasaran menteri pertanian.
b. Jenis dan mutu yang tepat c. Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi
c. Tepat waktu dan jenis organisme sasaran yang diijinkan.
d. Dosis atau konsentrasi yang d. Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada
tepat label. memperhatikan kaidah–kaidah keselamatan dan
Cara aplikasi yang benar keamanan penggunaan pestisida.

Perilaku Petani Bawang Merah dalam


Penggunaan dan Penanganan Pestisida

Gambar : 2.1 Kerangka Konsep


29

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitilan adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terdapat konsep yang lainnya, atau

antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin

diteliti (Notoatmodjo, 2018).

Perilaku Petani Bawang


Merah

Penggunaan Pestisida Penanganan Pestisida


oleh petani bawang oleh petani bawang
merah merah

Dampak Pestisida terhadap


Lingkungan:

Hasil Penelitian

Penarikan Kesimpulan

Gambar : 2.2 Kerangka Konsep


30

D. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Penelitian Hasil


Peneliti
1. Ameriana,M Perilaku Petani Perilaku petani tomat dalam
(2018) Sayuran dalam menggunakan pestisida kimia
Menggunakan dipengaruhi oleh :
Pestisida Kimia 1. Persepsi terhadap risiko, semakin
tinggi persepsi terhadap risiko maka
semakin tinggi kuantitas pestisida
kimia yang digunakan
2. Persepsi ketahan kultivar tomat
terhadap OPT, semakin rendah
ketahanan suatu kultivar maka
semakin tinggi kuantitas pestisida
yang digunakan
3. Pengetahuan tentang bahaya
pestisida, semakin rendah
pengetahuan tentang bahaya
pestisida maka sem
2. Dio Prananda Pemetaan Tingkat Tingkat risiko terhadap kesehatan
(2017) Risiko Penggunaan pada area studi secara umum yaitu
Pestisida Pada Area 46% risiko sedang, 30% risiko rendah,
Pertanian di 13% risiko sangat inggi dan 11%
Kec.Cangkringan, risiko tinggi. Perbandingan risiko pada
Sleman dua desa studi menunjukkan bahwa
Desa Wukirsari memiliki tingkat
risiko tinggi hingga sangat tinggi lebih
dominan dibandingkan dengan Desa
Argomulyo
3. Ishwar Pesticide Dampak pestisida terhadap
Chandra Classification and Its lingkungan, mengenai organisme non-
Yadav Impact on Human target, hilangnya keanekaragaman
(2017) and Environment hayati, mencemari tanah dan
tumbuhan mikro, mencemari air dan
31

ekosistem air.
4. Francisco Pesticides : Pestisida biasa digunakan pada
Prieto Classification, Uses kegiatan pertanian, dunia kesehatan,
Garcia, dkk. and Toxicity. peternakan , pemeliharaan area hijau,
(2012) Measures of pemeliharaan cadangan air, industri,
Exposure and dan domestik (rumah).  Sumber
Genotoxic Risk paparan pestisida terbesar berasal dari
kegiatan pertanian. Sumber paparan
pestisida terhadap manusia dapat
melalui makanan, udara, air, tanah,
tumbuhan, dan hewan.  Pestisida
yang masuk ke dalam tubuh manusia
dan terdistribusi kedalam aliran darah,
dan tereliminasi melalui urin, fases,
dan hembusan napas.
5. Christos A. Farmers Exposure to Petani memiliki risiko terpapar
Damalas dan Pesticides : Toxicity pestisida dibandingkan dengan
Spyridon and Ways of konsumen. Petani terpapar pestisida
D.Koutrouba Prevention ketika melakukan persiapan dan
s (2016) pengaplikasian pestisida pada lahan
pertanian. Kegiatan seperti
pengadukan, pengangkutan, dan
penyemprotan mengakibatkan petani
terkena tumpahan dan percikan bahan
kimia pestisida secara langsung.
Petani juga dapat terpapar pestisida
secara tidak langsung melalui residu
yang terdapat di sekitar tempat
tinggal, tanah, dan tanaman. Pestisida
lebih banyak terpapar melalui jalur
dermal dan inhalasi. Untuk
mengurangi paparan pestisida dapat
dilakukan petani dengan
menggunakan baju perlindungan,
seperti masker dan sarung tangan.
32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini juga disebut dengan feasibility

study yang bermaksud untuk memperoleh data awal (Rukin, 2019).

Penelitian deskriptif merupakan mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi

tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Penelitian dengan metode deskriptif

biasanya dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi kasus untuk

menggambarkan perilaku daripada menggunakan data yang bisa dianalisis

secara statistik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi untuk penelitian dilakukan di Desa Batu Noni, Kecamatan

Anggeraja, Kabupaten Enrekang. Lokasi ini sengaja di pilih secara sengaja

dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah dengan

potensi bawang merah yang cukup menonjol. Penelitian akan dilakukan pada

bulan Mei hingga Juni 2023.

C. Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi

33
34

ataupun sampel seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian

kualitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui

suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh

informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan,

keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memenuhi persoalan

atau permasalahan. Dalam hal ini peneliti akan menentukan 5 orang petani

bawang merah di Desa Batu Noni.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan dan peninjauan langsung pada

kegiatan-kegiatan usaha gula aren tersebut pada pemilik usaha dan

tenaga kerjanya guna memperoleh informasi, gambaran mengenai

keadaan dan keterangan yang dapat menunjang penelitian ini..

b. Wawancara langsung, yaitu dalam hal ini wawancara langsung (Tanya

jawab) pada petani bawang merah Desa Batu Noni yang berhubungan

langsung dengan data-data yang dibutuhkan.

c. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data melalui dokumen- dokumen

yang diperoleh dalam bentuk catatan-catatan atau gambar yang dapat

memberikan keterangan yang lebih lengkap sehubungan dengan analisis

pendapatan usaha gula aren di Desa Batu Noni Kecamatan Anggeraja,


35

Kabupaten Enrekang..

E. Teknik Analis Data

Menganalisis data penelitian merupakan suatu langkah yang sangat

kritis. Apakah menggunakan data statistic atau non statistic. Analaisis data

adalah proses mengatur aturan data, mengorganisasikannya kedalam suatu

pola. Kategori dan satuan uraian sehingga dapat ditentukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini

analisis data dilakukan secara berkesinambungan dari awal sampai akhir

penelitian, baik dilapangan maupun diluar lapangan dengan mempergunakan

teknik seperti yang dikemukan oleh Miles dan Hubermen.

a) Reduksi data

Reduksi data yaitu abstraksi selutuh data yang diperoleh dari seluruh

catatab lapangan hasil observasi wawancara dan pengkajian dokumen.

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis data yang menajamkan,

mengharapkan hal-hal penting, menggolongkan mengharapkan,

membuang yang tidak dibutuhkan dan mengorganisasikan data agar

sistematis serta dapat membuat satu simpulan yang bermakna. Jadi, data

yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan pengkajian

dokumen dikumpulkan dengan tidak menghilangkan nilai data itu

sendiri.

b) Penyajian data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam pengambilan

tindakan. Proses penyajian data ini mengungkapkan secara keseluruhan


36

dari sekelompok data yang diperoleh agar mudah dibaca dan dipahami,

yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

c) Penarikan kesimpulan

Kesimpulan akan muncul bergantung pada besarnya kumpulan catatan

lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan kecakapan peneliti, tetapi

seringkali kesimpulan itu telah dirumuskan sebelumnnya sejak awal.

F. Keabsahan data

Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini, maka

dilakukan beberapa cara yakni sebagai berikut.

1. Validasi internal (kredibilitas)

Validasi internal merupakan ukuran tentang kebenaran data yang

diperoleh dengan instrument, yakni apakah instrument itu sungguh-sungguh

mengukur variable yang sesungguhnya. Bila ternyata instrument tidak

mengukur apa yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak

sesuai dengan kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat

dipercaya, atau dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas, validitas

internal (kredibilitas) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a) Memperpanjang masa observasi

Memperpanjang masa observasi yang dimaksudkan untuk mendeteksi

dan memperhitungkan distorsi yang mungkin merusak data. Distorsi

bisa terjadi karena unsur kesenjangan seperti bohong, menipu, dan

berpura-pura oleh subyek, informan, key informan. Unsur kesengajaan


37

dapat berupa kesalahan dalam mengajukan pertanyaan, motivasi, hanya

untuk menyenangkan atau menyedihkan peneliti. Dengan demikian,

factor-faktor yang menyebabkan kekeliruan dalam penelitian dapat

berkurang karena masa waktu yang lama memicu peneliti untuk

senantiasa memperbaharui data yang dimiliki.

b) Melakukan pengamatan terus menerus

Dengan pengamatan terus menerus dan bersifat berkelanjutan, peneliti

akan dapat memperhatikan sesuatu dengan lebih cermat, terinci dan

mendalam, pengamatan yang terus menerus, akhirnya akan dapat

menemukan mana yang diamati dan mana yang tidak perlu diamati

sejalan dengan usaha pemerolehan data. Pengamatan dilakukan untuk

dapat menjawab pertanyaan peneliti tentang focus yang diajukan.

c) Trianggulasi data

Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh

dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian dilapangan, trianggulasi

data dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode,

artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini

antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh

dari hasil wawancara dengan infroman dan key informan.

d) Membicarakan dengan orang lain

Maksud dari cara ini adalah mendiskusikan hasil data dengan orang lain
38

yang paham dengan penelitian yang sedang dilakukan untuk

mengumpulkan infromasi- informasi yang lebih konkret dan sesuai.

e) Menganalisis kasus negative

Menganalisis kasus negative maksudnya ialah dengan mencari tahu

kebenaran dari suatu data yang dikatakan, apakah benar atau tidak oleh

suatu sumber data dan apakah data tersebut diolah oleh sumber data

yang lainnya.

f) Menggunakan bahan referensi

Sederhananya adalah dengan cara menggunakan bahan referensi lain

sebagai pembanding dan untuk lebih mempertajam analisis data.

g) Mengadakan member check

Tujuan mengadakan member check adalah agar informan yang telah

diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan dapat sesuai

dengan apa yang dimaksud oleh informan dan key infroman. Untuk itu

dalam penelitian ini member check dilakukan disetiap akhir wawancara

dengan cara mengulangi secara garis besar jawaban atau pandangan

sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang apa yang telah

dikatakan oleh masing-masing infroman. Tujuan ini dilakukan agae

infroman dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka,

mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check

dalam penelitian ini dilakukan selama penelitian berlangsung sewaktu

wawancara secara formal maupun informal.

2. Validitas eksternal (Transferabilitas)

Validitas eksternal berkenan dengan masalah generalisasi, yakni


39

sampai dimanakah generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi

khusus kasus lain diluar penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti

tidak dapat menjamin keberlakuan hasil penelitian pada subjek lain. Hal

ini disebabkan karena penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk

menggeneralisir, karena dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan

sampling acak, atau senantiasa bersifat pursosive sampling (telah

ditentukan seumbernya).
Daftar Pustaka

Bonner, M. R., & Alavanja, M. C. R. (2017). Pesticides, human health, and food
security. In Food and Energy Security (Vol. 6, Issue 3).
https://doi.org/10.1002/fes3.112

Djojosumarto, P. (2020). Pengetahuan Dasar Pestisida Pertanian dan


Penggunaannya. In PT AgroMedia Pustaka.

Hernayanti. (2017). Bahaya Pestisida Terhadap Lingkungan.


Harian.Analisadaily.Com.

Inten, A. A. I., Handayani, S., & Balyas, A. B. (2022). LITERATURE REVIEW :


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ORGANOFOSFAT DENGAN PARU
OBSTRUKTUF. Jurnal Kedokteran Universitas Palangka Raya, 10(2).
https://doi.org/10.37304/jkupr.v10i2.5719

Kurniasih, S. A., Setiani, O., & Nugraheni, S. A. (2013). Faktor-faktor yang


Terkait Paparan Pestisida dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada
Petani Hortikultura di Desa Gombong Kecamatan Belik Kabupaten
Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 12(2).

Mulyono, D. (2018). PENCEMARAN PESTISIDA DALAM BUDIDAYA


PERTANIAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA. Jurnal Rekayasa
Lingkungan, 5(3). https://doi.org/10.29122/jrl.v5i3.1897

Notoatmodjo. (2018). Jenis dan Desain Penelitian. Penelitian Deskriptif Adalah.

Okoffo, E. D., Mensah, M., & Fosu-Mensah, B. Y. (2016). Pesticides exposure


and the use of personal protective equipment by cocoa farmers in Ghana.
Environmental Systems Research, 5(1). https://doi.org/10.1186/s40068-016-
0068-z

Pamungkas, O. S. (2016). Bahaya Paparan Pestisida terhadap Kesehatan Manusia.


Bioedukasi, 14(1).

Pertanian, K. (2019). Warta Pertanian, Menuju kedaulatan pangan. In Majalah

40
41

Warta Pertanian: Vol. I.

Pestisida, D. P. dan. (2016). Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Kementrian


Pertanian Republik Indonesia.

Pratama, D. A., Setiani, O., & Darundiati, Y. H. (2021). STUDI LITERATUR :


PENGARUH PAPARAN PESTISIDA TERHADAP GANGGUAN
KESEHATAN PETANI. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung,
13(1). https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v13i1.1840

Rukin. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. In Yayasan Ahmar Cendekia


Indonesia.

Suradi, A. R. (2022). PERILAKU PETANI DALAM PENGGUNAAN


PESTISIDA KIMIA DI KABUPATEN ENREKANG. Jurnal Sains
Agribisnis, 2(1). https://doi.org/10.55678/jsa.v2i1.667

Surya Utami Dewi, I. G. A., Mahardika, I. G., & Antara, M. (2017). RESIDU
PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT KOMODITAS BUAH
CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PADA BERBAGAI LAMA
PENYIMPANAN. ECOTROPHIC : Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal of
Environmental Science), 11(1).
https://doi.org/10.24843/ejes.2017.v11.i01.p06

Tensiana Tima, M., & Nerius Supardi, P. (2021). Analisis Senyawa Metabolit
Sekunder Ekstrak Daun Ruba Re’e dan Uji Aktivitasnya sebagai Pestisida
Nabati (Analysis Secondary Metabolite Compounds of Ruba Re’e Leaves
Extract and It’s Activity as Natural Pesticides). Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, 18(2). https://doi.org/10.20886/jpht.2021.18.2.125-136

WHO. (2018). Who, 2018. In WHO. (2018). Who, 2018. In Mathematics


Education Journal (Vol. 1, Issue 1, p. 75).
http://dx.doi.org/10.1016/j.biotechadv.2010.07.003%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.scitotenv.2016.06.080%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.bbapap.2013.06.007%0Ahttps://www.fronti (Vol. 1, Issue 1).
42

WHO. (2020). The WHO Recommended Classification of Pesticides by Hazard


and guidelines to classification. In World Health Organization.

Yani, A. (2019). Pengertian, Prinsip Dasar dan Konsep Pengendalian Hama


Terpadu (PHT). Cybex.Pertanian.Go.Id.

Yenni, M., Sugiarto, Wuni, C., & Milenia, T. A. (2022). FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PESTISIDA PADA
PETANI. Jurnal Inovasi Penelitian, 3(7).

Yildirim, M., Kaya, V., Yildiz, M., Demirpence, O., Gunduz, S., & Dilli, U. D.
(2014). Esophageal cancer, gastric cancer and the use of pesticides in the
Southwestern of Turkey. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 15(6).
https://doi.org/10.7314/APJCP.2014.15.6.2821

Yuantari, M. G. C., Widianarko, B., & Sunoko, H. R. (2015). Analisis Risiko


Pajanan Pestisida Terhadap Kesehatan Petani. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
10(2). https://doi.org/10.15294/kemas.v10i2.3387

Anda mungkin juga menyukai