Tugas Akhir
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma DIV Gizi
OLEH :
NUR DIANA
NIM.P00313021051
TUGAS AKHIR
SKRIPSI
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
ii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI UJIAN AKHIR PROGRAM
Tugas Akhir
Skripsi
Mengetahui
Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kendari Ketua Program Studi D.IV Gizi
Sri Yunanci, VG, SST, MPH Dr. S. Akbar Toruntju, SKM, M.Kes
NIP. 19691006199293992 NIP. 196910061992932992
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang
NIM : P00313021.051
Tanggal :
Yang menyatakan,
Nur Diana
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH
Sebagai civitas Poltekes Kemenkes Kendari, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NIM : P00313021.051
Program Studi/Jurusan : Diploma IV/Gizi
Judul Skripsi : Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Kualitas MP-ASI
Dan Pola Makan Dengan Status Gizi Baduta (6-24
Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten
Muna
Menyatakan bahwa setuju untuk memberikan kepada Poltekes Kemenkes Kendari Hak
Bebas Royalti Non Eksekutif atas Skripsi saya yang berjudul :
“HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA
MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksekutif
ini dalam ventuk pangkalan data (database), merawat,dan mempublikasikan skripsi
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di Kendari
Pada Tanggal
(NUR DIANA)
v
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA
MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARIGI
KABUPATEN MUNA
RINGKASAN
Nur Diana
Latar Belakang: Bayi merupakan periode emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat mencapai puncaknya pada usia 24 bulan. Periode emas pada
kehidupan anak dapat tercapai optimal apabila ditunjang dengan asupan nutrisi yang tepat sejak
lahir dalam dua tahun pertama. Air Susu Ibu (ASI) sebagai satu-satunya nutrisi bayi sampai usia
enam bulan yang dianggap sangat berperan penting untuk tumbuh kembang.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan desain
cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah baduta(0-24 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Parigi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional random
sampling.
Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan
status gizi baduta (6-24 bulan) (p=0,009), ada hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi
baduta (6-24 bulan) (p=0,005) dan ada hubungan antara pola makan dengan status gizi baduta
(6-24 bulan) (p=0,038).
Kata Kunci : Frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, pola makan, status gizi baduta (6-24
bulan)
vi
RELATIONSHIP BETWEEN FREQUENCY OF BREAST FEEDING, QUALITY
OF MP-ASI AND EATING PATTERN WITH NUTRITIONAL STATUS
UNDER DUTA (6-24 MONTHS) IN THE WORKING AREA
OF THE PARIGI PUSKESMAS
MUNA DISTRICT
ABSTRAC
Nur Diana
Background: Baby is a golden period because during this period there is rapid growth and
development which reaches its peak at the age of 24 months. The golden period in a child's life
can be achieved optimally if it is supported by proper nutrition from birth in the first two years.
Mother's Milk (ASI) as the only nutrition for babies up to the age of six months is considered
very important for growth and development
Research purposes: Knowing the relationship between the frequency of breastfeeding, the
quality of MP-ASI, and eating patterns with the nutritional status of under-fives in the working
area of the Parigi Health Center, Muna Regency
Research Methods: This research is an observational analytic study with a cross sectional
study design. The sample in this study were baduta (0-24 months) in the working area of the
Parigi Health Center. The sampling technique used is proportional random sampling.
Research Results: Shows that there is a relationship between the frequency of breastfeeding
and the nutritional status of under-fives (6-24 months) (p=0.009), there is a relationship between
the quality of MP-ASI and the nutritional status of under-fives (6-24 months) (p=0.005) and
there is a relationship between pattern eating with the nutritional status of under-fives (6-24
months) (p=0.038.
Suggestion: The results of this study are expected to provide input to the puskesmas in
conducting interventions and monitoring of posyandu-posyandu related to breastfeeding, MP-
ASI and nutritional status in infants, under-fives and toddlers.
Keywords: Frequency of breastfeeding, quality of MP-ASI, diet, nutritional status for under-
fives (6-24 month)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan
Frekuensi Pemberian ASI, Kualitas MP-ASI Dan Pola Makan Dengan Status Gizi
Baduta (6-24 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna” sebagai
Selama proses penyusunan skripsi ini berbagai kesulitan dan hambatan yang
penulis hadapi, namun berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak sehingga pada
akhirnya dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis dengan segala kerendahan dan
Kendari.
2. Ibu Sri Yunanci V.G., MPH selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari.
4. Ibu Astati, SST, M.Kes, selaku pembimbing ke 2 yang penuh keikhlasan memberi
Ucapan terima kasih yang tidak ternilai harganya penulis persembahkan kepada
suami Muh Aslam Nur, S.Pi dan anakku Muhammad Arkana Aslam yang telah
memberikan doa, dan support dan teman-teman angkatan 2020 Jurusan Gizi yang
viii
selalu memberikan motivasi, dukungan moril hingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu saran kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulis sangat
diharapkan. Atas saran dan kritik, penulis ucapkan banyak terima kasih.
Kendari, 2023
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ………………………………………………………………………..v
ABSTRAC ……………………………………………………………………………vi
BAB I PENDAHULUAN
x
E. Kerangka Teori ................................................................................................43
F. Kerangka Konsep..............................................................................................44
G. Hipotesis .........................................................................................................44
A. HASIL ………………………………………………………………………..56
B. PEMBAHASAN ……………………………………………………………..61
A. KESIMPULAN ……………………………………………………………….66
B. SARAN ……………………………………………………………………….66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kategori Status Gizi pada Berbagai Ukuran Antropometri………… 16
2. Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (usia 6-23 bulan) yang
Mendapat ASI dan Tidak Mendapat ASI ………………………….. 27
3. Konsistensi Pemberian Makanan Pendamping ASI Berdasarkan
Usia Anak …………………………………………………………... 31
4. Kebutuhan Zat Gizi (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat) pada
Bayi …………………………………………………………………. 36
5. Kategori Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dari Angka
Kecukupan Gizi ( AKG) ……………………………………………. 37
6. Frekuensi dan Jumlah Pemberian MP-ASI ………………………… 41
7. Jadwal Pemberian Makanan Berdasarkan Jadwal Umur …………… 42
8. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas
Parigi ………………………………………………………………... 55
9. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi …………………………………….……………... 55
10. Distribusi Sampel Berdasarkan Berat Badan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ……………………….…………………………... 56
11. Distribusi Sampel Menurut Frekuensi Pemberian ASI Di Wilayah
Kerja Puskesmas Parigi …………………………………………….. 56
12. Distribusi Sampel Menurut Kualitas MP-ASI Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ……………………………………………..…….. 57
13. Distribusi Sampel Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi …………………………..……………………….. 57
14. Distribusi Sampel Menurut Status Gizi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ………………………..………………………….. 58
15. Hubungan Frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-
24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna …… 59
16. Hubungan Kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)
di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna …………….… 60
17. Hubungan Pola Makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di
wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna ……………….… 61
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Teori……………………………………………………... 43
2. Kerangka Konsep …………………………………………………...
43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Informed Consent
2. Persetujuan Setelah Penjelasan
3. Kuisioner Penelitian
4. Master Tabel Penelitian
5. Hasil Analisa Statistik Menggunakan SPSS
6. Surat Izin Penelitian Dari Badan Bangsa dan Politi Daerah
7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi merupakan periode emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan
dan perkembangan yang pesat mencapai puncaknya pada usia 24 bulan. Periode
emas pada kehidupan anak dapat tercapai optimal apabila ditunjang dengan asupan
nutrisi yang tepat sejak lahir dalam dua tahun pertama. Air Susu Ibu (ASI) sebagai
satu-satunya nutrisi bayi sampai usia enam bulan yang dianggap sangat berperan
bulan, bayi bisa diberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sesuai
Secara global, persentase pemberian ASI eksklusif masih kurang dari 40%
sedangkan 60% bayi lainnya ternyata telah mendapatkan MP-ASI saat usianya
kurang dari 6 bulan (Kemenkes, 2015). Data dari Riskesdas (2018), menyatakan
bahwa di Indonesia bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 37,3%. Hal ini
zat gizi, yang diberikan pada bayi atau anak yang berusia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. Makanan pendamping ASI diberikan untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang makin meningkat karena bayi membutuhkan zat-zat
gizi yang semakin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Maryunani, 2011).
1
Makanan pendamping ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh dan
sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis lumat, lembik sampai anak
masyarakat, seorang ibu seringkali memberikan makanan padat kepada bayi yang
masih berumur beberapa hari atau kurang dari 6 bulan (Mufida, 2015).
kebutuhan sehingga memiliki kualitas yang lebih rendah. Kualitas MP-ASI dinilai
dari konsistensi, jumlah asupan zat gizi, dan pola pemberian yang dikonsumsi, serta
frekuensi pemberian dalam sehari. Kualitas dan kuantitas MP-ASI secara positif
kuantitas makanan tidak akan efektif jika kualitas MP-ASI buruk (Nurkomala dkk,
2018).
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Asi Ekslusif, frekuensi
pemberian MP-ASI dengan status gizi anak, dimana 62,5% anak dengan status gizi
kurang diberikan MP-ASI kurang dari 3 kali sehari. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Agustina dkk (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi
2
Hasil penelitian Damayanti (2016) yaitu Hubungan pola pemberian makan
pendamping ASI dengan status gizi balita usia 6-24 bulan menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pola makan dengan status gizi baduta.
bahwa proporsi konsumsi makanan beragam pada anak usia 6-23 bulan sebesar
46,6%. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas MP-ASI yaitu
tumbuh kembang bayi dan anak usia 0-24 bulan di Indonesia adalah rendahnya
capaian ASI Ekslusif dan kualitas MP-ASI yang diberikan sehingga beberapa zat
yang baik dan tepat sangat penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan,
perkembangan, kesehatan dan gizi balita. Jika bayi yang berusia 6-24 bulan tidak
Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di Indonesia, sebanyak
13,8% menderita gizi kurang dan 3,9% balita menderita gizi buruk. Berdasarkan
indeks PB/U, sebanyak 19,3% balita pendek dan 11,5% balita sangat pendek.
Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di provinsi Sulawesi
Tenggara menunjukkan bahwa sebanyak 16,01% baduta mengalami gizi kurang dan
3
Data laporan rutin tahun 2020 Puskesmas Parigi Kabupaten Muna
menunjukkan bahwa sebanyak 26,2% balita mengalami gizi kurang dan 28,0%
mengalami stunting. Angka ini masih tergolong tinggi karna standar Rencana
Kesehatan untuk balita gizi kurang 16% sedangkan untuk stunting 24,1%. (Data
masalah pada frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, dan Pola makan
diwilayah kerja Puskesmas Parigi seperti Ibu Bayi tidak memperhatikan berapa
sering menyusui dalam sehari, masih banyak bayi yang telah mendapatkan MP-ASI
saat usianya masih kurang dari 6 bulan, tidak memperhatikan jenis makanan yang
Pola Makan Dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana hubungan pola makan dengan status gizi baduta di wilayah kerja
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
pola makan dengan status gizi baduta di wilayah kerja Puskesmas Parigi
Kabupaten Muna.
2. Tujuan Khusus
Kabupaten Muna.
Kabupaten Muna.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
kualitas MP-ASI dan pola makan yang terjadi dan sebagai bentuk penerapan
4. Bagi Masyarakat
6
E. Keaslian Penelitian
1. Widyawati Analisis Pemberian cross Ada hubungan Variabel yang sama Usia Sampel yang
dkk (2016) Asi, MP-ASI sectional yang signifikan yaitu Asi dan MP- berbeda yaitu 12-
dengan Status Gizi antara Asi ASI. 24 bulan,Tempat
pada Anak Usia Ekslusif, penelitian,jumlah
12-24 Bulan di frekuensi sampel, dan
Wilayah Kerja pemberian MP- sumber data.
Puskesmas Lesung ASI dengan status
Batu, Empat gizi anak.
Lawang.
2 Agustina dkk Hubungan cross semakin tinggi Variabel tentang Variabel Berat
(2016) Frekuensi sectional frekuensi MP-ASI dan desaian badan, Tempat
Pemberian pemberian MP- penelitian yang penelitian,jumlah
Makanan ASI, maka berat sama. sampel, dan
Pendamping Air badan anak sumber data.
Susu Ibu (MP- semakin
ASI) dengan Berat meningkat.
Badan Anak Usia
di Bawah Dua
tahun.
3 Alfiana dkk Hubungan Antara cross Hasil penelitian Variabel sama yaitu Tempat
(2017) Pengetahuan Ibu sectional menunjukkan tidak pola pemberian penelitian,jumlah
dan Pola ada berhubungan makan. sampel, dan
Pemberian , yang bermakna sumber data.
Makanan antara pengetahuan
7
Pendamping ASI ibu, asupan energi,
dengan Status Gizi asupan protein,
Anak. asupan lemak dan
frekuensi makan
dengan status gizi
balita BGM.
4 Ahmad, dkk Pengetahuan, cross Pengetahuan, Variabel yang sama Ada variabel yang
(2019) sikap, motivasi sectional sikap, dan tentang MP-ASI, berbeda, Tempat
ibu, dan praktik motivasi ibu pada Usia sampel. penelitian, jumlah
pemberian MP- anak usia 6-23 sampel, dan
ASI pada anak bulan di Aceh sumber data.
usia 6-23 bulan. masih rendah,
ditunjukkan
dengan praktik
CF yang tidak
tepat. Oleh karena
itu, upaya
peningkatan
pendidikan gizi,
khususnya oleh
tenaga kesehatan
dan pemangku
kepentingan,
secara spesifik
dan tepat sasaran
menjadi penting.
8
Sulistyorini, Hubungan antara cross Ada hubungan Salah satu variabel Tempat penelitian,
5 Dwi, Dkk pola pemberian sectional antara pola sama yaitu pola jumlah sampel, dan
(2015) Makanan pemberian pemberian MP-ASI. sumber data.
Pendamping Asi makanan
(MP-ASI) pendamping ASI
dengan status (MP-ASI) dengan
gizi balita usia 7- status gizi balita
24 bulan usia 7-24 bulan
diwilayah kerja dengan nilai p=
Puskesmas 0,016
Pucangsawit
Kecematan
Jebres Kota
Surakarta.
6 Arini, dkk Pengaruh Desain Perbedaan Salah satu variabel Perbedaan desain
(2017) pemberian MP- eksperiment signifikan antara sama yaitu pola penelitian, Tempat
ASI kepada ibu al. skor pengetahuan pemberian MP-ASI. penelitian,jumlah
dan anak di dan perilaku sampel, dan
Kecamatan pemberian sumber data.
Sukamaju Kota MPASI pada
Depok terhadap sebelum dan
pengetahuan dan sesudah
perilaku penyuluhan pada
Pemberian MP- kelompok
ASI. perlakuan dan
kelompok kontrol
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2014). Menurut Sediaoetama (2010), status gizi adalah keadaan tubuh
yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk
kedalam tubuh dan utilisasinya. Status gizi dapat ditentukan dengan cara
2010).
Menurut Almatsier (2010), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh
memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efisien maka akan tercapai
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
a. Penyebab Langsung
1) Asupan Makanan
fisik serta mental anak, oleh karena itu makanan harus memenuhi
serta porsi makan anak. Upaya tersebut dilakukan agar anak mendapat
2) Penyakit Infeksi
penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu,
indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui
antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri
antara lain alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran
dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah,
hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui keberadaannya (Supariasa,
2014).
a) Parameter Antropometri
1) Umur
menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur
yang tepat.
2) Berat badan
paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-
balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
3) Tinggi badan
yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan
b) Indeks Antropometri
menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat
labil.
yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut
maupun acites, memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak
tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif
lama.
Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa
lampau dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah
dibawa. Kekurangan indeks TB/U adalah tinggi badan tidak cepat naik,
karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk
melakukannya.
Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan menurut
Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB).
a) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
b) TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu.
c) BB/TB adalah berat badan anak yang dibandingkan dengan tinggi badan yang
dicapai.
Tabel 1.
Kategori Status Gizi pada Berbagai Ukuran Antropometri
1. Memantau pertumbuhan Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB)/ Tinggi
anak.
antropometri dan atau tanda klinis perlu segera dirujuk ke tenaga medis
(Dokter umum atau Dokter Spesialis Anak) untuk dicari penyebabnya dan
tenaga medis.
b. Konseling pada orang tua dan pengasuh anak mengenai pola makan dan
pola asuh serta dipantau apakah masalah sudah teratasi atau belum di
bulan berikutnya.
c. Tatalaksana gizi buruk rawat jalan atau rawat inap disertai dengan
1. Definisi
ASI merupakan makanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi
untuk tumbuh kembang optimal. Pemberian ASI eksklusif dimulai kurang dari 1
jam (inisiasi menyusui dini/IMD) setelah lahir sampai umur 6 bulan. selama
jumlah yang cukup, maka semua kebutuhan air dan zat gizi akan terpenuhi.
(PERSAGI, 2014)
utama, terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat
Hasil penelitian lama pemberian ASI menunjukkan bahwa anak yang masih
mendapatkan ASI sampai sekarang memiliki status gizi yang lebih baik
dibandingkan anak yang telah disapih, hal ini dikarenakan anak yang masih
menyusui kebutuhannya jauh lebih terpenuhi dibanding anak yang telah berhenti
menyusui dan hanya mendapat MP-ASI saja ataupun susu formula dimana ASI
tidak akan dapat disamai oleh PASI (pengganti air susu ibu). (Hakim, 2014)
(Suhardjo,1996 dalam Gulo dkk, 2015) guna menjamin anak akan protein
yang bermutu tinggi, sehingga anak terhindar dari bahaya kwashiorkor, Jellieffe
yaitu :
b. Anak diberi campuran protein nabati dari biji-bijian (serealia) dan kacang-
kacangan (leguminosa).
Feeding, pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sejak lahir sampai
umur 24 bulan sebagai berikut : Menyusui segera dalam waktu satu sampai dua
jam pertama setelah bayi lahir (IMD), Menyusui secara eksklusif sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, Mulai memberikan MP ASI yang baik dan benar
sejak bayi berusia 6 bulan; dan Tetap menyusui sampai anak berusia 24 bulan
ASI dan MP-ASI merupakan makanan bagi baduta dimana keduanya saling
melengkapi ASI atau mendampingi dan juga bukan sebagai makanan utama,
oleh karena itu ASI harus terus diberikan kepada anak sampai umur 2 tahun atau
lebih. Setelah ASI eksklusif 6 bulan bukan berarti pemberian ASI dihentikan,
(Munawaroh, 2010 dalam Hakim, 2014). Menyusui dengan ASI sampai dengan
usia anak mencapai 2tahun masih mampu memenuhi 1/3 kebutuhan kalori, 1/3
a. Untuk usia 0-6 bulan frekuensi pemberian ASI 8-12 kali dalam sehari dan
dengan pelekatan yang benar pada setiap payudara untuk memastikan bayi
mendapatkan cukup ASI (siregar, 2004 dalam Wijayanti, 2012). Rata rata
bayi menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bila proses
menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepet
pemberian ASI 6 pagi, jam makan snack atau selingan, jam 2 siang, jam 8
malam, jam 10 malam, dan jam 12, jam 3 subuh bila bayi masih
menghendaki
c. Untuk usia 9-11 bulan frekuensi pemberian ASI 5-6 kali perhari dan jadwal
pemberian ASI 6 pagi, jam makan snack atau selingan, jam 2 siang, jam 8
d. Untuk usia 12-23 bulan frekuensi pemberian ASI 3 kali perhari dan jadwal
pemberian ASI 6 pagi, jam 2 siang, dan jam 8 malam (PERSAGI, 2014)
Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik
dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang baru lahir.
Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan nutrisi yang mempercepat
terutama bayi berumur kurang dari 6 bulan. ASI mengandung berbagai zat gizi
dan cairan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan
yang sehat.
pertumbuhan bayi.
plasenta.
persalinan
menyusui dan hanya satu kali dalam satu hari tidak lebih dari 6 jam
2) Tidak ada biaya untuk membeli susu formula dan bahan bakar
susu formula
selama waktu bekerja di tempat kerja yaitu Peraturan Bersama antara Menteri Negara
KesehatanNo.48/MenPP/XII/2008;PER.27/MEN/XII/2008;No.1177/Menkes/PB/XII/
2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat
mengatur cuti melahirkan bagi ibu hanya memberi waktu selama 3 bulan, namun akan
lebih membantu jika ibu mengambil waktu cuti lebih dekat dengan waktu persalinan
agar dapat lebih lama menyusui bayi sesering mungkin dan semau bayi. Edukasi yang
1) Ibu menyusui secara eksklusif dan sesering mungkin selama cuti melahirkan
3) Ibu memerah ASI sebelum pergi bekerja dan meninggalkan ASI perah tersebut
4) Ibu mengajarkan pengasuh untuk memberikan ASI perah pada bayi dengan benar
5) Ibu selalu mengutamakan bayi dapat menyusu terlebih dahulu kemudian ASI
perah
6) Ibu menghindari memulai cara lain untuk memberi ASI misalnya pemberian ASI
melalui botol
8) Pemberian susu formula dilakukan dengan indikasi medis dan perlu diperhatikan
d) Memberi ASI bayi sakit, yang tidak dapat menyusu dengan cukup
menyusu
f) Memberi ASI bayi sementara bayi belajar mengisap dari puting yang
terbenam
kegiatan menyusu
i) Menyediakan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja Ibu memerah ASI 2-3 kali
bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi semakin
mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan umur
dan kemampuan bayi (Mufida, 2015). Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas
Prinsip dasar pemberian MP ASI harus memenuhi 4 syarat yaitu tepat waktu,
adekuat, aman, dan diberikan dengan cara yang benar. Prinsip pemberian MP ASI
a. Tepat waktu
MP ASI diberikan saat ASI saja sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi
b. Adekuat
c. Aman
menggunakan tangan dan peralatan yang bersih. Ada 5 kunci untuk makanan
dimasak
1) Terjadwal
3) Prosedur makan
a) Porsi kecil
makan
a. Padat gizi dan seimbang, yaitu kaya energi, cukup protein dengan mutu tinggi,
kandungan serat kasar dibatasi, gula dan garam cukup memberi rasa serta
b. Dapat diterima dengan baik, yaitu disukai dan mudah diperoleh, memenuhi
nilai sosial, ekonomi, budaya dan agama serta berakar pada transisi yang baik.
c. Aman dikonsumsi, yaitu bebas dari gangguan organisme pathogen, bebas dari
terpenting adalah kesiapan bayi untuk mulai menerimanya. Berikut adalah tanda-
tanda yang dapat diperhatikan pada bayi yang menunjukkan kesiapan untuk
usia 6 bulan yang sudah tersedia dalam keadaan kering dan mentah serta
dikemas dalam kaleng atau kardus dengan merek dagang tertentu. Adapun
pemberian produk yang tinggi kandungan gula atau minyak tetapi sedikit
mengandung zat gizi yang lain karena hal tersebut dapat menyebabkan
oleh orang tua atau pengasuh anak dirumah sendiri dengan menggunakan
bahan makanan lokal, tetapi sumber bahan makanan pokoknya bisa juga
perlu mengandung bahan hewani supaya kebutuhan zat besi dan seng bisa
terpenuhi seperti daging, hati atau ikan (Direktorat Bina Gizi, 2010).
6. Kualitas MP-ASI
ASI sesuai umur mulai dari makanan lumat, lembik hingga makanan keluarga,
serta frekuensi pemberian dalam sehari. Selanjutnya adalah asupan zat gizi dari
protein baik hewani maupun nabati serta sumber lemak dalam jumlah yang cukup
tubuh, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan yang baik. Jika konsumsi
berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya, konsumsi yang
kurang baik akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisit (Pratiwi,
2010).
konsistensi makanan tidak sesuai dengan usianya, maka anak akan makan sangat
bahwa sebagian besar bayi yang memiliki status gizi kurang, konsistensi MP-
ASInya tidak sesuai, sedangkan bayi yang memiliki status gizi baik lebih banyak
Tabel 3
Konsistensi Pemberian Makanan Pendamping ASI
Berdasarkan Usia Anak
MP-ASI
Usia (bulan) ASI Makanan Makanan Makanan
lumat lembik keluarga
0-6 *
6-8
9-11
12-24
*
0-6 bulan = 0 bulan 1 hari sampai 5 bulan 29 hari
(Direktorat Bina Gizi, 2010)
MP-ASI perlu disesuaikan dengan usia anak yang akan diuraikan sebagai
berikut:
a. Makanan Lumat
usia 6-8 bulan seperti bubur, sayuran, buah, biskuit yang dilumatkan.
energi pada usia 6 bulan jenis makanan ini mengandung energi yang lebih
lembik. Selain dapat mempermudah proses pencernaan anak karena pada usia
b. Makanan Lembik
anak usia 9-11 bulan. Pengolahan MP-ASI berupa makanan lembik biasanya
sebelum diolah supaya konsistensinya lebih padat dari makanan lumat karena
pada usia ini alat pencernaan anak sudah mampu untuk mencerna makanan
tersebut seiring dengan pertambahan usianya dan kebutuhan akan zat gizinya
juga meningkat, sehingga makanan yang diberikan sebaiknya agak padat dan
dari sebelumnya karena kandungan gizi dari makanan padat lebih tinggi dari
makanan cair.
kurang baik dapat diperkaya zat gizi dengan cara penambahan minyak atau
lemak sebagai makanan yang kaya akan energi. Penambahan minyak atau
lemak dapat membuat bubur lebih kental, lebih lembut, dan mudah
dikonsumsi olah anak, tetapi jika anak tumbuh dengan baik makan
c. Makanan Keluarga
anak usia 12-24 bulan atau dengan kata lain betuk MP-ASI ini sama dengan
makanan yang dimakan oleh keluarga, demikian pun yang diberikan pada
yang dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif. (Yuliarti, 2010). Kebutuhan gizi
adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk
hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur,
jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu. Menurut Almatsier (2010), zat gizi
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
mineral.
a. Energi
Kebutuhaan energi bayi yang cukup selama tahun pertama kehidupan
sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan energi
selama 2 bulan pertama, yaitu pada masa pertumbuhan cepat, adalah 120
b. Protein
terjadi pada awal masa bayi dan berkurang seiring waktu. Pada usia 1 bulan,
pada usia 6 hingga 12 bulan. Kebutuhan protein untuk bayi yang berusia lebih
dari 6 bulan lebih rendah daripada kebutuhan protein untuk bayi yang lebih
muda.
c. Lemak
Air Susu Ibu memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4
gr/100 cc). Lemak minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan
penyerapan asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium
serta mineral lain dan juga untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi yang lain
d. Karbohidrat
kalsium penyerapan kalsium meningkat. Pada ASI dan sebagian susu formula,
klasifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400
Equivelent) per hari. Untuk vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada
bayi akan vitamin ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi
harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi
g. Mineral
Air Susu Ibu mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat
tubuh, proses pembekuan darah. Zat besi atau Fe berfungsi sebagai komponen
hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah merah.
Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan
pada bayi dan balita (per hari per orang) berdasarkan Peraturan Menteri
Tabel 4
Kebutuhan Zat Gizi (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat)
Pada Bayi
Jumlah energi yang dibutuhkan sesuai umur anak dan jumlah energi
yang diperoleh dari ASI menurun dari bulan ke bulan. Hal ini menyebabkan
Larasati (2011), menyatakan bahwa semua bayi yang memiliki status gizi
kurang, tingkat konsumsi energi dan proteinnya kurang, sedangkan bayi yang
memiliki status gizi baik sebagian besar tingkat konsumsi energi dan
proteinnya juga baik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian
Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat
dilihat pada tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah diestimasi
minimum dan maksimum, akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
Kategori %AKG
Baik ≥ 77 %
Kurang ¿ 77 %
Sumber : Gibson, 2005
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis
Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku manusia atau
sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan
pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara
seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan
terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Dan menurut seorang ahli
mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang
berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan
Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis,
a. Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran ,dan Buah yang
dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara
indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri
b. Frekuensi makan
makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013).
makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan
malam.
c. Jumlah makan
seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah
2011).
a. Faktor ekonomi
pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya beli
faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi
c. Agama
Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa
RI, 2008).
d. Pendidikan
Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang dipelajari
e. Lingkungan
f. Kebiasaan makan
keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis
makanan yang dimakan. (Depkes,2009). Menurut Willy (2011) mengatakan
bahwa suatu penduduk mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali sehari
Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka kecukupan gizi
yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi
a. Umur
Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi
pada usia balita karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan
seseorang lebih rendah untuk tiap kilogram berat badan orang dewasa.
b. Aktifitas
Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan seseorang yang
c. Jenis Kelamin
Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk mengetahui
pengetahuan tentang pola makan dengan cara yang benar dan baik dalam
Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang terdiri dari
enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. dan keaneka ragam
makanan.
dikonsumsi dengan mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat
Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam,
daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk
Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur dan buah banyak
mengandung vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan fungsi organ tubuh.
Tabel 6
Frekuensi dan Jumlah Pemberian MP-ASI
Usia
Frekuensi Per Hari Jumlah Pemberian
(bulan)
6-8 a. Teruskan pemberian ASI 2-3 sendok makan secara
sesering mungkin bertahap hingga mencapi
b. Makanan lumat 2-3 kali ½ gelas atau 125 ml setiap
sehari kali makan.
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari.
9-11 a. Teruskan pemberian ASI ½ sampai ¾ gelas /
b. Makanan lembik 3-4 kali mangkuk atau 125-175 ml.
sehari
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari
12-24 a. Makanan keluarga 3-4 kali a. ¾ sampai 1 mangkok
sehari (175-250 ml).
b. Teruskan pemberian ASI
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari.
Sumber : Penuntun Diet Anak, 2016.
Jadwal Pemberian MP-ASI
Tabel 7
Jadwal Pemberian Makanan Berdasarkan Umur
Jadwal USIA
6 – 8 bulan 9 – 11 bulan 12 – 23 bulan
06.00 ASI ASI ASI
08.00 makan Pagi (MP-ASI) makan Pagi makan Pagi
10.00 ASI/makanan selingan ASI/makanan selingan makanan
12.00 makan siang (MP makan siang selingan
ASI) makan siang
14.00 ASI ASI
16.00 makanan selingan makanan selingan ASI
18.00 makan malam (MP makan malam makanan
ASI) selingan
20.00 ASI ASI makan malam
22.00 ASI ASI
24.00 ASI* ASI ASI
03.00 ASI* --- ---
---
---
*Bila bayi masih menghendaki
Sumber: PERSAGI, 2014
E. KerangkaTeori
Status Gizi
Masalah gizi merupakan masalah multi dimensi yang dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, seperti faktor ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan
kesehatan. UNICEF (1998) mengembangkan suatu bagan penyebab kurang gizi seperti
yang terlihat pada Gambar 1. Krisis ekonomi, politik, dan sosial merupakan akar
masalah nasional dari kejadian kurang gizi. Penyebab langsung permasalahan kurang
gizi adalah terjadinya ketidakseimbangan antara asupan makanan yang berkaitan
dengan penyakit infeksi. Apabila seseorang kekurangan asupan makanan maka akan
menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah sehingga memudahkan orang tersebut
untuk terkena penyakit infeksi. Terjadinya penyakit infeksi dipengaruhi oleh iklim
F. Kerangka Konsep
Kualitas MP-Asi
Status Gizi
Pola Makan
G. Hipotesis
1. Ada hubungan Frekuensi pemberian ASI dengan status gizi pada baduta di
2. Ada hubungan Kualitas MP-ASI dengan status gizi pada baduta di wilayah kerja
3. Ada hubungan Pola Makan dengan status gizi pada baduta di wilayah kerja
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2022 di
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 75 baduta (6-24 bulan) yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna. (sumber : daftar nama anak
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Parigi yang dikategorikan sesuai umur kemudian dipilih dengan cara
di lot.
3. Besar Sampel
n = sampel
N = populasi
N
n = 2
N . d +1
75
= 2
75 .(0 , 10) +1
75
=
1, 75
= 43 orang
n
N = S Xn
Keterangan :
N : Jumlah sampel
n : jumlah populasi
23
Desa Warambe : x 43 = 13
75
27
Desa Parigi : x 43 = 16
75
6
Kelurahan Wasolangka : x 43 = 3
75
4
Desa Labulu- bulu : x 43 = 2
75
15
Desa Wapuale : x 43 = 9
75
a. Mencatat data anak baduta (6-24 bulan) dari data aplikasi Elektronik
ketua RW.
f. Melakukan wawancara.
1. Data Primer
a. Data primer terdiri dari data karakteristik responden dan sampel yang
infantometer dan microtoice dengan ketelitian 0,1 cm. Umur sampel diperoleh
datar keras setinggi tepat 2 meter. Angka nol pada lantai yang datar
dan rata.
c) Berdiri tegap siap, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala
e) Baca angka pada skala yang Nampak pada lubang dalam gulungan
microtoice.
a) Letakkan infantometer pada bidang atau meja yang datar dan rata.
hambatan.
d) Beri alas kain tipis pada alat ukur bagian kepala untuk kenyamanan
anak.
pengukuran.
lembut lutut anak dan memastikan telapak kaki anak rata dengan
posisi kepala anak sesuai dengan garis frankfort. Pastikan ibu berada
pengukuran.
anak.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari instansi terkait berupa data demografis dan
geografis, data jumlah populasi anak usia 6-24 bulan yang ada di wilayah kerja
3. Instrument Penelitian
1. Pengolahan Data
distribusi frekuensi.
kriteria objektif.
objektif.
e. Data status gizi sampel diolah secara manual dengan menggunakan aplikasi
2. Analisis Data
Tahap selanjutnya adalah menganalisis data yang meliputi analisis
Analisis data secara komputerisasi untuk melihat variabel yang diteliti dengan Uji
Chi Square.
untuk melihat hubungan antara frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI dan
pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas
Keterangan :
X2 = Chi-Square
N = jumlah sampel
Interprestasi hasil uji dikatakan bermakna jika hasil uji menunjukan nilai p
< 0,05
3. Penyajian Data
F. Definisi Operasional
1. Frekuensi pemberian ASI, yaitu jumlah berapakali pemberian ASI dan Waktu
(PERSAGI,2014).
Cara penilaian dikategorikan sebagai berikut :
Tidak Baik : jika frekuensi pemberian ASI tidak sesuai dengan usia baduta.
keluarga.
b) Jumlah : Usia 6-8 bulan 200 kkal (2-3 sendok makan setiap kali
makan), 9-11 bulan 300 kkal (1/2-2/3 mangkok ukuran 250 ml) , 12-
tangan saat mengolah makanan dan mencuci tangan ibu dan anak
Anak, 2020).
3. Pola makan, yaitu suatu cara dalam pengaturan jenis, jumlah makanan dan
pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran ,dan Buah yang dikonsumsi
setiap hari.
b. Jumlah : jika umur 6-8 bulan: 2-3 sendok makan setiap kali makan, 9-
e) Frekuensi : Jika umur 6-8 bulan diberikan 2-3 kali sehari, umur 9-11
diberikan 3-4 kali sehari dan umur 12-24 bulan diberikan 3-4 kali
tertentu (Supariasa, 2014). BB/U atau berat badan menurut umur adalah
ideks yang digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi
diantaranya :
kelurahan dan 10 Desa serta membawahi 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Parigi dan
luas wilayah 134.78 km2. Lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat
maupun roda dua dengan jarak tempuh ± 60 menit dari ibukota Kabupaten Muna.
diantaranya:
1. Kelurahan Wasolangka
2. Desa Parigi
3. Desa Labulu-bulu
4. Desa Warambe
5. Desa Wapuale
Puskesmas Parigi memiliki Sarana pelayanan kesehatan meliputi pustu
pemeriksaan umum, poli lansia, ruang MTBS, poli KIA/KB, ruang bersalin, poli
1. Umur
Umur sampel dalam penelitian ini dari 43 sampel berkisar antara 6-8 bulan,
sebanyak 14%, umur 9-11 bulan sebanyak 27,9% dan umur 12-24 bulan
bentuk tabel 8.
Tabel 8
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi
2. Jenis Kelamin
Dari 43 sampel terdapat 53,5% sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan
Tabel 9
Distribusi Sampel Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi
3. Berat Badan
Berat badan sampel dalam penelitian ini dari 43 sampel berkisar antara 6-9,5
kilo sebanyak 34,9%, berat badan 9,6-13,5 sebanyak 51,1% dan berat badan
Tabel 10
Distribusi Sampel Berdasarkan Berat Badan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi
C. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Berikut ini distribusi sampel menurut frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-
a. Frekuensi pemberian ASI adalah jumlah berapa kali pemberian ASI dan waktu
durasi pemberian ASI pada anak umur 6-24 bulan. Frekuensi pemberian ASI
Tabel 11
Distribusi Sampel Menurut Frekuensi Pemberian ASI
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi
frekuensi pemberian ASI tidak baik (jika frekuensi pemberian ASI tidak sesuai
frekuensi pemberian ASI baik (jika frekuensi pemberian ASI sesuai usia
Tabel 12
Distribusi Sampel Menurut Kualitas MP-ASI
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi
sampel dengan kategori kualitas MP-ASI tidak baik baik yaitu 6 sampel (18,6
%)
c. Pola makan yaitu suatu cara dalam pengaturan jenis, jumlah makanan dan
Tabel 13
Distribusi Sampel Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi
makan yang tidak baik yaitu 28 sampel (65,1%) sedangkan sampel dengan
c. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status
Tabel 14
Distribusi Sampel Menurut Status Gizi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi
status gizi kurang yaitu 28 sampel (65,1%).sedangkan sampel yang status gizi
2. Analisis Bivariat
variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Chi-Square
Test (Uji Chi Kuadrat) dengan confidence interval (CI) 95% dan tingkat
kemaknaan ρ<0,05.
a. Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)
gizi baduta (6-24 bulan) diperoleh dari 43 sampel terdapat 30 sampel yang
kurang dan 1 sampel (6,7%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis
statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf
tabel berikut :
Tabel 16
Hubungan Kualitas MP-ASI dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan)
di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna
MP-ASI tidak baik, 26 sampel (74,3%) mengalami status gizi kurang dan
9sampel (25,7%) mengalami status gizi baik. Kemudian dari 8 sampel yang
gizi kurang dan 6 sampel (75%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis
statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf
Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 17
Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan) di
Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna
Hasil penelitian hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24
makan tidak baik dimana 27 sampel (96,4%) mengalami status gizi kurang
dan 1 sampel (3,6%) mengalami status gizi baik. Kemudian dari 15 sampel
yang memiliki pola makan baik, terdapat 1 sampel (6,7%) mengalami status
gizi kurang dan 14 sampel (93,3%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis
statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf
Hipotesis di terima atau terdapat hubungan pola makan dengan status gizi
D. Pembahasan
1. Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan).
gizi baduta (6-24 bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square
=0,013yangmana 0,013 < 0,05 yang berarti ada hubungan frekuensi pemberian
yang masih mendapatkan ASI sampai sekarang memiliki status gizi yang lebih
baik dibandingkan anak yang telah disapih, hal ini dikarenakan anak yang masih
menyusui kebutuhannya jauh lebih terpenuhi dibanding anak yang telah berhenti
menyusui dan hanya mendapat MP-ASI saja ataupun susu formula dimana ASI
tidak akan dapat disamai oleh PASI (pengganti air susu ibu). (Hakim, 2014).
Frekuensi pemberian ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas untuk
pada periode ini. Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya, maka
sebanyak 60% sisanya dienuhi dengan makanan lain yang cukup jumlah dan
baik gizinya.
bahwa ada hubungan frekuensi pemberian MP-ASI dengan status gizi anak 6-24
bulan di Mukim Ateuk Keamatan Kuta Baro Aceh besar, dengan nilai p = 0,021.
Berbeda dengan penelitian Hadju dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak
adanya hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan status gizi anak usia
6-23 bulan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh banyak factor diantaranya
pengetahuan ibu kurang terhadap pemberian ASI Ekslusif, jenis, dan pemberian
makanan pendamping ASI dari bahan-bahan local yang kaya nutrisi sambil tetap
memberikan ASI sampai anak 2 tahun dengan memperhatikan kualitas dan
Dari hasil penelitian hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta
(6-24 bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh
hasil pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,014 yangmana 0,014
< 0,05 yang berarti ada hubungan antara kualitas MP-ASI dengan status gizi
Memasuki usia 6 bulan, bayi sudah bisa diberi makanan pendamping ASI
atau MP-ASI. Pada fase ini, kebutuhan kalori bayi tidak hanya bergantung pada
ASI saja tetapi juga makanan padat dan bergizi. Pemberian makanan pada anak
harus diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar zat-zat gizi yang diperlukan
dapat tercukupi dengan baik. Kualitas MPASI yang baik adalah adekuat dapat
dilihat dari aspek pemenuhan gizi yang perlu dipenuhi ( Munjidah, 2020).
Pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
antara kualitas pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan di
Rochimiwati, dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
gizi anak usia 6-23 bulan di wilayah pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar
tahun 2013.
MPASI yang diberikan kepada anak harus diperhatiakn dengan sebaik
mungkin termaksud asupan gizi yang dikonsumsi oleh anak untuk masa
kurang atau lebih akan mengalami masalah kesehatan seperti imunitas tubuh
yang menurun, berat badan anak yang tidak stabil atau akan mengakibatkan
Dari hasil penelitian hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24
bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh hasil
pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,000 yangmana 0,000 <
0,05 yang berarti ada hubungan antara pola makan dengan status gizi baduta (6-
24 bulan).
Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energy, sumber zat
pembangun dan sumber zat-zat pengatur karna semua zat gizi diperlukan untuk
makan yang seimbang dan aman dapat mencapai dan mempertahankan status
menyatakan bahwa ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI dengan status
makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia
7-24 bulan. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai usia anak, mulaidari
samping MP-ASI, pemberian ASI terus menerus dilanjutkan sebagai sumber zat
gizi dan factor pelindung penyakit hingga anak mencapai usia dua tahun atau
A. Kesimpulan
1. Sampel yang memiliki frekuensi pemberian ASI tidak baik sebanyak 30 orang
(69,8%) dan sampel yang memiliki frekuensi pemberian ASI baik sebanyak 13
orang (30,2%)
2. Sampel yang memiliki kulaitas MP-ASI tidak baik sebanyak 35 orang (81,4%)
dan sampel yang memiliki kulaitas MP-ASI baik sebanyak 8 orang (16,6%).
3. Sampel yang dengan pola makan tidak baik sebanyak sebanyak 28 orang
orang (34,9%)
4. Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)
5. Ada hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di
6. Ada hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di Wilayah
B. Saran
posyandu yang berkaitan dengan ASI, MP-ASI dan status gizi pada bayi,
dan anak balita untuk mencegah atau mengurangi kejadian malnutrisi atau
2. Bagi Masyarakat
Bagi ibu yang memiliki bayi, baduta dan anak balita diharapkan rajin ke
frekuensi pemberian ASI, Kualitas MP-ASI, dan pola makan dengan status gizi
(Informed Consent)
Pekerjaan : Mahasiswi
Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi partisipan
dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan ibu untuk mengisi kuesioner
dengan jujur dan apa adanya. Jika ibu bersedia, silahkan menandatangani persetujuan
ini sebagai bukti kesukarelaan ibu. Identitas pribadi sebagai partisipan akan
dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Ibu berhak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipan tanpa ada sanksi dan
konsekuensi buruk dikemudian hari. Jika ada hal yang kurang dipahami ibu dapat
bertanya langsung kepada peneliti.
Atas perhatian dan kesediaan ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.
, ……………………
Peneliti Partisipan
Nama/Umur :
Alamat :
No Tlp :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang hubungan frekuensi pemberian ASI,
Kualitas MP-ASI, dan pola makan dengan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Parigi,
menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai sampel. Apabila sewaktu-waktu
saya mengundurkan diri dari penelitian ini, kepada saya tidak dituntut apapun.
Demikian surat persetujuan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat, untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
, ……………………
Peneliti Partisipan
A. DATA UMUM
Petunjuk Pengisian
Bacalah pertanyaan ini dengan baik. Isilah titik-titik di bawah ini
Tanggal Penelitian
No Sampel :
Nama Ibu/Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Frequency Table
Frekuensi_Pemberian_ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 30 69.8 69.8 69.8
baik 13 30.2 30.2 100.0
Total 43 100.0 100.0
Kualitas_MP_ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 35 81.4 81.4 81.4
baik 8 18.6 18.6 100.0
Total 43 100.0 100.0
Pola_Makan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 28 65.1 65.1 65.1
baik 15 34.9 34.9 100.0
Total 43 100.0 100.0
Status_Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid gizi kurang 28 65.1 65.1 65.1
gizi baik 15 34.9 34.9 100.0
Total 43 100.0 100.0
Frekuensi_Pemberian_ASI * Status_Gizi
Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Frekuensi_Pemberian_ tidak baik Count 16 14 30
ASI % within
53.3% 46.7% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 57.1% 93.3% 69.8%
% of Total 37.2% 32.6% 69.8%
baik Count 12 1 13
% within
92.3% 7.7% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 42.9% 6.7% 30.2%
% of Total 27.9% 2.3% 30.2%
Total Count 28 15 43
% within
65.1% 34.9% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.065a 1 .014
Continuity Correctionb 4.471 1 .034
Likelihood Ratio 7.112 1 .008
Fisher's Exact Test .017 .013
Linear-by-Linear Association 5.924 1 .015
N of Valid Casesb 43
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,53.
b. Computed only for a 2x2 table
Kualitas_MP_ASI * Status_Gizi
Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Kualitas_MP_ tidak baik Count 26 9 35
ASI % within Kualitas_MP_ASI 74.3% 25.7% 100.0%
% within Status_Gizi 92.9% 60.0% 81.4%
% of Total 60.5% 20.9% 81.4%
baik Count 2 6 8
% within Kualitas_MP_ASI 25.0% 75.0% 100.0%
% within Status_Gizi 7.1% 40.0% 18.6%
% of Total 4.7% 14.0% 18.6%
Total Count 28 15 43
% within Kualitas_MP_ASI 65.1% 34.9% 100.0%
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.963a 1 .008
Continuity Correctionb 4.963 1 .026
Likelihood Ratio 6.718 1 .010
Fisher's Exact Test .014 .014
Linear-by-Linear
6.801 1 .009
Association
N of Valid Casesb 43
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,79.
b. Computed only for a 2x2 table
Pola_Makan * Status_Gizi
Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Pola_Makan tidak baik Count 27 1 28
% within Pola_Makan 96.4% 3.6% 100.0%
% within Status_Gizi 96.4% 6.7% 65.1%
% of Total 62.8% 2.3% 65.1%
baik Count 1 14 15
% within Pola_Makan 6.7% 93.3% 100.0%
% within Status_Gizi 3.6% 93.3% 34.9%
% of Total 2.3% 32.6% 34.9%
Total Count 28 15 43
% within Pola_Makan 65.1% 34.9% 100.0%
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 34.646a 1 .000
Continuity Correctionb 30.807 1 .000
Likelihood Ratio 39.642 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
33.840 1 .000
Association
N of Valid Casesb 43
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,23.
b. Computed only for a 2x2 table