Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA

MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA

Tugas Akhir
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma DIV Gizi

OLEH :
NUR DIANA
NIM.P00313021051

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI D-IV GIZI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR
SKRIPSI

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA


MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA

Yang diajukan oleh :


NUR DIANA
P00313021051

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama,

Purnomo Leksono, DCN, M.Kes Tanggal…………………………….


Nip.19590314198703 1 0002

Pembimbing Pendamping,

Astati, SST, M.Kes Tanggal…………………………….

ii
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI UJIAN AKHIR PROGRAM

Tugas Akhir
Skripsi

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA


MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA

Yang diajukan oleh :


NUR DIANA
P00313021051

Telah di uji dan disetujui pada tanggal :

TIM DEWAN PENGUJI

1. Purnomo Leksono, DCN, M.Kes Ketua Dewan Penguji ................


2. Astati, SST, M.Kes Sekertaris Penguji ................
3. Petrus, SKM, M.Kes Anggota Penguji .................
4. Dr. Hj. Fatmawati, SKM, M.Kes Anggota Penguji .................
5. Rasmaniar, SKM, M.Kes Anggota Penguji .................

Mengetahui

Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kendari Ketua Program Studi D.IV Gizi

Sri Yunanci, VG, SST, MPH Dr. S. Akbar Toruntju, SKM, M.Kes
NIP. 19691006199293992 NIP. 196910061992932992

iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Nur Diana

NIM : P00313021.051
Tanggal :

Yang menyatakan,

Nur Diana

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas Poltekes Kemenkes Kendari, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nur Diana

NIM : P00313021.051
Program Studi/Jurusan : Diploma IV/Gizi
Judul Skripsi : Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Kualitas MP-ASI
Dan Pola Makan Dengan Status Gizi Baduta (6-24
Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten
Muna
Menyatakan bahwa setuju untuk memberikan kepada Poltekes Kemenkes Kendari Hak
Bebas Royalti Non Eksekutif atas Skripsi saya yang berjudul :
“HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA
MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksekutif
ini dalam ventuk pangkalan data (database), merawat,dan mempublikasikan skripsi
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Kendari
Pada Tanggal

(NUR DIANA)

v
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA
MAKAN DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARIGI
KABUPATEN MUNA

RINGKASAN

Nur Diana

di bawah bimbingan Purnomo Leksono dan Astati

Latar Belakang: Bayi merupakan periode emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat mencapai puncaknya pada usia 24 bulan. Periode emas pada
kehidupan anak dapat tercapai optimal apabila ditunjang dengan asupan nutrisi yang tepat sejak
lahir dalam dua tahun pertama. Air Susu Ibu (ASI) sebagai satu-satunya nutrisi bayi sampai usia
enam bulan yang dianggap sangat berperan penting untuk tumbuh kembang.

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI,


dan pola makan dengan status gizi baduta di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten
Muna

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan desain
cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah baduta(0-24 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Parigi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu proportional random
sampling.

Hasil Penelitian: Menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan
status gizi baduta (6-24 bulan) (p=0,009), ada hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi
baduta (6-24 bulan) (p=0,005) dan ada hubungan antara pola makan dengan status gizi baduta
(6-24 bulan) (p=0,038).

Saran: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkankepadapihak puskesmas


dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke posyandu-posyandu yang berkaitan dengan
ASI, MP-ASI dan status gizi pada bayi, baduta maupun anak balita

Kata Kunci : Frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, pola makan, status gizi baduta (6-24
bulan)

Daftar Bacaan :2010-2020

vi
RELATIONSHIP BETWEEN FREQUENCY OF BREAST FEEDING, QUALITY
OF MP-ASI AND EATING PATTERN WITH NUTRITIONAL STATUS
UNDER DUTA (6-24 MONTHS) IN THE WORKING AREA
OF THE PARIGI PUSKESMAS
MUNA DISTRICT

ABSTRAC

Nur Diana

Background: Baby is a golden period because during this period there is rapid growth and
development which reaches its peak at the age of 24 months. The golden period in a child's life
can be achieved optimally if it is supported by proper nutrition from birth in the first two years.
Mother's Milk (ASI) as the only nutrition for babies up to the age of six months is considered
very important for growth and development

Research purposes: Knowing the relationship between the frequency of breastfeeding, the
quality of MP-ASI, and eating patterns with the nutritional status of under-fives in the working
area of the Parigi Health Center, Muna Regency

Research Methods: This research is an observational analytic study with a cross sectional
study design. The sample in this study were baduta (0-24 months) in the working area of the
Parigi Health Center. The sampling technique used is proportional random sampling.

Research Results: Shows that there is a relationship between the frequency of breastfeeding
and the nutritional status of under-fives (6-24 months) (p=0.009), there is a relationship between
the quality of MP-ASI and the nutritional status of under-fives (6-24 months) (p=0.005) and
there is a relationship between pattern eating with the nutritional status of under-fives (6-24
months) (p=0.038.

Suggestion: The results of this study are expected to provide input to the puskesmas in
conducting interventions and monitoring of posyandu-posyandu related to breastfeeding, MP-
ASI and nutritional status in infants, under-fives and toddlers.

Keywords: Frequency of breastfeeding, quality of MP-ASI, diet, nutritional status for under-
fives (6-24 month)

Reading list: 2010-2020

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan

Frekuensi Pemberian ASI, Kualitas MP-ASI Dan Pola Makan Dengan Status Gizi

Baduta (6-24 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna” sebagai

salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Diploma IV Gizi.

Selama proses penyusunan skripsi ini berbagai kesulitan dan hambatan yang

penulis hadapi, namun berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak sehingga pada

akhirnya dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis dengan segala kerendahan dan

keikhlasan hati menyampaikan ucapan terimah kasih kepada:

1. Ibu Askrening, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Kendari.

2. Ibu Sri Yunanci V.G., MPH selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Kemenkes Kendari.

3. Bapak Purnomo Leksono, DCN, M.Kes selaku pembimbing 1 yang penuh

keikhlasan memberi motivasi dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Astati, SST, M.Kes, selaku pembimbing ke 2 yang penuh keikhlasan memberi

motivasi dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

5. Rekan-rekan mahasiswa D-IV Gizi yang telah banyak memberikan masukkan

kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang tidak ternilai harganya penulis persembahkan kepada

suami Muh Aslam Nur, S.Pi dan anakku Muhammad Arkana Aslam yang telah

memberikan doa, dan support dan teman-teman angkatan 2020 Jurusan Gizi yang

viii
selalu memberikan motivasi, dukungan moril hingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka dari itu saran kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulis sangat

diharapkan. Atas saran dan kritik, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Kendari, 2023

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN TIM PEMBIMBING ………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ...........................................................iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS (D.IV)………………………….... iv

RINGKASAN ………………………………………………………………………..v

ABSTRAC ……………………………………………………………………………vi

KATA PENGANTAR .................................................................................................viii

DAFTAR ISI ..............................................................................................................x

DAFTAR TABEL .......................................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................5

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................................6

E. Keaslian Penelitian ......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Status Gizi ..........................................................................10

B. Tinjauan Tentang ASI .....................................................................................17

C. Tinjauan tentang MP-ASI ................................................................................25

D. Tinjauan Tentang Pola Makan..........................................................................37

x
E. Kerangka Teori ................................................................................................43

F. Kerangka Konsep..............................................................................................44

G. Hipotesis .........................................................................................................44

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ......................................................................................45

B. Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................................45

C. Populasi dan Sampel ......................................................................................45

D. Jenis dan Cara Pengumpulan data ...................................................................47

E. Pengolahan Data,Analisi, dan Penyajian Data ................................................50

F. Definisi Operasional .......................................................................................51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL ………………………………………………………………………..56

B. PEMBAHASAN ……………………………………………………………..61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ……………………………………………………………….66

B. SARAN ……………………………………………………………………….66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Kategori Status Gizi pada Berbagai Ukuran Antropometri………… 16
2. Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (usia 6-23 bulan) yang
Mendapat ASI dan Tidak Mendapat ASI ………………………….. 27
3. Konsistensi Pemberian Makanan Pendamping ASI Berdasarkan
Usia Anak …………………………………………………………... 31
4. Kebutuhan Zat Gizi (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat) pada
Bayi …………………………………………………………………. 36
5. Kategori Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dari Angka
Kecukupan Gizi ( AKG) ……………………………………………. 37
6. Frekuensi dan Jumlah Pemberian MP-ASI ………………………… 41
7. Jadwal Pemberian Makanan Berdasarkan Jadwal Umur …………… 42
8. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas
Parigi ………………………………………………………………... 55
9. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi …………………………………….……………... 55
10. Distribusi Sampel Berdasarkan Berat Badan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ……………………….…………………………... 56
11. Distribusi Sampel Menurut Frekuensi Pemberian ASI Di Wilayah
Kerja Puskesmas Parigi …………………………………………….. 56
12. Distribusi Sampel Menurut Kualitas MP-ASI Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ……………………………………………..…….. 57
13. Distribusi Sampel Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi …………………………..……………………….. 57
14. Distribusi Sampel Menurut Status Gizi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi ………………………..………………………….. 58
15. Hubungan Frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-
24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna …… 59
16. Hubungan Kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)
di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna …………….… 60
17. Hubungan Pola Makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di
wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna ……………….… 61

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Teori……………………………………………………... 43
2. Kerangka Konsep …………………………………………………...
43

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Informed Consent
2. Persetujuan Setelah Penjelasan
3. Kuisioner Penelitian
4. Master Tabel Penelitian
5. Hasil Analisa Statistik Menggunakan SPSS
6. Surat Izin Penelitian Dari Badan Bangsa dan Politi Daerah
7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi merupakan periode emas karena pada masa ini terjadi pertumbuhan

dan perkembangan yang pesat mencapai puncaknya pada usia 24 bulan. Periode

emas pada kehidupan anak dapat tercapai optimal apabila ditunjang dengan asupan

nutrisi yang tepat sejak lahir dalam dua tahun pertama. Air Susu Ibu (ASI) sebagai

satu-satunya nutrisi bayi sampai usia enam bulan yang dianggap sangat berperan

penting untuk tumbuh kembang. Setelah mendapatkan ASI eksklusif selama 6

bulan, bayi bisa diberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sesuai

dengan umurnya (Mufida, 2015).

Secara global, persentase pemberian ASI eksklusif masih kurang dari 40%

sedangkan 60% bayi lainnya ternyata telah mendapatkan MP-ASI saat usianya

kurang dari 6 bulan (Kemenkes, 2015). Data dari Riskesdas (2018), menyatakan

bahwa di Indonesia bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 37,3%. Hal ini

menggambarkan bahwa praktek pemberian MP-ASI dini diberbagai Negara

termasuk di Indonesia masih tinggi.

Makanan pendamping ASI adalah makanan dan minuman yang mengandung

zat gizi, yang diberikan pada bayi atau anak yang berusia 6-24 bulan guna

memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. Makanan pendamping ASI diberikan untuk

memenuhi kebutuhan bayi yang makin meningkat karena bayi membutuhkan zat-zat

gizi yang semakin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Maryunani, 2011).

1
Makanan pendamping ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang

dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh dan

berkembang dengan optimal. Makanan pendamping ASI diberikan secara bertahap

sesuai dengan usia anak, mulai dari MP-ASI jenis lumat, lembik sampai anak

menjadi terbiasa dengan makanan keluarga (Kemenkes, 2011). Kebiasaan di

masyarakat, seorang ibu seringkali memberikan makanan padat kepada bayi yang

masih berumur beberapa hari atau kurang dari 6 bulan (Mufida, 2015).

Pemberian MP-ASI sering diberikan dalam jumlah yang tidak mencukupi

kebutuhan sehingga memiliki kualitas yang lebih rendah. Kualitas MP-ASI dinilai

dari konsistensi, jumlah asupan zat gizi, dan pola pemberian yang dikonsumsi, serta

frekuensi pemberian dalam sehari. Kualitas dan kuantitas MP-ASI secara positif

dapat mempengaruhi pertumbuhan linear, namun dengan hanya meningkatkan

kuantitas makanan tidak akan efektif jika kualitas MP-ASI buruk (Nurkomala dkk,

2018).

Hasil penelitian Widyawati dkk (2016) di wilayah Puskesmas Lesung Batu

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Asi Ekslusif, frekuensi

pemberian MP-ASI dengan status gizi anak, dimana 62,5% anak dengan status gizi

kurang diberikan MP-ASI kurang dari 3 kali sehari. Hasil penelitian lain yang

dilakukan oleh Agustina dkk (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi

pemberian MP-ASI maka berat badan anak semakin meningkat.

2
Hasil penelitian Damayanti (2016) yaitu Hubungan pola pemberian makan

pendamping ASI dengan status gizi balita usia 6-24 bulan menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pola makan dengan status gizi baduta.

Data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di Indonesia menunjukkan

bahwa proporsi konsumsi makanan beragam pada anak usia 6-23 bulan sebesar

46,6%. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas MP-ASI yaitu

variasi makanan yang digunakan.

Hasil survey menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya gangguan

tumbuh kembang bayi dan anak usia 0-24 bulan di Indonesia adalah rendahnya

capaian ASI Ekslusif dan kualitas MP-ASI yang diberikan sehingga beberapa zat

gizi tidak dapat mencukupi kebutuhan (Sulistyorini, 2015). Pemberian makanan

yang baik dan tepat sangat penting untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan,

perkembangan, kesehatan dan gizi balita. Jika bayi yang berusia 6-24 bulan tidak

memperoleh cukup gizi khususnya dari MP-ASI maka akan mengakibatkan

gangguan pertumbuhan dan kurang gizi (Kemenkes RI, 2011).

Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di Indonesia, sebanyak

13,8% menderita gizi kurang dan 3,9% balita menderita gizi buruk. Berdasarkan

indeks PB/U, sebanyak 19,3% balita pendek dan 11,5% balita sangat pendek.

Proporsi balita kurus sebanyak 6,7% dan sangat kurus 3,5%.

Data dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di provinsi Sulawesi

Tenggara menunjukkan bahwa sebanyak 16,01% baduta mengalami gizi kurang dan

10,31% mengalami Stunting.

3
Data laporan rutin tahun 2020 Puskesmas Parigi Kabupaten Muna

menunjukkan bahwa sebanyak 26,2% balita mengalami gizi kurang dan 28,0%

mengalami stunting. Angka ini masih tergolong tinggi karna standar Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 Kementerian

Kesehatan untuk balita gizi kurang 16% sedangkan untuk stunting 24,1%. (Data

laporan tahunan puskesmas Parigi Kabupaten Muna tahun 2020).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan didapatkan bahwa ada

masalah pada frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, dan Pola makan

diwilayah kerja Puskesmas Parigi seperti Ibu Bayi tidak memperhatikan berapa

sering menyusui dalam sehari, masih banyak bayi yang telah mendapatkan MP-ASI

saat usianya masih kurang dari 6 bulan, tidak memperhatikan jenis makanan yang

diberikan, dan pola makan anak yang tidak teratur.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Kualitas MP-ASI, dan

Pola Makan Dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas

Parigi Kabupaten Muna”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta di

wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna ?

2. Bagaimana hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta di wilayah

kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna ?

3. Bagaimana hubungan pola makan dengan status gizi baduta di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna ?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, dan

pola makan dengan status gizi baduta di wilayah kerja Puskesmas Parigi

Kabupaten Muna.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui frekuensi pemberian ASI pada baduta di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

b. Mengetahui kualitas pemberian MP-ASI pada baduta di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

c. Mengetahui pola makan pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Parigi

Kabupaten Muna.

d. Mengetahui status gizi pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Parigi

Kabupaten Muna.

e. Menganalis hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta di

wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

f. Menganalis hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta di wilayah

kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

g. Menganalis hubungan pola makan dengan status gizi baduta di wilayah

kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

5
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Sebagai bahan masukan dan menambah wawasan serta pengalaman

mengenai permasalahan yang berkaitan dengan frekuensi pemberian ASI,

kualitas MP-ASI dan pola makan yang terjadi dan sebagai bentuk penerapan

ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber referensi dan bahan bagi peneliti selanjutnya.

3. Bagi Instansi Penelitian

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi terkait dalam

menentukan kebijakan dan program perencanaan selanjutnya, dalam rangka

peningkatan capaian ASI ekslusif, kualitas MP-ASI dan pola makan.

4. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan menambah informasi tentang pentingnya

memperhatikan frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI, dan pola makan.

6
E. Keaslian Penelitian

NO Peneliti Judul Desain Hasil Persamaan Perbedaan


Penelitian

1. Widyawati Analisis Pemberian cross Ada hubungan Variabel yang sama Usia Sampel yang
dkk (2016) Asi, MP-ASI sectional yang signifikan yaitu Asi dan MP- berbeda yaitu 12-
dengan Status Gizi antara Asi ASI. 24 bulan,Tempat
pada Anak Usia Ekslusif, penelitian,jumlah
12-24 Bulan di frekuensi sampel, dan
Wilayah Kerja pemberian MP- sumber data.
Puskesmas Lesung ASI dengan status
Batu, Empat gizi anak.
Lawang.
2 Agustina dkk Hubungan cross semakin tinggi Variabel tentang Variabel Berat
(2016) Frekuensi sectional frekuensi MP-ASI dan desaian badan, Tempat
Pemberian pemberian MP- penelitian yang penelitian,jumlah
Makanan ASI, maka berat sama. sampel, dan
Pendamping Air badan anak sumber data.
Susu Ibu (MP- semakin
ASI) dengan Berat meningkat.
Badan Anak Usia
di Bawah Dua
tahun.

3 Alfiana dkk Hubungan Antara cross Hasil penelitian Variabel sama yaitu Tempat
(2017) Pengetahuan Ibu sectional menunjukkan tidak pola pemberian penelitian,jumlah
dan Pola ada berhubungan makan. sampel, dan
Pemberian , yang bermakna sumber data.
Makanan antara pengetahuan
7
Pendamping ASI ibu, asupan energi,
dengan Status Gizi asupan protein,
Anak. asupan lemak dan
frekuensi makan
dengan status gizi
balita BGM.
4 Ahmad, dkk Pengetahuan, cross Pengetahuan, Variabel yang sama Ada variabel yang
(2019) sikap, motivasi sectional sikap, dan tentang MP-ASI, berbeda, Tempat
ibu, dan praktik motivasi ibu pada Usia sampel. penelitian, jumlah
pemberian MP- anak usia 6-23 sampel, dan
ASI pada anak bulan di Aceh sumber data.
usia 6-23 bulan. masih rendah,
ditunjukkan
dengan praktik
CF yang tidak
tepat. Oleh karena
itu, upaya
peningkatan
pendidikan gizi,
khususnya oleh
tenaga kesehatan
dan pemangku
kepentingan,
secara spesifik
dan tepat sasaran
menjadi penting.

8
Sulistyorini, Hubungan antara cross Ada hubungan Salah satu variabel Tempat penelitian,
5 Dwi, Dkk pola pemberian sectional antara pola sama yaitu pola jumlah sampel, dan
(2015) Makanan pemberian pemberian MP-ASI. sumber data.
Pendamping Asi makanan
(MP-ASI) pendamping ASI
dengan status (MP-ASI) dengan
gizi balita usia 7- status gizi balita
24 bulan usia 7-24 bulan
diwilayah kerja dengan nilai p=
Puskesmas 0,016
Pucangsawit
Kecematan
Jebres Kota
Surakarta.
6 Arini, dkk Pengaruh Desain Perbedaan Salah satu variabel Perbedaan desain
(2017) pemberian MP- eksperiment signifikan antara sama yaitu pola penelitian, Tempat
ASI kepada ibu al. skor pengetahuan pemberian MP-ASI. penelitian,jumlah
dan anak di dan perilaku sampel, dan
Kecamatan pemberian sumber data.
Sukamaju Kota MPASI pada
Depok terhadap sebelum dan
pengetahuan dan sesudah
perilaku penyuluhan pada
Pemberian MP- kelompok
ASI. perlakuan dan
kelompok kontrol

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu

(Supariasa, 2014). Menurut Sediaoetama (2010), status gizi adalah keadaan tubuh

yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk

kedalam tubuh dan utilisasinya. Status gizi dapat ditentukan dengan cara

penilaian langsung atau tidak langsung, meliputi pemeriksaan antropometri,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia dan survey asupan makanan (Arisman,

2010).

Menurut Almatsier (2010), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh

memperoleh cukup zat gizi dan digunakan secara efisien maka akan tercapai

status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu :

a. Penyebab Langsung

1) Asupan Makanan

Makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan

fisik serta mental anak, oleh karena itu makanan harus memenuhi

kebutuhan gizi anak.


Menurut Sulistiani (2018), asupan makan anak dipengaruhi oleh

status kesehatan anak dan pengetahuan ibu. Status kesehatan berkaitan

dengan adanya hambatan yang dapat menyebabkan penderita kehilangan

makanan melalui muntah dan diare. Pengetahuan ibu berhubungan dengan

tingkat pengenalan informasi tentang pemilihan bahan makanan yang baik

dan berkualitas, pengolahan dan penyajian makanan yang menarik, jadwal

serta porsi makan anak. Upaya tersebut dilakukan agar anak mendapat

asupan makan yang baik.

2) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi pada balita berdampak pada kekurangan gizi.

Secara umum, adanya penyakit menyebabkan berkurangnya intake pangan

karena selera yang menurun (Proverawati, 2009).

b. Penyebab Tidak Langsung

Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuh anak, Akses atau

keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan

kesehatan (Soekirman, 2001).

2. Penilaian Status Gizi

Notoatmodjo (2012), kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-

penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu,

indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui

status gizi balita.

Menurut Supariasa (2014), pada dasarnya penilaian status gizi dapat

dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

a) Penilaian Status Gizi Secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum

antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi,

maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat

gizi.

b) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu:

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

1) Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

2) Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa

statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu.

3) Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis, dan lingkungan budaya.

3. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Antropometri

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah

antropometri gizi. Antropometri berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri

antara lain alat yang digunakan mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran

dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah,
hasilnya mudah disimpulkan, dan secara ilmiah diakui keberadaannya (Supariasa,

2014).

a) Parameter Antropometri

Arisman (2010) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator

status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter

adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:

1) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi

menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang

akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur

yang tepat.

2) Berat badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan

paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-

balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik

maupun status gizi. Berat badan merupakan pilihan utama karena

parameter yang paling baik, mudah dipakai, mudah dimengerti,

memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat yang dapat memenuhi

persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam

penimbangan anak balita adalah dacin.

3) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan

yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan

tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting.


Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri

dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (Supariasa, 2014).

b) Indeks Antropometri

Adapun indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan

menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat

Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-

perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi,

menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat

labil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka

berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam

keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan,

yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan

menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.

Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Arisman, 2010).

Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat

dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut

atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat


mendeteksi kegemukan. Kelemahan indeks BB/U adalah dapat

mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema

maupun acites, memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak

dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti

pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.

2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal,

tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan

tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi

zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif

lama.

Kelebihan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi masa

lampau dan ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah

dibawa. Kekurangan indeks TB/U adalah tinggi badan tidak cepat naik,

bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relatif lebih sulit dilakukan

karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk

melakukannya.

3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah

merupakan indeks yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks

BB/TB adalah tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi


badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah

tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup

tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya. Dalam

praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran

panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini

membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama.

Membutuhkan dua orang untuk melakukannya. Sering terjadi kesalahan

dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh

kelompok non-profesional (Supariasa, 2014).

4. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi balita dinilai menurut 3 indeks, yaitu Berat Badan menurut

Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB).

a) BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu.

b) TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu.

c) BB/TB adalah berat badan anak yang dibandingkan dengan tinggi badan yang

dicapai.

Tabel 1.
Kategori Status Gizi pada Berbagai Ukuran Antropometri

Indeks Status Gizi Nilai Z-score


BB/U Buruk < -3,0 SD
Kurang -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Lebih >2,0 SD
TB/U Sangat Pendek < -3,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal ≥ -2,0 SD
BB/(PB/TB) Sangat Kurus < -3,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d < -2,0 SD
Normal -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gemuk > 2,0 SD
Sumber : WHO, 2004

5. Tujuan Pemantauan Pertumbuhan

1. Memantau pertumbuhan Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB)/ Tinggi

Badan (TB) anak dengan cara yang benar.

2. Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak.

3. Melakukan rujukan ke Puskesmas bila terjadi gangguan pertumbuhan pada

anak.

4. Identifikasi masalah gangguan pertumbuhan berdasarkan indikator.

5. Anak yang dideteksi mengalami gangguan pertumbuhan berdasarkan

antropometri dan atau tanda klinis perlu segera dirujuk ke tenaga medis

(Dokter umum atau Dokter Spesialis Anak) untuk dicari penyebabnya dan

mendapatkan penanganan segera.

6. Tindak lanjut terhadap gangguan pertumbuhan yang dialami anak disesuaikan

dengan penyebab gangguan pertumbuhan yang dialami antara lain:

a. Tata laksana medis sesuai dengan penyebab masalah pertumbuhan oleh

tenaga medis.

b. Konseling pada orang tua dan pengasuh anak mengenai pola makan dan

pola asuh serta dipantau apakah masalah sudah teratasi atau belum di

bulan berikutnya.

c. Tatalaksana gizi buruk rawat jalan atau rawat inap disertai dengan

pemantauan kasus paska rawat bagi anak. (Pedoman Pemberian Makan

Bayi dan Anak, 2020).

B. Tinjauan Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

1. Definisi
ASI merupakan makanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi

untuk tumbuh kembang optimal. Pemberian ASI eksklusif dimulai kurang dari 1

jam (inisiasi menyusui dini/IMD) setelah lahir sampai umur 6 bulan. selama

pemberian ASI eksklusif penting untuk menilai kecukupannnya dengan cara

menilai pertumbuhan/ kenaikan BB bayi. Apabila bayi memperoleh ASI dalam

jumlah yang cukup, maka semua kebutuhan air dan zat gizi akan terpenuhi.

(PERSAGI, 2014)

Menurut Dwi Sunar Prasetyono 2005, ASI merupakan makanan pertama,

utama, terbaik bagi bayi, yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat

gizi yag dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Hasil penelitian lama pemberian ASI menunjukkan bahwa anak yang masih

mendapatkan ASI sampai sekarang memiliki status gizi yang lebih baik

dibandingkan anak yang telah disapih, hal ini dikarenakan anak yang masih

menyusui kebutuhannya jauh lebih terpenuhi dibanding anak yang telah berhenti

menyusui dan hanya mendapat MP-ASI saja ataupun susu formula dimana ASI

tidak akan dapat disamai oleh PASI (pengganti air susu ibu). (Hakim, 2014)

(Suhardjo,1996 dalam Gulo dkk, 2015) guna menjamin anak akan protein

yang bermutu tinggi, sehingga anak terhindar dari bahaya kwashiorkor, Jellieffe

menganjurkan penggunaan 3 sumber protein sumber protein secara maksimal

yaitu :

a. Anak diberi ASI selama mungkin sepanjang ASI masih keluar.

b. Anak diberi campuran protein nabati dari biji-bijian (serealia) dan kacang-

kacangan (leguminosa).

c. Berikan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang mudah di

dapat dan murah harganya. (Waryana, 2010)


Salah satu rekomendasi dalam Global Strategy on Infant and Child

Feeding, pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sejak lahir sampai

umur 24 bulan sebagai berikut : Menyusui segera dalam waktu satu sampai dua

jam pertama setelah bayi lahir (IMD), Menyusui secara eksklusif sejak lahir

sampai bayi berusia 6 bulan, Mulai memberikan MP ASI yang baik dan benar

sejak bayi berusia 6 bulan; dan Tetap menyusui sampai anak berusia 24 bulan

atau lebih.(Gulo dkk, 2015)

ASI dan MP-ASI merupakan makanan bagi baduta dimana keduanya saling

melengkapi, peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI melainkan untuk

melengkapi ASI atau mendampingi dan juga bukan sebagai makanan utama,

oleh karena itu ASI harus terus diberikan kepada anak sampai umur 2 tahun atau

lebih. Setelah ASI eksklusif 6 bulan bukan berarti pemberian ASI dihentikan,

seiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, Pemberian ASI tetap

dilakukan, sebaiknya menyusui 2 tahun menurut rekomendasi WHO

(Munawaroh, 2010 dalam Hakim, 2014). Menyusui dengan ASI sampai dengan

usia anak mencapai 2tahun masih mampu memenuhi 1/3 kebutuhan kalori, 1/3

kebutuhanprotein, 45 % kebutuhan akan vitamin A dan 90 % kebutuhan akan

vitamin C (Arafiani, 2007 dalam Hakim,2014)

Pemberian ASI sesuai dengan umur yaitu :

a. Untuk usia 0-6 bulan frekuensi pemberian ASI 8-12 kali dalam sehari dan

dengan pelekatan yang benar pada setiap payudara untuk memastikan bayi

mendapatkan cukup ASI (siregar, 2004 dalam Wijayanti, 2012). Rata rata

bayi menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bila proses

menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepet

(kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah.(Wiji, 2013).


b. Untuk usia 6-8 bulan frekuensi pemberian ASI 5-7 kali perhari dan jadwal

pemberian ASI 6 pagi, jam makan snack atau selingan, jam 2 siang, jam 8

malam, jam 10 malam, dan jam 12, jam 3 subuh bila bayi masih

menghendaki

c. Untuk usia 9-11 bulan frekuensi pemberian ASI 5-6 kali perhari dan jadwal

pemberian ASI 6 pagi, jam makan snack atau selingan, jam 2 siang, jam 8

malam, jam 10 malam dan jam 12.

d. Untuk usia 12-23 bulan frekuensi pemberian ASI 3 kali perhari dan jadwal

pemberian ASI 6 pagi, jam 2 siang, dan jam 8 malam (PERSAGI, 2014)

Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik

dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang baru lahir.

Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan nutrisi yang mempercepat

pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem syaraf (Wiji, 2013).

2. Manfaat dan Komposisi ASI

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makanan bayi yang terbaik,

terutama bayi berumur kurang dari 6 bulan. ASI mengandung berbagai zat gizi

dan cairan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan

pertama setelah kelahiran. Beberapa manfaat ASI adalah sebagai berikut :

a. Manfaat ASI bagi Bayi:

1) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

ASI mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.

2) Mendapatkan anti tumor dari ibu (Human Alpha-Lactalbumin

Made Lethal to Tumor Cell). Zat anti tumor tersebut dapat


membunuh 40 jenis sel tumor berbeda tanpa mengganggu sel

yang sehat.

3) ASI sebagai sumber zat gizi

ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan

komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

pertumbuhan bayi.

4) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan anak

Kontak kulit saat menyusui berpengaruh terhadap

perkembangan bayi. Interaksi yang timbul waktu proses

menyusui antara ibu dan bayi menimbulkan rasa aman dan

nyaman. Perasaan aman sangat penting untuk membangun

dasar kepercayaan bayi (basic sense of trust) yaitu dengan

mulai mempercayai orang lain (ibu), maka selanjutnya akan

timbul rasa percaya pada diri sendiri.

5) ASI mudah dicerna dan diserap secara efisien

ASI mengandung protein whey yang mudah diserap dan kasein

dalam jumlah sedikit.

6) Mengupayakan pertumbuhan yang baik

Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan

yang baik dan mengurangi risiko obesitas. Frekuensi menyusu

yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat karena

volume ASI yang dihasilkan lebih banyak sehingga penurunan

berat badan bayi hanya sedikit.

b. Manfaat Menyusui bagi Ibu


1) Mempercepat rahim kembali ke ukuran semula, Sewaktu

menyusui, perut ibu terasa sakit yang menandakan terjadinya

kontraksi dengan demikian pengecilan rahim terjadi lebih cepat.

2) Mencegah perdarahan pasca persalinan sehingga meminimalkan

kejadian anemia pada ibu menyusui Perangsangan pada payudara

ibu oleh isapan bayi akan diteruskan ke otak dan ke kelenjar

hipofisis yang akan merangsang terbentuknya hormon oksitosin.

Oksitosin membantu rahim berkontraksi, mencegah terjadinya

perdarahan pasca persalinan dan mempercepat keluarnya sisa

plasenta.

3) Mengurangi terjadinya kanker payudara karena pada saat menyusui

hormon estrogen mengalami penurunan, sementara itu tanpa

aktivitas menyusui, kadar hormon estrogen tetap tinggi dan inilah

yang diduga menjadi salah satu pemicu kanker payudara karena

tidak adanya keseimbangan hormon estrogen dan progesteron.

4) Menyusui secara eksklusif dapat digunakan sebagai Metode

Amenorrhea Laktasi (MAL) yang harus dipenuhi dengan 3 syarat:

a) Amenorrhea (tidak menstruasi) setelah 6 minggu pasca

persalinan

b) Menyusui secara eksklusif tidak lebih dari 4 jam antara waktu

menyusui dan hanya satu kali dalam satu hari tidak lebih dari 6 jam

(dalam kurun 24 jam) diantara waktumenyusui

c) Usia bayi kurang dari 6 bulan.

5) Mempercepat kembali ke berat badan semula Lemak tubuh yang

tersimpan dibawah kulit selama hamil, akan dipakai untuk


membentuk ASI, sehingga apabila ibu tidak menyusui, lemak

tersebut akan tetap tersimpan dalam tubuh.

6) Memudahkan ibu karena ASI selalu tersedia dengan suhu yang

sesuai dengan bayi.

c. Manfaat ASI bagi Keluarga

1) Ibu dan anak tidak mudah sakit sehingga meminimalisir

pengeluaran untuk berobat

2) Tidak ada biaya untuk membeli susu formula dan bahan bakar

serta alat untuk pemberian susu formula

3) Meminimalisir risiko kehamilan karena kelahiran bisa dijarangkan

bila ibu memberikan ASI eksklusif

4) Menghemat waktu karena tidak perlu membeli dan mempersiapkan

susu formula

d. Manfaat menyusui bagi tempat kerja

1) Mengurangi tingkat ketidakhadiran ibu di tempat bekerja.

Pengurangan ketidakhadiran menyebabkan penghematan biaya

untuk perusahaan dan meningkatkan loyalitas karyawan.

2) Mengurangi pergantian karyawan dan pelatihan karyawan baru

e. Manfaat ASI bagi Negara

1) Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Anak

2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit

3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. ( Pedoman Makan

Bayi dan Anak, 2020).

3. Pemberian ASI pada Ibu Bekerja


Dalam usaha mempertahankan praktik menyusui bagi ibu bekerja, terdapat

dukungan pemerintah berupa Peraturan Bersama untuk mendukung pemberian ASI

selama waktu bekerja di tempat kerja yaitu Peraturan Bersama antara Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Departemen

KesehatanNo.48/MenPP/XII/2008;PER.27/MEN/XII/2008;No.1177/Menkes/PB/XII/

2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat

Kerja, telah ditandatangani pada tanggal 22 Desember 2008. Meskipun UU yang

mengatur cuti melahirkan bagi ibu hanya memberi waktu selama 3 bulan, namun akan

lebih membantu jika ibu mengambil waktu cuti lebih dekat dengan waktu persalinan

agar dapat lebih lama menyusui bayi sesering mungkin dan semau bayi. Edukasi yang

diberikan pada ibu menyusui yang bekerja antara lain:

1) Ibu menyusui secara eksklusif dan sesering mungkin selama cuti melahirkan

2) Ibu belajar memerah ASI segera setelah bayi lahir

3) Ibu memerah ASI sebelum pergi bekerja dan meninggalkan ASI perah tersebut

pada pengasuh untuk diberikan kepada bayi

4) Ibu mengajarkan pengasuh untuk memberikan ASI perah pada bayi dengan benar

yaitu menggunakan cangkir

5) Ibu selalu mengutamakan bayi dapat menyusu terlebih dahulu kemudian ASI

perah

6) Ibu menghindari memulai cara lain untuk memberi ASI misalnya pemberian ASI

melalui botol

7) Ibu tidak memberikan makanan lain sebelum waktunya

8) Pemberian susu formula dilakukan dengan indikasi medis dan perlu diperhatikan

cara penyiapan, pembuatan, penyimpanan dan penyajian yang tepat (Pedoman

Makan Bayi dan Anak, 2020).


4. Ibu Memerah ASI

Manfaat memerah ASI bagi ibu dan bayi antara lain:

a) Mengurangi bengkak atau sumbatan atau stasis ASI pada payudara

b) Memudahkan bayi menyusu pada payudara yang terlalu penuh

c) Memberi ASI bayi BBLR yang tidak bisa menyusu

d) Memberi ASI bayi sakit, yang tidak dapat menyusu dengan cukup

e) Memberi ASI bayi yang mengalami kesulitan dalam koordinasi proses

menyusu

f) Memberi ASI bayi sementara bayi belajar mengisap dari puting yang

terbenam

g) Memberi ASI bayi yang ’menolak’ menyusu, sementara ia belajar menyukai

kegiatan menyusu

h) Mempertahankan pasokan ASI dan mencegah ASI menetes/rembes

i) Menyediakan ASI untuk bayi ketika ibu bekerja Ibu memerah ASI 2-3 kali

setiap hari kurang lebih 3 jam sekali.

C. Tinjauan Tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

1. Definisi Makanan Pendamping ASI

Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang

mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan

gizinya. Makanan Pendamping ASI diberikan mulai usia 6 bulan sampai 24

bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak, kebutuhan akan zat gizi semakin

bertambah karena tumbuh kembang, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang

memenuhi kebutuhan gizi. Makanan Pendamping ASI merupakan makanan

peralihan dari ASI ke makanan keluarga (Molika, 2014).


Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang

mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna

memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan

dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus

dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan umur

dan kemampuan bayi (Mufida, 2015). Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas

dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan

anak yang sangat pesat (Alfiana dkk, 2017).

2. Prinsip Pemberian MP-ASI

Prinsip dasar pemberian MP ASI harus memenuhi 4 syarat yaitu tepat waktu,

adekuat, aman, dan diberikan dengan cara yang benar. Prinsip pemberian MP ASI

diuraikan sebagai berikut:

a. Tepat waktu

MP ASI diberikan saat ASI saja sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi

bayi yaitu pada usia 6 bulan.

b. Adekuat

MP ASI mampu memenuhi kecukupan energi, protein, mikronutrien untuk

mencapai tumbuh kembang anak dengan mempertimbangkan usia, jumlah,

frekuensi, konsistensi/tekstur, dan variasi makanan.


Tabel 2. Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak (usia 6-23 bulan)
yang mendapat ASI dan tidak mendapat ASI
Usia Jumlah Energi dari Konsistensi/ Frekuensi Jumlah setiap kali
MP-ASI yang Tekstur makan
dibutuhkan per hari
6-8 bulan 200 kkal Mulai dari 2-3 kali setiap Mulai dengan 2-3
bubur kental, hari sendok makan setiap
makanan lumat 1-2 kali kali makan,
selingan dapat tingkatkan bertahap
diberikan hingga ½ mangkok
berukuran 250 ml
(125 ml)
9-11 bulan 300 kkal Makanan yang 3-4 kali setiap ½-3/4 mangkok
dicincang halus hari, 1-2 kali ukuran 250 ml (125-
dan makanan selingan dapat 200 ml)
yang dapat diberikan
dipegang bayi
12-23 550 kkal Makanan 3-4 kali setiap ¾-1 mangkok ukuran
bulan keluarga hari, 1-2 kali 250 ml
selingan dapat
diberikan
Jika tidak Jumlah kalori sesuai Tekstur/ Frekuensi Jumlah setiap kali
mendapat dengan kelompok konsistensi sesuai dengan makan sesuai dengan
ASI (6-23 usia sesuai dengan kelompok usia kelompok umur,
bulan) kelompok usia dan tambahkan dengan penambahan
1-2 kali makan susu 1-2 gelas susu
ekstra 1-2 kali perhari (250 ml) dan
selingan dapat 2-3 kali cairan ( air,
diberikan. putih, kuah sayur,
dll).
(sumber: WHO, 2009; WHO 2010; WHO/PAHO, 2003; UNICEF, 2013)
(dalam buku Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak, 2020)

c. Aman

MP ASI disiapkan dan disimpan dengan cara yang higienis, diberikan

menggunakan tangan dan peralatan yang bersih. Ada 5 kunci untuk makanan

yang aman, antara lain:

1) Menjaga kebersihan (tangan, tempat kerja, peralatan)


2) Memisahkan penyimpanan makanan mentah dengan makanan yang sudah

dimasak

3) Menggunakan makanan segar dan masak sampai matang (daging, ayam,

telur, dan ikan)

4) Menyimpan makanan dalam suhu yang tepat sesuai dengan jenis

makanannya (> 60°celcius dan < 5°celcius)

5) Menggunakan air bersih yang aman.

d. Diberikan dengan Cara yang Benar

Pemberian MP ASI memenuhi syarat sebagai berikut

1) Terjadwal

a) Jadwal makan termasuk makanan selingan teratur dan terencana

b) Lama makan maksimum 30 menit

2) Lingkungan yang mendukung

a) Hindari memaksa meskipun hanya makan 1- 2 suap (perhatikan tanda

lapar dan kenyang)

b) Hindari pemberian makan sebagai hadiah

c) Hindari pemberian makan sambil bermain atau nonton televisi

3) Prosedur makan

a) Porsi kecil

b) Jika 15 menit bayi menolak makan, mengemut, hentikan pemberian

makan

c) Bayi distimulasi untuk makan sendiri dimulai dengan pemberian

makanan selingan yang bisa dipegang sendiri

d) Membersihkan mulut hanya setelah makan selesai

3. Syarat Utama Mutu MP-ASI


Dalam pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya

memenuhi kualitas diantaranya:

a. Padat gizi dan seimbang, yaitu kaya energi, cukup protein dengan mutu tinggi,

perbandingan karbohidrat dan lemak seimbang, cukup vitamin dan mineral,

kandungan serat kasar dibatasi, gula dan garam cukup memberi rasa serta

bersifat penambahan gizi ASI dan tercapai kecukupan gizi sehari.

b. Dapat diterima dengan baik, yaitu disukai dan mudah diperoleh, memenuhi

nilai sosial, ekonomi, budaya dan agama serta berakar pada transisi yang baik.

c. Aman dikonsumsi, yaitu bebas dari gangguan organisme pathogen, bebas dari

racun dan bahan-bahan berbahaya.

4. Waktu Pemberian MP-ASI

Menurut Riksani (2012) untuk memulai pemberian MP-ASI, yang

terpenting adalah kesiapan bayi untuk mulai menerimanya. Berikut adalah tanda-

tanda yang dapat diperhatikan pada bayi yang menunjukkan kesiapan untuk

menerima makanan pendamping, yaitu :

1) Bayi dapat menegakkan dan mengontrol kepala dengan baik.

2) Bayi dapat duduk dengan bersandar tanpa dibantu.

3) Bayi menunjukkan minat terhadap makanan keluarga, seperti memperhatikan

ibu sedang makan dan berusaha meraih makanan tersebut.

5. Jenis – jenis MP-ASI

Menurut Maryunani (2011), jenis makanan pendamping ASI ada dua,

yaitu makanan pendamping ASI komersial dan non komersial.

a. MP-ASI Komersial / Pabrikan

MP-ASI pabrikan adalah jenis MP-ASI yang diberikan kepada anak

usia 6 bulan yang sudah tersedia dalam keadaan kering dan mentah serta
dikemas dalam kaleng atau kardus dengan merek dagang tertentu. Adapun

keunggulan MP-ASI pabrikan yaitu cepat terjangkau, persiapan praktis karena

penyajiannya tidak membutuhkan waktu yang lama dan pada umumnya

produk ini sudah difortifikasih dengan zat gizi.

Pemberian MP-ASI pabrikan kepada anak, sebaiknya menghindari

pemberian produk yang tinggi kandungan gula atau minyak tetapi sedikit

mengandung zat gizi yang lain karena hal tersebut dapat menyebabkan

obesitas dan sensitivitas pengecapan pada anak berkurang. Di Indonesia

tersedia MP-ASI pabrikan yang sudah difortifikasi dengan vitamin dan

mineral dengan harga terjangkau dan mudah disajikan.

b. MP-ASI Non Komersial

MP-ASI bukan komersial adalah jenis MP-ASI yang diolah sendiri

oleh orang tua atau pengasuh anak dirumah sendiri dengan menggunakan

bahan makanan lokal, tetapi sumber bahan makanan pokoknya bisa juga

menggunakan tepung beras pabrikan. Jenis MP-ASI yang dibuat di rumah

perlu mengandung bahan hewani supaya kebutuhan zat besi dan seng bisa

terpenuhi seperti daging, hati atau ikan (Direktorat Bina Gizi, 2010).

6. Kualitas MP-ASI

Kualitas MP-ASI dinilai dari konsistensi pemberian makanan pendamping

ASI sesuai umur mulai dari makanan lumat, lembik hingga makanan keluarga,

serta frekuensi pemberian dalam sehari. Selanjutnya adalah asupan zat gizi dari

makanan. Lengkap berarti setiap hari diberikan sumber karbohidrat, sumber

protein baik hewani maupun nabati serta sumber lemak dalam jumlah yang cukup

sesuai dengan kebutuhan (Nahdloh, 2013).


Kualitas MP-ASI menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap

kebutuhan tubuh. Jika susunan hidangan dalam MP-ASI memenuhi kebutuhan

tubuh, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan yang baik. Jika konsumsi

berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya, konsumsi yang

kurang baik akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisit (Pratiwi,

2010).

1) Konsistensi Pemberian MP-ASI

Konsistensi makanan diberikan bertahap seiring bertambahnya usia. Jika

konsistensi makanan tidak sesuai dengan usianya, maka anak akan makan sangat

sedikit atau sangat lama yang kemudian mengakibatkan asupannya tidak

terpenuhi (Chionardes, 2016). Hasil penelitian Larasati (2011) menunjukkan

bahwa sebagian besar bayi yang memiliki status gizi kurang, konsistensi MP-

ASInya tidak sesuai, sedangkan bayi yang memiliki status gizi baik lebih banyak

yang konsistensi MP-ASInya sesuai.

Tabel 3
Konsistensi Pemberian Makanan Pendamping ASI
Berdasarkan Usia Anak

MP-ASI
Usia (bulan) ASI Makanan Makanan Makanan
lumat lembik keluarga
0-6 *
6-8
9-11
12-24
*
0-6 bulan = 0 bulan 1 hari sampai 5 bulan 29 hari
(Direktorat Bina Gizi, 2010)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa konsistensi pemberian

MP-ASI perlu disesuaikan dengan usia anak yang akan diuraikan sebagai

berikut:
a. Makanan Lumat

Makanan lumat merupakan bentuk MP-ASI yang diberikan pada anak

usia 6-8 bulan seperti bubur, sayuran, buah, biskuit yang dilumatkan.

Makanan lumat merupakan jenis MP-ASI yang dapat memenuhi kekurangan

energi pada usia 6 bulan jenis makanan ini mengandung energi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan makanan cair.

Cara pengolahan makanan MP-ASI dalam bentuk lumat yaitu dengan

mengaluskan bahan yang akan dijadikan MP-ASI sehingga semua bahan

makanan tersebut menyatu dan konsistensinya lebih cair dari makanan

lembik. Selain dapat mempermudah proses pencernaan anak karena pada usia

ini merupakan tahap awal pengenalan MP-ASI.

b. Makanan Lembik

Makanan lembik merupakan bentuk MP-ASI yang diberikan pada

anak usia 9-11 bulan. Pengolahan MP-ASI berupa makanan lembik biasanya

menggunakan bahan makanan tambahan berupa sayuran, lauk nabati dan

lauk hewani sehingga bahan bahan makanan dicincang terlebih dahulu

sebelum diolah supaya konsistensinya lebih padat dari makanan lumat karena

pada usia ini alat pencernaan anak sudah mampu untuk mencerna makanan

tersebut seiring dengan pertambahan usianya dan kebutuhan akan zat gizinya

juga meningkat, sehingga makanan yang diberikan sebaiknya agak padat dan

dari sebelumnya karena kandungan gizi dari makanan padat lebih tinggi dari

makanan cair.

MP-ASI yang diberikan pada anak yang mengalami pertumbuhan

kurang baik dapat diperkaya zat gizi dengan cara penambahan minyak atau

lemak sebagai makanan yang kaya akan energi. Penambahan minyak atau
lemak dapat membuat bubur lebih kental, lebih lembut, dan mudah

dikonsumsi olah anak, tetapi jika anak tumbuh dengan baik makan

penambahan minyak atau lemak tidak perlu.

c. Makanan Keluarga

Makanan keluarga merupakan bentuk makanan yang diberikan pada

anak usia 12-24 bulan atau dengan kata lain betuk MP-ASI ini sama dengan

makanan yang dimakan oleh keluarga, demikian pun yang diberikan pada

anak (Direktorat Bina Gizi, 2010).

2) Jumlah Asupan Zat Gizi MP-ASI Sesuai Kebutuhan

Asupan zat gizi merupakan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang

yang dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif. (Yuliarti, 2010). Kebutuhan gizi

adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk

hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur,

jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu. Menurut Almatsier (2010), zat gizi

adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur

proses-proses kehidupan. Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh dapat

dikelompokkan menjadi 5 yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral.

Menurut Arisman (2010), adapun zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh

bayi/anak yang dapat mendukung pertumbuhan yang sehat diantaranya:

a. Energi
Kebutuhaan energi bayi yang cukup selama tahun pertama kehidupan

sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan energi

selama 2 bulan pertama, yaitu pada masa pertumbuhan cepat, adalah 120

kkal/kg BB/hari. Secara umum, selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi

memerlukan energi sebesar kira-kira 115-120 kkal/kg/hari, yang kemudian

berkurang menjadi sekitar 105–110 kkal/kg/hari pada 6 bulan sesudahnya.

b. Protein

Jumlah protein yang diperlukan untuk pertumbuhan paling besar

terjadi pada awal masa bayi dan berkurang seiring waktu. Pada usia 1 bulan,

64% asupan protein digunakan untuk pertumbuhan, berkurang menjadi 24%

pada usia 6 hingga 12 bulan. Kebutuhan protein untuk bayi yang berusia lebih

dari 6 bulan lebih rendah daripada kebutuhan protein untuk bayi yang lebih

muda.

c. Lemak

Air Susu Ibu memasok sekitar 40-50% energi sebagai lemak (3-4

gr/100 cc). Lemak minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan

bukan saja untuk mencukupi kebutuhan energi tetapi juga memudahkan

penyerapan asam lemak esensial, vitamin yang terlarut dalam lemak, kalsium

serta mineral lain dan juga untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi yang lain

tidak terpakai sebagai sumber energi.

d. Karbohidrat

Kebutuhan akan karbohidrat bergantung pada besarnya kebutuhan

akan kalori. Sebaiknya 60-70% energi dipasok oleh karbohidrat. Jenis

karbohidrat yang sebaiknya diberikan adalah laktosa, bukan sukrosa. Karena

laktosa bermanfaat untuk saluran pencernaan bayi. Manfaat ini berupa


pembentukan flora yang bersifat asam dalam usus besar sehingga penyerapan

kalsium penyerapan kalsium meningkat. Pada ASI dan sebagian susu formula,

laktosa memang menjadi sumber karbohidrat utama.

e. Vitamin Larut Lemak

Jumlah vitamin A yang dibutuhkan bayi sebanyak 75 RE per hari.

Konsumsi vitamin D pada bayi akan meningkat pada waktu terjadinya

klasifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan 400

IU/hari. Kebutuhan vitamin E pada bayi sebanyak 2-4 mg TE (Tocopherol

Equivelent) per hari. Untuk vitamin K, defisiensi vitamin K dapat terjadi pada

beberapa hari pertama kehidupan.

f. Vitamin Larut Air

Vitamin yang larut dalam air,meliputi vitamin B dan C, kebutuhan

bayi akan vitamin ini dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi

harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin per 1000 Kkal energi yang dikonsumsi

untuk memelihara kejenuhan jaringan. Sedangkan untuk vitamin C, bayi

memperoleh dari ASI.

g. Mineral

Air Susu Ibu mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat

mensuplai sekitar 210 mg kalsium per hari. Mineral mempunyai fungsi

sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon, dan enzim,

sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme, keseimbangan cairan

tubuh, proses pembekuan darah. Zat besi atau Fe berfungsi sebagai komponen

sitokrom yang penting dalam pernafasan dan sebagai komponen dalam

hemoglobin yang penting dalam mengikat oksigen dalam sel darah merah.
Di bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan

pada bayi dan balita (per hari per orang) berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 75 Tahun 2013).

Tabel 4
Kebutuhan Zat Gizi (Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat)
Pada Bayi

Kelompok BB TB Energi Protein Lemak KH


Umur (kg) (cm) (kkal) (g) (g) (g)
Bayi/anak
0-6 bulan 6 61 550 12 34 58
7-11 bulan 9 71 725 18 36 82
1-3 tahun 13 91 1125 26 44 155
Sumber : AKG, 2013

Jumlah energi yang dibutuhkan sesuai umur anak dan jumlah energi

yang diperoleh dari ASI menurun dari bulan ke bulan. Hal ini menyebabkan

kebutuhan energi meningkat pada setiap pertambahan umur. Hasil penelitian

Larasati (2011), menyatakan bahwa semua bayi yang memiliki status gizi

kurang, tingkat konsumsi energi dan proteinnya kurang, sedangkan bayi yang

memiliki status gizi baik sebagian besar tingkat konsumsi energi dan

proteinnya juga baik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian

Sulistianingsih (2015) yang menyatakan bahwa asupan makan berhubungan

dengan kejadian stunting.

Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat

dilihat pada tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah diestimasi

berdasarkan kelompok umur. Angka kebutuhan ini bukanlah kebutuhan

minimum dan maksimum, akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat

konsumsi dari suatu populasi.


Tabel 5
Kategori Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dari
Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Kategori %AKG
Baik ≥ 77 %
Kurang ¿ 77 %
Sumber : Gibson, 2005

D. Tinjauan Tentang Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis

makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status

nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku manusia atau

sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan

pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara

seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan

terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Dan menurut seorang ahli

mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang

berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan

makanan. (Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis,

frekuensi, dan jumlah makanan.

a. Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran ,dan Buah yang

dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara

indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri

dari beras, jangung, sagu, umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,2011)

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013).

sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan merupakan berulang kali

makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan

malam.

c. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap

orang atau setiap individu dalam kelompok.Willy (2011)

2. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan

seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah

faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih,

2011).

a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli

pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya beli

pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat. Pendapatan yang

tinggidapat mencakup kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan

masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam


pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk

mengkonsumsi makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi

kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu masyarakat memiliki cara

mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai

suatu cara bentuk macam pola makan seperti:dimakan, bagaimana

pengolahanya, persiapan dan penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa

sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan (Depkes

RI, 2008).

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang dipelajari

dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan

kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi, media

elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih, 2011).

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis
makanan yang dimakan. (Depkes,2009). Menurut Willy (2011) mengatakan

bahwa suatu penduduk mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali sehari

adalah kebiasaan makan dalam setiap waktu

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka kecukupan gizi

yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi

tempat tinggal seperti yang disebutkan. (Sulistyoningsih, 2011).

a. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi

pada usia balita karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan

perkembangan sangat pesat. Semakin bertambah umur kebutuhan zat gizi

seseorang lebih rendah untuk tiap kilogram berat badan orang dewasa.

b. Aktifitas

Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan seseorang yang

beraktifitas dalam menjalankan pekerjaan setiap hari.

c. Jenis Kelamin

Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk mengetahui

identitas seorang individu maupun sekelompok masyarakat.

d. Daerah Tempat Tinggal

Suatu penduduk yang bertinggal perkotaan atau pendesaan membutuhkan

pengetahuan tentang pola makan dengan cara yang benar dan baik dalam

tempat waktu makan teratur.

4. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan jenis makan

dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang terdiri dari
enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. dan keaneka ragam

makanan.

Konsumsi pola makan seimbang merupakan susunan jumlah makanan yang

dikonsumsi dengan mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat

ialah: zat pembagun dan zat pengatur.

Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati

adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam,

daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk

perkembangan kualitas tingkat kecerdasan seseorang.

Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur dan buah banyak

mengandung vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan fungsi organ tubuh.

Tabel 6
Frekuensi dan Jumlah Pemberian MP-ASI

Usia
Frekuensi Per Hari Jumlah Pemberian
(bulan)
6-8 a. Teruskan pemberian ASI 2-3 sendok makan secara
sesering mungkin bertahap hingga mencapi
b. Makanan lumat 2-3 kali ½ gelas atau 125 ml setiap
sehari kali makan.
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari.
9-11 a. Teruskan pemberian ASI ½ sampai ¾ gelas /
b. Makanan lembik 3-4 kali mangkuk atau 125-175 ml.
sehari
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari
12-24 a. Makanan keluarga 3-4 kali a. ¾ sampai 1 mangkok
sehari (175-250 ml).
b. Teruskan pemberian ASI
c. Makanan selingan 1-2 kali
sehari.
Sumber : Penuntun Diet Anak, 2016.
Jadwal Pemberian MP-ASI

Tabel 7
Jadwal Pemberian Makanan Berdasarkan Umur

Jadwal USIA
6 – 8 bulan 9 – 11 bulan 12 – 23 bulan
06.00 ASI ASI ASI
08.00 makan Pagi (MP-ASI) makan Pagi makan Pagi
10.00 ASI/makanan selingan ASI/makanan selingan makanan
12.00 makan siang (MP makan siang selingan
ASI) makan siang
14.00 ASI ASI
16.00 makanan selingan makanan selingan ASI
18.00 makan malam (MP makan malam makanan
ASI) selingan
20.00 ASI ASI makan malam
22.00 ASI ASI
24.00 ASI* ASI ASI
03.00 ASI* --- ---
---
---
*Bila bayi masih menghendaki
Sumber: PERSAGI, 2014
E. KerangkaTeori

Status Gizi

Makanan Tidak Seimbang Penyakit Infeksi

Ketersediaan Sanitasi dan Yankes


pangan Pola Asuh Tidak memadai

Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Keterampilan

Kurang pemberdayaan wanita, dan


keluarga, pemanfaatan sumber daya
masyarakat

Pengangguran, Inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan

Krisis ekonomi, Politik, dan Sosial

Gambar 1 Kerangka Teori UNICEF (1998)

Masalah gizi merupakan masalah multi dimensi yang dipengaruhi oleh berbagai

macam faktor, seperti faktor ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan

kesehatan. UNICEF (1998) mengembangkan suatu bagan penyebab kurang gizi seperti

yang terlihat pada Gambar 1. Krisis ekonomi, politik, dan sosial merupakan akar

masalah nasional dari kejadian kurang gizi. Penyebab langsung permasalahan kurang
gizi adalah terjadinya ketidakseimbangan antara asupan makanan yang berkaitan

dengan penyakit infeksi. Apabila seseorang kekurangan asupan makanan maka akan

menyebabkan daya tahan tubuh menjadi lemah sehingga memudahkan orang tersebut

untuk terkena penyakit infeksi. Terjadinya penyakit infeksi dipengaruhi oleh iklim

tropis, sanitasi lingkungan buruk, sehingga menyebabkan seseorang menjadi kurang

gizi (Depkes, 2005).

F. Kerangka Konsep

Frekuensi Pemberian ASI

Kualitas MP-Asi
Status Gizi

Pola Makan

G. Hipotesis

1. Ada hubungan Frekuensi pemberian ASI dengan status gizi pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

2. Ada hubungan Kualitas MP-ASI dengan status gizi pada baduta di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

3. Ada hubungan Pola Makan dengan status gizi pada baduta di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan desain

Cross Sectional Study dimana pengukuran variabel independen dan variabel

dependen dilakukan pada waktu bersamaan.

B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2022 di

wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah 75 baduta (6-24 bulan) yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna. (sumber : daftar nama anak

baduta tahun 2021 Puskesmas Parigi, format terlampir).

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja

Puskesmas Parigi yang dikategorikan sesuai umur kemudian dipilih dengan cara

di lot.

3. Besar Sampel

Untuk menentukan besaran sampel yang populasinya lebih kecil dari

10000 ditentukan dengan rumus (Sugyono, 2011):


N
n = 2
N . d +1

n = sampel

N = populasi

d = Penyimpangan terhadap populasi sebesar 10%

N
n = 2
N . d +1
75
= 2
75 .(0 , 10) +1
75
=
1, 75

= 42,85 dibulatkan menjadi 43

= 43 orang

4. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

proportional random sampling. Untuk menentukan jumlah sampel masing-

masing desa digunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2017) :

n
N = S Xn

Keterangan :

N : Jumlah sampel

n : jumlah populasi

s : jumlah total populasi

Hasil yang didapatkan dari masing-masing proportional random sampling

adalah sebagai berikut :

23
Desa Warambe : x 43 = 13
75
27
Desa Parigi : x 43 = 16
75

6
Kelurahan Wasolangka : x 43 = 3
75

4
Desa Labulu- bulu : x 43 = 2
75

15
Desa Wapuale : x 43 = 9
75

5. Prosedur Pengambilan Sampel

a. Mencatat data anak baduta (6-24 bulan) dari data aplikasi Elektronik

Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).

b. Melakukan konfirmasi data ke kader posyandu, tenaga pelaksana gizi dan

ketua RW.

c. Menghitung jumlah sampel.

d. Memilih sampel secara proportional random sampling.

e. Melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

f. Melakukan wawancara.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Data primer terdiri dari data karakteristik responden dan sampel yang

diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden.

b. Data tentang frekuensi pemberian ASI yang diperoleh melalui wawancara

langsung dengan responden menggunakan kuesioner.

c. Data tentang kualitas MP-ASI, yang diperoleh melalui wawancara langsung

dengan responden menggunakan kuesioner.


d. Data tentang pola makan yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan

responden menggunakan kuesioner.

e. Data status gizi anak melalui pengukuran antropometri, yang diperoleh

dengan penimbangan berat badan menggunakan timbangan digital (seca scala)

dengan ketelitian 0,1 kg, serta mengukur panjang/tinggi badan menggunakan

infantometer dan microtoice dengan ketelitian 0,1 cm. Umur sampel diperoleh

dengan informasi tanggal, bulan dan tahun kelahiran sampel. Cara

pengukuran antropometri sebagai berikut:

1) Penimbangan berat badan dengan timbangan digital :

a) Letakkan timbangan pada lantai yang datar.

b) Pakaian seminimal mungkin, seperti sepatu dan barang-barang yang

menambah beban dilepaskan.

c) Berdiri tegap pada timbangan.

d) Lihat angka yang tertera pada skala timbangan.

e) Catat hasil dalam kilogram.

f) Untuk anak yang belum kooperatif bias digendong oleh ibunya,

hasilnya dikurangi dengan berat ibu.

2) Pengukuran tinggi badan dengan microtoice :

a) Tempelkan dengan paku microtoice tersebut pada dinding yang lurus

datar keras setinggi tepat 2 meter. Angka nol pada lantai yang datar

dan rata.

b) Lepaskan sepatu atau sandal.

c) Berdiri tegap siap, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala

bagian belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap

lurus dengan pandangan ke depan.


d) Turunkan microtoice sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku

harus menempel pada dinding.

e) Baca angka pada skala yang Nampak pada lubang dalam gulungan

microtoice.

f) Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.

3) Pengukuran panjang badan dengan infantometer :

a) Letakkan infantometer pada bidang atau meja yang datar dan rata.

b) Pasang infantometer sesuai dengan urutan yang benar.

c) Tarik papan geser maju mundur untuk memastikan tidak ada

hambatan.

d) Beri alas kain tipis pada alat ukur bagian kepala untuk kenyamanan

anak.

e) Pastikan anak menggunakan pakaian seminimal mungkin dan lepaskan

aksesoris di bagian kepala yang dapat menghambat proses

pengukuran.

f) Telentangkan anak diatas infantometer.

g) Pengukur utama berdiri disamping kanan anak untuk menekan dengan

lembut lutut anak dan memastikan telapak kaki anak rata dengan

papan geser. Jari – jari kaki anak menunjuk ke atas.

h) Asisten pengukur berdiri dibagian kepala anak untuk memastikan

posisi kepala anak sesuai dengan garis frankfort. Pastikan ibu berada

di dekat anak untuk menenangkan anak tanpa mengganggu proses

pengukuran.

i) Asisten pengukur memegang kepala anak sehingga bagian atas kepala,

tegak lurus dengan papan dan menyentuh papan ukur.


j) Pengukur utama menarik papan geser hingga menyentuh telapak kaki

anak.

k) Baca hasil panjang badan anak dan catat.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi terkait berupa data demografis dan

geografis, data jumlah populasi anak usia 6-24 bulan yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

3. Instrument Penelitian

Kalkulator, timbangan digital, microtoice / infantometer, alat tulis,

kuesioner food model dan buku catatan.

E. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

a. Data tentang karakteristik demografi sampel dan responden dilakukan analisis

distribusi frekuensi.

b. Data tentang indikator frekuensi pemberian ASI dikategorikan sesuai dengan

kriteria objektif.

c. Data tentang indikator kualitas pemberian MP-ASI dikategorikan sesuai

dengan kriteria objektif.

d. Data tentang indikator pola makan dikategorikan sesuai dengan kriteria

objektif.

e. Data status gizi sampel diolah secara manual dengan menggunakan aplikasi

WHO Antro yang menampilkan status gizi sampel.

2. Analisis Data
Tahap selanjutnya adalah menganalisis data yang meliputi analisis

bivariate untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen.

Analisis data secara komputerisasi untuk melihat variabel yang diteliti dengan Uji

Chi Square.

untuk melihat hubungan antara frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-ASI dan

pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas

Parigi Kabupaten Muna.

Adapun rumus Chi-Square :


2
N {(AD −BC )−N /2}
X2 =
( A+ B)(C+ D)( A +C)(B+ D)

Keterangan :

X2 = Chi-Square

N = jumlah sampel

ABCD = faktor pada sel ABC dan D

Interprestasi hasil uji dikatakan bermakna jika hasil uji menunjukan nilai p

< 0,05

3. Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

F. Definisi Operasional

1. Frekuensi pemberian ASI, yaitu jumlah berapakali pemberian ASI dan Waktu

durasi pemberian ASI pada anak usia 6 – 24 bulan .

a) Usia 6-8 bulan frekuensi pemberian ASI 5-7 kali perhari.

b) Usia 9-11 bulan frekuensi pemberian ASI 5-6 kali perhari.

c) Usia 12-24 bulan frekuensi pemberian ASI 3 kali perhari

(PERSAGI,2014).
Cara penilaian dikategorikan sebagai berikut :

Baik : jika frekuensi pemberian ASI sesuai dengan usia baduta.

Tidak Baik : jika frekuensi pemberian ASI tidak sesuai dengan usia baduta.

2. Kualitas MP-ASI , dinilai dari tekstur, jumlah, variasi, dan kebersihan

pemberian makanan pendamping ASI sesuai umur.

a) Tekstur : Usia 6-8 bulan diberikan makanan lumat, usia 9-11bulan

diberikan makanan yang dicincang halus dan makanan yang dapat

dipegang oleh bayi dan usia 12 -24 diberikan makanan makanan

keluarga.

b) Jumlah : Usia 6-8 bulan 200 kkal (2-3 sendok makan setiap kali

makan), 9-11 bulan 300 kkal (1/2-2/3 mangkok ukuran 250 ml) , 12-

24 bulan 550 kkal (3/4- 1 mangkok ukuran 250 ml).

c) Variasi : bervariasi/beragam, makanan utama: makanan pokok,

protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah di tambah selingan.

d) Kebersihan/ Hygiene : Ibu mencuci peralatan dengan bersih, mencuci

tangan saat mengolah makanan dan mencuci tangan ibu dan anak

sebelum memberikan makanan (Pedoman Pemberian Makan Bayi dan

Anak, 2020).

Cara penilaian dikategorikan sebagai berikut :

Baik : jika kriterianya sesuai dengan definisi kualitas MP-ASI.

Tidak baik : Jika tidak sesuai dengan defenisi kualitas MP-ASI.

3. Pola makan, yaitu suatu cara dalam pengaturan jenis, jumlah makanan dan

frekuensinya untuk mempertahankan kesehatan.


a. Jenis : makanan pokok yang dimakan setiap hari terdiri dari makanan

pokok, Lauk hewani, Lauk nabati, Sayuran ,dan Buah yang dikonsumsi

setiap hari.

b. Jumlah : jika umur 6-8 bulan: 2-3 sendok makan setiap kali makan, 9-

11bulan :½-¾ mangkok ukuran 250 ml, 12-24bulan: ¾-1mangkok

ukuran 250 ml.

e) Frekuensi : Jika umur 6-8 bulan diberikan 2-3 kali sehari, umur 9-11

diberikan 3-4 kali sehari dan umur 12-24 bulan diberikan 3-4 kali

sehari (Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak, 2020).

Cara penilaian dikategorikan sebagai berikut :

Baik : Jika sesuai dengan definisi pola makan

Tidak Baik : Jika tidak sesuai dengan definisi pola makan.

4. Status gizi berdasarkan indeks BB/U

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel

tertentu (Supariasa, 2014). BB/U atau berat badan menurut umur adalah

ideks yang digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi

seseorang saat ini. Klasifikasi berat badan menurut umur (supariasa,2014),

diantaranya :

a. Gizi kurang : -3 sampai dengan < -2 SD

b. Gizi baik : -2 sampai dengan 2 SD


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Parigi berlokasi pada Wilayah Kecamatan Parigi yang terletak di

Kelurahan Wasolangka, Kec. Parigi. Dimana kecamatan Parigi terdiri dari 3

kelurahan dan 10 Desa serta membawahi 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Parigi dan

Puskesmas Wakumoro. Jarak tempuh Puskesmas ± 61 km dari kota Raha. dengan

luas wilayah 134.78 km2. Lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat

maupun roda dua dengan jarak tempuh ± 60 menit dari ibukota Kabupaten Muna.

dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Kabawo

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas wakumoro

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kerja Puskesmas Bone

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Marobo

Adapun wilayah kerja Puskesmas Parigi meliputi 1 kelurahan dan 4 desa

diantaranya:

1. Kelurahan Wasolangka

2. Desa Parigi

3. Desa Labulu-bulu

4. Desa Warambe

5. Desa Wapuale
Puskesmas Parigi memiliki Sarana pelayanan kesehatan meliputi pustu

sejumlah 1. Memiliki ruang pelayanan diantaranya ruang rekam medic, ruang

pemeriksaan umum, poli lansia, ruang MTBS, poli KIA/KB, ruang bersalin, poli

gigi, laboratorium, apotek, ruang gizi, dan UDG.

B. Gambaran Umum Sampel

1. Umur

Umur sampel dalam penelitian ini dari 43 sampel berkisar antara 6-8 bulan,

sebanyak 14%, umur 9-11 bulan sebanyak 27,9% dan umur 12-24 bulan

sebanyak 58,1%. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur disajikan dalam

bentuk tabel 8.

Tabel 8
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)


6-8 bulan 6 14
9-11 bulan 12 27.9
12-24 bulan 25 58,1
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023

2. Jenis Kelamin

Dari 43 sampel terdapat 53,5% sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan

46,5% berjenis kelamin perempuan. Distribusi sampel berdasarkan kelompok

pendidikan disajikan dalam bentuk tabel 9.

Tabel 9
Distribusi Sampel Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)


Laki-Laki 23 53,5
Perempuan 20 46,5
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023

3. Berat Badan

Berat badan sampel dalam penelitian ini dari 43 sampel berkisar antara 6-9,5

kilo sebanyak 34,9%, berat badan 9,6-13,5 sebanyak 51,1% dan berat badan

13,6-20 kilo sebanyak 14%. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur

disajikan dalam bentuk tabel 10.

Tabel 10
Distribusi Sampel Berdasarkan Berat Badan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi

Berat Badan Frekuensi (n) Persentase (%)


6-9,5 15 34,9
9,6-13,5 22 51,1
13,6-20 6 14
Total 77 100
Sumber: data primer (diolah) 2023

C. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Berikut ini distribusi sampel menurut frekuensi pemberian ASI, kualitas MP-

ASI dan pola makan

a. Frekuensi pemberian ASI adalah jumlah berapa kali pemberian ASI dan waktu

durasi pemberian ASI pada anak umur 6-24 bulan. Frekuensi pemberian ASI

menjadi 2 kategori yaitu : baik dan tidak baik.

Tabel 11
Distribusi Sampel Menurut Frekuensi Pemberian ASI
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi

Frekuensi Frekuensi (n) Persentase (%)


Pemberian ASI
Tidak Baik 30 69,8
Baik 13 30,2
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023
Tabel di atas menunjukkan dari 43 sampel, sampel yang berada pada kategori

frekuensi pemberian ASI tidak baik (jika frekuensi pemberian ASI tidak sesuai

usia baduta) yaitu 30 sampel (69,8%) sedangkan sampel dengan kategori

frekuensi pemberian ASI baik (jika frekuensi pemberian ASI sesuai usia

baduta ) yaitu 13 sampel (30,2%)

b. Kualitas MP-ASI dinilai dari tekstur, jumlah, variasi, dan kebersihan

pemberian makanan pendamping ASI sesuai umur. Kualitas MP-ASI pada

sampel di bagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik.

Tabel 12
Distribusi Sampel Menurut Kualitas MP-ASI
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi

Kualitas MP-ASI Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak baik 35 81,4
Baik 8 18,6
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023

Tabel di atas menunjukkan dari 43 sampel, sampel yang berada pada

kategori kualitas MP-ASI tidak baik yaitu 35 sampel (81,4%) sedangkan

sampel dengan kategori kualitas MP-ASI tidak baik baik yaitu 6 sampel (18,6

%)

c. Pola makan yaitu suatu cara dalam pengaturan jenis, jumlah makanan dan

frekuensinya untuk mempertahankan kesehatan. Pola makan pada sampel

dibagi menjadi 2 kategori yaitu tidak baik dan baik

Tabel 13
Distribusi Sampel Menurut Pola Makan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Parigi

Pola Makan Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak Baik 28 65,1
Baik 15 34,9
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023
Tabel di atas menunjukkan dari 43 sampel, sampel yang berada pada pola

makan yang tidak baik yaitu 28 sampel (65,1%) sedangkan sampel dengan

pola makan yang baik yaitu 15 sampel (65,1%).

c. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status

gizi. Status gizi pada penelitian ini berdasarkan indeks BB/U.

Tabel 14
Distribusi Sampel Menurut Status Gizi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi

Status Gizi Frekuensi (n) Persentase (%)


Kurang 28 65,1
Baik 15 34,9
Total 43 100
Sumber: data primer (diolah) 2023

Tabel di atas menunjukkan dari 43 sampel, sampel yang mengalami kejadian

status gizi kurang yaitu 28 sampel (65,1%).sedangkan sampel yang status gizi

baik yaitu 15 sampel (34,9%).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Chi-Square

Test (Uji Chi Kuadrat) dengan confidence interval (CI) 95% dan tingkat

kemaknaan ρ<0,05.

a. Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-

24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna dapat dilihat

pada tabel berikut :


Tabel 15
Hubungan Frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24
bulan) di wilayah kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna

Frekuensi pemberian ASI Status Gizi Baduta


(6-24 bulan) n ρvalue
Kurang Baik
N % n %
Tidak baik 16 53,3 14 46,7 30
Baik 12 92,3 1 6,7 13 0.013
Total 28 65,1 15 34,9 43
Sumber: data primer (diolah) 2023

Hasil penelitian hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status

gizi baduta (6-24 bulan) diperoleh dari 43 sampel terdapat 30 sampel yang

memiliki frekuensi pemberian ASI tidak baik, 16 sampel (53,4%)

mengalami status gizi kurang dan 14 sampel (46,7%) yang mengalami

status gizi baik. Kemudian dari 13 sampel yang memiliki frekuensi

pemberian ASI baik, terdapat 12 sampel (92,3%) mengalami status gizi

kurang dan 1 sampel (6,7%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis

statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf

signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,013 yangmana 0,013< 0,05 maka

Hipotesis di terima yang mana terdapat hubungan frekuensi pemberian ASI

dengan status gizi baduta (6-24 bulan).

b. Hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

Hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna dapat dilihat pada

tabel berikut :
Tabel 16
Hubungan Kualitas MP-ASI dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan)
di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna

Status Gizi Baduta


Kualitas MP-ASI (6-24 bulan)
Kurang Baik n ρvalue
n % n %
Tidak Baik 26 74,3 9 25,7 35
Baik 2 25 6 75 8 0,014
Total 28 65,1 15 34,9 43
Sumber: data primer (diolah) 2023

Hasil penelitian hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta

(6-24 bulan) diperoleh dari 43 sampel. Terdapat 35 sampel yang kualitas

MP-ASI tidak baik, 26 sampel (74,3%) mengalami status gizi kurang dan

9sampel (25,7%) mengalami status gizi baik. Kemudian dari 8 sampel yang

memiliki kualitas MP-ASI baik, terdapat 2 sampel (25%) mengalami status

gizi kurang dan 6 sampel (75%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis

statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf

signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,014 yangmana 0,014 < 0,05

maka Hipotesis di terima atau terdapat hubungan kualitas MP-ASI dengan

status gizi baduta (6-24 bulan).

c. Hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan).

Hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di

Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna dapat dilihat pada tabel

berikut :
Tabel 17
Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Baduta (6-24 bulan) di
Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna

Status Gizi Baduta


Pola Makan (6-24 bulan)
Kurang Baik n ρvalue
n % n %
Tidak Baik 27 96,4 1 3,6 28
Baik 1 6,7 14 93,3 15 0,000
Total 28 65,1 15 34,9 43
Sumber: data primer (diolah) 2023

Hasil penelitian hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24

bulan) diperoleh dari 43 sampel, terdapat 28 sampel yang memiliki pola

makan tidak baik dimana 27 sampel (96,4%) mengalami status gizi kurang

dan 1 sampel (3,6%) mengalami status gizi baik. Kemudian dari 15 sampel

yang memiliki pola makan baik, terdapat 1 sampel (6,7%) mengalami status

gizi kurang dan 14 sampel (93,3%) mengalami status gizi baik. Hasil analisis

statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil dimana pada taraf

signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,000 yangmana 0,000< 0,05 maka

Hipotesis di terima atau terdapat hubungan pola makan dengan status gizi

baduta (6-24 bulan).

D. Pembahasan

1. Hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan).

Dari hasil penelitian hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status

gizi baduta (6-24 bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square

diperoleh hasil pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue

=0,013yangmana 0,013 < 0,05 yang berarti ada hubungan frekuensi pemberian

ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan).


Dalam teori dijelaskan bahwa pemberian ASI menunjukkan bahwa anak

yang masih mendapatkan ASI sampai sekarang memiliki status gizi yang lebih

baik dibandingkan anak yang telah disapih, hal ini dikarenakan anak yang masih

menyusui kebutuhannya jauh lebih terpenuhi dibanding anak yang telah berhenti

menyusui dan hanya mendapat MP-ASI saja ataupun susu formula dimana ASI

tidak akan dapat disamai oleh PASI (pengganti air susu ibu). (Hakim, 2014).

Frekuensi pemberian ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas untuk

pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat

pada periode ini. Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya, maka

takaran susunya pun ditambah agar bayi mendapatkan energy untuk

pertumbuhan dan perkembangannya. ASI hanya memenuhi kebutuhan gizi bayi

sebanyak 60% sisanya dienuhi dengan makanan lain yang cukup jumlah dan

baik gizinya.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarifah Asura (2017),

bahwa ada hubungan frekuensi pemberian MP-ASI dengan status gizi anak 6-24

bulan di Mukim Ateuk Keamatan Kuta Baro Aceh besar, dengan nilai p = 0,021.

Berbeda dengan penelitian Hadju dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak

adanya hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan status gizi anak usia

6-23 bulan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh banyak factor diantaranya

dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan yang tidak mendukung, kemampuan atau

pengetahuan ibu kurang terhadap pemberian ASI Ekslusif, jenis, dan pemberian

MP-ASI yang terlalu dini atau terlambat.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan para ibu untuk

menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, melanjutkan dengan memberikan

makanan pendamping ASI dari bahan-bahan local yang kaya nutrisi sambil tetap
memberikan ASI sampai anak 2 tahun dengan memperhatikan kualitas dan

kuantitas pada setiap tahapan,apabila frekuensi pemberiannya tidak sesuai

dengan persyaratan kesehatan yang sudah ditetapkan maka dapat berakibat

malnutrisi atau gizi lebih.

2. Hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

Dari hasil penelitian hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta

(6-24 bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh

hasil pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,014 yangmana 0,014

< 0,05 yang berarti ada hubungan antara kualitas MP-ASI dengan status gizi

baduta (6-24 bulan).

Memasuki usia 6 bulan, bayi sudah bisa diberi makanan pendamping ASI

atau MP-ASI. Pada fase ini, kebutuhan kalori bayi tidak hanya bergantung pada

ASI saja tetapi juga makanan padat dan bergizi. Pemberian makanan pada anak

harus diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar zat-zat gizi yang diperlukan

dapat tercukupi dengan baik. Kualitas MPASI yang baik adalah adekuat dapat

dilihat dari aspek pemenuhan gizi yang perlu dipenuhi ( Munjidah, 2020).

Pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Manidatul Munawarah (2017) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara kualitas pemberian MP-ASI terhadap status gizi anak usia 12-24 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Pangkajene Desa Kanie Kabupaten Sidenreng

Rappang menurut indikator BB/U dan penelitian yang dilakukan oleh

Rochimiwati, dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara kualitas pemberian makanan pendamping ASI dengan status

gizi anak usia 6-23 bulan di wilayah pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar

tahun 2013.
MPASI yang diberikan kepada anak harus diperhatiakn dengan sebaik

mungkin termaksud asupan gizi yang dikonsumsi oleh anak untuk masa

perkembangan dan pertumbuhan karena apabila anak mendapat asupan yang

kurang atau lebih akan mengalami masalah kesehatan seperti imunitas tubuh

yang menurun, berat badan anak yang tidak stabil atau akan mengakibatkan

obesitas dini (Kemenkes RI 2019).

3. Hubugan pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

Dari hasil penelitian hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24

bulan) menggunakan analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh hasil

pada taraf signifikan α = 0,05, df = 1, nilai ρvalue =0,000 yangmana 0,000 <

0,05 yang berarti ada hubungan antara pola makan dengan status gizi baduta (6-

24 bulan).

Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energy, sumber zat

pembangun dan sumber zat-zat pengatur karna semua zat gizi diperlukan untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan perkembangan otak. Dengan pola

makan yang seimbang dan aman dapat mencapai dan mempertahankan status

gizi dan kesehatan yang optima. (Almaster, S.dkk,2010). Pemberian makanan

hendaknya disesuaikan dengan perkembangan dan dipilih dengan baik yaitu

mudah dicerna, diabsorpsi, dan dimetabolisme. Makanan akan mempengaruhi

perkembangan secara fisik dan mental.

Penelitian yang dilakukan sejalan dengan Dwi Sulistyorini (2017) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI dengan status

gizi balita usia 7-24 bulan dengan nilai p=0,016.

Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berarti memeberikan

makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan pada bayi dan anak usia
7-24 bulan. MP-ASI diberikan secara bertahap sesuai usia anak, mulaidari

MPASI jenis lumat, lembut,sampai anak terbiasa dengan makanan keluarga. Di

samping MP-ASI, pemberian ASI terus menerus dilanjutkan sebagai sumber zat

gizi dan factor pelindung penyakit hingga anak mencapai usia dua tahun atau

lebih. (Kemenkes, 2011).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpilkan sebagai berikut:

1. Sampel yang memiliki frekuensi pemberian ASI tidak baik sebanyak 30 orang

(69,8%) dan sampel yang memiliki frekuensi pemberian ASI baik sebanyak 13

orang (30,2%)

2. Sampel yang memiliki kulaitas MP-ASI tidak baik sebanyak 35 orang (81,4%)

dan sampel yang memiliki kulaitas MP-ASI baik sebanyak 8 orang (16,6%).

3. Sampel yang dengan pola makan tidak baik sebanyak sebanyak 28 orang

(65,1%) dan sampel yang memiliki pola makan baik sebanyak 15

orang (34,9%)

4. Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan)

di Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna Tahun.

5. Ada hubungan kualitas MP-ASI dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di

Wilayah Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

6. Ada hubungan pola makan dengan status gizi baduta (6-24 bulan) di Wilayah

Kerja Puskesmas Parigi Kabupaten Muna.

B. Saran

1. Bagi tempat penelitian (puskesmas)

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkankepadapihak

puskesmas dalam melakukan intervensi dan pemantauan ke posyandu-

posyandu yang berkaitan dengan ASI, MP-ASI dan status gizi pada bayi,

baduta maupun anak balita.


b. Menigkatkan kegiatan program gizi untuk perbaikan gizi pada bayi, baduta,

dan anak balita untuk mencegah atau mengurangi kejadian malnutrisi atau

obesitas pada bayi, baduta, dan anak balita.

2. Bagi Masyarakat

Bagi ibu yang memiliki bayi, baduta dan anak balita diharapkan rajin ke

posyandu untuk memantau pertumbuhan anak dan aktif untuk melakukan

konsultasi dengan mengikuti penyuluhan.

3. Bagi Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai hubungan

frekuensi pemberian ASI, Kualitas MP-ASI, dan pola makan dengan status gizi

baduta, agar hasil penelitian yang didapatkan menjadi lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Siti Wulandari. 2016. Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping


Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Ahmad,Siti Manadijah, Cesilia Meti Dwiriani, Risatianti Kolopaking. 2019.
Pengetahuan, Sikap, Motivasi Ibu, dan Praktik Pemberian MP-ASI Pada Anak
Usia 6-23 Bulan. Studi Pormatif Aceh.
Alfiana, Nunik. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Pola Pemberian ,
Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Anak. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama.
Arini, Nur Intani, Ibnu Malkan. 2017. Pengaruh Pemberian MP ASI Kepada Ibu
dengan Anak Baduta di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Terhadap
Pengetahuan dan Perilaku Pemberian MP ASI. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. Vol.13 No.1.
Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta; EGC.
Chionardes, MA. 2016. Praktik Pemberian MP-ASI sebagai Faktor Risiko Growth
Faltering pada Anak Usia 7-24 Bulan. Universitas Diponegoro.
Damayanti. 2016. Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan
Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Padasalah Satu Desa Di Wilayah
Lampung Timur. Poltekkes Lampung
Direktorat Bina Gizi. 2010. Pelatihan Konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Panduan Peserta. Jakarta ; Kemenkes RI.
Dwi Sulistyorini. 2017. Hubungan Antara Pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi
Balita Usia 7-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pucangsawit Kecamatan
Jebres Kota Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan Bagi Balita. Jakarta ; Direktorat Jendral Bina Gizi
Kesehatan Ibu dan Anak.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi
Bangsa Indonesia. Jakarta ; Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2013.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Situasi Gizi. Jakarta ;
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017.
Jakarta ; Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta ; Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. 2021. Pedoman Pemberian Makan Bayi Dan Anak.
Jakarta ; Kementerian Kesehatan RI
Larasati, W. 2011. Hubungan Antara Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) dan Penyakit Infeksi Kaitannya dengan Status Gizi pada Bayi Umur
6-24 Bulan. Universitas Negeri Semarang.
Manidatul, Munawarah.2021. Hubungan Antara Kualitas Pemberian MP-ASI
terhadap Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pangkajene Desa Kanie Kabupaten Sidenreng Rappang. PolitekesMakassar.
Maryunani. 2011. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta ; TM.
Mufida, Tri Dewanti Widyaningsih, Jaya Mahar Maligan. 2015. Prinsip Dasar
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk Bayi 6 – 24 bulan. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Vol. 3, No. 4.
Nahdloh NF & Priyantini SM. 2013. Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping Air
Susu Ibu terhadap Pertumbuhan Berat Badan Bayi 6-12 Bulan di Posyandu
Desa Kutoharjo Kaliwungu Kendal. Sains Medika. Vol. 5, No.2.
Nasar, Sri S. 2016. Penuntun Diet Anak. Jakarta ; Badan Penerbit FKUI.
Notoatmodjo. 2012. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta ; Rhineka Cipta.
Nurkomala, Nuryanto, B.Panunggal. 2018. Pemberian MPASI (Makanan Pendamping
Air Susu Ibu) pada Anak Stunting dan Tidak Stunting Usia 6 – 24 Bulan. Journal
of Nutrition College. Vol.7 No.2.
Pratiwi. 2010. Hubungan Jenis Asupan MP-ASI Dominan dengan Status Gizi Anak Usia
6-24 Bulan. Universitas Sebelas Maret.
Proverawati. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta ; Nuha Medika.
Riksani, R. 2012. Keajaiban ASI. Jakarta ; Dunia Sehat.
Rochimiwati, Muh Risal. 2013. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi
Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Pesisir Kecataman Tallo Kota Makassar.
Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Sediaoetama. 2010. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta ; Dian Rakyat.
Jakarta ; Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Soekirman. 2001. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Suhardjo. 2009. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta ; Kanisius.
Sulistiani, T. 2018. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini
terhadap Status Gizi dan Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Posyandu
Balita Wilayah Kelurahan Banjarejo Kota Madiun. Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun.
Sulistianingsih. 2015 . Kurangnya Asupan Makan sebagai Penyebab Kejadian Balita
Pendek (Stunting). Jurnal Dunia Kesehatan. Vol. 5 No.1. Hal :71-75.
Sulistyorini, Dwi. 2015. Hubungan Antara Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) dengan Status Gizi Balita Usia 7 – 24 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2014. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Syarifah Asura.2017. Hubungan Frekuensi Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi
Anak 6-24 Bulan Di Mukim Ateuk Keamatan Kuta Baro Aceh Besar.Jurnal of
Healthcare Tecnology and Medicine.Vol 3 No.2
Widyawati W, 2016. Analisis Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi pada Anak Usia
12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lesung Batu, Empat Lawang. Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Vol. 7 No. 2. Hal : 139-149.
Wilujeng CS, Yuseva Sariati, Ranthy Pratiwi. 2017. Faktor yang Mempengaruhi
Pemberian Makanan Pendamping ASI terhadap Berat Badan Anak Usia 6-24
Bulan di Puskemas Cluwak Kabupaten Pati. Majalah Kesehatan FKUB. Vol. 4
No. 2. Juni 2017.
WHO. 2004. Appropriate Body-mass Index for Asian Populations and Its Implications
for Policy and Intervention Strategies. The Lancet, 363 pages : 157-163.
Yuliarti. 2010. Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan
Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta ; Penerbit Andi.
FORMULIR PERSETUJUAN PENELITIAN

(Informed Consent)

Saya yang akan melakukan penelitian :

Nama/NIM : Nur Diana / P00313021.051

Pekerjaan : Mahasiswi

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan frekuensi pemberian ASI,


kualitas MP-ASI, dan pola makan dengan status gizi baduta
(6-24 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Parigi

Penelitian dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses


belajar pada program Diploma D-IV Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kendari,
Kementerian Kesehatan RI.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi partisipan
dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan ibu untuk mengisi kuesioner
dengan jujur dan apa adanya. Jika ibu bersedia, silahkan menandatangani persetujuan
ini sebagai bukti kesukarelaan ibu. Identitas pribadi sebagai partisipan akan
dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Ibu berhak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipan tanpa ada sanksi dan
konsekuensi buruk dikemudian hari. Jika ada hal yang kurang dipahami ibu dapat
bertanya langsung kepada peneliti.

Atas perhatian dan kesediaan ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.

, ……………………

Peneliti Partisipan

( Nur Diana ) (..................................)


PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama/Umur :

Alamat :

No Tlp :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang hubungan frekuensi pemberian ASI,
Kualitas MP-ASI, dan pola makan dengan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Parigi,
menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian ini sebagai sampel. Apabila sewaktu-waktu
saya mengundurkan diri dari penelitian ini, kepada saya tidak dituntut apapun.
Demikian surat persetujuan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat, untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

, ……………………

Peneliti Partisipan

( Nur Diana ) (..................................)


KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI,


DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PARIGI

A. DATA UMUM
Petunjuk Pengisian
Bacalah pertanyaan ini dengan baik. Isilah titik-titik di bawah ini
Tanggal Penelitian
No Sampel :
Nama Ibu/Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :

B. DATA UMUM SAMPEL


Nama Baduta :
Umur :
Jenis Kelamin :
BB/TB :

C. FREKUENSI PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN POLA MAKAN


PETUNJUK UMUM
1. Bacalah setiap pertanyaan di bawah ini dengan baik dan teliti, pilihlah salah satu
jawaban dengan memberikan tanda (x) jawaban jika menurut anda pernyataan
tersebut
2. Anda dimohon menjawab pertanyaan ini dengan jujur, apa adanya, sesuai dengan yang
diketahui tanpa bertanya kepada orang lain.
3. Jawaban yang anda berikan sangat kami hargai dan kerahasiaan anda akan kami jaga
sebaik-baiknya. Terimakasih atas perhatian dan kerjasamanya.
4.
Pertanyaan
1. Apakah ibu masi menyusui saat ini?
a. Ya
b. Tidak
2. Berapa kali anak ibu menyusi dalam sehari saat ini?
a. 3x1 hari
b. 5-6 kali/hari
c. 5-7 kali/hari
d. Tidak sama sekali
3. Apakah anak ibu sudah mengonsumsi makanan selain ASI?
a. Ya
b. Tidak
4. Jika ya, Pada usia berapa anak ibu pertama kali diberikan makanan selain ASI?
a. <6 bulan
b. 6 bulan
c. Sejak lahir
5. Apa jenis makanan yang pertama kali ibu berikan?
a. Bubur saring
b. Pisang lumat
c. Nasi tim
d. Lainnya, sebutkan
6. Bagaimana bentuk MP-ASI yang pertama kali ibu berikan ke anak?
a. Cair (ASI atau susu formula)
b. Lumat/saring (cth : bubur saring, bubur buah, dll)
c. Lembik/agak padat (cth : bubur nasi, nasi tim, dll)
7. Berapa kali anak ibu diberikan makanan utama dalam sehari saat ini?
a. 1 kali/ hari
b. 2 kali/hari
c. ≥ 3 kali/hari
8. Berapa kali anak ibu diberikan makanan selingan dalam sehari saat ini?
a. 1-2 kali
b. 3-4 kali
c. 5-6 kali
d. 7-8 Kali
9. Bagaimana tekstur makanan saat ini?
a. Encer
b. Kental
c. Padat seperti makanan keluarga
d. Lainnya ( sebutkan )
10. Berapa jumlah setiap kali dia makan?
a. ½-3/4 mangkok berukuran 250 ml
b. 2-3 sendok makan
c. ¾-1mangkok ukuran 250 ml
d. 1 sendok makan
11. Apa jenis makanan yang biasa dikonsumsi anak sehari-hari?
a. Karbohidrat, protein hewani, protein nabati, lemak, sayur, buah, disertai cemilan selingan
b. Karbohidrat, protein nabati, lemak, sayur, buah
c. Karbohidrat dan protein
d. Karbohidrat saja
12. Apakah jenis makanan yang diberikan selalu bervariasi?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
d. Selalu sama
13. Apakah ibu selalu mencuci tangan sebelum mengolah MP-ASI untuk anak?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
14. Apakah ibu dan anak selalu mencuci tangan anak setiap kali sebelum anak makan?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
15. Apakah ibu selalu mencuci bersih peralatan MP-ASI anak?
a. Ya
b. Tidak
c. Kadang-kadang
MASTER TABEL
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI, KUALITAS MP-ASI DAN POLA MAKAN
DENGAN STATUS GIZI BADUTA (6-24 BULAN) DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PARIGI KABUPATEN MUNA

KODIN KODIN KODIN


No Nama Umur JK Frekuensi Pemberian ASI G KualitasMP-ASI KODING Pola Makan G Status Gizi G KET
1 A 6 bulan P 4 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
2 S 7 bulan P 4 kali/hari 1 baik 2 baik 2 gizi baik 2
3 A 7 bulan L 4 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
4 A 9 bulan L 4 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
5 K 12 bulan P 2 kali/hari 1 baik 2 baik 2 gizi baik 2
6 H 13 bulan L tidak sama sekali 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
7 H 18 bulan L tidak sama sekali 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
8 N 20 bulan P tidak sama sekali 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
9 S 15 bulan L 2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
10 D 11 bulan L 6 kali/hari 2 baik 2 baik 2 gizi baik 2
11 M 6 bulan P 3-4 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi kurang 2
12 A 9 bulan P 2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
13 AF 10 bulan L 2kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
14 N 17 bulan P 2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
15 N 14 bulan P 3 kali/hari 2 tidak baik 1 baik 1 gizi kurang 1
16 N 10 bulan L 6-7kali/hari 2 tidak baik 1 baik 1 gizi kurang 1
17 R 20 bulan L 3 kali/hari 2 baik 2 baik 1 gizi kurang 1
18 J 24 bulan L 1-2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
19 R 22 bulan L 1-2 kali/hari 1 tidak baik 1 baik 1 gizi kurang 1
20 M 23 bulan P 1-2 kali/hari 1 baik 2 baik 1 gizi baik 1
21 F 24 bulan L 1 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
22 F 14 bulan L 1-2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
23 T 10 bulan L 3 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 2 gizi baik 2
24 M 15 bulan P 2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 2
25 A 12 bulan L 1-2 kali/hari 1 baik 2 baik 2 gizi baik 2
26 A 13 bulan L 1-2 kali/hari 1 baik 2 baik 2 gizi baik 2
27 Z 11 bulan P 1-2 kali/hari 1 baik 2 baik 2 gizi baik 2
28 A 7 bulan P 3 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
29 A 8 bulan P 3 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
30 R 9 bulan L 3 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
31 A 9 bulan P 3 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
32 B 9 bulan P 6 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
33 I 16 bulan L 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
34 R 10 bulan P 6 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
35 I 14 bulan P 1-2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
36 F 14 bulan L 1-2 kali/hari 1 baik 1 tidak baik 2 gizi kurang 1
37 B 15 bulan L 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
38 A 22 bulan L 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
39 A 23 bulan P 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
40 J 20 bulan L 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
41 S 20 bulan P 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
42 S 14 bulan P 3 kali/hari 2 baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
43 A 11 bulan L 1-2 kali/hari 1 tidak baik 1 tidak baik 1 gizi kurang 1
HASIL OLAH DATA SPSS

Frequency Table

Frekuensi_Pemberian_ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 30 69.8 69.8 69.8
baik 13 30.2 30.2 100.0
Total 43 100.0 100.0

Kualitas_MP_ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 35 81.4 81.4 81.4
baik 8 18.6 18.6 100.0
Total 43 100.0 100.0

Pola_Makan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak baik 28 65.1 65.1 65.1
baik 15 34.9 34.9 100.0
Total 43 100.0 100.0

Status_Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid gizi kurang 28 65.1 65.1 65.1
gizi baik 15 34.9 34.9 100.0
Total 43 100.0 100.0
Frekuensi_Pemberian_ASI * Status_Gizi

Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Frekuensi_Pemberian_ tidak baik Count 16 14 30
ASI % within
53.3% 46.7% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 57.1% 93.3% 69.8%
% of Total 37.2% 32.6% 69.8%
baik Count 12 1 13
% within
92.3% 7.7% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 42.9% 6.7% 30.2%
% of Total 27.9% 2.3% 30.2%
Total Count 28 15 43
% within
65.1% 34.9% 100.0%
Frekuensi_Pemberian_ASI
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) Exact Sig. (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.065a 1 .014
Continuity Correctionb 4.471 1 .034
Likelihood Ratio 7.112 1 .008
Fisher's Exact Test .017 .013
Linear-by-Linear Association 5.924 1 .015
N of Valid Casesb 43
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,53.
b. Computed only for a 2x2 table
Kualitas_MP_ASI * Status_Gizi

Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Kualitas_MP_ tidak baik Count 26 9 35
ASI % within Kualitas_MP_ASI 74.3% 25.7% 100.0%
% within Status_Gizi 92.9% 60.0% 81.4%
% of Total 60.5% 20.9% 81.4%
baik Count 2 6 8
% within Kualitas_MP_ASI 25.0% 75.0% 100.0%
% within Status_Gizi 7.1% 40.0% 18.6%
% of Total 4.7% 14.0% 18.6%
Total Count 28 15 43
% within Kualitas_MP_ASI 65.1% 34.9% 100.0%
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.963a 1 .008
Continuity Correctionb 4.963 1 .026
Likelihood Ratio 6.718 1 .010
Fisher's Exact Test .014 .014
Linear-by-Linear
6.801 1 .009
Association
N of Valid Casesb 43
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,79.
b. Computed only for a 2x2 table
Pola_Makan * Status_Gizi

Crosstab
Status_Gizi
gizi kurang gizi baik Total
Pola_Makan tidak baik Count 27 1 28
% within Pola_Makan 96.4% 3.6% 100.0%
% within Status_Gizi 96.4% 6.7% 65.1%
% of Total 62.8% 2.3% 65.1%
baik Count 1 14 15
% within Pola_Makan 6.7% 93.3% 100.0%
% within Status_Gizi 3.6% 93.3% 34.9%
% of Total 2.3% 32.6% 34.9%
Total Count 28 15 43
% within Pola_Makan 65.1% 34.9% 100.0%
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 65.1% 34.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 34.646a 1 .000
Continuity Correctionb 30.807 1 .000
Likelihood Ratio 39.642 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
33.840 1 .000
Association
N of Valid Casesb 43
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,23.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai