Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Sahabat
2. Cara Mengetahui Sahabat
3. Dalil Keadilan Sahabat

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kajian yang sangat penting dalam pembahasan hadist adalah berkenaan dengan kedudukan
atau posisi sahabat nabi. Karena sahabat nabi merupakan mata rantai pertama dari terjadinya
transmisi hadist Nabi Muhammad SAW. Sebagian ulama menggugat keadilan sahabat dengan
mengatakan bahwa sahabat sebagai manusia biasa juga bebas untuk di kritik dengan bukti-bukti
historis, antara lain: terdapat sahabat yang suka minum-minuman keras serta keliruan-keliruan
lain yang dibuat.1 Tetapi mayoritas ulama hadits menganggap seluruh sahabat itu adil, dengan
term ” al-sahabah kulluhum udul” (semua sahabat itu adil). Oleh karena itu, mereka bebas dari
kritikan. Argumen-argumen yang dikemukakan antara lain, bahwa banyak ayat-ayat al-Qur`an
dan hadis Nabi saw., bahwa keadilan sahabat telah mendapat jaminan dari Allah swt. QS. Al-
Baqarah (2): 143.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َو َك ٰذ ِلَك َجَع ْلٰن ُك ْم ُاَّم ًة َّوَس ًطا ِّلَتُک ْو ُنْو ا ُش َهَدٓاَء َع َلى الَّنا ِس‬

"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan" agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.

Imam al-Bukhari didalam kitab shahihnya mengatakan, di antara kaum muslim yang
pernah menyertai Nabi SAW. atau pernah melihat beliau termasuk sahabat beliau, Imam Ahmad
menyebut Ahli Badar termasuk sahabat, kemudian berkata: Manusia paling utama setelah
mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Generasi dimana beliau diutus dikalangan
mereka. Setiap orang yang pernah menyertai mereka selama satu tahun atau beberapa bulan atau
sehari atau satu jam atau sekedar pernah melihat beliau termasuk sahabat. Ia memiliki status

1
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadits . Jakarta; Pustaka Firdaus, 1995. 112
sahabat sesuai dengan kadar kesertaan yang dilakukannya. Dan sebelumnya pernah bersama,
mendengar dari dan memperhatikan beliau.2

Syarih muslim al-Tsabut mengatakan bahwa keadilan para sahabat adalah sesuatu yang
pasti, lebih-lebih bagi para peserta perang Badar dan a‟iah ar-Ridwan. Bagaimana tidak?
padahal Allah swt. telah memuji mereka di beberapa tempat dalam al-Qur‟an. an Rasulullah saw.
juga menjelaskan keutamaan mereka tidak hanya sekali saja. Dalam kitab ini juga disebutan
bahwa keadilan sahabat-sahabat yang mengikuti Bai”ah ar-Ridwan dan perang badar telah pasti.
Tak sepatutnya seorang mukmin meragukan hal itu.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sahabat adalah orang yang pernah bertemu
dan hidup pada masa Nabi dan kesahabatan merupakan status mulia, oleh karena itu mayoritas
ulama mengatakan bahwa seluruh sahabat nabi adalah adil.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari sahabat?


2. Cara mengetahui sahabat?
3. Apa dalil-dalil tentang keadilan sahabat?

3. Tujuan

1. Menjelaskan tentang definisi sahabat


2. Menjelaskan cara mengetahui sahabat
3. Menjelaskan dalil-dalil dari keadilan sahabat

BAB II
2
M. A'jaj Al Khatib, Ushul Al-Hadits , hal 377
PEMBAHASAN

A. Definisi Sahabat

Definisi Sahabat Menurut Ahmad bin Hanbal (164-241 H). Ibnu Hanbal merupakan salah
satu ulama hadis yang mula-mula menyatakan definisi sahabat secara formal.

Berikut adalah pernyataan beliau mengenai definisi sahabat:3

‫ فهو من الصحابة على قدر ما يصحبو‬,‫كل من صحبو سنة أو شهرا أو يوما أو ساعة أو رآه‬

”Setiap orang yang pernah menemani (bergaul dengan) Nabi selama setahun, sebulan,
sehari, atau bahkan sesaat, atau hanya melihatnya adalah termasuk sahabat, sesuai dengan
kadar pergaulannya.”

Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batas minimal dikatakan sebagai sahabat Nabi
saw. adalah pernah meliaht langsung atau bergaul dengan Nabi meski hanya sesaat. Dari
pernyataan ini Imam Ahmad hendak membedakan tingkatan masing-masing sahabat ditinjau dari
kualitas dan intensitas pergaulannya dengan Nabi. Tidak seperti definisi yang telah dibahas
sebelumnya, Imam Ahmad membedakan masing-masing individu yang pernah melihat atau
pernah bergaul dengan Nabi.

Definisi Sahabat Menurut Imam al-Bukhari (194-256 H.). Imam al-Bukhari merupakan
salah satu ulama hadis yang Mashur, sebagaimana karyanya yang menjadi rujukan utama dalam
bidang hadis, bahkan mayoritas ulama meyakini bahwa karya beliau adalah kitab yang paling
shahih. Dalam catatannya pada awal bagian Fadail al-Sahabah dalam Sahih al-Bukhari, beliau
menyatakan:

‫و من صحب النيب أو رآه من املسلمني فهو من أصحاب‬

Setiap muslim yang pernah berkumpul bersama Nabi, atau pernah melihatnya adalah
termasuk sahabat Nabi saw.

3
Ibn al-Khattab al-Hanbali,Dr. Mufid Abu Hussyah Al-Tamhid, Tahqiq Juz III. Hal.172
Dalam konteks redaksi yang beliau bauat, Imam al-Bukhari, senada dengan gurunya, yang
juga menyamakan kedudukan antara orang yang sekedar pernah melihat (ra‟a) dan yang pernah
berkumpul (sahiba). Keduanya dapat dikategorikan sebagai sahabat. Definisi ini sangat tampak
Imam al-bukhari mengacu pada pernyataan gurunya yaitu „Ali bin al-Madini, namun dnegan
sedikit perubahan, seperti beliau menambahkan kata “min al-muslimin” dalam definisi yang
dibuat oleh gurunya. Dengan demikian, agama menjadi prioritas utama dalam menentukan
sahabat.

Jadi sahabat dalam ilmu hadis diartikan sebagai orang yang pernah bertemu dengan Nabi
dan meriwayatkan hadis dari beliau. Adapun orang yang bertemu dengan Nabi dan tidak
meriwayatkan hadis tidak masuk kedalam kriteria sahabat dalam ilmu hadis.

B. Cara Mengetahui Sahabat

Berikut ini adalah cara yang akan penulis paparkan, sebagaimana yang penulis kutip dari
Ibn Hajar al-Asqalani dan M Ajaj al-Khatib:4

1. Pertama, Khabar Mutawatir. Khabar Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh
orang banyak yang mustahil menurut adat bahwa mereka bersepakat untuk berbuat
dusta. Misalnya hadis yang menyatakan bahwa Abû Bakar, Umar bin Khattab, Utsmân
bin Affân,Alî bin Abî Thâlib, serta sejumlah sahabat telah mendapat jaminan masuk
surga secara tegas, yaitu para Khulafâ Rasyidîn, Sa'ad bin Abî Waqqâs, Sa'id bin Zaid,
Thalhah binUbaid Allâh, Zubair bin Awwâm, Abd Rahman bin Auf, dan Abû Ubaidah
Amîr bin al-Jarrah.
2. Kedua, Khabar Masyhur (Mustafidh), khabar ini berada di bawah status Mutawatir.
Khabar Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau lebih, pada setiap
tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkatan mutawatir. Misalnya hadis yang
menyatakan bahwa seseorang itu sahabat Nabi Muhammad Saw seperti, Akasyah bin
Muhshan dan Dhammam bin Tsa‟labah.
3. Ketiga, salah seorang sahabat memberikan khabar bahwa seseorang berstatus sahabat.
Misalnya, Hamamah bin Abû Hamamah al-Dausî yang meninggal di Ashbahan karena
4
Muhammad 'Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, hal. 381
sakit perut, lalu Abû Musa al-Asy'arî memberikan kesaksian bahwa ia seorang sahabat
Nabi Muhammad SAW.
4. Keempat, seseorang mengkhabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilan dan
kesezamanannya dengan Nabi Muhammad Saw. Asal saja khabar ini dilakukan sebelum
berlalu 100 tahun dari kewafatan Nabi Muhammad Saw sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Bukharî dari Ibn Umar.
5. Kelima, seorang dari tabi'in yang terpercaya mengkhabarkan bahwa seseorang berstatus
sebagai sahabat.

C. Dalil-Dalil Tentang Keadilan Sahabat

Sifat adil adalah sifat dasar yang harus dimiliki oleh seorang rawi yang dapat dipercaya.
rawi yang tidak termasuk adil tidak dapat diterima riwayatnya, walaupun misalnya rawi itu
memiliki hafalan yang sempurna. Ketidakadilan seseorang menjadikan diri orang itu tidak dapat
dipercaya riwayatnya.

Kata adil berasal dari bahasa arab yang berarti pertengahan, lurus, atau condong kepada
kebenaran. Sedangkan secara istilah para ulama berbeda pendapat. Al-Saukani dan Al-Ghazali
memberikan kriteria rawi yang adil adalah setiap rawi yang beragama Islam, baligh, berakal,
memelihara muru'ah, tidak berbuat dosa besar seperti syirik, menjahuhi (tidak selalu berbuat)
dosa kecil dan menjauhi hal-hal yang dibolehkan yang dapat merusakkan muru'ah.

Segolongan ulama berpendapat bahwa menetapkan keadilan para sahabat sama dengan
menetapkan keadilan terhadap orang-orang sesudah mereka, yaitu perlunya pembahasan tentang
keadilan mereka ketika menerima periwayatannya. Namun menurut jumhur ulama, para sahabat
memiliki kemulian dan keistimewaan tertentu yaitu mereka berprilaku adil, baik dalam kancah
kekacauan.

Pernyataan bahwa sahabat memiliki predikat adil tidak hanya berdasarkan kepada
pandangan ulama hadis semata. Ada dalil-dalil yang menjelaskan hal tersebut baik dalam al-
Qur'an maupun hadis Nabi.

Dalil Al-Qur'an yaitu;


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ُمَحَّم ٌد َّرُسْو ُل ِهّٰللاۗ  َو ا َّلِذ ْيَن َم َع ۤٗه َاِش َّد ٓاُء َع َلى اْلُك َّفا ِر ُر َح َم ٓاُء َبْيَنُهْم َتٰر ٮُهْم ُر َّك ًعا ُسَّجًدا َّيْبَتُغ ْو َن َفْض اًل ِّم َن ِهّٰللا َو ِر ْض َو ا ًناۖ  ِس ْيَم اُهْم‬
‫ِفْي ُوُجْو ِهِهْم ِّم ْن َاَثِر الُّسُجْو ِد ۗ  ٰذ ِلَك َم َثُلُهْم ِفى الَّتْو ٰر ٮِةۖ  َو َم َثُلُهْم ِفى اِاْل ْنِج ْيِل ۚ  َكَزْر ٍع َاْخ َر َج َش ْطَئـٗه َفٰا َز َر ٗه َفا ْس َتْغَلَظ َف ا ْس َتٰو ى َع ٰل ى‬
‫ُسْو ِقٖه ُيْع ِج ُب الُّز َّرا َع ِلَيـِغ ْيَظ ِبِهُم اْلُك َّفا َر ۗ  َو َعَد ُهّٰللا اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت ِم ْنُهْم َّم ْغ ِفَر ًة َّو َاْج ًرا َع ِظ ْيًم ا‬

"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk
dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda
bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya,
kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya, tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-
orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar."

(QS. Al-Fath 48: Ayat 29)

Maksud dari ayat diatas adalah para sahabat adalah generasi yang selalu bersama Nabi
dalam setiap kesempatan. Usaha yang dilakukan oleh Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam
selalu disertai oleh para sahabatnya termasuk dalam melakukan perperangan melawan orang-
orang kafir. Para sahabat selalu berusaha untuk menjalankan apa saja yang diperintahkan oleh
Allah dan rasul-Nya. Para sahabat adalah generasi pertama yang memperjuangkan Islam
sehingga pantaslah mereka memiliki tingkat keadilan yang tinggi.

Dari beberapa ayat diatas, jelas bahwa generasi pertama yang senantiasa berjuang bersama
Nabi adalah para sahabat yang memiliki keimanan yang kuat dan senantiasa menjalankan
perintah Allah dan Rasulnya. Allah memberikan legitimasi terhadap mereka sebagai generasi
yang berjuang untuk menyebarkan ajaran tauhid yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya dan mati
dalam keadaan beriman. Interpretasi para ulama dari dalil al-Quran dan sunnah terhadap keadilan
sahabat mengindikasikan bahwa sahabat memiliki sifat yang adil.

Semua sahabat dihukumi adil menurut pendapat mayoritas ulama, baik mereka yang terlibat
dalam fitnah, (peperangan) antara pendukung Ali dan pendukung Mu’awiyah, maupun yang
tidak terlibat. Maksud adil disini adalah menjauhi sifat kebohongan dan penyimpangan secara
sengaja dalam periwayatan. Dengan demikian, seluruh periwayatan mereka diterima tanpa ada
penelitian keadilan mereka. Bagi mereka yang terlibat dalam fitnah diinterpretasikan sebagai
upaya ijtihad yang berpahala, sekalipun kurang tepat. Namun demikian, setelah dilihat lebih
lanjut akan didapatkan bahwa keadilan para sahabat bersifat umum, sehingga memungkinkan
sebagian kecil diantara mereka ada yang tidak adil. Jadi dapat disimpulkan bahwa, para sahabat
Nabi dinilai adil kecuali apabila terbukti berprilaku yang menyalahi sifat adil

2. Saran

Dalam penulisan tulisan ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu berbagai saran dan kritik dari pembaca yang bersifat
konstruktif sangat diharapkan sekali, guna untuk kesempurnaan tulisan ini, atas saran dan kritik
yang bersifat membangun dari pembaca diucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. Fajr al-Islam. Kairo: Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, 1974.Ash-Shiddiqiy,


T. M. Hasbiy. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Cet, IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1994.al-
Asqalaniy,
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadits . Jakarta; Pustaka Firdaus, 1995.

Ibn al-Khattab al-Hanbali,Dr. Mufid Abu Hussyah Al-Tamhid, Tahqiq Juz III.

Muhammad.A'jaj Al Khatib, Ushul Al-Hadits

Anda mungkin juga menyukai