Anda di halaman 1dari 17

ARTIKEL ILMIAH

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF HADIS

Ahmad Abdul Azis, David wahyudinata

Institut Agama Islam Negeri Metro

Jl. Ki Hajar Dewantara 15a Iring Mulyo, Metro Timur, Lampung, Indonesia

E-mail: azis74343@gmail.com , wahyudavid07@gmail.com

ABSTRAK
Pendidikan Islam memiliki tujuan yang didasarkan pada sumber-sumber ajaran
agama, salah satunya adalah hadis, namun sedikit dari penelitian pendidikan yang
memfokuskan penggalian tujuan pendidikan dari hadis. Oleh karena itu, dalam
artikel ini akan memaparkan tujuan agama Islam menyuruh umatnya
memperhatikan pendidikan. Dimana di dalam memaparkannya mengambil dari
ayat-ayat hadis tentang tujuan pendidikan,Sedangkan tujuan pendidikan yang ada
di dunia ini tentang bagaimana manusia dapat menjalankan hidupnya dengan baik
dalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak untuk memperoleh
dan meraih tujuan jangka panjang yaitu akhirat.
Kata Kunci: Tujuan, Pendidikan islam, Hadis

ABSTRACT
Islamic education has goals that are based on religious teaching sources, one of
which is the hadith, but little educational research focuses on extracting
educational goals from the hadith. Therefore, in this article we will explain the
purpose of the Islamic religion in ordering its followers to pay attention to
education. Where in his explanation he takes from hadith verses about the purpose
of education, while the purpose of education in this world is about how humans

1
can live their lives well in getting work and a decent living to obtain and achieve
long-term goals, namely the afterlife.
Keywords: Goals, Islamic education, Hadith

PENDAHULUAN
Berbicara tentang tujuan pendidikan, tentunya tidak terlepas dari hakikat
pendidikan itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada riset sebelumnya,
secara filosofis,pendidikan islam diartikan sebagai pendidikan yang berparadigma
kesemestaan yaitu terciptanya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman
secara integratif dalam rangka humanisasi dan liberalisasi manusia agar dapat
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai khalifah di bumi sebagai bentuk
pengabdiannya kepada Allah dan sesama manusia. Oleh sebab itu, pendidikan
sebagai wahana dalam proses perubahan tingkah laku individu tentunya harus
mempunyai tujuan, dimana tujuan merupakan suatu arah yang ingin dicapai.

Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu


dengan sistem yang ada lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dilihat dari
prosesnya, pendidikan akan berlangsung secara terus menerus seiring dengan
dinamika perubahan setting sosial budaya masyarakat dari zaman ke zaman.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang dilalui oleh seorang
anak, walaupun pendidikan yang diterimanya tanpa ada kurikulum yang tertulis.
Namun semua orang tua menginginkan anak-anak besar dan tumbuh menjadi
orang yang baik, maka orang tua berusaha mendidik anakanaknya dengan
pengetahuan yang baik, yaitu pendidikan agama. Dalam pendidikan agama Islam,
jika orang tua menginginkan anakanaknya memiliki perilaku yang baik, maka
orang tua perlu mendidik anak-anaknya dengan pendidikan akhlak atau budi
pekerti dalam lingkungan keluarganya. Hal ini bertujuan agar anak-anaknya
memiliki akhlak yang baik, dan dapat bergaul dengan akhlak yang baik pula. Jika
anak sudah diberikan pendidikan budi pekerti dalam keluarga, maka si anak juga
akan memiliki akhlak yang baik.

2
Pendidikan Islam bila dilihat dari sisi pentingnya, maka suatu pendidikan
yang sangat urgen bagi kehidupan manusia karena terkait langsung dengan segala
potensi yang dimiliki, merubah suatu peradaban, sosial masyarakat dan faktor
manusia menuju kemajuan diperlukan suatu pendidikan, sebab pendidikan
merupakan suatu sistem yang dapat memberikan kontribusi paradigma baru.
Dalam penelitian ini, tujuan pendidikan dilihat dari sumber utama kedua dalam
Islam, yaitu hadis. Hadis memiliki derajat yang tinggi dalam pengambilan hukum
dan pedoman. Hadis juga berfungsi sebagai bayan taqrir yaitu menetapkan,
memantapkan, dan mengukuhkan apa yang ditetapkan al-Qur’an, sehingga tak
perlu dipertentangkan lagi posisinya. Tulisan ini berusaha membahas tentang
tujuan pendidikan islam perspektif hadis.

METODE PENELITIAN
Penulisan ini menggunakan metode studi pustaka (library research). Hal
ini didasarkan karena data yang ingin ditemukan dan dianalisis ialah berupa
pernyataan, tentang tujuan pendidikan islam perspektif hadis. Sumber yang
digunakan dalam penulisan ini adalah sumber sekunder, yakni sumber yang
berasal dari dokumen atau kepustakaan yang memuat pembahasan tentang hal-hal
yang terkait dengan tujuan pendidikan islam perspektif hadis, seperti buku,
journal dan artikel-artikel ilmiah lainnya. Untuk menemukan data penulisan,
terlebih dahulu melakukan pengumpulan referensi yang terkait dengan fokus
penulisan, kemudian membacanya secara cermat dan mengambil pokok pikiran
yang terdapat di dalamnya, kemudian menyusunnya secara sistematis sesuai
dengan pokok-pokok penulisan yang dilakukan. Penulisan ini bertujuan untuk
memberikan paparan yang nyata mengenai tujuan pendidikan islam perspektif
hadis.

3
PEMBAHASAN
1) Pengertian Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan sesuatu suasana ideal yang ingin diwujudkan. Secara
umum pendidikan dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan
ketrampilan, kebiasaan, dan sikap yang diharapkan dapat seseorang menjadi lebih
baik. Menurut Dr. Zakiyah Darajat bahwa Tujuan Pendidikan islam secara
keseluruhan yaitu pribadi seseorang yang menjadi insane kamil yang artinya
manusia utuh rohani maupun jasmani dapat hidup dan berkembang secara wajar
dan normal karena tawakalnya kepada Allah SWT.
Tujuan pendidikan ialah suatu faktor yang sangat penting dalam
pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang ingin dicapai dalam pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri kalau tujuan pendidikan itu menyangkut tujuan hidup
pendidikan dikembangkan dalam konteks membantu perkembangan manusia
memiliki kecakapan untuk bertahan hidup, melaksanakan tugas kehidupan, yang
sering disebut tujuan fungsional dan tujuan praktis, yang meliputi skill,
keterampilan, dan kecakapan.1 Karena dengan adanya tujuan yang jelas,
materi pelajaran dan metode-metode yang digunakan, mendapat corak dan
isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan Islam mengandung di dalamnya suatu nilai-nilai
tertentu sesuai dengan pandangan Islam sendiri yang harus direalisasikan
melalui proses yang terarah dan konsisten dengan menggunakan berbagai
sarana fisik dan nonfisik yang sama dengan nilai-nilainya.2
Pendidikan Islam mempunyai definisi membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap sampai tahap
optimal. Secara garis besarnya pengertian itu mencakup tiga aspek, yaitu: (1)
Seperangkat teknik atau cara untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan
tingkah laku. (2) Seperangkat teori yang maksudnya untuk menjelaskan dan
membenarkan penggunaan teknik dan caracara tersebut. (3) seperangkat nilai,
1
Nuria Sundari, Mawaddah Warrahmah, dan Ahmad Nurkholiq, “Tujuan Pendidikan Islam
Dalam Al-Qur’an Dan Hadist,” Jurnal Multidisiplin Indonesia 2, no. 7 (4 Juli 2023): 1428,
https://doi.org/10.58344/jmi.v2i7.302.
2
Nabila Nabila, “Tujuan Pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Indonesia 2, no. 05 (25
Mei 2021): 869, https://doi.org/10.59141/japendi.v2i05.170.

4
gagasan atau cita-cita sebagai tujuan yang menjelmakan serta dinyatakan dalam
pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku, termasuk jumlah dan pola latihan
yang harus diberikan (Trinurmi, 2015). Imam Al-Gazali mengemukanan bahwa
pada dasarnya dua tujuan pokok pendidikan Islam yaitu untuk mencapai
kesempurnaan dalam beribadah dan untuk mencapai kesempurnaan dunia akhirat.
Sayyid Qutb menyatakan tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia
yang baik (al-insan al-salih) yang bersifat universal. Pada intinya pendidikan itu
juga untuk menyempurnakan akhlak manusia (Trinurmi, 2015).3
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek
tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam
mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep
dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip
prinsip dasarnya.4 Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka
institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi kemanusiaan,
membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang
menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Dalam pandangan Islam, manusia bukan
saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual dan
jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak
didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting
adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga
mereka akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi ummat dan mereka
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.5
Secara detail tujuan pendidikan menurut Ibnu Khladun ada beberapa
pokok tujuan, yaitu: 1) Pendidikan bertujuan meningkatkan kerohanian manusia,
2) Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan manusia dan
kemampuan berpikir, 3) Pendidikan bertujuan untuk peningkatan kemasyarakatan,
4) Penguasaan keterampilan profesional sesuai dengan tuntutan zaman (link and
3
Palahudin Palahudin, Muhammad Eri Hadiana, dan Hasan Basri, “Implementasi Standar
Pengelolaan Pendidikan Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Islam,” J-PAI: Jurnal Pendidikan
Agama Islam 7, no. 1 (29 Desember 2020): 2, https://doi.org/10.18860/jpai.v7i1.9776.
4
Sitti Trinurmi, “HAKEKAT DAN TUJUAN HIDUP MANUSIA DAN” 2 (2015): 60.
5
Farida Jaya, “KONSEP DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM:
TA’LIM, TARBIYAH DAN TA’DIB,” Tazkiya: Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 1 (5 Agustus
2020): 63, https://doi.org/10.30829/taz.v9i1.750.

5
match), 5) Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari
penghidupan. Sedangkan A. Fatih Syuhud menyatakan, bahawa tujuan dari
pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang baik dan bertakwa yang
menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun
strukturpribadinya sesuai dengan syari’at Islam serta melaksanakan segenap
aktivitas kesehariaannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan.
Dari berbagai pendapat para pakar tentang tujuan pendidikan Islam di atas
sebenarnya tidak ada pertentangan satu sama lain. Jika terlihat ada perbedaan,
maka perbedaan terserbut hanyalah segi penekananya saja. Ada yang
mengemukakan tujuan pendidikan Islam secara global, dan ada yang
mengemukakan secara spesifik. Akan tetapi para pakar pendidikan Islam dalam
konferensi pendidikan Islam pada tahun 1977 telah merumuskan tujuan
pendidikan Islam antara lain sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah, sebagaimana
firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran: 102)
2. Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka.
3. Menyembah-Ku. (QS. adz-Dzariyat: 56)
Secara umum, menurut Samsul Nizar (2001: 105) tujuan pendidikan Islam
itu mengacu pada QS Az zariyat ayat 56, yaitu menjadikan manusia sebagai insan
pengabdi kepada KhaliqNya, guna mampu membangun dunia dan mengelola alam
semesta sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Secara garis
besar, tahap-tahap tujuan pendidikan Islam itu dapat dikelompokkan kepada 3
tahap, yaitu:

1. Tujuan Tertinggi

6
Orientasi tujuan ini bersifat mutlak dan tidak mengalami perubahan serta
berlaku secara umum bagi seluruh umat Islam, tanpa terbatasi oleh teritorial-
geografis dan ideologi yang dianut oleh negaranya. Tujuan ini merupakan final
dari hakikat eksistensi manusia sebagai ciptaan Allah SWT dimuka bumi, yaitu
sebagai abd’ dan khalifah fi al-ardh.
2. Tujuan Umum
Secara teoritis, baik itu tujuan tertinggi maupun tujuan umum, dalam praktek
pendidikan Islam, hal tesebut merupakan proses yang terus menerus sepanjang
hayat. Sabda Nabi SAW:
‫ُاْطُلِب الِع ْلَم ِم َن الَم ْهِد ِإلَى الَّلْح د‬.
Tuntulah ilmu itu dari buaian sampai ke liang lahat.
Disini terletaknya prinsip pendidikan seumur hidup, atau lebih populer dengan
sebutan long life education.
3. Tujuan Khusus
Orientasi tujuan khusus ini merupakan dari tujuan umum dan tujuan tertinggi
pendidikan Islam. Bentuk operasional dan mudah dilakukan evaluasi. Sifatnya
elastis dan adaptik sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman, tanpa
melepaskan diri dari nilai-nilai Ilahi sebagai tujuan tertinggi yang harus
diraihnya.6

2) Hadis – Hadis Tujuan Pendidikan


Berikut beberapa hadis pendidikan yang menjadi landasan utama dalam
merumuskan tujuan pendidikan yang terdapat pada kitab kutub altis’ah. Adapun
beberapa hadis yang dimaksudkan sebagaimana berikut:
Hadis pertama tentang tujuan pendidikan Islam adalah hadis tentang menempuh
jalan ilmu mendapat garansi masuk surga oleh Allah. Hadis tersebut terdapat 3
(tiga) periwayatan. Pertama adalah riwayat at-Tirmidzi dalam Sunan-nya. Hadis
tersebut berbunyi:

6
Muhammad Haris, “PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF PROF. H.M
ARIFIN,” t.t., 7.

7
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda: ‘Barang siapa
menitih jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan
menuju surga” (HR. at-Tirmidzi).
Hadis ini asalnya berisnad hasan, karena ada salah satu rawinya, yaitu
Imam Sulaiman bin Mihran al-A’masy yang terkenal tsiqqah (terpercaya) namun
juga masyhur rawan melakukan tadlis (meriwayatkan hadis tanpa menyebutkan
sanadnya), dengan menggugurkan perawi dha’if (lemah) ibarat berbicara sesuatu
yang disandarkan kepada Rasulullah tapi tanpa memberitahu sumbernya secara
sempurnya. Hal itulah yang membuat hadis ini menjadi hasan lidzatihi. Namun
ada hadis lain yang membuat hadis ini menjadi shahih lighairihi (shahih karena
ada periwayatan lain yang serupa dan shahih). Artinya, secara Isnad
(pengsanadannya) ia hasan, namun, hukum hadisnya menjadi shahih.

Artinya, : Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam


bersabda: "Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza
Wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari
dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat." (HR Abu
Daud)

Ibnu Atha rahimahullah berkata ketika menjelaskan orang yang berniat


selain karena Allah ketika mencari ilmu “Allah menjadikan ilmu yang diberikan
kepada orang yang niatnya tidak ikhlas, Allah akan jadikan itu sebagai alasan
untuk membinasakan dia. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang-orang
yang hadir dan mengambil manfaat dari ilmunya umpamanya orang ini ketika

8
belajar ilmu dan mengajarkan ilmunya tidak ikhlas karena Allah dia ingin
keuntungan duniawi, banyak orang yang mengambil manfaat dari ilmu-ilmunya
benar tetapi ketika dia menyampaikan ilmunya atau ketika dahulu dia belajar ilmu
itu tidak ikhlas karena Allah azza wajalla, maka kata ibnu Atha jangan kamu
tertipu dengan banyaknya orang yang mengambil manfaat”

Sementara hadis ketiga dalam Sunan ad-Darimi pada bab Keutamaan Ilmu dan
ahli ilmu, masih dari Ibn Mas’ud namun dari jalur al-Mualla ibn As’ad dari
Sallam yaitu anak dari Abu Muthi’, dari Abu Hazhaz dari Dhohhak. Hadis ini
juga bertaraf mauquf dengan periwayatnya semuanya tsiqqah (terpercaya)
walaupun sanadnya yang terputus (munqathi).

Hadis tersebut berbunyi:

Artinya: “Abdullah ibn Mas’ud ra. berkata, “Jadilah orang yang berilmu atau
orang yang mencari ilmu, dan tidak ada yang lebih bagus dalam hal ini kecuali
kedua orang itu” (HR. ad-Darimi).
Hadis tersebut hanya menyebutkan dua juga, yaitu orang alim dan orang
yang belajar ilmu. Juga tidak menyebutkan perbandingan dari keduanya, seperti
orang bodoh atau orang yang merusak. Hanya saja dia menyebutkan bahwa selain
kedua jenis orang tersebut, tidak ada yang melebihi kebaikannya. Dua hadis
terakhir di atas memang tergolong lemah, sudah mauquf, munqathi’ pula. Mauquf
merupakan hadis yang disandarkan kepada seorang sahabat atau sekelompok
sahabat, bukan kepada Rasulullah SAW. baik sanadnya muttasil atau
munqathi’.7Muttasil jika sanad dari awal hingga akhirnya tersambung tanpa ada
yang hilang atau terhapus. Apabila terhapus baik di awal, akhir, maupun

7
Sumiarti Sumiarti dkk., “Tujuan Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali Ditinjau dari
Perspektif Hadis,” el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu 1, no. 2 (30 Juni 2021): 24,
https://doi.org/10.19109/elsunnah.v1i2.8917.

9
pertengahan sanad, maka disebut munqathi’. Sementara dua hadis di atas,
termasuk munqathi’.8
Menurut para ulama hadis mauquf tidak bisa dijadikan hukum berhujah,
karena ia bukan termasuk hadis Rasulullah, melainkan perkataan, perbuatan, atau
ketetapan dari sahabat. Akan tetapi, hadis mauquf mampu menguatkan hadis-hadis
da’if dan berasal dari para sahabat yang masih terjaga dalam beramal mengerjakan
sunnah. Kecuali terdapat indikasi hukum marfu’, yaitu hadis yang disandarkan
kepada Nabi SAW, baik penyandarannya itu muttasil atau munqati’. Mauquf
merupakan atsar sahabat, sedangkankan marfu’ merupakan khobar (hadis).9

C. Tujuan Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadis


Dari beberapa hadis di atas, di analisis ada beberapa tujuan dasar pendidikan
Islam sebagai berikut:
1. Membentuk dan Mengembangkan Circle Ilmiah
Rasulullah menganjurkan kita agar menjadi pribadi yang selalu membersamai
ilmu. Pertama, orang-orang yang melekatkan ilmu dalam diri dan mencermikan
ilmu dimanapun ia berada. Sehingga ilmu menjadi karakternya dalam kehidupan
sehari-hari. ‘Alim merupakan bentuk jama’ dari ulama yang merupakan warasah
(pewaris) dari para Nabi. KH. Hasyim Asy’ari menyebut bahwa kedudukan yang
mulia dan terhormat, tidak ada derajat di atas kenabian. Jika dalam nash shahih
sudah diputuskan bahwa tidak ada lagi nabi setelah nabi Muhammad SAW. maka
kedudukan mulia itu diestafetkan kepada para ulama sebagai pewaris. Ulama juga
merupakan orang khusyu’.
Sedangkan menurut para ulama, khusyuk adalah kelembutan hati, ketenangan
pikiran, penyerahan diri, tangisan hati di hadapan Allah, sehingga segala
keangkuhan di hati menghilang. Oleh karena itu, para hamba hanya bertindak
menurut perintah Tuhan. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa

8
Mikyal Hardiyati, “Pendidikan Perspektif Al-Quran (Studi Tafsir Tarbawi Karya Ahmad
Munir),” Jurnal Penelitian 13 (2019).
9
Hamdi Pranata dan Wedra Aprison, “TEORI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF AL-
QUR’AN DAN HADIS,” Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Indonesia 2, no. 1 (12 Februari
2023): 16–23, https://doi.org/10.31004/jpion.v2i1.92.

10
khidmat di sini berarti merendahkan diri di hadapan Allah dan tidak
memperdagangkan kitabkitab Allah dengan harga murah.
Maka dalam hadis riwayat ad-Darimi, kata alim (ulama) mendapatkan porsi
di awal, karena merupakan kriteria yang sangat berat. Setidaknya seorang alim itu
memiliki kriteria (1) Amanu (beriman) kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasulNya, hari akhir, dan qadha-qadar-Nya, (2) merupakan orang yang
amal saleh, (3) khusyu’ di hadapan Allah, (4) berilmu (intelektual), (5) mampu
mengembang tugas estafet profetik, dan (6) menyebarkan keilmuannya
(mengamalkan ilmunya) dengan ta’lim (pengajaran) dan tarbiyah (pendidikan).
Kedua, jika tidak mampu menjadi ‘alim (ulama) cukup menjadi orang yang
selalu ingin belajar (muta’allim). Seorang yang belajar dia harus mengosongkan
hatinya dari prasangka buruk, penyakit hati seperti iri, dengki, bernaluri kotor,
serta terhindar segala sesautu yang mengurangi potensi ia mendapatkan ilmu. Dia
harus punya niat yang kuat dan benar-benar memaksimalkan waktu yang ia
miliki.
Pendidikan harus membantu muta’allim membiasakan diri menjadi seorang
wara' atau wira'i. Mereka harus ihtiyat} (berhati-hati) untuk menggunakan
barang-barang terlarang (haram), baik itu makanan, minuman, pakaian, tempat
tinggal, dan semua kebutuhan hidup mereka. Tujuannya untuk menjaga cahaya di
hati, bertakwa dalam menghadapi ilmu, dan menjadikan ilmu bermanfaat.
Ketiga, jika berat menjadi pencari ilmu, cukup menjadi pendengar setiap
kalam-kalam ilmu (mustami’). Orang yang mendengarkan ilmu ini lebih pasif
dari yang disebutkan dalam poin dua. Namun, kondisi ini masih merupakan
bagian dari orang-orang yang berada dalam circle keilmuan.
Keempat, adalah orang yang hanya menjadi supporter (pendukung) iklim
keilmuan itu dapat terbentuk. Dia disebut Muhibbin (orang yang menyukai ilmu).
Minimalnya seorang pecinta ia tidak akan mencela apa yang dicintainya, walau ia
tak mampu menggapainya. Maka seorang pecinta ilmu, ia akan terus mendukung
proses keilmuan, walau dia hanya di balik layar. Kategori ini juga bisa terjadi
pada orang tua yang di masa mudanya tak mampu belajar di pesantren. Oleh
karena itu ia mengirim anaknya ke pesantren untuk belajar, bertujuan agar

11
kecintaannya kepada ilmu, dikembangluaskan oleh sang anak menjadi derajat
yang lebih tinggi, yaitu menjadi alim, atau seminimalnya menjadi muta’allim.
Empat poin tersebut adalah tingkatan respon terhadap keilmuan, yang dapat
mencegah munculnya orang kelima. Rasulullah dalam hadisnya memberi
peringatan keras, yaitu kepada orang yang bodoh dan merusak. Kesadaran
terhadap kebodohan dapat memunculkan keinginan untuk merespon datangnya
ilmu. Namun, jika sudah bermental destruktif, maka memiliki keinginan
melakukan hal negatif. Sebenarnya perusak ilmu ini bisa membawa dua
kemungkinan, orang bodoh yang merusak dengan kebodohannya atau orang
berilmu yang merusak dengan keilmuannya. Keduanya memiliki potensi
kerusakan yang sama. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan Islam adalah mencegah
terjadinya kerusakan dan membangun peradaban yang beriklim keilmuan.
Pendidikan Islam hadir dalam wajah yang dinamis agar empat golongan orang di
atas, tidak dirusak oleh golongan kelima yang dapat merusak tatanan intelektual
umat Islam.

2. Penghambaan Diri kepada Allah SWT


Dalam al-Qur’an, Allah sudah menggaransi peningkatan derajat keimanan
yang dintegrasikan dengan ilmu pengetahuan. Artinya iman saja tidak cukup
namun perlu kelengkapan piranti intelektualitas agar sampai pada level derajat
yang dijanjikan. Seperti disebutkan di atas bahwa tujuan dari penyelenggaraan
pendidikan agama adalah ketakwaan kepada Allah SWT. Seorang insan
pendidikan menyengaja tujuannya untuk mendapatkan Ridha-Nya dan merasa
terus diawasi oleh-Nya dalam sepi maupun ramai.
Tujuan ini juga tercantum dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam UUD, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun oleh Sekretariat Negara. Pada
rumusan di dalamnya, jelas menggambarkan bahwa bangsa Indonesia dibangun
atas kultur sosialistis religius, di mana gotong royong sebagai spririt dasar dan
dibangun atas nilai keagamaan. Itulah yang ingin dicapai oleh pendidikan sebagai
instrumen pembentukan generasi unggul. Beberapa karakter tersebut sebenarnya

12
telah masuk dalam kategori akhlak, yaitu sifat yang telah melekat dalam diri
peserta didik hingga menjadi karakter. Akhlak dalam Islam menempati posisi
yang tinggi. Tugas utama yang diemban oleh Nabi Muhammad Saw. di dunia ini
adalah untuk menyempurnakan akhlak.
Setiap bayi lahir dalam keadaan suci, maka siapa saja bisa masuk dalam
rangsangan awal keyakinanya, entah Islam, Yahudi, Nasrani atau agama lainnya.
Dengan pendidikan Islam sejak dini, orang tua menghembuskan nama Allah,
mengajarkan ketauhidan dan menanamkan Islam, sehingga anak bisa menjadi
seorang muslim. Untuk dapat merealisasikan pendidikan Islam yang berdasarkan
keimanan dan ketakwaan, maka sebenarnya pendidikan Islam tidak perlu
khawatir dengan sisi kognisi yang masih menjadi tolak ukur utama. Pendidikan
Islam harusnya dapat menjadi pembeda dengan pendidikan umum, di mana
internalisasi nilai justru yang menjadi kekuatannya. Pendidik dan peserta
didiknya diajak untuk menghayati ajaran-ajaran agama yang dipelajari bersama.
Hal itulah yang akan menjadikan generasi Islam berkarakter dan bermoral
sesuai dengan ajaran Islam, bukan yang mengejar dunia semata apalagi menjadi
golongan yang matrealistis. Dari sinilah titik balik adanya keterpaduan antara
intelektualitas, spiritualitas, dan emosionalitas. Intelektualitas membawa pada
kesadaran berilmu, spiritualitas membawa pada kesadaran beragama, dan
emosionalitas membawa pada kesadaran sebagai manusia yang bermasyarakat.

3. Mendapatkan Kebaikan
Kebaikan yang dimaksud sangat luas, mencakup dunia akhirat, sebagaimana
yang disebutkan dalam al-Baqarah:201.

‫َو ِم ْنُهم َّم ن َيُقوُل َر َّبَنٓا َء اِتَنا ِفى ٱلُّد ْنَيا َحَس َنًة َو ِفى ٱْل َء اِخَر ِة َحَس َنًة َو ِقَنا َع َذ اَب ٱلَّناِر‬

Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka".

13
Harapan setiap orang bisa mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Ibnu Katsir mengejelaskan bahwa kebaikan di dunia bisa berupa dijauhkan dari
segala keburukan, dikabulkan semua harapan yang bersifat keduniaan, tanah yang
luas, istri yang shalihah (keluarga yang baik), rizki yang luas, ilmu yang
bermanfaat, amal saleh, kendaraan yang bagus, dan banyak lagi. Semua itu
bermuara pada satu titik, yaitu kebaikan di dunia yang memiliki destinasi
surganya Allah. Kebaikan yang ini juga harus diterapkan dalam pola pikir positif,
pola hidup yang baik, menjaga kesehatan, pola makan, bersedekah, membantu
sesama, juga bagian dari pengejawantahan kebaikan yang diberikan Tuhan.
Sesuai salah satu hadis telah dipaparkan bahwa ahli ilmu (orang-orang yang
merespon positif ilmu), tidak akan melakukan kerusakan. Lawan dari
menciptakan kerusakan adalah menebarkan kebaikan. Pendidikan Islam bertujuan
untuk menyiapkan generasi yang baik, generasi yang sukses di dunia dan sukses
di akhirat, generasi yang bermanfaat bagi sesamanya, serta memaksimalkan
potensi yang diberikan oleh Allah.
4. Destinasi Ukhrawi
Sudah disinggung di atas bahwa keimanan menjadi landasan dasar, kebaikan
di dunia juga kebaikan di akhirat, dan bermanfaat bagi sesama. Destinasi akhir
bagi kebaikan di akhirat adalah surga. Pendidikan Islam harus mampu
membentuk peserta didik yang tidak hanya mengurusi duniawi tapi juga orientasi
ukhrawi.
Jika sudah ada orientasi berilmu pada ukhrwi menurut Ibnu Katsir berarti
mampu mengakomodir keilmuan yang dia miliki untuk menjauhi yang haram dan
syubhat. Sebelum mengharapkan surga, pencari ilmu dengan jalan suluk harus
bersiap-siap terseok-seok, mengalami kesusahan, perjuangan, rintangan, ujian dan
tentu tidak semudah yang dibayangkan. Belum lagi kriteria ilmu yang yang
diterima adalah ilmu yang didasari atas kekhusyu’an dan bermanfaat.
5. Mengembangkan Potensi Fitrah Manusia
Setelah tujuan yang bersifat preparation (persiapan) dengan menata hati,
menata niat, dan jiwa. Maka perlu tujuan yang bersifat teknis. Seperti dijelaskan
oleh Hadis bahwa semua yang lahir itu dalam keadaan suci. Tergantung orang tua

14
mengarahkan ke mana si anak tersebut. Setiap orang memiliki fitrah ini, meski
seringkali karena kesibukan dan dosa suara alaminya begitu samar atau tidak
terdengar lagi, arena bahkan jika seseorang menyangkal keberadaan dan keesaan
Allah, penolakan bersifat sementara. Dalam arti tertentu, sebelum akhir jiwanya
terpisah dari tubuhnya, dan dia akan mengakuinya. Kebutuhan manusia
terlaksana secara bertahap, ada yang harus segera dilaksanakan, seperti makan,
minum, dan berhubungan seks. Permintaan jangka panjang bisa yaitu kebutuhan
akan keyakinan keberadaan dan ke-esa-an Tuhan.
Menurut al-Ghazali, yang dimaksud dengan fitrah adalah dasar manusia sejak
lahir, seperti beriman kepada Tuhan, mampu dan mau menerima kebaikan serta
siap menjadi generasi penerus. Keingintahuan mencari esensi kebenaran dalam
bentuk kekuatan untuk berpikir, impuls biologis (naluri) berupa keinginan dan
karakter, serta kekuatan dan sifat manusia lainnya yang dapat dikembangkan dan
dapat ditingkatkan.
Menurut Abd al-Rahman al-Bani yang dikutip Nahlawi, amanat pendidikan
Islam adalah melestarikan dan mengembangkan fitrah peserta didik, dan
kemudian mengembangkan dan mempersiapkan semua potensi, dengan
membimbing dan fitrah (potensi) yang ada menuju kebaikan dan kesempurnaan,
dan menerapkan program secara bertahap.
Dari sini, maka sebenarnya tujuan pendidikan Islam dalam rangka
mengembangkan potensi fitrah manusia bersifat teknis dan sistemis. Penulis
menganalisis rumus alur pengembangan fitrah manusia dalam pendidikan Islam,
(1) pendidikan Islam di awal pertumbuhan di dalam keluarga, (2) menentukan
konsep pendidikan Islam (tujuan, fungsi, manfaat), (3) membentuk dan
menjalankan lembaga pendidikan Islam berjenjang untuk mengembangkan
keilmuan, lalu (4) merumuskan manajemen pendidikan Islam sebagai bentuk
improvisasi.
Pendidikan Islam telah melakukan tujuan itu, namun perlu pengembangan ke
arah internalisasi nilai agar menyatu menjadi karakter dan prilaku berkehidupan.
Potensi manusia yang diberikan Allah bisa dikembangakan dengan
menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, tidak hanya sekedar

15
mengadakan, tapi berkelanjutan mengantar mereka menjadi insan kamil,
sebagaimana makna pendidikan Islam itu sendiri.10

KESIMPULAN
Tujuan pendidikan islam prespektif hadis merupakan suatu faktor yang
sangat penting dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang ingin
dicapai dalam pendidikan. Tujuan pendidikan Islam ini mengandung suatu nilai-
nilai tertentu sesuai dengan pandangan Islam sendiri yang harus direalisasikan
melalui proses yang terarah dan konsisten dengan menggunakan berbagai
sarana fisik dan nonfisik yang sama dengan nilai-nilainya. Imam Al-Gazali
mengemukanan bahwa pada dasarnya dua tujuan pokok pendidikan Islam yaitu
untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah dan untuk mencapai
kesempurnaan dunia akhirat.
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khladun ada beberapa pokok tujuan,
yaitu: 1) Pendidikan bertujuan meningkatkan kerohanian manusia, 2) Pendidikan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan manusia dan kemampuan berpikir, 3)
Pendidikan bertujuan untuk peningkatan kemasyarakatan, 4) Penguasaan
keterampilan profesional sesuai dengan tuntutan zaman (link and match), 5)
Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari
penghidupan.
Ada bebrapa Tujuan dasar pendidikan Islam yaitu Membentuk dan
Mengembangkan circle ilmiah, penghambaan diri kepada Allah
SWT,mendapatkan kebaikan, destinasi ukhrawi, dan mengembangkan potensi
fitrah manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Hardiyati, Mikyal. “Pendidikan Perspektif Al-Quran (Studi Tafsir Tarbawi Karya
Ahmad Munir).” Jurnal Penelitian 13 (2019).
Haris, Muhammad. “PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF PROF. H.M
ARIFIN,” t.t.
10
Muhammad Abror Rosyidin dan Mukti Latif Muhammad, “TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM DALAM PERSPEKTIF HADIS,” Nabawi: Journal of Hadith Studies 2, no. 2 (31 Maret
2022), https://doi.org/10.55987/njhs.v2i2.52.

16
Jaya, Farida. “KONSEP DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM
ISLAM: TA’LIM, TARBIYAH DAN TA’DIB.” Tazkiya: Jurnal
Pendidikan Islam 9, no. 1 (5 Agustus 2020).
Nabila, Nabila. “Tujuan Pendidikan Islam.” Jurnal Pendidikan Indonesia 2, no.
05 (25 Mei 2021): 867–75. https://doi.org/10.59141/japendi.v2i05.170.
Palahudin, Palahudin, Muhammad Eri Hadiana, dan Hasan Basri. “Implementasi
Standar Pengelolaan Pendidikan Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan
Islam.” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 7, no. 1 (29 Desember
2020).
Pranata, Hamdi, dan Wedra Aprison. “TEORI PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS.” Jurnal Penelitian Ilmu
Pendidikan Indonesia 2, no. 1 (12 Februari 2023): 16–23.
Rosyidin, Muhammad Abror, dan Mukti Latif Muhammad. “TUJUAN
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF HADIS.” Nabawi:
Journal of Hadith Studies 2, no. 2 (31 Maret 2022).
Sumiarti, Sumiarti, Usman Usman, Muhammad Hadi, Novizal Wendry, dan Meki
Johendra. “Tujuan Pendidikan Islam Menurut Al-Ghazali Ditinjau dari
Perspektif Hadis.” el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu 1,
no. 2 (30 Juni 2021): 148–61.
Sundari, Nuria, Mawaddah Warrahmah, dan Ahmad Nurkholiq. “Tujuan
Pendidikan Islam Dalam Al-Qur’an Dan Hadist.” Jurnal Multidisiplin
Indonesia 2, no. 7 (4 Juli 2023): 1426–34.
Trinurmi, Sitti. “HAKEKAT DAN TUJUAN HIDUP MANUSIA DAN” 2
(2015).

17

Anda mungkin juga menyukai