MAKALAH ILMU TASFIR Kelompok 10A
MAKALAH ILMU TASFIR Kelompok 10A
AL-QUR’AN HADIST
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Kelompok 10A
1. Fendi (12204193026)
MARET 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
meski banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini membahas mengenai
“Ilmu Tafsir dan Terjemahan”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1: PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
B. Saran ..................................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ega Nur Fadillah, “Makalah Tafsir, Takwil, dan Terjemah”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5c11bfffbde5752d173098f5/makalah-tafsir-
takwil-dan-terjemah/, pada tanggal 24 april 2020 pukul 12.45.
2
menjelaskan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan
hikumah-hikmahnya.
f. Menurut Quraish Shihab, Tafsir merupakan upaya pemahaman maksut
dari firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia.
g. Menurut Ibrahim Anset, tafsir merupakan kegiatan yang menjelaskan
makna-makna Al-Qur’an dan menggali kandungannya, yang
mencangkup aspek aqidah, rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan
hukum-hukum.
h. Menurut Abdul Muin Salim, Tafsir mencangkup empat konsep yaitu
tafsir sebagai kegiatan ilmiah untuk memahami Al-Qur’an; kegiatan
ilmiah untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an; pengetahuan yang
diperlukan untuk memahami Al-Qur’an; dan pengetahuan yang
diperoleh melalui kegiatan memahami Al-Qur’an .
2. Pengertian Terjemah
Arti terjemah menurut Bahasa adalah “Salinan dari suatu Bahasa ke
Bahasa lain”. Adapun yang dimaksut dengan terjemah Al-Qur’an adalah
seperti dikemukakan oleh Ash-Shabuni, “Memindahkan Al-Qur,an ke
bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam
beberapa naskah agar dibaca oleh orang yang tidak mengerti Bahasa arab
sehingga dapat memahami kitab Allah SWT dengan terjemahan ini”
Proses terjemah bukanlah proses yang mudah, Bahasa asal yaitu Bahasa
arab yang memiliki lingkungan sosial budaya tertentu bahkan suasana
psikologis yang mengitari Bahasa tersebut. Tentu tidak mudah jika
dialihkan kebahasa lain. Terlebih lagi Bahasa arab mempunyai kaidah
tersendiri dalam konteks kitab suci.
2
Amang Fathurahman, Fathul Iltiham, “Pendalaman Ilmu Tafsir di PTAI Non tafsir”,
(Pasuruan: Be-A publisher, 2011), hlm. 10-12.
3
Adapun contoh terjemah yang dikemukakan oleh Irfan S Awwas adalah
terjemah Q.S 2:191 yang berbunyi “dan bunuhklah mereka dimana saja
kamu jumpai mereka. Dan usirlah mereka dari temapt mereka dari tempat
mereka mengusir kamu” Kata “Wahtuhum” yang diterjemahkan berarti
“bunuhlah” dalam Bahasa Indonesia berkonotasi individual, bukan antara
umat dan golongan kafir. Jelas terjemahan ini terdengar sangat
membahayakanhubungan sosial antara umat beragama. Seolah olah orang
islam boleh secara bebas membunuh orang kafir yang dijumpainya.
Apa yang diungkapkan diatas hanyalah contoh bahwa terjemahan
memiliki problemanya sendiri. Oleh karena itu, mencangkupnya
pemahaman terhadap Al-Qur’an dengan hanya mengandalkan terjemahan
tidak akan cukup. Oleh sebab itu juga diperlukan tafsir itu sendiri.3
3
Azhari Akmal “Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi”, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012),
hlm. 11.
4
Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha
Penerima tobat, Maha Penyayang”
4
M Isa HA. Rifqi Muhammad, Disertasi Doktor: “Pemetaan Tafsir Al-Qur’an Pada
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan
KalijagaYogyakarta”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm 13-15.
5
Muhammad Sakti, “Sejarah Perkembangan Tafsir Pada Masa Nabi, Sahabat, Tabi’in Sampai
Sekarang”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm . 3-5.
5
Periode pada masa ini muncul pada saat meninggalnya sahabat nabi
yang bernama Abu Lufail al-Laisi. Sumber-sumber penafsiran pada
masa ini yakni
1) Al-Qur’an
2) Hadist-hadist Nabi SAW
3) Tafsir dari para sahabat Nabi
4) Cerita-cerita dari para Ahli kitab (israliyat)
5) Ijtihad
Sumber tafsir pada massa ini yakni berbentuk al-ma’sur, dan jika
ditinjau dari segi penafsiran mereka menggunakan metode ijmali.
Sedangkan untuk ruang lingkupnya masih meliputi bidang-bidang
ibadah, muamalah, jinayat, manakahayat, dan lain lain. Jadi tafsir pada
massa ini ruang lingkupnya hampir sama dengan masa sahabat.6
6
Nashruddin Baidan, “Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesia”, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 10.
6
sekaligus menyadari gerak dan semangat zaman sebagai fakta
sejarah.7
2. Tafsir Bi al-Ra’yi
Berdasar pengertian etimologinya, ra’yu berarti keyakinan, analogi dan
itjtihad. Sedangkan dalam terminologi tafsir, yang dimaksut dengan
ra’yi ialah ijtihad. Dengan demikian tasit bi al-ra’yi sebagaimana yang
didefinisikan oleh al-Dzahabi ialah tafsir yang penjelasannya diambil
berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah mengetahui Bahasa
arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukan, serta problema
penafsiran. Penafsiran ini disebut juga tafsir bi al-dirayah atau tafsir bi
7
Syukron Affani, “tafsir Al-Qur’an dalam Sejarah Perkembangannya”, (Jakarta: Kencana,
2019), hlm. 9-10.
8
Muhammad Arsad, “Pendekatan Dalam Tafsir”, Yurisprudentia, Vol. 4 No.2, 2018, hlm. 148.
7
al-ma’qul. Diantara penyebab kemunculan corak tafsir bi al-ra’yi adalah
semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan
kemunculan ragam disiplin ilmu, karya-karya para ulama, aneka warna
metode penafsiran, dan pakar dibidangnya masing-masing. Tafsir yang
terkenal diantara lain Tafsil Al jalalain, Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al-
Fakhrur Razi, Tafsir Abu Suud, dan lain sebagainya9
3. Tafsir Bi al-Isyari
Penafsiran corak Bi al-Isyari diartikan secara etimologi berarti
penunjukan, membeli Isyarat. Sedangkan definisi mengenai Tafsir Bi al-
Isyari adalah tafsir menakwilkan atau menasfisrkan ayat-ayat Al-Qur’an
tidak sesuai dengan makna Zahir ayat. Penafsiran dilakukan berdasarkan
Isyarat-isyarat yang ada atau bukti-bukti yang samardan dapat difahami
serta diketahui oleh orang orang yang punya ilmu dibidangnya punya
ketaqwaan yang tinggi. Kitab-kitab tasfir yang menggunakan penasiran
Bi al-Isyari antara lain:
1. Tafsir Alquranul Azim, abu Muhammad sahalibn Abdullah ibn isa
ibn Abdullah Al-Thusuri
2. Haqaiq Al tafsir, Abu abdulrahman Muhammad ibn al husain ibn
mussa al uzdi al salmi
3. Al bayan fi al haqaiq al quran, abu Muhammad Ruzbaihan ibn Abi
al Nasr al Baqi Al Syirazi10
B. Macam-macam Terjemah
Pada dasarnya ada tiga penerjemahan, yaitu:
1. Penerjemahan Maknawiyah Tafsiriyah, adalah menerangkan makna
atau kalimat dan mensyarahkannya, tidak terikat oleh leterleknya,
melainkan maknadan tujuan kalimat aslinya
2. Terjemahan Harfiyah Bi Al-Mitsili, adalah menyalin atau mengganti
kata dari Bahasa asli dengan kata kata sinonimnya kedalam Bahasa baru
dan terikat oleh Bahasa aslinya.
9
Muhammad Arsad, “Tafsir Bi Al-Ra’yi Sebagai Salah Satu Bentuk Penafsiran Al-Qur’an”,
Hunafa, Vol. 2 No. 2, 2015, hlm. 177.
10
Muhammad Arsed, Op. cit. hlm 160.
8
3. Terjemahan Harfiyah Bi Dzuni Al-mitsili, adalah menyalin atau
mengganti kata-kata Bahasa asli kedalam Bahasa lain dengan
memperhatikan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan
Bahasa baru dan terikat olah Bahasa aslinya.11
D. Metode Tafsir
Ilmu tafsir memiliki metode sendiri penafsirannya, daintaranya sebagai
berikut:
1. Metode at-Tahlili
Tahlili berasal dari bahasa Arab, hallala-yahallilu-tahlil yang berarti
mengurai atau menganalisis.12 At-t afsir at-tahlili ialah metode penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an melalui pendeskripsian (penguraian) makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tata tertib susunan
atau urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang diikuti oleh
sedikit-banyak analisis tentang kandungan ayat itu. Metode tafsir at-tahlili
yang biasa disebut metode tajzi’i ini termasuk metode tafsir tertua usianya.
Tafsir at-tahlili memiliki kelebihan pada keluasan dan keutuhan
dalam memahami al-Qur’an. Melalui metode in, seseorang diajak serta
untuk memahami ayat dan surat dalam al-Qur’an secara menyeluruh dari
awal (surat al-Fatihah) hingga akhir (surat an-Nas). Dia menjelaskan kosa
kata dan lafadzh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan
susunan kalimat, serta menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu
hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, dsb.
Kelemahan dari metode tafsir at-tahlili ini, antara lain, kajian yang
kurang mendalam, tidak detail, dan tidak tuntas dalam pembahasan dan
penyelesaian topik-topik yang dibicarakan. Penafsiran al-Qur’an dengan
metode tafsir at-tahlili pun memerlukan waktu yang sangat panjang dan
menuntut ketekunan-kesabaran yang tinggi. Di sisi lain, jalan metode ini
pun “terseok-seok” atau tidak sistematis.
11
Muhamad Faiz, “Makalah Tafsir, Takwil, Dan Terjemah”, Kumpulan Makalah, Diakses dari
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-tafsir-takwil-dan-
terjemahan.html, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 13.26
12
Malik Ibrahim, Corak dan Pendekatan Tafsir Al-Qur’an, Vol. 9, No. 3, Mei 2010, hlm.3
9
2. Metode al-Ijmali
Secara lughawi, kata al-ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global, dan
penjumlah. Jadi, tafsir al-ijmali ialah penafsiran al-Qur’an dengan cara
mengemukakan isi dan kandungan al-Qur’an melalui pembahasan yang
panjang dan luas, tidak secara rinci. Pembahasan tafsir al-ijmali hanya
meliputi beberapa aspek dan dalam bahasa yang sangat singkat. Misalnya,
Tafsir al-Farid lil al-Qur’an al-Majdid hanya mengedepankan arti kata-kata
(al-mufradah), sabab an-nuzul, dan penjelasan singkatnya. Adakalanya
juga mengedepankan al-mufradah, lalu sabab an-nuzul dan al-ma’na
(penjelasan), atau mendahulukan al-ma’na dan sabab an-nuzul.
Penafsiran al-Qur’an dengan metode ijmali (global) tampak
sederhana, mudah, praktis, cepat, dan pesan-pesan al-Qur’an yang
disampaikan mudah ditangkap. Tetapi di sisi lain, karena tafsir ijmali ini
bersifat simplisitis sehingga telaah dan kajiannya terlalu dangkal,
berwawasan sempit, dan parsial (tidak komprehensif).
3. Metode al-Muqaran
Tafsir al-muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan
perbandingan antara ayat-ayat al-Qur’an yang redaksinya berbeda padahal
isi kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip
padahal isi kandungannya berlainan. Metode komparasi (manhaj al-
muqaran) ialah menafsikan ayat-ayat al-Qur’an yang selintas tampak
berlawanan dengan hadis padahal sebenarnya sama sekali tidak
bertentangan.
At-tafsir al-muqaran juga bisa dilakukan dengan membandingkan
antar aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dengan lainnya.
Perbandingan itu bisa juga berdasarkan perbedaan metode. Jadi, metode
penafsiran perbandingan memiliki objek yang sangat luas dan banyak.
Bentuk penafsiran yang dimaksud bisa berupa perbandingan antara ayat-
ayat al-Qur’an yang redaksinya berbeda, tetapi maksudnya sama atau ayat-
ayat yang menggunakan redaksi mirip, tetapi maksudnya berlainan.
Seperti pendekatan dan metode tafsir lainnya, pendekatan tafsir al-
muqarin tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode
10
tafsir ini adalah bersifat objektif, kritis, dan berwawasan luas, sedangkan
kelemahannya adalah bahwa metode ini tidak bisa digunakan untuk
menafsirkan semua ayat al-Qur’an seperti halnya tafsir at-tahlili dan al-
ijmali.13
4. Metode al-Maudhu’i
Tafsir al-maudhu’i merupakan tafsir yang berdasarkan tema, yaitu memilih
satu tema dalam al-Qur’an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat al-
Qur’an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan
untuk menjelaskan makna tema tersebut. Metode ini adalah metode tafsir
yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an dengan cara mengumpulkan
ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama
membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa
turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan
ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan,
dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil
hukum-hukum darinya.14
E. Kitab-Kitab tafsir Berbahasa Indonesia
13
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir,(Bandung: Humaniora, 2010), hlm. 103-114
14
Muh. Maksum, Ilmu Tafsir dalam Memahami Al-Qur’an, ..., hlm. 12
11
1. Mufassir merupakan orang yang menafsirkan suatu kitab, oleh karena itu,
seorang mufassir memilki Syarat-syarat tertentu. Syarat-Syarat Seorang
Mufassir menurut para ulama yang harus dipenuhi ialah sebagai berikut:
a. Mengetahui bahasa Arab dan seluruh aspeknya berupa nahmu,
sharaf dan etimologi.
Imam Malik berkata, “Orang yang tidak mengerti bahasa Arab
yang datang kepadaku untuk menafsirkan Al-Qur’an, niscaya kubuat
dia mencabut perkataannya.” Mujahid berkata, “Tidak boleh bagi
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
membicarakan Kitabullah bila ia tidak menguasai lahjah/dialek
orang-orang Arab.”
b. Mengetahui ilmu balaghah seperti ilmu ma’any, bayan, dan badi’.
Terkadang kata-kata dalam Al-Qur’an adalah berupa isti’arah,
kinayah, dan majaz yang tidak bisa diartikan secara lahir tapi
memerlukan ilmu lainnya.
c. Mengetahui ushul fiqh.
d. Mengetahui asbabun nuzul.
e. Mengetahui nasikh dan mansukh.
f. Mengetahui ilmu Qira’at.
g. Ilmu mauhibah, yakni ilmu yang diberi langsung dari Allah SWT.
Ilmu ini akan didapat oleh orang yang mengamalkan ilmunya dengan
benar karena Allah SWT membukakan hati orang itu untuk memahami
rahasia kalam-Nya. Ilmu ini merupakan buah dari ketaqwaan dan keikhlasan
yang tidak akan didapat oleh orang yang hatinya terdapat bid’ah, takkabur,
rakus dunia, dan gemar maksiat.
Nabi SAW bersabda: “Siapa yang mengamalkan apa yang
diketahuinya, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang tidak
diketahuinya.” (Terdapat di dalam Al-Itqan).
Adapun berikut ini adab-adab yang harus diperhatikan oleh seorang
mufassir, yaitu:
a. Berniat baik dan bertujuan benar
b. Berakhlak baik
12
c. Taat beramal
d. Jujur dan teliti dalam penukilan
e. Tawadu’
f. Berjiwa mulia
g. Vokal dalam menyampaikan kebenaran
h. Berpenampilan baik
i. Bersikap tenang dan mantap
j. Mendahulukan orang yang lebih utama daripadanya
k. Mempersiapkan dan menempuh langkah-langkah penafsiran
secara baik.15
2. Sedangkan orang yang menjadi penerjemah suatu kitab ke dalam Bahasa
lain disebut penerjemah,
Syarat-Syarat Seorang Penerjemah
Seseorang yang bermaksud menjadi penerjemah , maka orang
tersebut diwajibkan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut.
a. Mengetahui bahasa asli dan bahasa penerjemahan,
b. Mengetahui karakteristik, gaya dua bahasa tersebut,
c. Menjaga ketepatan makna dan maksud secara konsisten dan,
d. Menggunakan redaksi terjemah tertentu dari bahasa lainnya
Di samping persyaratan di atas, terdapat dua syarat tambahan yang
harus dimiliki.
a. Tersedianya perbendaharaan kata di dalam bahasa penerjemahan yang
seimbang dengan ragam kata yang terdapat dalam bahasa asli, sehingga
memungkinkan terealisasikannya terjemahan harfiyah sepadan dengan
aslinya, sesuai dengan namanya terjemah harfiyah.
b. Adanya keserupaan dalam pembendaharaan kata ganti, kata sambung yang
merangkai suatu kalimat dalam susunan lengkap, baik keserupaan dalam
hal partikel-partikel kata dan posisi-posisinya. Tuntutan keserupaan ini
15
Juhana Nasrudin, Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis, (Yogyakarta: Deepublish, 2017),
hlm. 280-281
13
karena terjemahan harfiyah akan mengikuti pola susunan kalimat
aslinya.16
16
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana, 2017),
hlm. 132-133
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu Tafsir merupakan ilmu yang membahas tentang cara pengucapan
lafadz Al-Qur’an sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Ilmu tafsir
ini penting Karen ilmu Tafsir ini memiliki fungsi menjelaskan suatu bacaan yang
masih terdengar samar, atau mengulas suatu bacaan yang sulit dimengerti
menjadi bacaan yang lebih mudah dimengerti hanya semata-mata lebih mengerti
maksut dari Al-Qur’an tentang apa yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan
terjemahan merupakan pemindahkan Bahasa Al-Qur,an ke bahasa lain yang
bukan bahasa arab dan mencetak terjemah ini kedalam beberapa naskah agar
dibaca oleh orang yang tidak mengerti Bahasa arab sehingga dapat memahami
kitab Allah SWT dengan terjemahan ini
Walaupun secara pengertian dan kandungan Ilmu tafsir dan Terjemahan
memiliki perbedaan, tetapi nyatanya kedua ilmu ini memiliki sudut pandang dan
tujuan yang sama, yakni menjelaskan Arti dan maksut ayat dalam Al-Qur’an
yang sesungguhnya dengan apa yang benar-benar dikehendaki oleh Allah SWT.
Sehingga tidak akan terjadi kekeliruan atau kesalahfahaman dalam mengupas
makna sesunggunya dari apa yang ada pada Al-Qur’an sesungguhnya.
B. SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Nur Fadillah, Ega. 2015. Makalah Tafsir, Takwil, dan Terjemah. Kompasiana.
diakses dari
https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5c11bfffbde5752d173098f5/ma
kalah-tafsir-takwil-dan-terjemah/, pada tanggal 24 april 2020 pukul 12.45.
16
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-tafsir-takwil-
dan-terjemahan.html, pada tanggal 15 Mei 2020 pukul 13.26.
Ibrahim, Malik. 2010. Corak dan Pendekatan Tafsir Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an.
9(3). hlm. 3.
Maksum, Muh. Ilmu Tafsir dalam Memahami Al-Qur’an, ..., hlm. 12.
17