Anda di halaman 1dari 29

MULTIKULTURALISME

(TINJAUAN UMUM DARI


BERBAGAI LITERATUR)

Rachmat
Kriyantono,PhD
School of
Communication
Brawijaya
University

Pentingnya diskusi multikultural

Benturan Budaya adalah hal yg pasti:

Perbedaan antara peradaban tidak hanya riil, tetapi juga


mendasar.

Dunia makin menyempit, interaksi beda peradaban makin


meningkat.

Modernisasi ekonomi dan sosial dunia: Tercerabutnya


identitas lokal & memperlemah negara-negara sebagai
sumber identitas.

Barat menjadi episentrum kekuatan budaya: (1) menjadi


kiblat budaya; tapi juga (2) kesadaran budaya, yaitu
kembalinya fenomena asal (Non-Barat).

Karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu


dan berkompromi dibanding karakteristik dan perbedaan
politik dan ekonomi.

clash of civilization,
culture war,
konflik etnis,
perlakuan dan kebijakan diskriminatif,

Bisa
muncul
masalah:

hubungan eksploitatif,
bias (perlakuan tak adil yang tak disengaja),
prasangka negatif,
kesalahpahaman,
marjinalisasi,
kekerasan fisik/simbolik,
ketimpangan dan kesenjangan yang tajam

Alasan stabilitas nasional: politik seragamisasi


sentralistik. Politik seragamisasi ini memang masih
mengakui sifat pluralitas (kemajemukan) bangsa.

POLITIK
BUDAYA
ORBA

Tetapi, kemajemukan ini mengacu pendapat John Rex


(1997)- hanya terjadi pada ruang privat, yaitu ruang
bagi setiap orang dan kelompok diberi kebebasan
mengekspresikan nilai-nilai maupun cara pandang
mereka.
Sementara, kesetaraan dan kesempatan dalam
berbagai bidang bagi elemen bangsa tidak disediakan
oleh negara di ruang publik.
Katak dalam tempurung: individu/kelompok hanya
mengenal arti kebebasan di antara mereka sendiri
tanpa mengenal hak kebebasan dan perbedaan
kelompok lain.
Muncul fragmentasi sosial: (1) orang Tionghoa tersekat
hanya di dunia bisnis seiring dengan nasionalisasi
nama yang berbau Tionghoa; (2) perbedaanperbedaan
antara pusat-daerah atau dalam pelayanan publik

Kesenjangan dalam ruang-ruang publik ini jadi


pemantik demokratisasi yang membuat runtuhnya
Orba.

Demokrasi: membuka kran kebebasan

Demokrasi: Belum siap seperangkat norma di ruang


publik seperti politik, hukum, ekonomi, dan
pendidikan- yang menjamin kesetaraan dan
kesempatan yang sama.

Masyarakat belum siap untuk menjadi masyarakat


multikultural (masyarakat yang menghargai
kebebasan dan perbedaan kelompok lain)
konflik-konflik sosial.

Dengan kata lain, demokrasi sebenarnya


mensyaratkan perspektif multikultural sebagai
pondasinya.

Samuel P. Huntington (1993):

bahwa sebenarnya konflik antar peradaban di masa depan tidak


lagi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi,
tetapi justru dipicu oleh masalah masalah suku, agama, ras dan
antargolongan (SARA).

Konflik tersebut menjadi gejala terkuat yang menandai runtuhnya


polarisasi ideologi dunia kedalam komunisme dan kapitalisme.

Di Amerika, multikultural muncul karena kegagalan pemimpin di


dalam mempersatukan orang Negro dengan orang Kulit Putih

TERBUKTI:
RUNTUHNYA STRUKTUR POLITIK NEGARA-NEGARA EROPA TIMUR (AKHIR
1980-AWAL 1990).

DI ERA 1980-AN: TERJADINYA PERANG ETNIK DI KAWASAN BALKAN, DI

YUGOSLAVIA., PASCA PEMERINTAHAN JOSEP BROZ TITO: KERAGAMAN, YANG


DISATU SISI MERUPAKAN KEKAYAAN DAN KEKUATAN, BERBALIK MENJADI
SUMBER PERPECAHAN KETIKA LEADERSHIP YANG MENGIKATNYA LENGSER.

PENGERTIAN
Dari aspek Antropologi: multikultura &
plural = sama, masy yg memiliki
keragaman budaya
Multi = banyak; Kultur = budaya
Plural = jamak
Sufiks isme: membawa dampak psikologis
terkait beda ideologi

PENGERTIAN
Multikulturalisme: pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan,
pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai
pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran
politik (Azyumardi Azra, 2007)
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan
serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu
penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang
lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan,
penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang
majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya,
namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat
kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk
mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap,
2007)

SIFAT MULTIKULTURAL
Sifat yang mengakui dan menghargai perbedaan
dalam kesederajatan.
*

* Sifat ini tumbuh dari paham multikulturalisme,


yaitu cara pandang tentang keberagaman kehidupan
yang menekankan penerimaan terhadap realitas
perbedaan -agama, budaya, dan worldview- yang
terdapat dalam masyarakat.
* Jika sifat multikultural ini terinternalisasi pada diri
individu, maka individu tersebut akan secara terbuka
memahami, menghargai serta mengkaji budaya
orang lain yang dilandasi oleh semangat
menghormati dalam kebersamaan.

MULTIKULTURALISME

PLURALISME

ideologi yg mengakui
dan mengagungkan
perbedaan dalam
kesederajatan, baik
secara individu maupun
komunal (Politic of
Recognition)

ideologi yg memandang
keanekaragaman
budaya yg lebih
menekankan perbedaan
antara satu masyarakat
dengan masyarakat
lainnya.

Lebih menekankan pada


interaksi antarbudaya
sbg entitas yg memiliki
hak & kewajiban yg
sama

Kurang memerhatikan
interaksinya
Lebih menonjolkan
keunikan dan entitas itu
sendiri
Lebih cenderung sbg
politik kebudayaan
seragam

PENYEBARAN PAHAM MULTIKULTURALISME


di BERBAGAI NEGARA
Runtuhnya Uni Soviet dan Eropa Timur yang
menandai berakhirnya perang dingin, telah
mempercepat dan meningkatkan intensitas
globalisasi di berbagai bidang.
Sejak itu, AS seolah menjadi penguasa
dunia. Sehingga, hampir semua yang berbau
AS cepat dan mudah merambah ke berbagai
dunia. Termasuk, pengalaman sejarah
multikulturalisme di AS.

PERJALANAN MULTIKULTURALISME DI
AS
Dinamika perspektif keanekaragaman di AS dimulai
dengan melting-pot assimilation menjadi salad
bowl berkembang lagi menjadi cultural pluralism
dan akhirnya multiculturalism.
Dinamika perspektif itu bermula dari gerakan warga
kulit hitam yang menuntut kesetaraan hak sipil dan
politik pada 1960-an. Kemudian tahun 1970-an
muncul gerakan civil society, yang diikuti gerakan
perempuan, lalu muncul gerakan pribumi Amerika
dan kelompok kulit berwarna. Pada tahun 1980-an
hingga 1990-an muncul pemikiran kritis terhadap
kurikulum sekolah dasar perihal sejarah, demografi,
dan pendidikan kewarganegaraan, yang menggugat
perspektif melting-pot assimilation.

1. MELTING-POT ASSIMILATION
Menyatukan seluruh budaya dengan
meleburkan masing-masing budaya
Konsep ini dipopulerkan melalui drama
karya Zangwill.
Dalam perspektif melting-pot ditonjolkan
perihal lahirnya manusia baru yang
disebut Amerika, yaitu merupakan idealisasi
peleburan beraneka ragam budaya yang
berasal dari Eropa dan Afrika.
Pemikiran kritis mengungkapkan bahwa
melting-pot ternyata bersifat monokultur.
Karena, dominasi dan hegemoni WASP
(White Anglo-Saxon Protestant) amat
mengedepan.

2. SALAD BOWL
Untuk mengakomodasi dan mengapresiasi
kontribusi non-WASP, dikembangkan
perspektif pengganti yang disebut salad
bowl.
Budaya asal tidak dihilangkan tapi
diakomodasi dan memberikan kontribusi bagi
budaya bangsa, tapi, interaksi kultural belum
berkembang baik
Unsur non-WASP memang diakomodasi, tapi
ternyata tak mengurangi unsur pokoknya
yang dominan, yaitu budaya WASP.
Perspektif salad bowl masih tetap dirasakan

3. CULTURAL PLURALISM
Horace Kallen (1970) memperkenalkan perspektif
cultural pluralism untuk menggantikan salad bowl.
Perspektif ini membedakan antara ruang publik dan
ruang privat.
Ruang publik: ruang terbuka tempat bertemunya
orang dari berbagai ikatan budaya.
Ruang privat: ruang yang disediakan untuk mewadahi
dan merawat spesifikasi ikatan budaya di dalam
masing-masing keluarga atau komunitas yang
berbeda-beda.
Ternyata perspektif ini juga rapuh dan tak memuaskan,
karena mengandaikan dapat memisahkan sepenuhnya
antara ruang publik dan ruang privat. Di samping itu
mengandaikan wilayah non-budaya terlepas dari
wilayah budaya di dalam ruang publik.

4. MULTICULTURALISM
* Diperkenalkan tahun 1980-an, sebagai upaya memperoleh
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi di ruang publik,
dan selanjutnya juga mengkritisi jalinan hubungan kekuasaan
yang ada agar menjamin hak, keadilan dan kesempatan yang
sama bagi semua WN yang dihormati latar belakang ikatan
budayanya.
* Ikatan suku, ras, agama, daerah, bahasa, kebiasaan -- dapat
hidup berdampingan secara damai, saling mendukung dlm
posisi setara, dan menikmati kehidupan yang makin adil (dlm
suatu negara atau wilayah pengorganisasian hidup bersama).
* Multikulturalisme tidak untuk menghilangkan kekhususan
(specifity) dari ciri budaya; tidak juga untuk meleburnya ke
dalam keumuman (generality) budaya.
* Multikulturalisme menawarkan hadirnya realitas
ganda/ragam : differences similarities, diversity unity,
identity integration, particularity universality, nationality

Multikulturalisme:

fokus pada relasi


antarkebudayaan; keberadaan kebudayaan yg
satu hrs mempertimbangkan keberadaan
kebudayaan lainnya.

Muncul
Politik

ide: toleransi, menghargai, kesetaraan

multikultural: membangun ideologi yg


menempatkan kesetaraan dalam perbedaan sbg
sentralnya.

MULTIKULTURALISME

Perbedaan budaya scr historis hrs dihargai pemerintah dalam menjamin


persamaan hak dlm masy bangsa

Kritik atas pluralisme yg fokus pada keanekaragaman suku bangsa dan budaya
shg budaya dianggap entitas yg distinktif

Setiap kelompok budaya ingin hidup dengan caranya sendiri; dan ini adalah hak
mereka.

Tapi, jangan menjurus ke sikap dan tindakan yang eksklusif, egois, serta arogan
yang dapat mengancam kebersamaan kehidupan dalam keanekaragaman budaya.

Kecenderungan partikular-eksklusif harus dikontrol dan diimbangi dengan


semangat universal-inklusif.

Disebabkan:

Lahirnya negara2 baru setelah PD II

Determinisme teknologi

Meningkatnya kesadaran berbangsa

Demokratisasi & human rights

PRO-KONTRA MULTIKULTURALISME
Ada

tiga: mendukung mengkritisi menolak.


Kelompok mayoritas dan atau yang diuntungkan
dengan statusquo, umumnya menolak perspektif
multikulturalisme.
Kelompok minoritas dan atau yang termarjinalkan,
umumnya mendambakan/ mendukung
multikulturalisme.
Kelompok intelektual sosial, umumnya mengambil
sikap kritis terhadap multikulturalisme.

Multikultural mencakup tiga


komponen:
Kebudayaan

Bikhu
Parekh
(2002)

Pluralitas kebudayaan
Cara merespon

Bukan abstrak tapi perlu Model yg


aplikatif

Reformasi 1998:

Isu-isu politik kebudayaan di Indonesia

Isu-isu demokratisasi:
dari sentralistik-otoritarian ke desentralistik-otonomi daerah

Muncul isu-isu multikultural sebagai penguat kesatuan bangsa:

Akibat desentralisasi thd Keanekaragaman: kontras-kontras atribut

Minoritas vs mayoritas

Dominan vs tidak dominan

Putra daerah vs pendatang

Dulu kuat karena kekuatan sentralistik

ISU MULTIKULTURALISME BELUM


SELESAI
APAKAH MODEL YANG PAS UNTUK INDONESIA?
APAKAH MODEL DARI NEGARA LAIN?
KEBANYAKAN KITA BICARA HASIL BUKAN PROSES
HASIL: PENTINGNYA TOLERANSI; SALING MENGHARGAI, MENJAGA KERUKUNAN;
MENGHORMATI PERBEDAAN; LEBIH KE FALSAFAH HUMANISTIK INDIVIDU
DARIPADA SOSIAL KOLEKTIF

PROSES: BERISI PENJELASAN MODEL YG BERISI KONSEP2 & STRATEGI2 MENCAPAI


TUJUAN YG ABSTRAK DI ATAS

Pandangan J.S Furnival (1948) ttg


masy majemuk di Indonesia

Akibat policy kolonial di Indonesia & Burma:

Masyarakat beda rasial hanya bertemu di pasar

Kebudayaan dilihat sbg entitas otonom &


distinktif satu sama lainnya; Batas antarbudaya
tegas; Interaksi terbatas hanya di pasar atau alonalon

Masy majemuk: mereka berkumpul, bergaul, tapi


tdk bercampur; msh memegang budaya sendiri;
berdampingan tapi terpisah dalam satuan politik
yg sama.

Masy Majemuk di Indonesia disebabkan:


- Policy kolonial
- Letak geografis Indonesia yg terpisah laut
Lasleet (1982) membuat hipotesis:

sistem otoritarian adalah bentuk adaptif dari


suatu pengaturan masy majemuk dg populasi
besar dan terpisah pulau yg banyak dan luas.

Untuk Integrasi bangsa

KRITIK MODEL MASY MAJEMUK


Hanya cocok untuk konteks historis bukan
sbg bentuk struktural.
Sbg konstruksi kolonial mengatasnamakan
integrasi & stabilitas nasional:
Diskriminasi ras/etnis, sistem kategori,
kodifikasi hukum
Segregasi & isolasi sosial bahkan
menyingkirkan etnis, misal apartheid
Mengabaikan ciri polietnik masy dunia
ketiga

DI INDONESIA
Scr historis berbeda-beda
Tidak perlu pluralisme... Tapi Nasionalisme:
-Kesadaran identitas bersama
-Ideologi ttg historis bersama & senasib
sepenanggungan
-Adanya gerakan sosial bersama untuk
mencapai satu tujuan bersama
Akan kuat jika ada musuh dari luar

TANTANGAN GLOBALISASI
Surutnya nasionalisme
Determinasi teknologi
komunikasi

REFERENCES
Kriyantono, R. (2012). Etika & filsafat ilmu komunikasi.
Malang: UB Press.
Mantik, M.J. (2012). Konsep multikulturalisme &
pluralisme dalam Lalita kaya ayu utami. Prosiding
Seminar Internasional Multikultural & Globalisasi.
Syaifuddin, A.F. (2006). Membumikan multikulturalisme
di Indonesia. Jurnal Etnovisi, 11 (1).

Anda mungkin juga menyukai