Ananda P.L Harahap 14-045 Ridho Pambudi 14-046 Aulia Ulfizar 14-063 Intan Kusumawardani 14-072 Rizki N Siregar 14-077 Regi Putra 14-084 Mukhliza Arkah 14-101 Tiara Juita 14-111 Bella Vera 14-079 Kamiliyatul Fadhilah 14-187 Enteritis Enteritis adalah proses keradangan usus yang dapat berlangsung akut maupun kronis, yang akan mengakibatkan kenaikan peristaltik usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan serta penurunan penyerapan atau absorpsi dari lumen usus, baik itu cairan ataupun sari-sari makanan yang terlarut di dalamnya. Lanjutan Enteritis primer maupun sekunder ditandai dengan penurunan nafsu makan, menurunnya kondisi tubuh, dehidrasi dan diare. Perasaaan sakit akibat dari radang usus atau enteritis bervariasi jenisnya, tergantung pada jenis hewan yang menderita serta derajat radang yang di deritanya. Radang usus yang terjadi bersamaan dengan gastritis disebut sebagai gastroenteritis Agen infeksi enteritis a. Radang oleh virus Pada sapi-sapi di Indonesia penyakit ingusan merupakan contoh klasik dari enteritis yang disebabkan oleh virus. Virus lain yang telah dikenal sebagai penyebab radang usus di luar negeri meliputi rinderpest, bovine viral diarrhea (BVD), blue tongue, reo-virus, corona-virus dan parvo virus. Rotavirus dan coronavirus merupakan penyebab diare yang paling umum dijumpai. Kedua virus itu terdapat pada hewan dewasa tanpa menunjukkan gejala klinis dan sangat umum ditularkan ke sapi muda. Virus akan menyerang vili pada lapisan sel usus halus sehingga menggangu proses absorpsi dari lumen usus. Diare yang ditimbulkan bersifat profus, hampir tak ada tanda demam, depresi ataupun dehidrasi hebat. Biasanya terjadi pada pedet umur 10-14 hari. Kasus ini juga sering terjadi dengan komplikasi dengan infeksi sekunder dari E. coli b. Radang oleh bakteri Bakteri-bakteri E. coli, Salmonella spp, Mycobacterium paratubercolosis diketahui paling sering mengakibatkan radang usus pada berbagai jenis ternak. Oleh karena gangguan keseimbangan biologik di dalam usus, misalnya oleh pemberian antibiotika berlebihan, bakteri dan jamur yang hidup secara saprofitik akan berkembang baik dengan cepat hingga mampu menghasilkan radang infeksi. Jasad renik yang biasanya hidup di dalam usus antara lain Proteus sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus sp,Aspergillus sp, Candida albicans c. Radang oleh protozoa Cryptosporidium banyak ditemukan hampir disemua kelompok sapi bahkan pada letupan neonatal enteritis dengan gejala diare di Skotlandia pada tahun 2003 paling tinggi disebabkan oleh crptosporidia (35%) sedangkan pada koksidia hanya 3%. Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih kecil daripada koksidia dan memiliki kemampuan untuk melekat pada sel lapisan usus halus dan merusak mikrovili, akibatnya akan menghambat proses pencernaan. Diare yang disebabkan oleh agen protozoa ini biasanya terjadi pada anak sapi atau pedet pada umur 7 sampai 21 hari d.Radang oleh cacing Cacing-cacing usus yang termasuk dalam family Stringylidae, Oesophagostomum sp, Cooperia sp, dan Nematodirus sp, dalam jumlah yang cukup banyak akan menyebabkan kerusakan selaput lendir usus. Cacing lambung Paramphistomum sp di Negara yang beriklim sedang sering menyebabkan enteritis bila infestasinya cukup berat. Sapi yang menderita panyakit cacing hati F. hepatica juga sering dijumpai menderita radang usus kataral. Hal tersebut mungkin diakibatkan dari toksin yang dilepaskan cacing ke dalam usus e.Radang oleh keracunan Keracunan oleh unsur-unsur anorganik jarang ditemukan di Indonesia. Di Negara-negara industri, keracunan ternak oleh unsur-unsur anorganik seperti timah hitam (Pb), warangan (As), tembaga (Cu) dan molybden (Mo) sering dilaporkan kejadiannya. Juga mungkin juga keracunan oleh tanaman beracun dapat menyebabkan enteritis pada ternak yang mengonsumsi tanaman tersebut PATOGENESIS ENTERITIS Radang usus yang disertai dengan perdarahan menghasilkan tinja yang bercampur darah atau melena. Radang usus nekrotik menghasilkan feses yang berbau tajam karena dekomposisi reruntuhan sel mukosa usus. Pada radang kataral feses tidak berbentuk, bercampur lendir dan terdiri dari makanan yang tidak tercerna secara sempurna. Pada enteritis yang bersifat kronis dapat terjadi berulang-ulang dan berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan, sehingga kondisi tubuh menurun secara bertahap. Contohnya adalah John disease GEJALA KLINIS Gejala yang spesifik pada sapi perah dewasa adalah: tiba-tiba hewan menjauhi makanan, tidak ada nafsu makan sama sekali. Susu yang dihasilkan sedikit atau tidak ada susu sama sekali. Hewan merasa sakit di bagian abdomennya dan terlihat adanya gejala kembung. Adanya perdarahan pada usus menyebabkan kotoran yang keluar sangat sedikit kadang berdarah. Pada enteritis yang bersifat kronis, kecuali menderita kekurusan, feses jarang bersifat cair, berisi darah dan lendir, serta reruntuhan mukosa yang mencolok. Oleh karena kurangnya cairan di dalam usus maka mungkin dapat di jumpai radang usus yang disertai dengan gejala konstipasi dan feses bersifat kering. Enteritis akut selalu disertai dengan oliguria dan anuria, dan disertai dengan turunnya nafsu makan, anoreksia total ataupun parsial. Namun pada radang yang bersifat kronik, nafsu makan umumnya tidak mengalami penurunan PERUBAHAN PATOLOGIS Dalam kasus enterotoksemia, konsidisi hewan yang mengalami perubahan adalah pada saluran usus dan organ-organ parenkim. Pada pemeriksaan patologis menunjukkan perubahan mecolok seperti pada usus kecil ditemukan enteritis hemoragika yang parah. Pada abomasum, omasum, reticulum, usus besar, rektum, dan sekum juga terdpat mukosa hiperemis. Mukosa saluran pernafasan sianosis, pulmo mengalami oedema, berisi cairan serofibrinous. Jantung membesar, terkadang ditemukan perdarahan titik (petichae) pada epikardial dan endokardial. Dan daerah ventral perut umumnya hiperemis. DIAGNOSA Diagnosa dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan gejala klinis , perubahan patologis dan konfirmasi hasil isolasi dan identifikasi bekteri ataupun agen infeksi penyebab lainnya yang dapat ditemukan dalam isi usus ataupun cairan tubuh hewan yang mati. Identifikasi dari penyebab diare sangat diperlukan untuk menentukan pengobatan, pencegahan dan strategi pengawasan. Diagnosa uji perlu dilkaukan selama itu di perlukan untuk keperluan penanggulangan. Pengobatan dan vaksinasi sangat bervariasi tergantung dari agen pathogen penyebab. Diferensial diagnosa dari enteritis adalah parvovirus, salmonellosis, obstruksi atau intussuception intestinal, hypoadrenocorticm, pankreatitis, coagulopathy. Prognosa pada kasus ini baik (fausta) dan banyak pasien yang sembuh tanpa mengalami komplikasi. Kematian secara tiba-tiba tidak umum terjadi namun pernah dilaporkan. TERAPI DAN PENGOBATAN Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi penyebab primernya. Juga perlu untuk dipertimbangkan pemberian adsorbensia (kaolin, pectin), adstringensia (tannin, tanalbumin) dan spasmolitika (atropine sulfat, glikopirolat). Rasa sakit yang terus menerus kadang perlu untuk dikurangi dengan pemberian analgesika (aspirin, dipyron) atau kadang juga diberikan transquilezer (Klorpromazine). Lanjutan Pada pengobatan pedet yang menderita diare ditujukan langsung untuk memperbaiki dehidrasi dan asidosis yang terjadi dan memperkecil kerusakan usus. Beberapa langkah dalam pengobatan diare yang harsu dilakukan adalah : Jika pedet mengalami dehidrasi berat maka perlu pemberian cairan elektrolit secara intra vena jika pedet mengalami dehidrasi sedang dan dapat berdiri maka pemberian cairan elektrolit dilakukan secara per oral pemberian susu dengan pemberian obat tidak dianjurkan jarena akan menyebabkan diare berlanjut,pemberian susu minimal dilakukan beberapa jam setelah pengobatan