Anda di halaman 1dari 38

JURNAL

Pembimbing:

Dr. Widhy Pramono, Sp.B FINACS

Oleh:

Dewa Gede Angga Aditya


16710024

S M F B E D A H U M U M
R S U W A H I D I N S U D I R O H U S O D O
02/10/2017 M O J O K E R T O 1
JURNAL

02/10/2017 2
Apendisitis merupakan penyebab utama nyeri abdomen akut, yang
membutuhkan tindakan operasi dan operasi apendektomi merupakan operasi
yang paling sering dilakukan.

Menurut Andersen Br,et.al., Sekitar 20% dari populasi memiliki resiko


penyakit apendisitis akut

PENDAHULUAN Seluruh pasien dengan post apendektomi di rumah sakit yang secara universal
diberi terapi antibiotik karena kontaminasi luka.

Infeksi luka operasi (ILO) atau Surgical Site Infection (SSI) merupakan infeksi
yang sering terjadi pada pasien pasca pembedahan

02/10/2017 3
untuk menentukan peran antibiotik postoperatif dalam mengurangi
TUJUAN kejadian SSIs dan pembentukan abses intra-abdominal setelah
PENELITIAN apendektomi pada pasien dengan NPA (non perforasi apendisitis)

02/10/2017 4
Metode penelitian

Pasien yg menerima AB 72 jam


Partisipasi : 152 pasien (apendisitis setelah operasi
akut dan dengan open apendektomi) Dalam keadaan hamil /
immunocompromised
Klmpk A 76, Klmpk B 76 Dengan DM, gagal jantung,
anemia

METODE Kelompok B
Kelompok A Pre op: ceftriaxone 1 gr,
PENELITIAN Pre op: ceftriaxone 1 gr, metronidazole 500 mg
metronidazole 500 mg Post op: ceftriaxone 1 gr,
Post op: tidak diberi AB metronidazole 500 mg
hingga 24 jam setelah op

Analisis dengan
SPSS versi 2.0

02/10/2017 5
HASIL
PENELITIAN
Tidak ada perbedaan signifikan di antara kedua rata-rata umur dan
hemoglobin pada kedua kelompok.
Satu pasien di kelompok A dan satu pasien di kelompok B mengalami
SSIs

02/10/2017 6
Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan signifikan antara angka
SSIs di antara pasien NPA pada kedua kelompok tersebut.

Insidensi postoperative SSIs setelah apendektomi pada pasien


dengan NPA telah dilaporkan dengan rentang 0% hingga 11%.
PEMBAHASAN
Namun, Hanya sedikit penelitian yang mengevaluasi manfaat klinis
dan kekurangan pemberian antibiotik pasca operasi di samping
profilaksis antibiotik pra operasi yang memadai.

02/10/2017 7
Mui et.al., Mereka menemukan
Le et al. Mereka menyatakan
tidak adanya perbedaan
bahwa tidak ada perbedaan
signifikan antara ketiga
signifikan angka SSIs antara
kelompok penelitian dengan 269
kedua kelompok tersebut (10%
LANJUTAN pasien. Mereka menyimpulkan
vs 9%).
bahwa dosis tunggal antibiotik
preoperatif dapat mencegah
komplikasi infeksi post operatif.

02/10/2017 8
Coakley et al. membandingkan hasil dengan antibiotik sebelum dan
sesudah apendektomi dengan mereka yang hanya menerima
antibiotik preoperatif.

Mereka menyimpulkan bahwa penambahan antibiotik postoperatif


LANJUTAN tidak mengurangi komplikasi infeksi.

Selain itu, antibiotik pascaoperasi memperpanjang lama tinggal di


rumah sakit dan meningkatkan biaya pengobatan tanpa adanya
keuntungan klinis

02/10/2017 9
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan signifikan angka SSIs
antara pasien dengan NPA dalam kedua kelompok, Karenanya,
penambahan antibiotik pascaoperasi dengan dosis tunggal antibiotik
preoperasi tidak mengurangi angka SSIs pada pasien dengan NPA

Penggunaan antibiotik dikaitkan dengan peningkatan resiko


komplikasi terkait antibiotik, bakteri yang resisten terhadap
KESIMPULAN antibiotik dan biaya pengobatan.
Oleh karena itu, keuntungan dan efek samping terapi antibiotik
harus dievaluasi dengan teliti

Sebagai kesimpulan, dosis tunggal antibiotik preoperatif


(ceftriaxone dan metronidazole) adalah cukup untuk mengontrol
SSIs setelah operasi pada NPA

02/10/2017 10
JURNAL

02/10/2017 11
Beberapa penelitian baru-baru ini telah menilai pengobatan
konservatif dengan antibiotik untuk apendisitis tanpa komplikasi,
namun hasil yang didapat tidak menunjukkan bahwa pengobatan
konservatif lebih unggul daripada operasi apendektomi.

Pembentukan abses perityphlitic terjadi pada 2 7 % pasien dengan


apendisitis yang perforasi
PENDAHULUAN Pembedahan direkomendasikan untuk pasien yang mengalami abses
perityphlitic dan abses apendikular yang terkait dengan peritonitis,
namun kasus tanpa peritonitis masih kurang jelas apakah manfaat
apendektomi cito lebih penting daripada pendekatan konservatif
terutama dengan antibiotik dan drainase yang diikuti oleh
apendektomi

02/10/2017 12
Pendekatan konservatif dengan drainase yang dipandu peralatan
radiologi dan pengobatan antibiotik sebagai tahap awal dan
apendektomi sebagai tahap kedua, mempunyai keuntungan
rendahnya morbiditas komplikasi peri- dan pasca-operasi.

Prosedur dua tahap disini ialah:


LANJUTAN Tahap pertama terdiri dari pemberian antibiotik intravena dan bila
memungkinkan, drainase yang dipandu oleh alat radiologi, kemudian
diikuti dengan antibiotik oral.
Tahap kedua terdiri apendektomi elektif.

02/10/2017 13
untuk meninjau hasil yang didapat setelah prosedur dua langkah
untuk mengobati pasien dengan pembentukan abses perityphylitic.
TUJUAN
untuk melaporkan penelitian ini dengan cara mengevaluasi hasil
PENELITIAN
dan komplikasi setelah menjalani prosedur dua tahap.

02/10/2017 14
Metode penelitian
Metode Apendisitis dan abses
perityphlitic (diameter
penelitian >3cm)

Dilakukan prosedur dua tahap

METODE
PENELITIAN Pertama: antibiotik IV
Kedua: apendektomi
dan oral lalu drainase

Konfirmasi dengan data demografi, durasi


antibiotik, durasi drainase, lama rawat inap,
komplikasi

02/10/2017 15
02/10/2017 16
HASIL
15 dari 1480 pasien
Durasi drainase: 6 hari
Durasi lama rawat inap tahap pertama: 7 hari
Durasi lama rawat inap tahap 2: 2 hari
Piperacillin-
tazobactam IV

kultur Terjadi 2 komplikasi:


Tahap 1: abses terjadi dengan adanya onset baru
apendisitis dan perforasi pada 2 bulan setelah drainase
pasien menjalani operasi lagi yaitu apendektomi
HASIL 5 pasien dengan 10 pasien dengan
amoxixcillin - ceftriaxone +
clavulanat metronidazole

3 pasien tidak
dilakukan drainase 12 pasien dilakukan
dengan abses 3-6 drainase
cm

AB + lanjut Terapi AB dengan


apendektomi drainase, dan diikuti
apendektomi
02/10/2017 17
FLOW CHART
Suspek apendisitis
dengan komplikasi

Pencitraan: CT/US

Tidak apendisitis apendisitis tanpa apendisitis dengan


FLOW CHART komplikasi komplikasi

Re evaluasi

Abses <3cm, atau Abses >3cm


phlegmon

apendektomy
Terapi AB dengan
Terapi AB, diikuti drainase, dan
apendektomi diikuti
apendektomi

02/10/2017 18
Mentula et al. melaporkan tingkat pemulihan yang tidak lancar setelah
apendektomi awal (90%) dibandingkan dengan pengobatan konservatif dahulu
(50%). Namun, dalam 30 pasien yang diobati secara konservatif, pendekatannya
berbeda dari prosedur ini karena penelitian ini tidak berusaha melakukan
drainase pada tiga pasien. Mentula et al. tidak berhasil mengenalkan drainase
pada 9 pasien (30%) dan menusuk abses tanpa meninggalkan drain di tempatnya
pada 16 pasien (50%).
DISKUSI Selain itu, Mentula et al. memasukkan pasien dengan abses dengan ukuran 2 cm
dimana pasien pada penelitian kohort kami hanya memasukkan pasien dengan
ukuran abses >3 cm
Pada penelitian kami, tiga pasien mengalami komplikasi, yang mana
diklasifikasikan sebagai stadium IIIb menurut klasifikasi Dindo-Clavien.

02/10/2017 19
penelitian kami dipastikan oleh You et al, yang menggunakan
protokol yang sama dan juga melaporkan hanya satu komplikasi
(7%) dari 15 pasien yang menjalani laparoskopi IA setelah drainase

yang perlu disampaikan adalah neoplasma apendikular sebagai


penyebab apendisitis berat

Carpenter et al. menunjukkan tingkat neoplasma sebanyak 28%


LANJUTAN pada pasien dengan usia >40 tahun yang menjalani IA untuk
apendisitis berat. Dua penelitian lain juga menemukan resiko yang
cukup besar dari keganasan yang ditemukan, 29% dan 12%, terkait
setelah IA pada apendisitis berat

Mengingat hasil ini dan morbiditas rendah yang dilaporkan terkait


dengan IA, risiko keganasan harus dipertimbangkan dan IA
dievaluasi, terutama pada pasien> 40 tahun

02/10/2017 20
pada penelitian kami frekuensi pasien dengan pembentukan abses
perityphlitic yang layak untuk mengikuti prosedur dua tahap sedikit lebih
rendah.

Namun, penelitian yang dikutip tersebut mengevaluasi pembentukan


phlegmon dan juga abses berbagai ukuran, Disini menggunakan pasien
dengan flegmon perityphlitic dan abses berdiameter >3 cm.

Pemilihan pasien ini tampaknya cukup adil karena abses yang lebih kecil
KESIMPULAN dapat ditangani dengan antibiotik saja.

Kami menemukan bahwa median lama rawat inap untuk tahap awal
prosedur adalah 7 hari, menurut literatur. Namun, laporan terbaru
menunjukkan bahwa regimen antibiotik yang lebih pendek mungkin lebih
cocok pada kasus dimana sumber infeksi dapat dikontrol lebih baik

Penelitian kami menemukan babwa prosedur dua tahap yang digambarkan


diatas untuk apendisitis dengan pembentukan abses perityphilitic sangat
berhasil dan memiliki tingkat komplikasi yang rendah.
02/10/2017 21
JURNAL

02/10/2017 22
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh kuman
(abses hati piogenik), parasit (abses hati amuba) dan jamur (fungal)
yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus.

Di negara barat, 80% abses hati berupa abses hati piogenik, 10% abses
hati amuba dan kurang dari 10% karena jamur

PENDAHULUAN Abses hati piogenik terutama sering terjadi pada pasien dengan status
immunocompromised, seperti diabetes mellitus, keganasan, dan
splenektomi. Namun, peran apendektomi masih belum dimasukkan
dalam penelitian

hubungan antara apendektomi dengan abses hati piogenik berdasarkan


hipotesis bahwa mungkin terdapat bakteremia dari inflamasi apendiks
menuju hati.

02/10/2017 23
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara apendektomi
TUJUAN
dengan abses hati piogenik di Taiwan
PENELITIAN

02/10/2017 24
Metode Data rawat inap dari program asuransi
penelitian kesehatan nasional Taiwan
Usia 20-84 th dengan usus buntuk
tahun 1998 - 2010

212.530 subjek pada kelompok


apendektomi
850.099 subjek pada kelompok non
apendektomi, dengan distribusi jenis
METODE kelamin yang serupa.

PENELITIAN
Usia 65-84 memiliki tingkat
abses hati piogenik paling
3,84 untuk apendektomi tinggi (11,1 per 10.000 org
2,22 untuk non pertahun
apendektomi

02/10/2017 25
HASIL

02/10/2017 26
02/10/2017 27
02/10/2017 28
02/10/2017 29
02/10/2017 30
Pada penelitian saat ini, bahwa keseluruhan insidensi abses hati
piogenik adalah 1.73 lebih banyak pada kelompok apendektomi
daripada nonapendektomi.

Namun, tingkat insidensi abses hati piogenik diantara orang-orang


dengan apendektomi tampaknya lebih rendah daripada orang-orang
DISKUSI dengan penyakit radang usus dalam penelitian Lin et als di Taiwan

Peneliti juga mencatat bahwa resiko abses hati piogenik tetap sama
seiring waktu, bahkan setelah 5 tahun apendektomi. Namun, resiko
tersebut tampak lebih tinggi selama 3 bulan pertama follow up

02/10/2017 31
Pada zaman sebelum adanya antibiotic, abses hati piogenik menjadi
komplikasi yang ditakutkan dari apendisitis akut

Peneliti berpikir bahwa sinyal inflamasi berpotensi terkait dengan


LANJUTAN fokus infektif yang dapat menyebarkan dari radang apendiks
menuju hati. Dengan demikian, prosedur komplikasi apendektomi
dapat terjadi di hati. Oleh karena itu, abses hati piogenik dapat
berkembang kemudian.

02/10/2017 32
Untuk mengklarifikasi apakah ada hubungan antara apendektomi dan
abses hati piogenik, tanpa terkait dengan fokus infektif dari radang
apendiks atau komplikasi prosedural

Peneliti mencatat bahwa terdapat 272 kasus abses hati piogenik dan
1.280.952 orang per tahun pada kelompok apendektomi dan 938 kasus
abses hati piogenik dan 5.153.503 orang per tahun pada kelompok
nonapendektomi dalam 1 tahun setelah apendektomi
LANJUTAN
Insidensi abses hati piogenik adalah 1.16 lebih besar pada kelompok
apendektomi daripada kelompok nonapendektomi

penemuan ini semakin menyoroti bahwa resiko abses hati piogenik


masih ada diantara mereka dengan usus buntu 1 tahun kemudian. Resiko
tersebut tampaknya tidak terkait dengan fokus infektif atau komplikasi
prosedural

02/10/2017 33
patogenesis apendektomi yang diasosiasikan dengan abses hati piogenik
tidak dapat seluruhnya dipahami pada penelitian observasional ini.
Namun, tidak ada penelitian yang serupa yang dapat dijadikan
perbandingan

Literatur menunjukkan bahwa apendiks manusia mungkin dapat


dianggap sebagai bagian dari system imun karena banyak sel penghasil
KESIMPULAN immunoglobulin yang dapat dideteksi pada mukosa apendiks normal,
terutama immunoglobulin-G dan immunoglobulin A.

Dengan demikian, karena adanya perubahan fungsi imun usus setelah


apendiks dikeluarkan, patogen usus dapat lebih mudah menyerang hati
melalui sistem saluran empedu, dan sebagai konsekuensinya, abses hati
piogenik dapat terjadi di kemudian hari

02/10/2017 34
Sebagai kesimpulan, apendektomi memang memiliki hubungan
dengan peningkatan resiko abses hati piogenik, terlepas dari
alkoholisme, batu empedu, penyakit ginjal kronis, penyakit hati
kronis dan diabetes mellitus.
LANJUTAN Mekanisme patofisiologis yang lebih masuk akal yang mendasari
hubungan antara appendectomy dan abses hati pyogenic mungkin
terkait dengan transmisi infektif yang ddisebarkan dari apendiks
yang meradang menuju hati, atau status imunosupresif yang
disebabkan oleh apendektomi.

02/10/2017 35
diagnosis apendektomi dan abses hati piogenik tidak secara
langsung diambil dari dokumentasi klinis

komorbiditas yang dimasukkan dalam penelitian merupakan


diagnosa dengan menggunakan kode ICD-9

karena adanya keterbatasan yang inheren pada data yang


KEKURANGAN digunakan, tidak ada riwayat apendisitis yang dicatat.
JURNAL
karena keterbatasan yang sama, tidak ada catatat riwayat level
bilirubin pada data tersebut

rendahnya tingkat insidiensi abses hati piogenik adalah 3.85,


secara berurutan, 2.22 per 10.000 orang per tahun

02/10/2017 36
PATOGENESIS

PATOGENESIS

02/10/2017 37
02/10/2017 38

Anda mungkin juga menyukai