Anda di halaman 1dari 26

KERUKUNAN UMAT

BERAGAMA
Indonesia
• Indonesia luas wilayahnya menempati urutan
ketujuh di dunia.
• Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar
di dunia.
• Wilayah Indonesia sedemikian strategis di antara
dua benua dan dua samudra yang terdiri dari
belasan ribu pulau yang bertebaran di sekitar
garis khatulistiwa dan alamnya relatif subur dan
indah.
• Jumlah penduduknya menempati urutan keempat
di dunia dan mayoritas beragama Islam.
Keunikan kondisi penduduk Indonesia
Penduduk yang majemuk
Masyarakat yang cinta damai
Tri Kerukunan Umat
Beragama
• Dicanangkan era 1970an
Tujuan utama dicanangkannya
Tri Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia adalah:
• Untuk lebih memantapkan stabilitas
nasional
• Untuk memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa.
• Adapun Tri Kerukunan Umat
Beragama tersebut adalah:
1.Kerukunan antara Umat Beragama
dengan Pemerintah.
Umat beragama dengan menganut
agama apapun diharapkan bisa menjalin
dan menjaga kerukunan dengan
pemerintah.
• Di dalam Islam, manusia disuruh untuk
patuh terhadap ulil amri.
• Firman Allah QS. An-Nisa’ (4): 59,
sebagai berikut:
2. Kerukunan intern umat bergama
Umat seagama haruslah rukun,
meskipun banyak perbedaan di
dalamnya.
• Terkait kemajemukkan, Allah berfirman QS.
Ali Imron (3) : 103
3. Kerukunan antar umat yang berbeda
agama
Masyarakat di dunia ini begitu
majemuk bahkan di Indonesia.
kemajemukan itu juga ada dalam aspek
keberagamaan. Hal ini menyebabkan
sering terjadi singgungan antar umat
beragama, hal ini sebab adanya jiwa
missianis (berda’wah) pada setiap
pemeluk agama.
• Dalam Islam, perintah berda’wah ada pada
surat berikut:
• Begitu juga dalam ayat berikut:
Pedoman Penyiaran Agama di
Indonesia
Untuk mencegah terjadinya ketegangan,
benturan ataupun hal-hal yang tidak
diharapkan dan untuk mendukung
terwujudnya kerukunan antar umat yang
berbeda agama, pemerintah mengatur
dengan adanya “Pedoman Penyiaran
Agama di Indonesia”, sebagai berikut:
a. Keputusan Musyawarah Paripurna Majelis
Ulama Indonesia (MUI) tanggal 15 Februari
1976, tentang “Konsultasi Antar Umat
Beragama”.

1. Tidak boleh menyebarkan agama kepada


mereka yang sudah beragama lain.
2. Menyambut baik (anjuran presiden)
diadakannya konsultasi antar umat
beragama
b. Keputusan Menteri Agama republik Indonesia
nomor 70/ 1978, tanggal 1 Agustus 1978,
Tentang : Pedoman Penyiaran Agama

1. Tidak dibenarkan ditujukan kepada orang beragama


lain.
2. Tidak dibenarkan dilakukan dengan mempergunakan
alat pemikat (materi/ finansial).
3. Tidak dibenarkan dilakukan dengan menyebarkan
pamflet, buletin, majalah/ buku di daerah/ rumah
umat/ orang yang beragama lain.
4. Tidak dibenarkan dilakukan dengan keluar-masuk
dari rumah orang yang telah memeluk agama lain.
c. Keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 77/ 1978, tanggal 15
Agustus 1978, Tentang : Bantuan Luar Negeri
kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia
1. Bantuan luar negeri harus mendapat rekomendasi Menteri
Agama Republik Indonesia.
2. Tenaga asing harus mendapat izin dari Menteri Agama
Republik Indonesia.
d. Keputusan Bersama Menag-Mendagri
nomor 01/BER/ MDN-MAG/ 1969,
tanggal 13 September 1969, Tentang
Pelaksanaan tugas aparatur
pemerintahan dalam menjamin
ketertiban dan kelancaran
pelaksanaan pengembangan dan
ibadat agama oleh pemeluk-
pemeluknya.

Selengkapnya:
e. Keputusan Pertemuan Lengkap “Wadah
Musyawarah Antar Umat Beragama”, tanggal 25
Agustus 1981 di Jakarta, tentang Pelaksanaan
Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan, dihadiri
Wakil/ Penghubung Majelis Agama, yaitu:
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
2. Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI)
3. Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI)
4. Parisada Hindu Darma Pusat (PHDP)
5. Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI)

Bersepakat menyampaikan saran/ rekomendasi


kepada Pemerintah dalam hal ini Menteri Agama,
sebagai berikut:
1. Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan merupakan sarana
peningkatan penghayatan dan pengamalan agama dan sarana
dalam pembangunan kerukunan hidup antar umat beragama.
2. Adalah wajar bila pemeluk agama lain turut menghormati
(sesuai dengan azas kekeluargaan/bertetangga baik)
sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agamanya.
3. Para pejabat pemerintah hendaknya memberikan perhatian
yang wajar dan adil dalam melayani hajat keagamaan bagi
semua pemeluk agama dalam wilayah kewenangannya.
Kehadirannya dalam upacara keagamaan dari suatu agama
yang tidak dipeluknya, hendaklah dalam sikap pasif namun
hikmat.
4. Pimpinan lembaga kemasyarakatan perlu dihimbau untuk
bijaksana, sehingga tidak menimbulkan adanya kesan
paksaan atau larangan dan pembauran aqidah dan syariat
(ajaran dan aturan) agama yang berbeda-beda.
f. Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia,
nomor MA/ 432/ 1981, tanggal 2 September 1981,
tentang Penyelenggaraan Peringatan Hari-hari Besar
Keagamaan Antara lain :
1. Peringatan Hari-hari Besar Keagamaan
pada dasarnya hanya diselenggarakan
dan dihadiri oleh para pemeluk agama
yang bersangkutan, namun sepanjang
tidak bertentangan dengan aqidah/ajaran
agamanya, pemeluk agama lain dapat
turut menghormati sesuai dengan azas
kekeluargaan bertetangga yang baik.
1. Unsur peribadatan ialah:
– “Ibadah” bagi Islam
– “Kebangkitan/Liturgia” bagi Kristen/Katolik
– “Yadnya” bagi Hindu
– “Kebangkitan” bagi Budha
Yang dalam peringatan/perayaan tersebut
merupakan bentuk ajaran agama, yang
sepenuhnya menjadi kewenangan
pimpinan/pemuka agama yang
bersangkutan untuk mengaturnya sesuai
dengan ajaran agamanya masing-masing.

2. Unsur perayaan di dalamnya tidak ada


unsur ibadah (seperti yang dimaksudkan di
atas) dapat dihadiri dan diikuti oleh
pemeluk agama lain.
Prinsip Tasamuh dalam Menjaga
Kerukunan
• Prinsip ajaran Islam di dalam menjaga
kerukunan dengan umat agama lain
adalah “tasamuh” (lapang dada) dan
berpedoman pada QS. Al-Kafirun
terutama ayat: 6
• Demikian juga firman Alloh SWT di dalam
QS. Al-Mumtahanah ayat 8

“Alloh tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang
yang berlaku adil”.

Anda mungkin juga menyukai