Anda di halaman 1dari 15

ENSEFALOPATIK

HEPATIK
ANGGOTA:

• Medi Khairun I1C016002


• Sisis I1C016004
• Nanda Ajeng Ramdhany I1C016006
• Vyola Festihawa I1C016016
• Elsyah Erina I1C016026
• Bela Silfiana I1C016038
• Anggita Pratiwi I1C016040
• Ayu Nabilah I1C016044
• Ayu Mulya Subagia I1C016060
• Sartika Yohana I1C016064
• Melina Puspita Rini I1C016066
• Faris Hendrawan I1C016078
• Aliffio Desanda I1C016080
• Irfan Hielmi I1C016082
• Nada Safa Fadhillah I1C016096
DEFINISI HEPATIC ENCEPHALOPHATI

◦ Merupakan syndrom disfungsi neuropsikiatri yang


disebabkan oleh portosystemic venous shunting
dengan atau tanpa penyakit intrinsik hepar
(Ndraha, 2015)
◦ Ensefalopati hepatik merupakan komplikasi umum
dari sirosis dan memerlukan kewaspadaan klinis
dan pengobatan dengan pembatasan diet, eliminasi
depresan sistem saraf pusat, dan terapi untuk
menurunkan kadar amonia (Dipiro, et al., 2014)

Ndraha, Suzanna. 2015. Ensefalopati Hepatikum Minimal. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA
Dipiro, J.T., et al. 2014. Pharmacotherapy : A pathophysiologic Approach. Ed. 9. Hill Medical, MC-Graw
TANDA DAN GEJALA
◦ Gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi,
memori jangka pendek dan kemampuan visuos pasial.
◦ Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Contoh: apatis,
iritabilitas, dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan
fungsi motorik yang nyata
◦ Gangguan pola tidur
◦ Disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah
laku yang tidak sesuai dan fase kebingungan akut dengan
agitasi atau somnolen, stupor dan pada akhirnya koma
(Hasan et Araminta,2014)

Hasan, Irsan, dan Abirianty P.A. 2014. Ensefalopati Hepatik : Apa, Mengapa Dan Bagaimana?. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and a=Medical Application. Vol 27. no. 23. 1-8
PATOFISIOLOGI

(Hasan et Araminta,2014)
Hasan, Irsan, dan Abirianty P.A. 2014. Ensefalopati Hepatik : Apa, Mengapa Dan Bagaimana?. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and a=Medical Application. Vol 27. no. 23. 1-8
Patofisiologi
Faktor utama yang berperan dalam patofisiologi HE yaitu :

1. Hiperamonemia : amonia di otak dimetabolisme oleh sel astrocytes dengan bantuan glutamin
sintetase merubah amonia menjadi glutamin. Ketika ada gangguan pada metabolisme amonia
maka akan terjadi akumulasi glutamin dan menyebabkan astrocytes membengkak. Selain itu,
ammonia juga menginduksi oksidasi stres pada sel dan kegagalan pembentukan energi.
Konsentrasi amonia berkaiatan dengan tingkat keparahan pada HE dan dapat menyebabkan
edema pada otak.
2. Sisitemik inflamasi (infeksi dan sepsis): penyebab utama pada sirosis adalah infeksi dan sepsis.
Induksi amonia menyebabkan memburuknya kondisi neuropsikologis dan dapat dicegah oleh
antibiotik. Hal tersebut menguatkan dugaan adanya hubungan antara amonia dan inflamasi
pada patofisiologi HE.
3. Hiponatremia disebabkan oleh perubahan permeabilitas terhadap air dan molekul kecil lainnya
pada BBB. Dan perubahan tersebut dapat menimbulkan stres oksidatif yang mana perubahan
tersebut berhubungan dengan penyebab HE. Fungsi BBB itu sendiri adalah untuk memproteksi dari
infeksi bakteri. Saat terjadinya infeksi, mikroglial sel dan astrocyte akan melepaskan sitokin
inflamasi (TNF alfa dan IL-6) dan dapat meningkatkan penurunan neuropsikologi yang
menginduksi hiponatremia.
(Romero-Gomez et Jalan, 2015)

Romero-Gómez, M., Montagnese, S., & Jalan, R. 2015. Hepatic encephalopathy in patients with acute decompensation of cirrhosis and acute-on-chronic liver failure. Journal of Hepatology, 62(2), 437-447.
METABOLISME AMONIA

(Hasan et Araminta,2014)
Hasan, Irsan, dan Abirianty P.A. 2014. Ensefalopati Hepatik : Apa, Mengapa Dan Bagaimana?. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and a=Medical Application. Vol 27. no. 23. 1-8
Metabolisme Amonia

Amonia diproduksi oleh ginjal, hati, otot, dan usus.

Usus besar dan usus halus memproduksi amonia melalui glutaminase dimana
glutamin dimetabolisme menjadi glutamat dan amonia. Amonia juga akan
dimetabolisme menjadi urea dan glutamin dihati. Apabila hati mengalami
kerusakan, maka yang akan berperan dalam memetabolisme amonia adalah
otot. Otot akan memecah amonia menjadi glutamin melalui glutamin sintetase.
Selain itu, ginjal juga berperan dalam produksi dan eksresi amonia untuk
memenuhi keseimbangan pH tubuh. Amonia di ginjal dikeluarkan melalui urin
dalam bentuk ion (amonium) dan urea, namun amonium dan urea dapat
diserap kembali ketika dibutuhkan untuk menyeimbangkan pH tubuh.

(Hasan et Araminta,2014)

Hasan, Irsan, dan Abirianty P.A. 2014. Ensefalopati Hepatik : Apa, Mengapa Dan Bagaimana?. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and a=Medical Application. Vol 27. no. 23. 1-8
Klasifikasi HE berdasarkan West Haven (Hasan et Araminta, 2014)
(Angeli, et al, 2018)
Angeli, Paolo, et al. 2018 "EASL Clinical Practice Guidelines for the management of patients with decompensated cirrhosis." Journal of hepatology. Vol 69 :406-460.
Hubungan HE dan sirosis hepatik
Hal utama yang menyebabkan abnormalitas pada hati pasien yang terkena sirosis karena terdapat inflamasi
yang kronik, ditunjukkan dengan peningkatan level sirkulasi dari proinflamatori sitokin dan kinokin. Oleh
karena itu sirosis dapat menyebabakan hipertensi portal yang disebabkan karena tersebarnya bakteri
maupun produk bakteri secara sistemik. Sehingga mengaktivasi PAMPS sebagai hasil dari translokasi
bakteri yang tidak normal, mengakibatkan perubahan pada mikrobium dan peningkatan permeabilitas
intestinal. Sirosis menyebabkan rusaknya hati pada pasien sehingga dapat menginduksi DAMPs serta
menyebabkan inflamasi lokal, apoptosis sel dan nekrosis. Keduanya, baik PAMPs dan DAMPs akan
berikatan dengan sel imun bawaan jika telah dikenali dan akan teraktivasi sehingga memproduksi serta
mengeluarkan molekul proinflamasi bersamaan dengan zat reaktif dari oksigen dan nitrogen. Hal tersebut
mengakibatkan perkembangan disfungsi sirkulasi bersamaan langsung dengan kegagalan multiorgan (HE,
gagal ginjal, kerusakan fungsi adrenal, HPS) (Angeli et al, 2018).

Angeli, Paolo, et al. 2018 "EASL Clinical Practice Guidelines for the management of patients with decompensated cirrhosis." Journal of hepatology. Vol 69 :406-460.
Algoritma Terapi HE

(Romero-Gomez et Jalan, 2015)


Romero-Gómez, M., Montagnese, S., & Jalan, R. 2015. Hepatic encephalopathy in patients with acute decompensation of cirrhosis and acute-on-chronic liver failure. Journal of Hepatology, 62(2), 437-447.
Terapi
Non Farmakologi:
Intake makanan
o Asupan energi harian harus 35-40 kkal / kg berat badan ideal (GRADE I, A, 1).
o Asupan protein harian harus 1,2-1,5 g / kg / hari (GRADE I, A, 1).
o Makanan kecil atau suplemen nutrisi cair yang didistribusikan secara merata sepanjang hari dan camilan
larut malam harus ditawarkan (GRADE I, A, 1).
o Suplementasi BCAA Oral dapat memungkinkan asupan nitrogen yang direkomendasikan untuk dicapai
dan dipertahankan pada pasien yang tidak toleran terhadap protein diet (GRADE II-2, B, 2).
(Vilstrup, et al., 2014)
TERAPI
Farmakologi :
◦ Laktulosa :- kombinasi laktulosa dengan rifaximin lebih baik dari pada
penggunaan laktulosa dengan dosis tunggal
- merupakan first line treatment untuk HE
- bekerja sebagai laksatif, prebiotic, dan agen pengasam di usus
- mampu mengurangi produksi dan absorbsi amonia
- ESO : nyeri perut , kembung diare, dehidrasi, hipokalemia, mual dan
muntah (Kornerup et.al, 2018)
◦ Rifaximin : - antimikrobial oral dengan absorsi minimal (<0,4%)
- memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri gram + dan gram – aerobik
dan anaerobik
- dosis 550 mg 2 X sehari
- rifaximin akan mengikat DNA bakteri yang mengandung RNA polimerase
dan mampu memecah sintesis RNA
- ESO : perut terasa penuh, nyeri perut, sakit kepala, dan konstipasi (Patidar
dan Bajaj, 2015)
Kornerup, L. S., Gluud, L. L., Vilstrup, H., & Dam, G. 2018. Update on the Therapeutic Management of Hepatic Encephalopathy. Current gastroenterology reports, 20(5), 21.
Patidar, K. R., & Bajaj, J. S. 2015. Covert and overt hepatic encephalopathy: diagnosis and management. Clinical Gastroenterology and Hepatology, 13(12), 2048-2061.
DAFTAR PUSTAKA
Angeli, Paolo, et al. 2018 "EASL Clinical Practice Guidelines for the management of patients with decompensated cirrhosis."
Journal of hepatology. Vol 69 :406-460.
Dipiro, J.T., et al. 2014. Pharmacotherapy : A pathophysiologic Approach. Ed. 9. Hill Medical, MC-Graw.
Hasan, Irsan, et Araminta, Abirianty P. 2014. Ensefalopati Hepatik: Apa, Mengapa dan Bagaimana?. Scientific Journal of
Pharamceutical Development and Medical Application. Vol. 27 No.23 (3).
Kornerup, L. S., Gluud, L. L., Vilstrup, H., & Dam, G. 2018. Update on the Therapeutic Management of Hepatic Encephalopathy.
Current gastroenterology reports, 20(5), 21.
Ndraha, Suzanna. 2015. Ensefalopati Hepatikum Minimal. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA.
Patidar, K. R., & Bajaj, J. S. 2015. Covert and overt hepatic encephalopathy: diagnosis and management. Clinical Gastroenterology and
Hepatology, 13(12), 2048-2061.
Romero-Gómez, M., Montagnese, S., & Jalan, R. 2015. Hepatic encephalopathy in patients with acute decompensation of
cirrhosis and acute-on-chronic liver failure. Journal of Hepatology, 62(2), 437-447.
Vilstrup, Hendrik, et al. 2014. "Hepatic encephalopathy in chronic liver disease: 2014 Practice Guideline by the American
Association for the Study of Liver Diseases and the European Association for the Study of the Liver." Hepatology .
60(2): 715-735.

Anda mungkin juga menyukai