Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

Pembimbing:
dr. Bondan, M.Kes, Sp. PD

Faisal Randi Djunaidi


206.121.0033

Laboratorium Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Kanjuruhan Kepanjen – PPD UNISMA
IDENTITAS PENDERITA
• Nama : Tn. M
• Umur : 99 tahun
• Jenis kelamin : Laki - laki
• Alamat : Bantur
• Status Perkawinan : Duda
• Suku : Jawa
• Tanggal periksa : 13 Mei 2011
ANAMNESIS

Keluhan Utama : Rahang Kaku


Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang ke IGD RSUD kanjuruhan
dengan keluhan kaku rahang selama ± 3 hari.
1 minggu yang lalu keluarga pasien mengaku,
pasien jatuh dikebun dan menyebabkan luka
di bagian kepala, sejak peristiwa tersebut
pasien mulai mengalami kaku pada rahang
yang sifatnya kambuh – kambuhan sehingga
menyebabkan pasien tidak bisa makan. Kaku
sering muncul pada pagi hari dan kemudian
menghilang dengan sendirinya. Keluhan lain
berupa kejang (-) sedangkan kaku leher (+).
Keluarga pasien mengaku ini baru kali
pertama pasien mengalami keadaan tersebut.
• Riwayat Penyakit Dahulu :
• Hipertensi (+)
• Riwayat Penyakit Keluarga :
• Tidak terdapat anggota keluarga
dengan riwayat penyakit yang sama
dengan pasien.
• Riwayat Kebiasaan :
• Riwayat minum alkohol (-)
• Riwayat minum jamu-jamuan (-)
• Riwayat Imunisasi :
• (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum
Tampak kesakitan, kesadaran compos
mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
• Tanda Vital
Tensi : 190/100 mmHg
Nadi : 108 x / menit
Pernafasan : 25 x /menit
Suhu : 36,5 oC
• Kulit
Turgor kulit lambat (+) , ikterik (-), sianosis (-),
venektasi (-), petechie (-), spider nevi (-).
• Kepala
Bentuk mesocephal, luka (+), rambut tidak mudah
dicabut, keriput (+), atrofi m. temporalis (-), makula (-),
papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells
palsy (-).
• Mata
Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).
• Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
• Mulut
Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (-), bibir cianosis (-),
gusi berdarah (-), trismus (+)
• Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-),
pendengaran berkurang (-).
• Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
• Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah,
pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada
kulit (-), kaku leher (+)
• Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan
thoracoabdominal, retraksi (-), spider nevi
(-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga
melebar (-).
• Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para
Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para
Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial
Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah:SIC IV Linea Para
Sternalis Dextra
Pinggang jantung : SIC III Linea Para
Sternalis Sinistra
(batas jantung
terkesan normal)
• Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal,
regular, bising (-)
• Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama
dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba kiri sama dengan
kanan
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara
tambahan (ronchi +/+)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama
dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan
kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara
tambahan (ronchi +/+)
• Abdomen
Inspeksi : dinding perut seperti papan (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
tidak teraba, pembesaran lien
(-).
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap : Tanggal 14 Mei 2011 :
• Hb : 8,9 g/dl
• Hitung leukosit : 9.180 mm3
• Hitung jenis : 4/-/-/80/11/5
• LED : 30 mm/jam
• GDS : 117 mg/dl
• SGOT : 37 U/L
• SGPT : 21 U/L
• Ureum : 96 mg/dl
• Kreatinin : 0,95 mg/dl
RESUME
Berdasarkan anamnesa didapatkan:
• Pasien mengeluh kaku rahang selama ± 3 hari. 1 minggu
yang lalu pasien jatuh dikebun dan menyebabkan luka di
bagian kepala, sejak peristiwa tersebut pasien mulai
mengalami kaku pada rahang (trismus) yang sifatnya
kambuh - kambuhan. Kaku sering muncul pada pagi hari
dan menghilang dengan sendirinya. Pada pasien juga
ditemukan kaku leher. Keadaan ini baru kali pertama
dialami pasien. Pasien mempunyai riwayat tekanan darah
tinggi.
Berdasarkan Pemeriksaan fisik didapatkan:
• Conjungtiva kiri dan kanan tampak anemis, mulut kaku
(trismus) (+), dan kaku pada leher.
Berdasarkan Pemeriksaan penunjang didapatkan:
• Darah lengkap  penurunan sedang kadar Hb dan ↑ LED
 anemia sedang dengan peningkatan LED pada pasien
tetanus.
Diagnosis kerja :
Tetanus

Diagnosis banding :
- Tetany karena hipokalsemia
- Peritonsillar Abses
- Encephalitis
PENATALAKSANAAN
* Non-Medikamentosa
* Medikamentosa
Non medikamentosa
• Merawat dan membersihkan luka.
• Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan
tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus, makanan dapat
diberikan per sonde atau parenteral.
• Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti
suara dan tindakan terhadap pasien.
• Oksigen, pernafasan buatan dan trakeotomi bila
perlu.
• Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Medikamentosa
• IVFD : Infus RL 20 tpm
• Diazepam 1 amp 1 x 1 (drip)
• Cefotaxime 3x1
• Metronidazole 3x1
• Ranitidin 2x1
• Ketorolac 3x1
• Anti Tetanus Serum (ATS) 20.000 IU IV
FOLLOW UP
Nama : Tn. M
Diagnosis : Tetanus
Tanggal Vital sign Keluhan Rencana
13-5-2011 T : 190/100 Lemas (+)  IVFD : Infus RL 20 tpm
RR :25 x/menit Kaku rahang (+),  Diazepam 1 amp 1 x 1 (drip)
N : 108 x/menit Kaku leher (+)  Cefotaxime 3x1
S : 36, 5 0C Kejang (-)  Metronidazole 3x1
 Ranitidin 2x1
 Ketorolac 3x1
 Anti Tetanus Serum (ATS)
20.000 IU IV
 Isolasi
Tanggal Vital sign Keluhan Rencana
14-5-2011 T : 140/70 Lemas (+) Terapi dilanjutkan
RR : 23 x/menit Kaku rahang (+),
N : 83 x/menit Kaku leher (+)
S : 36,5 0C Kejang (-)

15-5-2011 T : 123/60 Lemas (+) Terapi dilanjutkan


RR: 23 x/menit Kaku rahang (+),
N : 80x/menit Kaku leher (+)
S: 36,5 0C Kejang (-)
16-5-2011 T : 150/90 Lemas (+)  IVFD : Infus RL 20 tpm
RR: 22 x/menit Kaku rahang (+),  Cefotaxime 3x1
N : 80x/menit Kaku leher (+)  Metronidazole 3x1
S: 36,5 0C Kejang (-)  Ranitidin 2x1
Batuk dahak (+)  Ketorolac 3x1
 Diazepam 3x1
 Anti Tetanus Serum (ATS)
20.000 IU IV
Tanggal Vital sign Keluhan Rencana
17-5-2011 T : 130/60 Lemas (+) Terapi dilanjutkan
RR: 20 x/menit Kaku rahang (+),
Kaku leher (+)
N : 62x/menit
Kejang (-)
S: 36,5 0C
Batuk dahak (+)
18-5-2011 T : 150/60 Lemas (+) Anti Tetanus Serum (ATS) STOP
RR: 28 x/menit Kaku rahang (↓), Terapi Lain lanjut.
Kaku leher (↓)
N : 70x/menit
Kejang (-)
S: 36,5 0C
Batuk dahak (+)
19-5-2011 T : 140/90 Lemas (+) Terapi Lanjut
RR: 23 x/menit Kaku rahang (+),
Kaku leher (+)
N : 80x/menit
Kejang (-)
S: 36,5 0C
Batuk dahak (+)
20-5-2011 T : 140/70 Lemas (+) Pindah Ruangan
RR: 27 x/menit Kaku rahang (+),
Kaku leher (+)
N : 88x/menit
Kejang (-)
S: 36,5 0C
Batuk dahak (+)
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
• Tetanus adalah suatu toksemia akut yang
ditandai peningkatan spasme otot
periodik, karena Tetanospasmin,
neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani.
• Tetanus disebabkan oleh bakteri
Clostridium tetani. Bakteri ini bersifat
anaerob, motil, gram positif, oval,
colorless, terminal spore dan bentuk
menyerupai raket tenis atau drumstick.
• C. tetani dijumpai pada tinja binatang
terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi
dengan tinja binatang tersebut.
• Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika menginfeksi
luka seseorang atau bersamaan dengan
benda daging atau bakteri lain, maka akan
memasuki tubuh penderita lalu
mengeluarkan toksin (tetanospasmin).
Karaktreristik
• Deman disertai kejang yg bertambah berat
selama 3 hari pertama, dan menetap
selama 5 -7 hari.
1. Setelah 10 hari kejang mulai
berkurang frekwensinya, setelah 2
minggu kejang mulai hilang.
2. Biasanya didahului dengan
ketegangaan otot terutama pada
rahang dari leher.
3. Kemudian timbul kesukaran membuka
mulut (trismus, lockjaw) karena
spasme otot masetter.
4. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk
(opistotonus)
5. Risus sardonicus karena spasme otot
muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan
ke bawah, bibir tertekan kuat .
6. Gambaran Umum yang khas berupa
badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan eksistensi, lengan kaku dengan
mengepal, biasanya kesadaran tetap
baik.
7. Kontraksi otot yang sangat kuat, dapat
terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,
bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis ( pada anak ).
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih
pendek.
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara
klinis, yakni :
1. Localized tetanus
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus
4. Neonatal tetanus
• Tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi
otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka
terjadi. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan
biasanya menghilang secara bertahap.

Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi


generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan
dan jarang menimbulkan kematian.
• Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari
tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari, yang
berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah
muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung.
Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Trismus


merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50
%), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot
masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher
yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan
kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus
Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot
muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung),
kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-
otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan
saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria
dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan
didalam otot.
Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani,


yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora
yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril,
baik oleh penggunaan alat yang telah
terkontaminasi spora C.tetani.

Kebiasaan menggunakan alat


pertolongan persalinan dan obat
tradisional yang tidak steril, merupakan
faktor yang utama dalam terjadinya
neonatal tetanus.
DIAGNOSIS
• Diagnosis tetanus dapat diketahui dari
pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat, berupa :
1. Gejala klinik, kejang tetanic, trismus,
dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka
adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai
myoglobinuria.
Kejang tetanik, risus sardonicus, trismus,
kaku kuduk, epistotonus
CEPHALIC TETANUS : A Rare Form of Localized
Tetanus
Courtesy : Google image on tetanus)
Penatalaksanaan
A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,
menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme
otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih.
Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,
berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement
luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang
benda asing dalam luka serta kompres
dengan H202, dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1
-2 jam setelah ATS dan pemberian
Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk
makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila
ada trismus, makanan dapat
diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang
luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan
trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit
B. OBAT- OBATAN
B.1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 2 x 1,2 juta unit / hari selama 10


hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan
Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secara IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline,
obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin
dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ).
Atau
Metronidazol oral ataupun intravena Oral (30 mg/kg per hari,
diberikan dalam interval 6 jam) juga efektif untuk mengurangi
bentuk vegetatif C. tetani.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari
C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila
dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan
B.2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM
tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung
"anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara
pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara
intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45
menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM
pada daerah pada sebelah luar.(1.8.9)
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang
klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta
komplikasinya. Dengan penggunaan obat – obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

JENIS ANTIKONVULSAN
______________________________________________________
_____
Jenis Obat Dosis Efek Samping
______________________________________________________
_____
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma
Berat badan / 4 jam (IM)
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi
pernafasan
______________________________________________________
_____
PENCEGAHAN
• Seorang penderita yang terkena tetanus mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi
luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di
imunisasi.

• Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya


sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak
sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin

• Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas.


Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus
melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari
toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam
riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya
peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik
merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa
orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk
pertama kali.

Anda mungkin juga menyukai