Tujuan
Manfaat
Latar belakang
Kemasan fleksibel dapat menggantikan kemasan rigid maupun
kemasan kaleng, selain lebih ekonomis juga mudah dalam
penanganannya.
Ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial
untuk meningkatkan daya simpan hasil perikanan melalui proses
pengawetan maupun pengolahan
Pengemas diperlukan untuk membatasi bahan pangan dengan
lingkungan untuk mencegah atau menunda proses kerusakan
sehingga produk ikan dan non ikan mempunyai daya tahan lebih
lama untuk dikonsumsi.
Pengemasan sendiri memiliki prinsip prinsip untuk medapatkan
hasil produk yang tahan lama dan layak dikonsumsi.
Penggunaan bahan pengemas harus sesuai dengan sifat bahan
yang dikemas.
Tujuan dan Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan kualitas
pengemasan produk-produk non ikan
perikanan sehingga terjadi peningkatan daya
jual dan kualitas produk perikanan.
Agar mahasiswa mampu dan mengetahui
bagaimana standard dan teknik pengemasan
yang dibutuhkan dalam suatu produk
perikanan.
Prinsip Pengemasan
Setiap kali komoditas tersebut akan dikirim atau dipasarkan, maka diperlukan
sebuah kemasan untuk menjaga mutu komoditas. Berikut merukan jenis-jenis
non ikan yang umum dikemas hidup:
a. Udang
b. Kepiting dan Rajungan
c. Lobster
Teknik Pengemasan
A. Pengemasan Kepiting Bakau
Menyiapkan wadah berupa box styrofoam atau bak keranjang
pelastik,
Masukkan kepiting kedalam wadah dengan cara menyusun rapi
kepiting secara vertikal
Wadah kemasan berupa box styrofoam harus memiliki lubang agar
terdapat pertukaran udara didalam kemasan
Setelah seluruh kepiting dikemas, maka dapat dilalulintaskan ke
tempat melepasliarkan.
B. Pengemasan Kerang
Proses pengemasan harus dilakukan secepat dan sehigienis mungkin
Wadah pengemasan biasa berupa sterofoam yang diberi lapisan
plastik kedap air.
Daging kerang disusun rapi dan diberi es yang terbungkus (tidak
kontak langsung dengan daging kerang)
Agar memudahkan ketelusuran produk, maka setiap satu kemasan
diberi label yang memuat, asal produk, berat kotor setiap kemasan,
berat bersih kerang, daerah dan waktu penangkapan dan dokumen
balai karantina ikan setempat (untuk mengetahui kandungan logam
berat kerang yang akan dikirim apa tidak melewati baku mutu
pangan yang dipersyaratkan pemerintah)
C. Pengemasan Udang
Cara pengemasan dan pelabelan ini yaitu dengan terlebih dahulu produk
dimasukkan kedalam plastic block yang berwarna bening kemudian dilakukan
penggecekan inner carton dengan melihat kode expire, data dan size.
produk dimasukkan kedalam cold stroge merupakan penyimpanan terakhir
dari produk sebelum diekspor, dimana produk disimpan dengan menyusun
berdasarkan sizenya
cara penyusunan disini harus diperhatikan
Suhu dari container yang akan membawa produk tersebut harus memiliki
standar suhu yaitu - 18°C
Jurnal Pengemasan Non Ikan
Permintaan konsumen terhadap komoditas
perikanan dalam bentuk hidup seperti ikan air
tawar, udang, lobster terus mengalami peningkatan.
Perbedaan mendasar antara pengemasan ikan
hidup dan non ikan hidup seperti udang, lobster
dan rajungan untuk transportasi adalah bahwa
pada prooduk hasil perikanan non ikan biasanya
menggunakan transportasi basah atau air sebagai
mediannya.
Pengemasan produk non ikan seperti lobster dapat dilakukan dengan cara
kering. Menurut Suryaningrum (2007) Media yang digunakan dalam
transportasi lobster air tawar harus bersifat lembab, dengan suhu di dalam
kemasan dipertahankan berkisar antara 12,9℃-25,4℃. Bahan kemasan
yang digunakan untuk transportasi lobster air tawar terdiri dari kemasan
luar berupa karton dan kemasan dalam berupa kotak Styrofoam, kotak
plastik mika, lakban dan es dalam kotak plastik untuk mempertahankan
suhu kemasan. kemasan yang digunakan untuk transportasi lobster air
tawar biasanya berupa sistem sel, yaitu dengan cara memasukan lobster ke
dalam kotak plastik mika kemudian dimasukan ke dalam kotak styrofoam.
Pada bagian dasar kotak plastik mika diberi alas berupa media basah untuk
mempertahankan kelembaban selama transportasi. Media tersebut harus
memiliki daya serap air yang tinggi, mampu mempertahankan suhu rendah
dalam waktu yang relatif lama serta kondisi media yang stabil. Media yang
digunakan untuk mengangkut lobster dapat berupa kertas koran, sabut
kelapa, batang pisang kering atau spon. Namun media yang paling praktis,
ekonomis, stabil dan memiliki daya serap air dan dapat mempertahankan
kelembaban paling baik adalah spon. Spon yang akan digunakan sebagai
media dipotong-potong sesuai dengan ukuran kotak plastik mika,
kemudian dicuci dan direndam dalam air dingin (suhu 12–14℃) selama 15
– 30 menit. Spon kemudian digunakan untuk mengalasi kotak plastik mika,
dan lobster yang telah imotin dimasukkan ke dalam kotak plastik mika.
kotak plastik mika yang berukuran 25 x 15 x 6 cm dapat diisi 6-7 ekor
lobster. Plastik mika yang sudah diisi lobster kemudian dimasukan ke dalam
kotak styrofoam yang beukuran 60 x 40 x 40 cm yang didasarnya telah
diberi 3 buah es yang dibungkus plasti yang beratnya masing-masing 70 g
dan disusun secara diagonal.
Produk perikanan non ikan lainnya yaitu rumput laut. rumput laut
yang dilakukan pengemasan biasanya pada bibit dan rumput laut yang telah
dipanen. Menurut Ali (2015) yaitu bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii
yang dikemas menggunakan pelepah pisang. Pengemasan bibit K. alvarezii
dilakukan dengan Es batu yang telah dibungkus plastik kemudian dibungkus
kembali dengan koran dan dimasukkan di tengah kota styrofoam dengan
ukuran 25 x 33 cm, spon ukuran 20,5 x 29,5 cm2 dan pelepah pisang yang
segar dipotong 10-15 cm diletakan diatas tumpukan es yang telah dilapisi
koran, bibit rumput laut ditimbang sebanyak 100-150 gram dan diletakkan
di atas lapisan spon/pelepah pisang, ruang yang digunakan untuk es 405,
media 20%, rumput laut 20% dan 20% ruang kosong atau ruang bebas dan
tutup rapat kotak styrofoam, kemudian tutup dilapisi isolasi hingga udara
tidak dapat masuk ke kotak styrofoam. Hasil yang didapat yaitu
penggunaan media pelepah pisang dalam transportasi rumput laut memiliki
pengaruh pertumbuhan bobot yang signifikan lebih tinggi dibandng media
spon.