Anda di halaman 1dari 72

Snake Bite

By dr. Arinindi Nadia Barus


BAB I
PENDAHULUAN

Gigitan Ular salah satu kasus gawat darurat

Kematian 125.000/tahun didunia


Kematian 2 juta /tahun diASIA
Kematian 20 kasus/tahun Indonesia

Sudahkah optimal penanganan kita?


-Identifikasi Jenis Ular
-Diagnosa
-Penatalaksanaan
-Komplikasi
-Prognosa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
 KLASIFIKASI JENIS ULAR

Dari 2500-3000 spesies ular 500 ular beracun


Indonesia 300 ular dengan 75 ular beracun
VIPERIDAE
Viperidae category Daboia siamensis,
Cryptelytrops albolabris, and
Calloselasma rhodostoma.
ELAPIDAE
ANATOMI KANTONG BISA ULAR DAN
SALURAN BISA
ENZIM Terkandung dalam bisa
 Zinc metalloproteinase haemorrhagins: Merusak
endotel vaskular, mengakibatkan perdarahan.
 Procoagulant enzymes: Mengandung serine
protease dan enzim prokoagulan yang
merupakan zat pengaktif faktor X, prothrombin
dan faktor koagulan yang menstimulasi
pembekuan darah dengan membentuk benang
fibrin pada aliran darah. Ironisnya proses ini
membuat darah menjadi sukar membeku karena
hampir semua fibrin rusak dan faktor-faktor
pembekuan darah tersebuat akan berkurang
dalam waktu sekitar 30 menit setelah gigitan ular.
 Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak
mitokondria, Sel darah merah, leukosit, platelet,
saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan
membran-membran lain, menghasilkan aktifitas
neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan
histamin dan antikoagulan.
 Acetylcholinesterase
 Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke
seluruh jaringan.
 Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas
vaskular sehingga menybabkan edema,
munculnya bulla, lebam, dan nekrosis pada
tempat gigitan. 1
 Selainitu ada zat penyusun bisa ular yang
bersifat neurotoksik post sinaps yaitu α-
bungarotoxin and cobrotoxin, yang terdiri
atas 60-62 atau 66-74 asam aminio dan
subunit fosfolipase A yang melepaskan
asetilkolin pada saraf tepi di
neuromuscular junction dan mencegah
pelepasan neurotransmiter.
EPIDEMIOLOGI
 Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan
sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk
100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.1 Di
Amerika dilaporkan 4000-7000 kasus gigitan ukar
per tahun dengan rata-rata 4 kasus per 100.000
penduduk. Selama 5 tahun penelitian retrospektif
dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya
memerlukan tindakan fasciotomi dan 2
memerlukan tandur kulit dengan rasio laki-laki :
perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada
umur 18-28 tahun.5 Di Indonesia sendiri dilaporkan
sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan
ular per tahun.
PATOGENESA
Gangguan pembekuan darah
 Umumnya ular berbisa, bisanya mengandung serine
protease, metaloproteinase yang mengganggu hemostasis
dengan aktivasi atau menghambat faktor koagulan atau
platelet dan merusak endotel vaskular.
 Enzim dalam bisa ular akan berikatan dengan reseptor
platelet menginduksi atau menghambat agregasi platelet.
 Enzim-enzim prokoagulan akan mengaktifkan protrombin,
faktor V,X,XIII dan pasminogen endogen.
 aktivitas antikoagulan,serta terganggunya jumlah dan
fungsi platelet dan kerusakan dinding endotel pembuluh
darah berakibat perdarahan yang hebat pada pasien,
Neurotoksik
Bisa ular yang bersifat neurotoksik akan menghambat eksitasi
neuromuskular junction perifer dengan berbagai cara. Sehingga
gejala yang paling sering muncul adalah mengantuk, menunjukkan
bahwa ada kemungkinan pengaruh sedasi sentral yang terkait
dengan molekul kecil non protein yang terdapat dalam bisa ular
king cobra.

Hampir sebagian besar neurotoksin akan mengakibatkan


pamanjangan efek dari asetilkolin, sehingga muncul gejala paralisis
seperti ptosis, ophtalmoplegia eksternal, midriasis, dan depresi jalan
napas dan total flacid paralysis seperti pada pasien dengan
Myastenia Gravis. Selain itu ada pola paralisis desendens yang sulit
dijelaskan secara patofisiologinya.
Neuromuscular junction dan
protein neurotoksik bisa ular
Hipotensi
 Ada beberapa faktor yang memepngaruhi
permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
ekstravasasi plasma ke jaringan interstisiel. Selain
itu zat-zat dalam bisa ular akan memiliki efek
langsung maupun tidak langsung terhadap otot
jantung, otot polos dan jaringan lain. Melalui
bradykinin-potentiating peptide, efek hipotensif
dari bradikinin akan semakin meningkat dengan
tidak aktifnya peptidyl peptidase yang berfungsi
menghancurkan bradikinin dan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II.
Diagnosis
Anamnesa
 Riwayat dan mekanisme kejadian,
 jenis ular yang menggigit (warna, ukuran,
bentuk, ciri khas).
 waktu kejadian yang dapat mempengaruhi
terapi dan prognosis pasien,
 gejala yang pasien rasakan saat ini
 riwayat alergi, pengobatan (antikoagulan)
dan penyakit terdahulu (jantung, paru,
ginjal).5
Manifestasi Klinis
Gigitan ular tanpa masuknya bisa ular

1. gejala panik, cemas serta gelisah


2. kaku pada ekstremitas ataupun
vasovagal shock.
3. Tekanan darah dan nadi akan
meningkat
4. menggigil dan berkeringat.
Jika bisa nya masuk
 Setelah masuknya taring ular pada kulit akan
muncul nyeri yang kemudian berkembang
sensasi terbakar, berdenyut dan nyeri akan
bertambah hebat dan akan meningkat ke
bagian proksimal dari bagian yang tergigit.
Pembesaran kelenjar getah bening regional
sering dijumpai (KGB ingunalis jika yang
tergigit adalah ekstremitas inferior dan KGB
axila jika yang tergigit adalah ekstremitas
superior.
Pemeriksaan Fisik
 Tanda Vital (ABC)
 Cek tanda gigitan berbentuk bekas taring
 Status Generalis
-Lemas, Mual, Muntah, Nyeri Perut
-Hipotensi
-Khemosis
-Pengeluaran Keringat
-Aritmia
-Perdarahan Spontan
-Parestesia
 StatusLokalis
-Ada sepasang lubang bekas gigitan tanda
luka
-Bengkak disekitar gigitan bewarna
kemerahan 5 menit-12 jam
-ada bula
-Numbness, Tingling di wajah dan tungka
dan lengan.
Faktor yang berpengaruh
pada kematian
 SABU yang spesifik pada 3 jenis ular
 Lamanya mendapatkan penanganan
pusat kesehatan
 Kegagalan fungsi organ (SYOK, Sepsis,
Obstruksi Jalan Napas)
Pemeriksaan Penunjang
 Lab
-DL
-Faal Hemostatis
-Faal Ginjal
-Urinalisa
-AGDA
 Pencitraan
 Tanda Kompartemen Syndrom
KLASIFIKASI

2 gigitan 2 gigitan 2 gigitan

Derajat II (Moderate)
Derajat I (min)
Derajat 0

Gejala sistemik (- Bengkak dan Nyeri hebat


) > 12 jam merah d=1-5 inc Bengkak dan
Bengkak dan Sistemik (-) > 12 merah d=6-12
Nyeri minimal jam dalam 12 jam
Nyeri 4-7 Petekie,
ekimosis,
berdarah
Ada tanda
sistemik
Bekas gigitan 2 Sangat Cepat

Severe)
Derajat III (Severe)

Derajat IV(Extremely
Nyeri hebat, bengkak, memburuk
merah d>12inc Bengkak dan merah
Tanda DI,II cepat. seluruh ekstremitas
Syok dan Distres Ekimosis, nekrosis,
Napas bulla
Tekanan
intrakompartemen
meningkat
Kegagalan
multiorgan
koma
Penatalaksanaan

Tujuan
-Menetralisir toksin
-Mengurangi Angka Kesakitan
-Mencegah Komplikasi
Pertolongan Pertama
 Mengenal Ular
 Immobilisasi
 Transportasi ke RS
 NO TRADISIONAL
Penanganan luka gigitan ular berbisa

Lepaskan pakaian, perhiasan


di sekitar luka

Tetap tenang & berbaring


Penanganan luka gigitan ular berbisa
Pergi ke RS terdekat untuk
mendapatkan SABU (Serum
Anti Bisa Ular)

 Jangan menghisap racun keluar


 Jangan memotong kulit di
sekitar luka
 Jangan mengompres dengan
es
PBI
Rumah sakit
 ABCDE
 Tanda Syok
Resusitasi : efek bisa ke Cardicaskular,
paralisis otot pernapasan, Cardiac Arret
ANTI NYERI
Parasetamol dan opioid bisa diberikan
sebagai penghilang rasa sakit. Petidin
dengan dosis dewasa 50-100 mg, anak-
anak 1-1,5 kg/kgBB atau morfin dengan
dosis dewasa 5-10 mg dan anak-anak
0,03-0,05 mg/kg.
 Antimuntah
 Pada pasien muntah, posisi pemulihan
dengan kepala menoleh ke satu sisi harus
dilakukan Mencegah aspirasi dan pasien
dapat diberikan chlorphromazine 25-50
mg.
 Antibiotik
 Profilaksis Tetanus
ANTI VENOM
 indikasi antivenom adalah terdapat
kelainan hemostatik, tanda-tanda
neurotoksik, kelainan kardiovaskular,
gagal ginjal akut, hemoglobinuria,
mioglobinuria, pembengkakan lokal lebih
dari setengah dari anggota tubuh yang
tergigit 48 jam gigitan, pembengkakan
terjadi dalam waktu cepat, dan kelenjar
getah bening membesar.
 DiIndonesia, satu-satunya antivenom ular
tersedia adalah Biosave®, diproduksi oleh
Biofarma, yang terbuat dari serum
Equine. Biosave® adalah polivalen
antivenom dan diindikasikan untuk
neurotoxin yang diproduksi oleh Naja
sputatrix, Bungarus fasciatus , dan
hematoksin diproduksi oleh Agkistrodon
rhodostoma .
 Untuk dosis pertama, 2 vial @ 5 ml
diencerkan dengan larutan salin normal
mencapai konsentrasi 2%, kemudian
diinfuskan tingkat 40-80 tetes per menit.
 Dosis lain bisa diberikan 6 jam kemudian.
 Jika gejalanya masih menetap, bisa
diberikan antivenom setiap 24 jam
dengan dosis maksimal 80-100ml.
 Antivenom yang tidak dilarutkan dapat
diberikan dengan sangat perlahan-lahan
mendorong intravena. Intravena pelan
(tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini
memberikan keuntungan karena jika
muncul reaksi alergi dapat segera
dihentikan atau ditangani.
 Jikaterjadi reaksi alergi setelah
pemberian SABU maka diberikan epinefrin
intramuskular pada sepertiga atas paha
0,5 mg untuk dewasa atau 0,01 mg/kg
untuk anak-anak dan dapat diulang 5-10
menit
 pembedahan biasanya jika ditemukan
kompartemen sindrom yang ditandai
dengan 5 P (pain, pallor, paresthesia,
paralysis, pulselesness.)
 sehingga dilakukan fasciotomi
(diindikasikan pada pasien yang terbukti
mengalami peningkatan tekanan
intrakompartemen) 5
KOMPLIKASI
 kecacatan adalah nekrosis lokal dan sindrom
kompartemen.
 Debridemen atau amputasi karena
kerusakan pada jaringan yang lebih dalam.
 Osteomyelitis, dan ulkus kronis.
 Paralisis otot pernapasan yang
mengakibatkan hipoksia otak dan bisa
mengakibatkan defisit neurologis menetap.
 Gigitan ular berbisa berpotensi
menyebkan kematian dan keadaan
yang berat, sehingga perlu pemberian
anti bisa yang tepat untuk mengurangi
gejalal. Ekstremitas atau tubuh yang
mengalami nekrosi pada umumnya akan
mengalami perbaikan, fungsi normal, dan
hanya pada kasus kasus tertentu
memerlukan skin graft.
LAPORAN KASUS
 3.1 Identitas Pasien
 Nama : PL
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 14 Tahun
 Alamat : Serapuh Asli
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMP
 Suku : Melayu
 Status : Pelajar
 Tanggal masuk : 30 Agustus 2019 pk
23.00
 Anamnesis
 Keluhan utama : Nyeri di kaki kiri, di
daerah bekas gigitan ular
 Riwayat penyakit sekarang
 Pasien mengeluh nyeri di kaki kiri setelah digigit ular
pada jari kelingking kiri sekitar pukul 22.40 (sekitar 20
menit SMSR) di daerah Serapuh Asli. Tidak ada
bengkak. Menurut pasien ular yang menggigit
berukuran kecil, bewarna hijau.
 Riwayat penyakit dahulu
 Tidak ada
 Riwayat trauma
 Tidak ada riwayat trauma
 3 Pemeriksaan Fisik
 Status generalis
 Kesan umum : Tampak sakit sedang, agak
gelisah karena nyeri
 Tanda-tanda vital
 GCS : 456
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Nadi : arteri brachialis : 80x/menit,
reguler, teraba kuat
 Arteri radialis : 80x/ menit reguler, teraba kuat
 Pernafasan : 24x/menit
 Suhu : 38.1˚ C
 Kepala
 Edema palpebra : -/-
 Konjunctiva anemis : (-)
 Sklera ikterik : (-)
 Pernafasan cuping hidung : (-)
 Leher
 Trakea : tidak ada deviasi
 Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
 Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
 JVP : tidak meningkat
 Thoraks :
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi :
 Batas kiri : dbn
 Batas kanan : parasternal line dextra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
 Paru
 Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
 Palpasi : chest expansion simetris, tidak ada krepitasi
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi
 v / v Rh -/- Wh -/-
 v/v -/- -/-
 v / v -/- -/-
 Abdomen
 Inspeksi : flat
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Palpasi : Soefl, hepar dan Lien tidak teraba besar
 Perkusi : Traube space Timpani,
 Ekstremitas : akral hangat CRT < 2 detik
 Anemis -/- Ikterik -/- Edema -/-
 -/- -/- -/-
 Ekstremitas bawah : luka di punggung kaki kiri dekat
dengan jari manis 2 gigitan.

Laboratorium
Diagnosa sementara
Snake Bite Grade 0 ec ular ?
Penatalaksanaan
 Cross Incisi
 IVFD Asering 60 tpm mikro
 Infus Paracetamol drip 250 mg/8 Jam
 Inj. Ceftriaxone 650 mg/12 jam, IV skin test
 Immobilisasi Kaki, Anjuran dengan memakai bidai
& elastic verban, namun tidak ada. Maka diganti
dengan balutan Kasa untuk menimimalisir
perdarahan, jangan terlalu ketat!
 Observasi jika ada perdarahan
 Pantau tanda klinis bila dijumpai keluhan sistemik,
hipotensi, pandangan kabur, edema
 Pemberian SABU dengan persiapan Adrenalin
HARI KE 2
HARI KE 3
HARI KE 4, dan HARI KE 5
PEMBAHASAN
Penegakan Diagnosis Gigitan
Ular pada Pasien

 Pasien datang mengeluh kaki kirinya nyeri


setelah digigit ular sekitar 20 menit
sebelum MRS. Dari anamnesa
diperkirakan bahwa jenis ular yang
menggigit berukuran kecil, bewarna hijau
dan berekor hijau dan dipohon diduga
adalah ular pucuk/gadung adalah jenis
ular berbisa lemah.
 Daripemeriksaan fisik secara lokal
didapatkan bahwa kaki kiri pasien terapat
bekas gigitan, tidak tampak edema dan
bulla dan kemerahan dengan pulsasi arteri
radialis masih cukup kuat dan saturasi O2
pada ujung jari 98% yang menunjukkan
bahwa perfusi ke jaringan tepi masih bagus
dan tidak ada tanda-tanda sindroma
kompartemen yang mengakibatkan
terganggunya aliran darah vena ataupun
arteri.
 Pada waktu datang pasien masih belum
tampak namun setelah 12 jam dijumpai
edema di lokasi gigitan dengan diameter
½ cm dan selama observasi tidak ada
penjalaran edema yang begitu khas.
Pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal. Dari anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang dapat disimpulkan
bahwa menurut klasifikasi derajat gigitan
ular, pasien termasuk derajat 0.
PENATALAKSAAN
 Penatalaksanaan awal pada pasien
dengan gigitan ular adalah imobilisasi
ekstremitas
 Pemberian Serum Anti Bisa Ular diberikan
untuk mencegah efek lanjut dari bisa ular
ke sistemik dan.
 Pemberian antibiotik akan menekan
pertumbuhan bakteri yang
mengakibatkan infeksi sekunder.
 Pada pasien ini hanya dijumpai nyeri didaerah
gigitan dan bengkak didapatkan dibekas gigitan
setelah 12 jam dengan ukuran diameter sekitar 1
cm
 Diobservasi lebih lanjut tidak ada pembengkakan
yang khas dari gangguan sistemik.
 Kemungkinan hal ini karena dilakukan cross incisi
diawal. Dimana kecepatan penurunan
pembengkakan luka snake bite salah satunya
dipengaruhi infeksi.
 Menurut Sudoyo saat ini teknik penanganan
dengan insisi dihindari karena tidak efektif untuk
mengeluarkan bisa.
 Walaupun pada pasien ini hanya Grade 0
dan tidak ada gejala untuk pemberian
SABU, dokter menyarankan rujuk ke Sp.
Bedah Anak untuk dilakukan penyuntikan
SABU, karena menurut jurnal sari pediatrik
untuk famili Viperidae bisa ular bisa
menimbulkan gejala dalam waktu 7 jam
sampai 1 minggu setelah gigitan.

Anda mungkin juga menyukai