Anda di halaman 1dari 20

MAURICE BUCAILLE:

Memadukan Al-Qur’an dan Sains


dengan I’jazisme

Oleh:
Dr. Toto Suharto, M.Ag.
Pengantar
 Al-Qur’an adalah buku induk ilmu pengetahuan, tidak ada
satu perkara apapun yang terlewatkan, baik yang
berhubungan dengan Allah (hablun minallah); dengan sesama
manusia (hablun minannas), atau dengan alam (Mulyadhi
Kartanegara, ReaktualisasiTradisi Ilmiah Islam, hal. 119).
 Achmad Baiquni: “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan
manusia itu tersedia di dalam Al-Qur’an” (Al-Qur’an dan Ilmu
Pengetahuan Kealaman, hal. 17).
 Banyak temuan ilmiah modern yang bermula dari ayat-ayat
al-Quran. Temuan ini sering disebut sebagai I’jazisme.
 I’jaz berarti melemahkan, membuat orang lain tidak mampu.
Mu’jizat berarti sesuatu luar biasa yang dimiliki para rasul, yang
membuat manusia lain tidak mampu menandinginya.
 Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu berdasarkan hakikatnya,
atau dalam bahasa al-Baqilani:
)‫معرفة الشيء علي ما هو به (الباقالني‬
sehingga ilmiah berarti berdasarkan aktivitas keilmuan
 Mu’jizat ilmiah= pemberitaan al-Qur’an dan Sunnah tentang
hakikat sesuatu yang dapat dibuktikan oleh ilmu (sains), dan hal itu
belum tercapai karena keterbatasan manusia pada zaman
Rasulullah (Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, 1999: 19)
Empat Karakter I’jazisme
I’jazime berati paham mengenai kemukjizatan al-Qur’an dan
Sunnah tentang hakikat sesuatu, yang dapat dibuktikan oleh
ilmu (sains), yang dulu belum tercapai pada saat kedua
sumber ini diwahyukan.
1. Ada kesesuaian antara keduanya
2. Ada koreksi terhadap temuan ilmiah yang salah
3. Ada hikmah yang baru terkuak, di mana belum ditemukan
pada saat al-Quran diturunkan
4. Tidak ada pertentangan di antara keduanya, pada saat
agama lain yang telah mengalami penyimpangan,
mengalami pertentangan dengan sains ilmiah.
Mengenal Maurice Bucaille
 Lahir 19 Juli 1920 M di Pont-L'Eveque, meninggal di
Prancis pada 17 Februari 1998 (usia 77 tahun).
 Dokter bedah Perancis, beragama Katholik.
 Tahun 1974 mengunjungi Mesir atas undangan Presiden
Anwar Sadat untuk meneliti Mumi di Museum Kairo. Hasil
penelitiannya diterbitkan dengan judul Mumi Firaun dari
Aspek Medis (Les momies des Pharaons et la medicine)
 Berkat buku ini, menerima penghargaan Le prix Diane-
Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie
francaise dan Prix general (Penghargaan umum) dari
Academie nationale de medicine, Perancis.
Tentang Mumi Fir’aun
 Dikaji berdasarkan doktrin agama, untuk menguak
misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir
kuno.
 Kitab Taurat (Perjanjian Lama):”Airpun kembali
(seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda,
dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut
di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di
antara mereka”
 Injil: tenggelam terseret air laut, tidak membicarakan
tentang diselamatkannya jasad Firaun.
 Al-Quran SuratYunus [10]: 92

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu


dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”.
 Temuan: ada garam di dalam badan Fir'aun. Sisa-sisa garam
yang melekat pada tubuh sang mumi merupakan bukti bahwa
dia mati karena tenggelam. Jasadnya dikeluarkan dari laut,
dan kemudian dibalsem untuk dijadikan mumi.
Kegelisahan Akademik Bucaille
 Bagaimana mungkin, mumi itu baru ditemukan sekitar tahun
1898 M, sementara al-Qur’an telah ada ribuan tahun
sebelumnya?
 ”Apakah masuk akal mumi ini adalah Firaun yang akan
menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad
mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum al-
Qur’an diturunkan?”
 Bucaille: ayat al-Qur’an tersebut masuk akal, dan mendorong
sains untuk maju.
La Bible, Le Coran Et La Science (1976)
The Bible, The Quran, and Science
Bibel, Qur’an , dan Sains Modern
 Merupakan kumpulan penelitiannya tentang
komparasi antara Bibel dan al-Quran
mengenai sains modern.

 Best-seller internasional di dunia Muslim, diterjemahkan ke


hampir semua bahasa utama Muslim di dunia.
“Bagi Islam, sikap terhadap Sains pada umumnya sangat
berlainan. Tak ada yang lebih jelas daripada hadits Nabi yang
sangat masyhur. "Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina"
atau hadits lain yang maksudnya: mencari ilmu adalah wajib
bagi seorang muslimin dan seorang muslimat.
Adalah suatu kenyataan yang penting seperti yang akan kita
lihat dalam fasal ini nanti, bahwa Qur-an yang mengajak
memperdalam Sains. Qur-an itu memuat bermacam-
macam pemikiran tentang fenomena alam, dengan perinci
yang menerangkan hal-hal yang secara pasti cocok dengan
Sains modern. Dalam hal ini tak ada hal yang serupa itu
dalam agama Yahudi dan Kristen”.
“Yang menarik perhatian dalam menghadapi teks Qur-an untuk
pertama kali adalah banyaknya hal-hal yang dibicarakan
mengenai penciptaan alam, astronomi, keterangan tentang
bumi, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan dan kelahiran
manusia.
Dalam Bibel aku telah menemukan kekeliruan-kekeliruan ilmiah
yang besar, tetapi dalam Qur-an aku tidak menemukan
sesuatu, semua itu mendorong diriku untuk bertanya-
tanya: Jika pengarang Qur-an itu seorang manusia, mengapa
pada abad VII Masehi, orang itu dapat menulis hal-hal yang
terbukti cocok dengan Sains modern? Tidak ada
kemungkinan untuk menyangsikan bahwa teks Qur-an
yang kita miliki sekarang adalah teks yang bersejarah”.
” Pemikiran-pemikiran yang akan kita kembangkan
dalam penelitian ini dari segi pandangan ilmiah akan
menyampaikan kita kepada suatu natijah yaitu:
"tidak masuk akal bahwa seseorang yang hidup pada
abad VII M. dapat melontarkan dalam Qur-an ide-
ide mengenai bermacam-macam hal yang bukan
merupakan pemikiran manusia pada waktu itu. Dan
ide-ide itu cocok dengan apa yang akan dibuktikan
oleh Sains beberapa abad kemudian. Bagiku, tak ada
kemungkinan bahwa Qur-an itu buatan manusia.”
Pemikiran Maurice Bucaille
1. Keotentikan al-Qur’an: “Keaslian yang tak dapat disangsikan
lagi telah memberi kepada Qur’an suatu kedudukan istimewa
di antara kitab-kitab suci, kedudukan ini khusus bagi Qur’an,
dan tidak dibarengi oleh perjanjian lama dan perjanjian baru…”
2. Kesesuaian antara al-Qur’an dengan Sains modern:“al-
Qur’an mempunyai kesesuaian dengan fakta-fakta sains
modern”.
3. Tentang Banjir Nuh:“Riwayat Qur’an tentang Banjir
menyajikan versi keseluruhan yang berlainan dan tidak
menimbulkan kritik dari segi sejarah”. “…kita dapat
menyatakan bahwa dalam meriwayatkan Banjir dalam waktu
dan tempat riwayat Bibel sudah terang tidak sesuai dengan
hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern...”
Metodologi Maurice Bucaille
 Pertama, dalam meneliti keautentikan al-Qur’an, ia
melakukan pendekan historis dan filologis, dengan
metode komparasi, yaitu membandinhkan keaslian
teks-teks al-Qur’an dengan otentisitas Bible.
 Kedua, dalam meneliti kesesuaian antara al-Qur’an
dengan sains modern, ia memakai pendekatan
saintifik yang sering disebut metode Bucaillism,
yaitu suatu istilah yang digunakan oleh para akademisi
untuk menunjukkan gerakan yang menghubungkan
ilmu pengetahuan modern dengan Islam.
Penilaian Pervez Hoodbhoy (Islam dan
Sains: Pertarungan Menegakan
Rasionalitas, 1997: 86)
“Metode yang dipakai Bucaille sebenarnya sederhana. Dia
menelaah ayat-ayat al-Qur’an tertentu, lalu menarik satu
interpretasi yang konsisten dengan fakta ilmiah tertentu.
Sesudah itu, dia berkesimpulan bahwa sementara Bibel
acapkali salah dalam penjelasan tentang fenomena alam, al-
Qur’an selalu benar…Dia mengakhiri setiap topik dengan
kesimpulan agamis-seremonial, bahwa kesesuaian antara ayat-
ayat Qur’an dengan fakta-fakta ilmiah merupakan bukti
kemukjizatannya”
Kritik terhadap Bucaillisme
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk, bukan buku sains atau
ensiklopedi, sehingga tidak perlu “mencocok-cocokan”
al-Qur’an dengan fakta sains modern yang spekulatif.
1. Syaikh Muhammad al-Ghazali: ”Saya menangkap bahwa
kemampuan al-Qur’an untuk memberi inspirasi berlaku
sampai akhir zaman dan keberadaannya membuktikan
bukan kitab ilmu. …karenanya tidak pernah kita jumpai
hal-hal kontradiktif antara hakikat ilmiah dan ayat-ayat al-
Qur’an” (Al-Qur’an Kitab Zaman Kita, 2008: 326).
2. Mahdi Ghulshani: “…seseorang tidak boleh melebih-
lebihkan penafsiran fakta-fakta ilmiah sehingga dapat
cocok dengan ayat al-Qur’an. Bagaimanapun, jika makna
lahiriah ayat itu konsisten dengan sebuah fakta ilmiah
yang telah mantap, kita menafsirkannya dengan bantuan
itu” (Filsafat sains menurut al-Qur’an, 2003: 62).
3. Ali Syariati: “model pendekatan semacam ini hanya akan
mencocok-cocokkan ayat al-Qur’an yang telah diyakini
kebenarannya oleh umat Islam, dengan pernyataan-
pernyataan ilmiah yang selalu berubah dan diperbaiki
manakala ditemukan fakta baru”
Muslimkah Bucaille?
 Apakah dia sudah menjadi seorang Muslim, atau tetap pada
kepercayaannya yang lama?
 Ada yang menyebut ia Muslim, tapi ada juga ia tetap Katholik.
Tidak ada bukti pengakuan langsung tentang keislaman dokter
ini.
 Terlepas semua ini, apa motif penelitianya tentang ayat-ayat
al-Qur’an? Atas dasar ketidakjelasan keislamannya, motivasi
Bucaille dalam mempelajari dan menyelidiki al-Qur’an tidak
lain hanya sebatas kepentingan keilmuan saja.
”Saya menyelidiki keserasian teks Al-Qur’an dengan sains
modern secara objektif dan tanpa prasangka”.
Kesimpulan
(1) Menjustifikasi sains modern dengan al-Qur’an bisa
berakibat fatal, karena sains modern yang sifatnya
masih berubah-ubah, dikhawatirkan jika ada teori
sains yang baru tetapi tidak ada di al-Qur’an, al-
Qur’an dianggap tidak relevan.
(2) Al-Qur’an memang berisi tentang isyarat ilmiah,
namun tidak terperinci sebagaimana halnya
ensiklopedi sains. Tugas para Ilmuan lah yang
menjelaskan isyarat tersebut.
Tugas
1. Apa yang dimaksud I’jazisme? Jelaskan!
2. Sebutkan tiga pemikiran Bucaille dalam
Bibel, al-Quran dan Sains Modern?
3. Bagaimana metodologi Bucaille dalam
buku tersebut?
4. Apa kelemahan metode Bucaillisme?

Anda mungkin juga menyukai