Anda di halaman 1dari 40

PERAWATAN CIMINO PADA PASIEN

HEMODIALISIS

Presentasi kasus oleh : dr. Tjiu Hamidi


Identitas : Tn. NS

Umur : 58 th

Suku : Betawi

Alamat rumah : Jl. Swadaya II, No. 10, Rt. 3/9, Jak-Sel

Agama : Islam

Status: Menikah

Status pekerjaan : tidak bekerja

Pembiayaan: JKN
Pasien masuk RSCM dengan keluhan pendarahan A-V shunt

(lengan kiri) sekitar 1 jam sebelum masuk rumah sakit.


Riwayat penyakit : HD sejak 6 tahun ini di RSCM. Awalnya HD rutin

di JKC, seminggu 2x dengan CDL.

Setelah cimino jadi, HD lanjut dengan cimino lengan kiri, tp baru

sekitar 2 bulan terjadi perdarahan dan akhirnya dirawat. Kemudian

dipasang kembali CDL pada vena jugularis interna kanan. HD

dilanjutkan dengan CDL sambil menunggu cimino lengan kanan siap.


Kira-kira 1,5 tahun kemudian lengan kanan menjadi bengkak dengan

pelebaran vena pada lengan atas dekat bahu. Tidak ada nyeri atau

kesemutan pada lengan kanan. Kadang bengkak mereda paska HD.

Sempat dilakukan venografi beberapa kali dan hasil menunjukkan

adanya stenosi pada vena sentral.

Cimino sempat diistirahatkan dan HD dilanjutkan dengan CDL

femoralis kanan karena jugularis kiri tidak ditemukan akses yang

paten.
Sekitar 1,5 tahun HD dengan CDL femoralis dextra terjadi infeksi,

akhirnya dicabut dan diputuskan cimino lengan kanan ‘dihidupkan’

kembali setelah dilakukan pemeriksaan patensi cimino dan

didapatkan aliran darahnya masih lancar dan bisa untuk HD.

Waktu dilakukan venografi, juga dicoba mencari akses vena pada sisi

tubuh kiri tapi menurut pasien, tidak ditemukan akses yang bagus,

jadi tubuh sisi kiri tidak pernah dipasang akses vaskuler lagi.
Pemeriksaan fisik

Kondisi umum : cukup baik, tampak agak anemis

Tekanan darah : 110 – 120 / 70 – 80 mmHg,

Nadi : 80 x/mnt, Suhu : 36,5 ℃,

Pernafasan : 20 x/mnt

JVP tidak meningkat

Jantung dan paru : dalam batas normal

Abdomen : supel, tanpa nyeri dan tidak ditemukan tanda-tanda asites

Ekstrimitas : oedem ringan pada tungkai dan terutama lengan kanan


Resep HD

Durasi : 4-5 jam

Qb : 200 – 300 ml/mnt

Qd : 500 ml/mnt

Heparin : regular, 5000 IU. 2000 IU bolus dan 3000 IU drip kontinu.

UF : target saat HD awal 3500 ml tapi saat ini UF 4000-5000

ml

Jadwal : Selasa dan Jum’at


Pemantauan intradialitik

Pre HD Pemantauan jam ke- Post HD


1 2 3 4 5
Jam 07.20 07.36 09.00 10.25 11.35 12.35
Keluhan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Berat badan (kg) 102 102 102 102 102 102 97
Kesadaran C.M C.M C.M C.M C.M C.M C.M
Tekanan darah (mmHg) 146/65 117/69 119/64 119/65 123/65 109/55 93/66

RR/nadi (x / mnt) 18 / 85 18 / 70 18 / 77 18 / 88 18 / 84 18 / 86 18 / 81
Suhu (℃) 36,5 36,5 36,4 36,5 35,4 36,2 36,2
Qb (ml/mnt) 300 300 300 300 150
Qd (ml/mnt) 500 500 500 500 500 Kt/V = 1,25
Tekanan vena (mmHg) 220 200 220 200 200

TMP (mmHg) 20 20 60 40 40
Volume yang ditarik 755 1530 3099 4413 5500
(ml)
Lab darah:
Jenis pemeriksaan 08/01/2019 15/04/2019 10/10/2019
Hb 8,1 9 9,5
Ureum pre HD - 133 118
Ureum post HD 43 41 -
Kreatinine pre HD 16,6 14,3 12,6
Kreatinine post HD 5,4 5,3 -
Kalsium 8,2 8,7 7,9
Phosphor - 7,0 -
Kalium 4,7 4,9 4,9
Natrium 136 136 137
SI 75 60 30
TIBC 176 181 187
Sat. transferin 43 33 16
Feritin serum 1189,42 - 914,81
Asam urat 8,0 7,7 7,3
Diagnosa :

1. CKD on HD

2. Hipertensi terkontrol
Daftar masalah:

1. Cimino lengan kiri berfungsi baik tapi kemudian terjadi

perdarahan

2. Badan sisi kiri tidak ditemukan akses yang bisa digunakan untuk

HD

3. Cimino lengan kanan terkendala dengan stenosis vena sentral dan

lengan kanan membengkak


Perawatan cimino hendaknya dimulai sebelum cimino itu dibuat

dengan pertimbangan bahwa ketahanan cimino tergantung pada

beberapa faktor, antara lain : vena-vena yang jadi kandidat cimino

dijauhi dari tindakan invasive, pemilihan lokasi pembuatan cimino,

pemantauan pematangan cimino oleh ahli bedah vaskuler, latihan

fisik pada lengan dengan cimino untuk mempercepat pematangan tapi

hindari trauma pada lengan yang bersangkutan dan intervensi dini

apabila ditemukan tanda-tanda kegagalan awal cimino.


Kegagalan awal cimino biasa disebabkan oleh kegagalan

pematangan, stenosis ataupun thrombosis.

Faktor-faktor dari pasien yang ikut mempengaruhi kegagalan ini

antara lain: umur, diabetes, riwayat pjk atau gangguan pembuluh

darah tepi, kegemukan dan lokasi fistula dibuat (radiocephalic di

pergelangan tangan adalah tempat pilihan pertama, bila gagal pilihan

kedua brachiocephalic atau transposisi vena dalam)


Cimino dikatakan matang apabila bisa dilakukan punksi tanpa

komplikasi (hematom) dan dapat mengalirkan darah sesuai ketentuan

resep HD. Dan digunakan 6x untuk HD dalam kurun waktu 30 hari

tanpa kendala.

Biasanya setelah 4-6 minggu setelah dibuat, tapi paling aman 3

bulan.

Kadang dibutuhkan USG di minggu ke 6-8 untuk memastikan

maturasi dari cimino.


Stenosis pada AVF disebabkan oleh : cedera sel endotel oleh aliran

darah yang kuat maupun tindakan punksi berulang yang memicu

proliferasi otot polos pada pembuluh darah dan menyebabkan

penyempitan lumen. 70% - 80% stenosis terjadi pada anastomosis

juxta dan outflow vein. 20% - 30% terjadi pada sisi arteri termasuk

feeding artery dan anastomosisnya.


Stenosis diatasi dengan angioplasti perkutan berupa ballooning,

dengan tingkat keberhasilan 90%.

Komplikasi tindakan ini 4%, berupa hematoma, desaturasi oksigen

dan reaksi terhadap obat.

Stent digunakan apabila angioplasty konvensional gagal ataupun

terjadi rupture pada pembuluh darah saat tindakan angiografi

konvensional.

Pertimbangan terakhir adalah operasi.


Thrombosis bisa terjadi diawal pembuatan cimino maupun

dikemudian hari. Thrombosis awal terjadi akibat stenosis inflow

sedangkan thrombosis yang terjadi dikemudian hari akibat dari

outflow. Apabila kedua masalah ini tidak diatasi segera akan terjadi

thrombosis. 2 jenis thrombus yang terbentuk yaitu lunak, mudah

hancur dan thrombus yang keras.


Faktor sistemik pemicu thrombosis bisa dikarenakan

hipotensi, kadar Hb target yang tinggi dan hiperkoagulasi.

Faktor lain bisa akibat tindakan punksi dan terjadi hematom

(25% lebih tinggi).


Tanda-tanda kemungkinan terjadi thrombosis: riwayat kesulitan dalam

punksi vena, access flow turun signifikan (> 25% dari baseline) atau

access flow yang turun mendadak kurang dari 500 ml/menit yang

belum pernah terjadi sebelumnya, riwayat peningkatan tekanan arteri

maupun vena dengan kecepatan pompa 200 ml/menit saat menit-menit

awal HD atau terjadi resirkulasi yang signifikan.


Secara fisik ditemukan thrill yang berkurang atau tidak terdengar bruit.

Kadang thrombosis dikira cellulitis karena saat terjadi tampak kemerahan

dan pasien mengeluh nyeri. Untuk memastikannya digunakan USG.

Penanganan harus dilakukan dalam 48 jam untuk mencegah terbentuk

thrombus yang keras dan menyulitkan evakuasi. Pilihan terbaik adalah

operasi (70% - 94% keberhasilan). Persentasi patensi AVF paska operasi

yang bertahan 12 bulan berkisar 68%-88%.


Yang paling penting adalah menemukan penyebab timbulnya stenosis

agar bisa dicarikan solusi untuk menghindari kejadian yang berulang.


Setiap pasien membutuhkan minimal 96 x tusukan jarum

pertahun (2x/minggu) pada AVFnya. Jadi selain faktor

jarum, teknik penusukan akses, tindakan a-antiseptic juga

memegang peranan penting dalam memelihara cimino agar

dapat digunakan selama mungkin.


 Jenis jarum.

Terdapat jarum khusus yang dikenal dengan fistula cannula /

fistula catheter dimana terdapat selongsong berbahan plastik yang

ditinggalkan dalam lumen vena setelah jarum metal dicabut. Lebih

aman untuk pasien yang cenderung gelisah atau kurang kooperatif

intradialisis.
 Ukuran jarum.

Disarankan menggunakan ukuran 17 G untuk pemakaian awal AVF.

Kerugiannya aliran darah tidak bisa melebihi 250 ml/menit. Seiring

dengan waktu, cimino berjalan lancar dan makin matang, ukuran

jarum dapat disesuaikan, ukuran standar yang digunakan 14-18 G.


 Panjang jarum.

Ukuran standar adalah 1”. Tapi untuk AVF baru disarankan

gunakan ukuran 3/5”.

Penentuan panjang jarum tergantung penilaian oleh perawat

dialisis karena tergantung lokasi AVF dan juga tebal tipisnya lemak

pada pasien dialisis.


 Back eye. Sangat penting untuk menjaga agar aliran darah tetap

lancar dan adekuat. Seandainya ujung jarum (bevel) menyentuh

dinding dalam dari vena, back eye menjamin aliran tetap konstan.

Syaratnya bagian back eye tidak boleh tajam karena dapat

mencederai vena saat penusukan maupun saat pencabutan

(terminasi). Adanya back eye menghindari tindakan memutar

jarum.
3 teknik dalam penusukan vena akses

 Rope ladder technique : teknik penusukan pada lokasi yang berbeda pada

satu jalur vena

 Area technigue : teknik penusukan berulang pada lokasi yang sama. (tidak

dianjurkan lagi)

 Buttonhole technigue : teknik penusukan dengan jarum tajam pada lokasi

yang sama dengan sudut yang sama selama 6-10 sesi HD sehingga

terbentuk jalur untuk jarum. Selanjutnya tusukan dilakukan dengan jarum

tumpul. Dianjurkan untuk pasien dengan segmen vena yang pendek.


Yang tidak kalah penting adalah saat mencabut jarum setelah sesi HD

selesai. Diusahakan mencabut dengan sudut yang sama seperti saat

penusukan (25 ̊). Usahakan tidak menekan AVF sebelum jarum

tercabut seluruhnya. Saat penekanan pastikan dapat merasakan aliran

dari vena akses.

Anda mungkin juga menyukai