Etika Pengertian
Etika Pengertian
Etika Pengertian
Etika Pengertian
Etika Pengertian
Etika Pengertian
Prinsip Veracity (honest) Selalu jujur dalam semua tindakan dan pelayanan kesehatan.
Memberikan informasi yang akurat, komprehensif dan objektif
Prinsip Etika dalam Praktek Kefarmasian
Etika Pengertian
Landasan hukum keberadaan profesi apoteker di Indonesia di masukkan sebagai kelompok tenaga
kesehatan adalah UU RI No. 36 Tahun 2014 pasal 11 ayat (1) huruf e tentang tenaga kefarmasian dan ayat
(6). Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Apoteker sebagai individu maupun sebagai kelompok dalam melakukan tindakan juga harus
berpegang pada moral yang baik, yang diwujudkan dalam bentuk Kode Etik Apoteker Indonesia.
Kode Etik Apoteker Indonesia
1. Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian dan pengamalan ilmunya harus didasari oleh sebuah
niat luhur untuk kepentingan makhluk hidup sesuai dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Apoteker dalam dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh
pada sumpah dan janji apoteker sebagai komitmen seorang apoteker yang harus dijadikan landasan
moral dalam pengabdian profesinya.
3. Apoteker dalam pengabdian profesinya berpegang pada ikatan moral yaitu kode etik sebagai
kumpulan nilai-nilai atau prinsip harus diikuti oleh apoteker sebagai pedoman dan petunjuk serta
standar perilaku dalam bertindak dan mengambil keputusan.
Kode Etik Apoteker Indonesia
Kewajiban yang timbul sebagai seorang profesi apoteker yang ditetapkan oleh organisasi profesinya
dalam Kode Etik Apoteker Indonesia. Kewajiban apoteker yang tercantum dalam kode etik yaitu,
kewajiban umum, kewajiban apoteker kepada pasien, kewajiban apoteker kepada teman sejawat dan
kewajiban apoteker kepada tenaga kesehatan lainnya yang secara berurutan terdapat dalam pasal (1)
sampai pasal (14). Serta kewajiban lainnya mengenai apoteker diatur dalam :
Penulisan hukum ini disusun untuk mengetahui tanggung jawab Apoteker dalam pemberian obat resep pasien selaku konsumen
bila terjadi medication error. Tanggung jawab apoteker dalam pemberian obat resep pasien selaku konsumen bila terjadi medication
error yaitu apoteker bertanggung jawab dengan memberikan atau mengganti obat yang benar sesuai dengan resep yang dimaksud
dan member uang ganti rugi kepada pasien atas obat yang salah diberikan sebelumnya selain itu apoteker juga menambahkan
informasi yang lengkap tentang cara pengunaan obat, efek samping obat.
Dalam pekerjaannya, apoteker dibina dan diawasi oleh Dinas Kesehatandan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia). Mereka dapat
mengeluarkan sanksi organisasi dan sanksi administratif yang akan ditujukan pada pihak apoteker bila terjadi medication error yang
merugikan pasien selaku konsumen.
Dalam hal ini juga perlu adanya pengkajian ulang terhadap PP No 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian mengenai
aturan sanksi yang jelas bagi tenaga kefarmasian, sehingga diharapkan dimasa yang akan dating apoteker sudah memiliki paying
hukum yang jelas didalam menjalankan profesinya.
Permasalahan Etika dan Hukum yang Berhubungan dengan
Farmasi Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Penegakan Hukum Akibat Kelalaian Apoteker dalam Menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas dimana pelayanan kefarmasian yang ada di Puskesmas masih belum sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku. Pekerjaan kefarmasian di puskesmas masih dikerjakan oleh tenaga non farmasi dan informasi
obat yang diberikan pasien juga belum lengkap diberikan dalam memberikan pelayanan obat. Hal ini menjadi faktor terjadinya kelalaian.
Penegakan hukum akibat terjadinya kelalaian apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian diselesaikan dengan jalur di luar
pengadilan dengan mengedepankan hak-hak dari pasien atau korban, dimana pasien yang mengalami kesalahan akibat kelalaian apoteker
maka langsung diselesaikan dengan mengganti obat yang salah dan apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan obat
maka dilakukan pengobatan gratis sesuai dengan ketentuan.
Dalam meningkatkan pelayanan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas hendaknya ada penambahan sumber daya manusia kesehatan
terutama apoteker ataupun tenaga teknis kefarmasian sedangkan untuk meminimalisir adanya peningkatan kunjungan pasien maka
diperlukan peran aktif tenaga kesehatan lain untuk mengoptimalkan upaya kesehatan preventif dalam menyadarkan tingkat kesadaran
kesehatan di masyarakat. Tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam
rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan.
Permasalahan Etika dan Hukum yang Berhubungan dengan
Farmasi Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Penegakan Hukum Pidana terhadap Malpraktek yang Dilakukan oleh Apoteker
Penegakan hukum dalam kasus malpraktek perselisihan yang timbul akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penerima pelayanan kesehatan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 77, Pasal 78 dan Pasal 79.
Dalam kasus malpraktek penyelesaian sengketa medis secara negosiasi sangat beralasan dikarenakan tidak semua permasalahan
sengketa medis harus di selesaikan secara litigasi di pengadilan.
Permasalahan Etika dan Hukum yang Berhubungan dengan
Farmasi Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Praktek Kotor Bisnis Industri Farmasi dalam Bingkai Intellectual Capital dan Teleology Theory
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali praktik kotor bisnis industri farmasi Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat praktik kotor di sana. Bentuknya terentang mulai dari pemilihan bahan baku tak sesuai, permainan komposisi
obat, penyimpanan produk rusak dan afkir hingga penyalahgunaan obat herbal yang disisipkan bahan kimia. Pelanggaran etika
juga terjadi pada pemasaran obat yakni dengan melakukan kerja sama atau kontrak pribadi penjualan obat tertentu dengan dokter,
rumah sakit dan apotek. Praktik-praktik seperti ini dalam tinjauan Intelectual Capital menunjukkan adanya pengelolaan dan
pemberdayaan IC yang tidak benar. Berdasarkan tinjauan teleology theory, praktik tersebut termasuk dalam perilaku egoismeetis
yang harus diubah menjadi perilaku utilitarianisme.
Sebagai contoh yang terjadi di bisnis industry farmasi melanggar dari prinsip etika kefarmasian, dimana etika kefarmasian
adalah bertindak dalam pelayanan berupa membantu orang lain, menghindari tindakan yang menyakiti orang, menyampaikan
yang sebenarnya dan bertindak dengan integritas, hormati hak, pilihan, dan pendapat orang lain , setia dalam hubungan dan
bersikap adil. Jika praktik. Jika praktik kotor ini tetap dilakukan maka sangat merugikan konsumen, harus diambil tindakan tegas
oleh hukum agar praktik kotor tersebut tidak terjadi lagi.
Permasalahan Etika dan Hukum yang Berhubungan dengan
Farmasi Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Budaya Hukum Apoteker dalam Memberikan Informasi, Edukasi, dan Penyerahan Obat Keras.
Memahami dan mengkaji bagaimanakah budaya hukum apoteker yang terbentuk berkaitan dengan
pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dan untuk
mengkaji serta menelaah upaya-upaya yang dilakukan oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) sebagai organisasi
profesi apoteker dalam menangani kasus tidak adanya pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras
oleh apoteker.
Dilapangan menunjukkan masih adanya pembelian obat keras tanpa resep dokter dan ketidakhadiran
apoteker di tempat praktik saat jam buka apotek sehingga pelayanan informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras
tidak dilakukan oleh apoteker. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran dan kepatuhan apoteker terhadap
Peraturan Pemerintah No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21 ayat (2) masih rendah sehingga terbentuklah
budaya hukum yang apatis dikarenakan tidak adanya pembinaan dan pengawasan yang ketat dari Dinas Kesehatan
beserta IAI sebagai organisasi profesi.
Permasalahan Etika dan Hukum yang Berhubungan dengan
Farmasi Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Budaya Hukum Apoteker dalam Memberikan Informasi, Edukasi, dan Penyerahan Obat Keras.
Adapun upaya yang dilakukan oleh IAI terhadap apoteker yang tidak hadir di apotek sehingga tidak memberikan
pelayanan informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras dengan terus melakukan sosialisasi kepada apoteker tentang
tugas dan kewajibannya, walaupun tidak adanya sanksi yang dibuat oleh organisasi profesi apabila apoteker tidak
melakukan pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras kepada pasien. Tidak adanya sanksi yang dibuat
oleh organisasi profesi menandakan bahwa kesadaran dan kepatuhan pengurus organisasi IAI terhadap hukum masih
kurang.
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu bahwa budaya hukum apoteker dalam pemberian
informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras adalah budaya hukum yang apatis.Untuk merubah budaya hukum
apoteker yang apatis tersebut maka perlu dilakukan sosialisasi ulang kepada apoteker dan pemilik fasilitas pelayanan
kefarmasian. IAI sebagai organisasi profesi harus lebih mengetahui dan memahami peraturan yuridis yang berlaku
serta membuat panduan tertulis (buku saku) kepada anggota profesinya.
Kesimpulan