Anda di halaman 1dari 27

7 ETIKA Bisnis Islami

LARANGAN ‘MAGHADIR’

1. Maysir : Spekulasi, tidak produktif,


gambling
2. Asusila : Amoral dan melanggar
kesusilaan
3. Gharar : Manipulasi, tidak transparan
(QS. 83:1-4)
4. Haram : Zatnya dan Selain Zatnya
5. Dzulm : Menimbulkan kemudharatan
dan kedzaliman
PRINSIP DASAR UMUM
TRANSAKSI SYARIAH (MUAMALAH)
1. SALING RIDHA (‘AN TARADHIN)
2. HALAL-THAYYIB (HALALAN THAYYIBAN)
3. BEBAS RIBA DAN EKSPLOITASI (DZULM)
4. BEBAS MANIPULASI (GHOROR)
5. SALING MENGUNTUNGKAN (TA’AWUN)
6. TIDAK MEMBAHAYAKAN (MUDHARAT)
7. DILARANG SPEKULASI (MAYSIR)
8. DILARANG MONOPOLI & MENIMBUN (IHTIKAR)
Shiddiq : kejujuran, akurasi, akuntabilitas.

Istiqamah : konsistensi, komitmen dan loyalitas.

Tabligh : transparansi, kontrol, edukatif,


komunikatif.

Amanah : kepercayaan, integritas, reputasi,


kredibilitas.

Fathanah : profesional, kompeten, kreatif, inovatif.

Ri'ayah : solidaritas, empati, kepedulian,


awareness.

Mas'uliyah : responsibilitas.

Adil : tidak eksploitatif, win-win solution


DEFINISI RIBA
Riba krn pertukaran barang sejenis yg tdk
memenuhi kriteria sama kualitas,
kuantitas dan wkt penyerahan. Contoh,
FADL pertukaran valas tidak tunia/spot

Riba krn hutang piutang yg tdk


memenuhi kriteria untung muncul
RIBA NASIAH bersama risiko dan hsl usaha muncul
bersama biaya. (bunga bank)

Hutang yg dibayar meleibhi pokoknya


JAHILIAH krn peminjam tdk mampu
mengembalikan tepat waktu (bunga
berbunga).
Definisi


Riba
“Riba” dari segi istilah bahasa sama dengan “Ziyadah”
artinya tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok (modal)
secara bathil.

□ Terdapat perbedaan pendapat dalam menjelaskan riba.


Secara umum Riba adalah penambahan terhadap hutang.
Maknanya: Setiap penambahan pada hutang baik kwalitas
ataupun kwantitas, baik banyak ataupun sedikit, adalah
riba yang diharamkan.

□ Landasannya Al Quran Surat An-Nisa ( 4 ) ayat 29 yang


berarti :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil”.
Adapun yang dimaksud dengan jalan yang bathil dalam hal
ini yaitu pengambilan tambahan dari modal pokok tanpa ada
imbalan pengganti (kompensasi) yang dapat dibenarkan
oleh Syar’ie.
Gambaran Terjadinya Riba
Jenis Transaksi

Jual Beli Pinjaman


Beli Jual Kelebihan Ket. Pinjam Kembali Kelebihan Ket.

100.00 120.00 20.000 Laba 100.00 120.00 20.000 Riba


0 0 0 0

Jual Beli (Riba Fadhl) Jual Beli Tidak Spot/Tidk


Tunai
Beli Rp Jual Rp Kelebiha Ket. Jual Beli Waktu Ket.
n US$ IDR
100.000 120.000 20.000 Riba 100.00 120.000 Tidak Riba
0 Tunai/Spo
t
Riba
Jenis-jenis

Secara garis besar Riba terbagi kepada dua


bagian, yaitu: Riba Hutang Piutang dan Riba Jual
Beli.
Riba Hutang Piutang
□ Riba Qord
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu
yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(Muqtaridh)

□ Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si
peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada
waktu yang ditetapkan
Jenis-jenis

Riba
□ Riba Jual Beli
□ Riba Fadhl
Pertukaran antar barang-barang sejenis dengan
kadar/takaran yang berbeda dan barang yang
dipertukarkan termsuk dalam jenis “barang
ribawi”.

□ Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi dengan jenis barang ribawi
lainnya.
Perbedaan
Antara Bunga dan Bagi Hasil
■ Penentuan tingkat suku bunga ■ Penentuan besarnya rasio bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan dibuat pada waktu akad dengan
pedoman harus selalu untung berpedoman pada kemungkinan
untung rugi.
■ Besarnya prosentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang ■ Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
dipinjamkan. pada jumlah keuntungan yang
diperoleh

Bunga
Bunga
■ Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh
■ Bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan
pihak nasabah untung atau rugi. sekiranya itu tidak mendapatkan
keuntungan maka kerugian akan
■ Jumlah pembayaran bunga tidak ditanggung bersama oleh kedua belah
meningkat sekalipun jumlah pihak.
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “booming”.

■ Eksistensi bunga diragukan (kalau


Bagi
Bagi Hasil
Hasil
■ Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan.
tidak dikecam) oleh semua agama
termasuk Islam. ■ Tidak ada yang meragukan
keuntungan bagi hasil.
4 Tahapan
Tahapan
Pelarangan
Pelarangan Riba
Riba
Dalam Al Quran
Dalam
Larangan yang terdapat dalam Al Qur’an tidak
diturunkan sekaligus melainkan secara bertahap
Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada
zahirnya menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu
perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”
(QS. Ar Rum : 39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan
yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.
Firman Allah SWT. :
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan
atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih” (QS.
An-Nisa: 160-161).
Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu
tambahan yang berlipat ganda.
Allah SWT. Berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran:130).
Ahli-ahli tafsir Islam berpendapat bahwa berkaitan demikian
disebabkan riba jenis tersebut adalah suatu yang banyak berlaku
pada masa itu.
Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan
jelas sekali mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil
daripada pinjaman.
Firman Allah SWT. :
“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)
maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”
(QS. Al Baqarah: 278-279)
Larangan Riba
Dalam Hadits

Hadits juga merupakan sumber rujukan, selain Al Qur’an,


bagi umat Islam untuk mengesahkan atau mendapatkan
keterangan lebih lanjut dari nash / teks peraturan yang telah
digariskan Al Qur’an
Sekiranya mereka menerima, hal itu baik dan bagus. Penolakan berarti
(tantangan untuk) perang.
Hadits ini merupakan isi dari surat Rasulullah SAW kepada Itab
bin Usaid, gubernur Mekkah, agar kaum Thaif tidak menuntut
hutangnya (riba yang telah terjadi sebelum kedatangan Islam) dari
Bani Mughirah.
Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba,
oleh karena itu, hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang
pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun
mengalami ketidakadilan.
Hadits ini merupakan amanat terakhir Rasulullah SAW pada 9
Dzulhijjah tahun 10 Hijriah.
Diriwayatkan oleh Samura bin Jundab bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan
membawaku ke tanah suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke
suatu sungai darah, di mana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di
pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di
tangannya. Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar,
tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan
batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya,
“Siapakah itu ?”, Aku diberitahu, bahwa laki-laki yang ditengah
sungai itu ialah orang yang memakan riba”. (HR.Bukhari)

Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima


riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya
sama”. (HR.Muslim).
FATWA ULAMA DAN LEMBAGA FATWA
INTERNASIONAL TENTANG BUNGA
● Dewan Studi Islam AlAzhar, Cairo
● Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang
diharamkan.(Konferensi DSI AlAzhar, Muharram 1385 H/ Mei
1965 M)

● Rabithah Alam Islamy


● Bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional
adalah riba yang diharamkan. (Keputusan No. 6 Sidang ke 9,
Mekkah 12-19 Rajab 1406 H)

● Majma’ Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam


● Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo
dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula
tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan
perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan
secara syariah (Keputusan No. 10 Majelis Majma’ Fiqih Islamy,
Koneferensi OKI ke II, 22-28 Desembeer 1985)
PANDANGAN ULAMA INDONESIA
TENTANG BUNGA BANK
● Nahdhatul Ulama
● Sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain
mengatakan tidak sama dan sebagian lain mengatakan syubhat.
● Rekomendasi: Agar PB NU mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa
bunga (Bahtsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992)
● Muhammadiyah
● Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik nagara kepada nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mustasyabihat.”
● Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya
konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai
dengan qaidah Islam (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968)
● Majelis Ulama Indonesia
● Kelanjutan dari fatwa Lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991, pada lokakarya
MUI 2003 dihasilkan fatwa bulat tentang keharaman bunga
PENOLAKAN SEJARAH & AGAMA-AGAMA
TERHADAP KONSEP RIBA
YUNANI KUNO

● Plato (427-347 SM):


● Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan
tidak puas dalam masyarakat.
● Bunga merupakan alat golongan kaya untuk
mengeksploitasi golongan miskin
● Aristoteles (384-322 SM):
● Fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium
of exchange) bukan alat menghasilkan tambahan
melalui bunga
YAHUDI
✡ Kitab Eksodus (Keluaran) 22: 25
● “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku,
orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku
sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan
bunga terhadapnya.”
✡ Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23: 19
● “Janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik
uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat
dibungakan.”
✡ Kitab Levicitus (Imamat) 35: 7
● “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya,
melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu
bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu
kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah
kau berikan dengan meminta riba.”
KRISTEN
● “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap
akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun
meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama
banyak. Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan
pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan
kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap
orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat”
(Lukas 6:34-35
● Karena tidak disebutkan secara jelas, timbul berbagai tanggapan dan tafsiran
tentang boleh tidaknya melakukan praktek pembungaan. Pandangan para sarjana
Kristen terhadap praktek pembungaan terbagi pada tiga periode, yaitu
● Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII):
● Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV):
● Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI- Tahun 1836):
Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII): Larangan
mengambil bunga merujuk kepada Old
Testament yang juga diimani oleh orang Kristen:
St. Basil (329-379) St. Gregory dari Nyssa (335-
395) St. John Chrysostom (344-407) st. Ambrose
St. Augustine St. Alsem dari Centerbury (1033-
1109)
Larangan yang dikeluarkan oleh gereja dalam
bentuk undang-undang (Canon): Council of
Elvira (Spanyol tahun 306) Council of Arles
(tahun 314) First Council of Nicaea (tahun 325)
Council of Carthage (tahun 345) & Council of Aix
la Chapelle (789) Council of Latern (1179)
Council of Lyons (1274) Council of Vienne (1311)
Kesimpulan Pandangan Para Pendeta Awal (abad I-
XII)
▪ Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai
imbalan yang melebihi jumlah barang yang
dipinjamkan di awal.
▪ Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
▪ Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi
apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
▪ Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
▪ Harga barang yang tinggi untuk penjualan secara
kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV):
Robert of Courcon (1152-1218), William Auxxerre (1160-
1220), St.Raymond of Pennafore (1180-1278),
St.Bonaventure (1221-1274) St.Thomas Aquinas (1225-
1274)
• Bunga dibedakan menjadi interest dan usury
• Niat atau perbuatan untuk mendapatkan
keuntungan dengan memberikan pinjaman
adalah suatu dosa yang bertentangan dengan
konsep keadilan
• Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan,
namun haram atau tidaknya tergantung niat si
pemberi hutang.
Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI-
Tahun 1836): John Calvin (1509-1564) Charles du
Moulin (1500-1566) Claude Saumaise (1588-1653)
Martin Luther (1483-1546) Melancthon (1497-1560)
Zwingli (1484-1531)
▪ Dosa apabila bunga memberatkan
▪ Uang dapat membiak (kontra dengan
Aristoteles)
▪ Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai
profesi
▪ Jangan mengambil bunga dari orang miskin
SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH
Zakat
- Giro wadiah -
Tabungan
bagi bagi
mudharabah
Pemilik Bank hasil hasil &
bonus Nasabah
Deposan

Modal Simpanan

Debt Equity
Financing Financing
(Jual beli) Bank /PLS
Syariah
profit bagi
•Murabahah margin Qardhul hasil •Mudharabah
•Salam Hasan
•Musyarakah
•Isthisna Fee
•Ijarah
Pinjaman
kebajikan

Anda mungkin juga menyukai