Anda di halaman 1dari 22

Ekonomi Syariah

Riba
Definisi
Riba
 “Riba” dari segi istilah bahasa sama dengan “Ziyadah” artinya tambahan.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok (modal) secara bathil.
 Terdapat perbedaan pendapat dalam menjelaskan riba. Secara umum Riba
adalah penambahan terhadap hutang. Maknanya: Setiap penambahan
pada hutang baik kwalitas ataupun kwantitas, baik banyak ataupun
sedikit, adalah riba yang diharamkan.
 Landasannya Al Quran Surat An-Nisa ( 4 ) ayat 29 yang berarti :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil ”.
Adapun yang dimaksud dengan jalan yang bathil dalam hal ini yaitu
pengambilan tambahan dari modal pokok tanpa ada imbalan pengganti
(kompensasi) yang dapat dibenarkan oleh Syar’ie.
Gambaran Terjadinya Riba
Jenis Transaksi

Jual Beli Pinjaman


Beli Jual Kelebihan Ket. Pinjam Kembali Kelebihan Ket.

100.000 120.000 20.000 Laba 100.000 120.000 20.000 Riba


Jenis-jenis
Secara garis besar Riba terbagi kepada dua bagian,
Riba
yaitu: Riba Hutang Piutang dan Riba Jual Beli.
 Riba Hutang Piutang
Riba Qord
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berhutang (Muqtaridh)
Contoh: Jika si A mengajukan utang-piutang Rp 20 juta kepada si B dengan tempo 1
tahun Sejak awal keduanya telah menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan
utang ditambah bunga 15%, maka tambahan 15% tersebut merupakan riba yang
diharamkan
Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan
Contoh: Jika kedua belah pihak menyepakti ketentuan apabila pihak yang berhutang mengembalikan
tepat waktu maka dia tidak dikenakan tambahan, namun jika tidak mampu mengembalikan utangnya
tepat waktu maka temponya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas utang utangnya
tersebut
 Riba Jual Beli
Jenis-jenis
Riba
Riba Fadhl
Pertukaran antar barang-barang sejenis dengan kadar/takaran yang berbda

dan barang yang dipertukarkan termsuk dalam jenis “barang ribawi”


Contoh: Tukar menukar barang ribawi yang sama jenisnya namun tidak sama timbangannya atau

takarannya yang

Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang
ribawi lainnya. (emas, perak, gandum, kurma dan garam)
Contoh: Tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis yang
pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh yang meminjam.
Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya
tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi,
maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan
ILLAT (Alasan Syar’i)
Pelarangan Riba Menurut Berbagai Madzhab
Para Fuqoha sepakat bahwa riba diharamkan pada 7 barang yaitu emas, perak, burr, sya’ir, korma, anggur kering, dan
garam. Namun mereka berselisih di luar dari tujuh barang tersebut.

Persoalan Hanafi Maliki Syafi’i Hambali

Riba Fadhl Kadar (ditimbang Sebagai bahan Untuk emas dan perak Sebagian
atau ditakar) dan makanan. Untuk emas karena tsumuniyyah. pengikutnya
kesatuan jenis dan perak karena Untuk lainnya karena berpendapat seperti
tsumuniyyah sebagai berfungsi sebagai Hanafi. sebagian lagi
pematok harga bahan makanan, buah- seperti pendapat
barang-barang. buahan dan untuk Syafi’iyah. dan
obat-obatan. sebagian lagi berkata
selain dari emas dan
perak, illatnya karena
dapat dimakan.

Riba Salah satu dari dua Dapat dimakan Tsamaniyah Sama


Nasi’ah illat riba fadhl
Barang Lebih dari tujuh, Lebih dari tujuh asal Lebih dari tujuh asal Lebih dari tujuh
Ribawi asal dapat dapat disimpan dan sebagai makanan dan
ditimbang, ditakar dimakan. berfungsi sebagai
atau kesatuan jenis. buah-buahan dan
obat-obatan.
Perbedaan
Antara Bunga dan Bagi Hasil
 Penentuan tingkat suku bunga dibuat  Penentuan besarnya rasio bagi hasil
pada waktu akad dengan pedoman dibuat pada waktu akad dengan
harus selalu untung berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
 Besarnya prosentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang  Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
dipinjamkan. pada jumlah keuntungan yang diperoleh

 Pembayaran bunga tetap seperti yang  Bagi hasil tergantung pada keuntungan
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan sekiranya itu
proyek yang dijalankan oleh pihak tidak mendapatkan keuntungan maka
nasabah untung atau rugi. kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
 Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah  Jumlah pembagian laba meningkat
keuntungan berlipat atau keadaan sesuai dengan peningkatan jumlah
ekonomi sedang “booming”. pendapatan.

 Eksistensi bunga diragukan (kalau  Tidak ada yang meragukan keuntungan


tidak dikecam) oleh semua agama bagi hasil.
termasuk Islam.
9 Alasan & Bantahan
Yang Mengatakan Interest (Bunga) Bukan Riba
1. Dalam keadaan-keadaan darurat bunga halal hukumnya

2. Hanya bunga yang berlipatganda saja yang dilarang, adapun suku


bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan
3. Bunga diberikan sebagai ganti rugi (opportunity cost) atas
hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari
pengolahan dana tersebut

4. Hanya kredit yang bersifat konsumtif saja yang pengambilan


bunganya dilarang adapun yang produktif tidak demikian

5. Uang dapat dianggap sebagai komoditi sebagaimana barang-


barang lainnya oleh karena itu dapat disewakan dan diambil upah
atasnya
9 Alasan & Bantahan
Yang Mengatakan Interest (Bunga) Bukan Riba

6. Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang


mengakibatkan menyusutnya nilai uang
7. Bunga diberikan atas dasar abstinence (tindakan yang
dilakukan dengan sengaja(

8. Sejumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih


tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti. Oleh
karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi penurunan nilai
ini

9. Bank, demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)


sebagai lembaga hukum tidak termasuk terkenai teritorial
hukum taklif (berbentuk tuntutan atau pilihan)
4 Tahapan Pelarangan Riba
Dalam Al Quran
Larangan yang terdapat dalam Al Qur’an
tidak diturunkan sekaligus melainkan secara
bertahap
Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada
zahirnya menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan
mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar Rum : 39).
4 Tahapan Pelarangan Riba
Dalam Al Quran
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk
dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan
riba.
Firman Allah SWT. :
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi,
Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-
baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu
siksa yang pedih” (QS. An-Nisa: 160-161).
4 Tahapan Pelarangan Riba
Dalam Al Quran
Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada
suatu tambahan yang berlipat ganda.
Allah SWT. Berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali
Imran:130).
Ahli-ahli tafsir Islam berpendapat bahwa berkaitan
demikian disebabkan riba jenis tersebut adalah suatu yang
banyak berlaku pada masa itu.
4 Tahapan Pelarangan Riba
Dalam Al Quran
Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT.
Yang dengan jelas sekali mengharamkan sebarang jenis
tambahan yang diambil daripada pinjaman.
Firman Allah SWT. :
“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya”
(QS. Al Baqarah: 278-279)
Larangan Riba
Dalam Hadits
Hadits juga merupakan sumber rujukan, selain Al Qur’an, bagi umat Islam
untuk mengesahkan atau mendapatkan keterangan lebih lanjut dari nash /
teks peraturan yang telah digariskan Al Qur’an
Sekiranya mereka menerima, hal itu baik dan bagus. Penolakan berarti
(tantangan untuk) perang.
Hadits ini merupakan isi dari surat Rasulullah SAW kepada Itab
bin Usaid, gubernur Mekkah, agar kaum Thaif tidak menuntut hutangnya
(riba yang telah terjadi sebelum kedatangan Islam) dari Bani Mughirah.
Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh
karena itu, hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu
adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami
ketidakadilan.
Hadits ini merupakan amanat terakhir Rasulullah SAW pada 9
Dzulhijjah tahun 10 Hijriah.
Larangan Riba
Dalam Hadits
Diriwayatkan oleh Samura bin Jundab bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan
membawaku ke tanah suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke
suatu sungai darah, di mana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di
pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di
tangannya. Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar,
tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan
batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya,
“Siapakah itu ?”, Aku diberitahu, bahwa laki-laki yang ditengah sungai
itu ialah orang yang memakan riba”. (HR.Bukhari)

Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima


riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya
sama”. (HR.Muslim).
Fatwa Ulama dan Lembaga Fatwa
Internasional Tentang BungaLarangan Riba
 Dewan Studi Islam AlAzhar, Cairo
 Bunga dalam segala bentuk pinjaman adalah riba yang
diharamkan.(Konferensi DSI AlAzhar, Muharram 1385 H/ Mei
1965 M)
 Rabithah Alam Islamy
 Bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah
riba yang diharamkan. (Keputusan No. 6 Sidang ke 9, Mekkah
12-19 Rajab 1406 H)
 Majma’ Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam
 Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo
dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula
tambahan (atau bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian
adalah dua gambaran dari riba yang diharamkan secara syariah
(Keputusan No. 10 Majelis Majma’ Fiqih Islamy, Koneferensi OKI
ke II, 22-28 Desembeer 1985)
Pandangan Ulama Indonesia
Tentang Bunga Bank
 Nahdhatul Ulama
 Sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain
mengatakan tidak sama dan sebagian lain mengatakan syubhat.
 Rekomendasi: Agar PB NU mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa
bunga (Bahtsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992)
 Muhammadiyah
 Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik nagara kepada nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mustasyabihat.”
 Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya
konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai
dengan qaidah Islam (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968)

Majelis Ulama Indonesia
 Kelanjutan dari fatwa Lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991, pada lokakarya MUI
2003 dihasilkan fatwa bulat tentang keharaman bunga
Penolakanan Sejarah & Agama
Terhadap Konsep Riba
YUNANI KUNO
 Plato (427-347 SM):
 Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan
tidak puas dalam masyarakat.
 Bunga merupakan alat golongan kaya untuk
mengeksploitasi golongan miskin

Aristoteles (384-322 SM):
 Fungsi uang adalah sebagai alat tukar ( medium
of exchange) bukan alat menghasilkan tambahan
melalui bunga
Penolakanan Sejarah & Agama
Terhadap Konsep Riba
YAHUDI
 Kitab Eksodus (Keluaran) 22: 25
 “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang
yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai
penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga
terhadapnya.”
 Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23: 19
 “Janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik uang
maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
 Kitab Levicitus (Imamat) 35: 7
 “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya,
melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa
hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya
dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan
dengan meminta riba.”
Penolakanan Sejarah & Agama
Terhadap Konsep Riba
KRISTEN

“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena
kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah
jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang
berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi
kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan
pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu
akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha
Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu
berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat” (Lukas 6:34-35
 Karena tidak disebutkan secara jelas, timbul berbagai tanggapan
dan tafsiran tentang boleh tidaknya melakukan praktek
pembungaan. Pandangan para sarjana Kristen terhadap praktek
pembungaan terbagi pada tiga periode, yaitu

Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII):

Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV):
Penolakanan Sejarah & Agama
Terhadap Konsep Riba
Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII): Larangan mengambil bunga merujuk kepada Old Testament
yang juga diimani oleh orang Kristen: St. Basil (329-379) St. Gregory dari Nyssa (335-395) St.
John Chrysostom (344-407) st. Ambrose St. Augustine St. Alsem ari Centerbury (1033-1109 )
Larangan yang dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon): Council of Elvira
(Spanyol tahun 306) Council of Arles (tahun 314) First Council of Nicaea (tahun 325) Council of
Carthage (tahun 345) & Council of Aix la Chapelle (789) Council of Latern (1179) Council of
Lyons (1274) Council of Vienne (1311)
Kesimpulan Pandangan Para Pendeta Awal (abad I-XII)
 Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang
dipinjamkan di awal.
 Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru.
 Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
 Harga barang yang tinggi untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
Penolakanan Sejarah & Agama
Terhadap Konsep Riba
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV): Robert of Courcon (1152-1218), William Auxxerre
(1160-1220), St.Raymond of Pennafore (1180-1278), St.Bonaventure (1221-1274) St.Thomas
Aquinas (1225-1274)
• Bunga dibedakan menjadi interest dan usury
• Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah
suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan
• Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si
pemberi hutang.

Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI- Tahun 1836): John Calvin (1509-1564) Charles
du Moulin (1500-1566) Claude Saumaise (1588-1653) Martin Luther (1483-1546) Melancthon (1497-
1560) Zwingli (1484-1531)
Dosa apabila bunga memberatkan
Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles)
Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi
Jangan mengambil bunga dari orang miskin

Anda mungkin juga menyukai