Anda di halaman 1dari 26

FISIOTERAPI PADA PASCA

OPERASI PENDERITA
DIABETES MILLITUS
Tujuan pembelajaran
• Deskripsi problematika Pasca operasi penderita Diabetes
millitus
• Penanganan kasus pada Pasca operasi penderita
Diabetes millitus
• Proses pengkajian Fisioterapi
• Penentuan problematika Fisioterapi pada Pasca operasi
penderita Diabetes millitus
• Penentuan tujuan dan rencana penatalaksanaan
fisioterapi pada Pasca operasi penderita Diabetes millitus
• Pelaksanaan Fisioterapi pada Pasca operasi penderita
Diabetes millitus
• Evaluasi, dokumentasi dan prognosis Pasca operasi
penderita Diabetes millitus
3

Apa itu Diabetes millitus?

 American Diabetes Association DM


sebagai suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.
Insidensi
 WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penderita
DM pada beberapa tahun yang akan datang.
Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030
Federasi Diabetes Internasional ( IDF ), Data menunjukkan
bahwa pada tahun 2025, jumlah orang yang terkena akan
mencapai 333 juta -90 % dari orang-orang ini akan memiliki
diabetes tipe 2.
Umumnya masyarakat Barat, prevalensi DM telah mencapai
4-6 %, dan 10-12 % di antara usia 60-70 tahun.
Biaya kesehatan tahunan yang disebabkan oleh diabetes dan
komplikasinya mencapai sekitar 6-12 % dari semua
pengeluaran kesehatan.
Tanda dan gejala DM
• Karakteristik gejala DM TRIAS POLI,polidipsi (sering
kehausan), polifagi (sering lapar), poliuri (sering BAK) dan
penurunan berat badan.
• Pada kondisi paling parah, ketoasidosis atau keadaan
hiperosmolar non - ketotik dapat menyebabkan pingsan,
koma dan jika tdk ada pengobatan efektif  kematian.
Pada gejala yang ringan/tidak ada, akibat hiperglikemia
yang lama menyebabkan perubahan patologis dan
fungsional organ (DiMegllio et al, 2018)
Diabetes Long-term Effects
• Efek jangka panjang dari diabetes mellitus meliputi
pengembangan progresif komplikasi retinopati dengan
kebutaan potensial, nefropati menyebabkan gagal ginjal,
dan atau neuropati dengan risiko ulkus kaki, amputasi,
sendi Charcot, dan disfungsi otonom, termasuk disfungsi
seksual.
• Penderita DM lebih beresiko gangguan kardiovaskular,
pembuluh darah perifer dan penyakit serebrovaskular
Dua jenis diabetes mellitus

 tipe I (tergantung insulin= IDDM) sering terjadi sejak


masa anak
 tipe II (tidak tergantung insulin = NIDDM) sering muncul
pada usia tua.

• Kadar insulin pada diabetes tipe I rendah sedangkan


sensitivitas sel tubuh terhadap insulin pada diabetes tipe
II rendah (DiMegllio et al, 2018)
PATOFISIOLOGI
• Pankreas terlambat mengeluarkan insulin pada saat makan,
sehingga kadar glukosa darah setelah makan meningkat,
disebut sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT).
• Bila pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk
menahan laju produksi glukosa oleh hati, kadar glukosa darah
pagi sebelum makan akan tinggi, disebut Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT)
LANJUT PATOFISIOLOGI
• Sklerosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh pengerasan
atau penebalan pembuluh nadi
• Pada tipe I, diperlukan penambahan insulin yang dilakukan
secara injeksi intramuscular Sedangkan pada tipe II diperlukan
kenaikan sensitivitas sel-sel tubuh dengan obat oral
antihipoglikemik, program latihan fisik serta penurunan berat
badan (DiMegllio et al, 2018)
• Hiperglikemia yang terjadi secara kronis dapat mengakibatkan
gangguan pembuluh darah mikro (microangiopati), gangguan
persyarafan (neuropati), retinopati, penyakit kardiovaskular,
gangguan ginjal, ulkus pada ekstremitas dan gangguan sistem
saraf otonom (Zaccardi, 2016)
Komplikasi pada DM
 Ulcus diabeticum  luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman
atau luasnya luka dan lokasi

Sistem klasifikasi yang digunakan didasarkan pada kedalaman luka


(Klasifikasi ulkus Wagner-Meggit) dibagi menjadi 6 grade:
- Derajat 0  Kulit utuh ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
- Derajat 1  Ulkus superficialis terlokalisir
- Derajat 2  Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,
sendi, belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses)
- Derajat 3  Abses yang dalam dengan atau tanpa osteomyelitis
- Derajat 4  Gangren jari atau kaki bagian distal
- Derajat 5  gangren seluruh kaki
Klasifikasi ulkus
Management fisioterapi
• Anamnesis
Data personal, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit penyerta,
riwayat pribadi, riwayat keluarga dan anamnesis sistem
• Inspeksi
• Palpasi
• Auskultasi
• Perkusi
• Pemeriksaan gerak
• Pemeriksaan khusus (antropometri,MMT,LGS, Hofman
sign)
Problematika ft post operasi penderita
DM
• Impairment
- Adanya Nyeri
- Luka terbuka
- Hilangnya sensasi sensoris atau kemampuan motorik
- Keterbatasan gerak
- Kelemahan otot
• Functional limitation
- Gangguan kearah keterbatasan fungsional
• Partipation restriction
- Gangguan berpartisipasi
PLAN OF PT
• (1) Meredakan nyeri selama periode inflamasi akut
• (2) Saat gejala akut mereda, lakukan mobilitas fungsional
• (3) Mencegah terulangnya gangguan akut
• (4) Meningkatkan kemampuan ADL
INTERVENSI FISIOTERAPI
• Breathing exc
• Free active movement
• LASER
• Exercise Therapy  PRECAUTION, Latihan
dimulai dari tingkat rendah sebagai exercise testing.
• Hiperbaric oxygen therapy
• Transfer ambulasi
PRECAUTION
 Hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan adanya
komplikasi neuropati otonom yang menurukan
kemampuan penderita diabetes mencapai denyut nadi
maksimal sehingga menurunkan sensitivitas program
latihan yang didasarkan denyut nadi (zheng et al, 2018)
Lanjut precaution
Latihan fisik pada Penderita DM tipe I butuh tambahan insulin eksogen.
•Jika DM terkontrol tanpa komplikasi ketosis, latihan menurunkan kadar gula
darah  kebutuhan insulin eksogen menurun. Sebaliknya jika kadar gula darah
tidak terkontrol atau insulin tidak cukup tersedia sebelum latihan fisik dilakukan,
transport glukosa ke sel otot akan terhambat sehingga glukosa tidak tersedia
sebagai sumber energi (Mustikawati dkk, 2020).
•Kadar gula tak terkontrol, asam lemak bebas digunakan tubuh dan keton
diproduksi tubuh sehingga timbul ketosis yang mengakibatkan kenaikan
keasaman tubuh.
•Lebih lanjut, tubuh bereaksi  memproduksi lebih banyak gula untuk
mencukupi kebutuhan sel otot terhadap glukosa, sehingga semakin
memperburuk hiperglikemi.
•Jadi latihan fisik penderita diabetes tipe I dilakukan apabila kadar gula
darah terkontrol
• Hipoglikemia merupakan efek latihan fisik yang harus
diperhatikan, akibat olahraga dapat meningkatkan
sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin. Hipoglikemia
terjadi akibat latihan fisik yang dapat meningkatkan
absorbsi insulin. Peningkatan absorbsi insulin biasanya
terjadi pada insulin kerja cepat (short-acting) dan bila
injeksi insulin dilakukan pada otot yang aktif bergerak.
Hipoglikemia dapat terjadi pada saat latihan sampai
dengan 4 - 6 jam setelah latihan fisik. Supaya dapat
dicegah, dosis insulin sebelum latihan harus dikurangi
serta asupan karbohidrat sebelum latihan ditingkatkan
Menurut Sigal et al. (2004) resiko
hipoglikemia dapat diminimalkan
dengan:
1. Memonitor kadar gula darah secara rutin saat menjalankan
program latihan fisik.
2. Mengurangi dosis insulin (1-2 unit sesuai petunjuk dokter),
meningkatkan asupan karbohidrat (10-15 gram pada latihan 30
menit) sebelum latihan dimulai.
3. Injeksi insulin dilakukan di area saat latihan kurang aktif
(misalkan daerah perut)
4. Hindari latihan fisik pada saat puncak kerja insulin.
5. Latihan fisik pada durasi waktu yang lama, asupan
karbohidrat dilakukan sebelum dan selama latihan.
6. Penderita diabetes tidak diperkenankan melakukan latihan
fisik tanpa pengawasan
Hal-hal yang diperhatikan dalam latihan

• Saat latihan fisik mempergunakan alas kaki yang nyaman


dan pengawasan kesehatan kaki,
• Penderita diabetes yang mempergunakan obat beta
bloker mungkin tidak dapat merasakan tanda-tanda
hipoglikemia maupun angina
• Penderita diabetes gangguan neuropati otonom mungkin
tidak dapat mengenali tanda-tanda dehidrasi sehingga
diusahakan tidak melakukan latihan fisik keadaan
lingkungan panas (Albright et al. 2000)
• Secara umum, penderita diabetes dapat berpartisipasi
pada semua jenis latihan yang bersifat CRIPE (continous,
rhythmic, interval, progressive dan endurance).
• Penderita diabetes yang mengalami kegemukan juga
harus menghindari latihan beban untuk meminimalkan
resiko cidera atau iritasi kaki
• Latihan dilakukan 3-5 hari dalam satu minggu selama 30-
60 menit tiap harinya. Pada diabetes tipe satu latihan
dapat dilakukan selama 20 sampai 30 menit. Sedangkan
pada diabetes tipe II latihan dapat dilakukan selama 40-
60 menit
• Latihan direkomendasikan untuk meningkatkan
pengeluaran energy (caloric expenditure) (Moser, 2017)
• Program latihan fisik penderita diabetes seperti pada
orang normal yakni 45 - 85% kapasitas fungsional.
Namun pada DM tipe II, intensitas latihan fisik diarahkan
40 - 60% karena frekuensi dan durasi latihan yang cukup
tinggi.
• Pada diabetes tipe I, resiko hipoglikemia selama atau
sesudah latihan fisik lebih tinggi dibandingkan penderita
diabetes tipe II.
• Penderita dengan retinopati lanjut tidak diperkenankan
untuk melaksanakan aktivitas fisik karena peningkatan
tekana darah dapat mencetuskan perdarahan pada retina.
• Penderita retinopati yang telah menjalani terapi laser
harus mendapatkan persetujuan dari dokter untuk dapat
melaksanakan program latihan fisik (Tantawy, 2010)
Evaluasi dan Dokumentasi
• VAS
• MMT
• LGS
• ADL
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai