Anda di halaman 1dari 11

ASSALAMUALAIKUM

Nama kelompok 6 :
1. Adelia Ardiati
2. Irwansyah
3. Pinkan Nabilla dp
4. Pretty Hanifah
PETA KONSEP
PERHIMPUNAN
INDONESIA
(MANIFESTO
POLITIK)

Gambar Nama
Azas Tujuan Pencapaian
pendukung tokoh

R.Panji
Tiga asas
sasrokartono
pokok
manifesto
Pelajar
politik
Akivis
R.Husein
Indisce
Djoyodiningrat
Vereeniging
,
Gambar pendukung
Perhimpunan Indonesia
(manifesto politik)

Perhimpunan Indonesia: Manifesto Politik Pada awal abad ke-20, para


pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama
Indische Vereniging (1908), yaitu perkumpulan Hindia, yang beranggotakan
orang-orang Hindia, Cina dan Belanda. Organisasi itu didirikan oleh R.M
Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Jajadiningrat. Semula
organisasi itu bergerak di bidang sosial dan kebudayaan sebagai ajang
bertukar pikiran tentang situasi tanah air. Organisasi itu juga menerbitkan
majalah yang diberi nama Hindia Putera. Banyaknya pemuda-pemuda pelajar
di tanah Hindia yang dibuang ke Belanda, semakin menggiatkan aktivitas
perkumpulan itu. Dalam perkembangan selanjutnya perkumpulan itu
mengutamakan masalah-masalah politik. Jiwa kebangsaan yang semakin kuat
diantara mahasiswa Hindia di Belanda mendorong mereka untuk mengganti
nama Indische Vereninging menjadi Indonesische Vereeniging (1922).
Selanjutnya perkumpulan itu berganti nama Indonesische Vereeniging
(1925), dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, JB. Sitanala, Moh.Hatta,
Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo. 
Nama perhimpunannya diganti lagi menjadi “Perhimpunan Indonesia” (PI). Nama
majalah terbitan mereka juga berganti nama Indonesia Merdeka. Dengan
perubahan itu maka terjadi pula perubahan dasar pemikiran dan orientasi
pergerakan mereka. Gerakan mereka menjadi radikal dan dengan tegas
menginginkan Indonesia merdeka. Untuk mempertegas dasar perjuangannya,
pada tahun 1925 PI mengeluarkan anggaran dasarnya sebagai berikut.
PI akan berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan untuk Indonesia yang
hanya bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia.
Kemerdekaan penuh bagi Indonesia akan dicapai dengan aksi bersama dan
serentak  oleh rakyat Indonesia.
Untuk itu sangat diperlukan persatuan nasional yang murni di antara seluruh
rakyat Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda yang telah merusak
kehidupan bangsa Indonesia.
Sejak itu tindakannya meningkat, di samping bersifat nasional-demokratis juga
menjadi anti kolonial. Untuk itu dasar perjuangannya disebarluaskan dan
dipropagandakan yakni mengadakan hubungan dengan pergerakan nasional yang
ada di Indoensia, baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu juga
mengadakan hubungan dengan organisasi internasional. Itulah sebabnya PI juga
bekerja sama dengan perhimpunan-perhimpunan dan tokoh-tokoh pemuda serta
mahasiswa yang berasal dari negara-negara jajahan Asia-Afrika yang
mempunyai cita-cita yang sama dengan Indonesia. Untuk mendapatkan
perhatian dunia
Tokoh-tokoh dalam
perhimpunan Indonesia

1. R.Panji sasrokartono
R.M.P. Sosrokartono[1] atau Raden Mas Panji Sosrokartono (lahir di
Pelemkerep, Mayong, Jepara, 10 April 1877 – meninggal di Bandung,
Indonesia, 8 Februari 1952 pada umur 74 tahun). Sebagai putra dari
R.M. Ario Sosrodiningrat, RMP Sosrokartono adalah kakak kandung
R.A. Kartini, yang memberi inspirasi R.A. Kartini untuk menjadi tokoh
emansipasi wanita.
Semenjak kecil telah menunjukkan kepandaiannya, setelah tamat dari
Europesche Lagere School di Jepara, Sosrokartono meneruskan
pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Selanjutnya pada tahun 1898,
Sosrokartono meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda dengan masuk
di Sekolah Teknik Tinggi Leiden. Namun demikian, karena merasa tidak
cocok, ia pun pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur
sehingga lulus dengan menggenggam gelar Doctorandus in de
Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden. Beliau merupakan
mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri
Belanda, yang pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia
lainnya. 
2. Husein Jayadiningrat

Prof. Dr. Husein Jayadiningrat (ejaan lama: Hoessein Djajadiningrat)


atau yang bernama asli Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat, (lahir di
Kramatwatu, Serang, 8 Desember 1886 – meninggal di Jakarta,
12 November 1960 pada umur 73 tahun). Lahir dari pasangan R. Bagus
Jayawinata (R. Bagoes Djajawinata), wedana yang kemudian menjadi
bupati Serang yang berpikiran maju, dan Ratu Salehah yang berasal
Cipete Serang. Husein merupakan penanggungjawab surat kabar bulanan
berbahasa Sunda Sekar Roekoen yang diterbitkan oleh
Perkoempoelan Sekar Roekoen[1].
Kakak Husein, Pangeran Ahmad Djajadiningrat, yang meneruskan jejak
ayahnya menjadi bupati di Serang dan Hasan yang menjadi tokoh
Sarekat Islam yang cukup berpengaruh di Jawa Barat pada masa awal
pergerakan nasional.[2]
Husein merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia.
Ketika masih remaja, ia dikenal sebagai pemuda yang pintar dan
berbakat, baik dalam ilmu agama, maupun ilmu barat. Melihat bakat dan
potensi yang dimiliki Husein, Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein
ke Universitas Kerajaan Leiden hingga meraih gelar doktor dengan
disertasinya yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah
Banten dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck
Hurgronje.[3]
Asas
Manifesto
Politik

Pada rapat umum bulan Januari 1923, Iwa


Kusumasumantri sebagai ketua baru memberi
penjelasan bahwa organisasi yang sudah dibenahi ini
mempunyai tiga asas pokok yang disebut juga Manifesto
Politik, yaitu :

a. Indonesia ingin menentukan nasib sendiri,

b. agar dapat menentukan nasib sendiri, bangsa


Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan
kemampuan sendiri, dan

c. dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia


harus bersatu.
Tujuan pehipunan indonesia
(indische vereeninging)

Tujuan dibentuknya Indische Vereeniging adalah untuk memajukan


kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia.

Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij seperti Cipto Mangunkusumo


dan Suwardi Suryaningrat, sangat mempengaruhi perkembangan
Indische Vereeniging.

Masuk konsep “Hindia Bebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara


Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.

Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol setelah ada seruan


Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang kebebasan dalam
menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of
Self Determination).

Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki media


komunikasi yang berupa majalah Hindia Poetra.
Pencapaian

Anda mungkin juga menyukai