Anda di halaman 1dari 8

HUKUM SYARA’

(BAGIAN 5)

KAIDAH-KAIDAH HUKUM SYARA’


KAIDAH-KAIDAH HUKUM SYARA’

Kaidah I:
“Al-Ashlu fii al-asyyaa’ al-ibaahah, maa lam yari ad-daliili at-tahriimi”
Artinya: “Hukum asal suatu benda adalah mubah (boleh), selagi tidak
ada dalil yang mengharamkannya.”

Kaidah II:
”Al-Ashlu fii al-af’al at-taqayyudu bi al-ahkami al-syar’iyah.”
Artinya: “Hukum asal perbuatan terikat dengan hukum syara’.”

Kaidah III:
“Anna al-khair maa arodhallah wa anna as-syaar maa askhothohu.”
Artinya: “Sesuatu yang baik adalah yang diridhai Allah dan yang buruk
adalah yang dibenci-Nya.”

Kaidah IV:
“Anna hasanu maa hasannahu asy-syari’ wa anna al-qabiih maa qobiihu”
Artinya: “Sesuatu yang terpuji adalah yang terpuji menurut syara’ dan yang
tercelah adalah yang tercela menurut syara’.”
Kaidah V:
“Maa laa yatimmu al-waajib illa bihi fahuwa wajib.”
Artinya: “Tidak sempurna suatu kewajiban tanpa adanya sesuatu maka
sesuatu itu wajib pula adanya.
Contoh:
- Tidak sah shalat tanpa wudhu, maka berwudhu jika hendak shalat wajib
hukumnya.
- Tidak bisa shalat tanpa adanya pakaian yang bersih, maka adanya pakaian
tersebut wajib hukumnya.
- Tidak sempurna pelaksanaan syariat Islam tanpa ada negara yang
menerapkannya, maka adanya negara tersebut wajib hukumnya.

Kaidah VI:
“Al-Waajibu laa yutroku illaa li waajibin”
Artinya: “Sesuatu yang wajib tidak bisa ditinggalkan kecuali oleh yang
wajib pula.”

Contoh:
- Membayar zakat tidak gugur oleh alasan-alasan tertentu, kecuali oleh
kewajiban seperti adanya kewajiban membayar hutang.
- Acara pengajian, tidak bisa ditinggalkan kecuali ada kewajiban lain yang
sama-sama harus dikerjakan namun jauh lebih mendesak, misalnya harus
menunaikan aqad ijaroh (pekerjaan) yang tidak bisa ditinggalkan.
Kaidah VII:
“Al-maisur laa yasquthu bi al-ma’suur”.
Artinya: “Sesuatu yang mudah tidak gugur dengan adanya sesuatu yang
sulit”.
Contoh:
- Sholat tetap wajib meskipun dalam penjara atau tidak ada air untuk
berwudhu’.
- Shalat tetap wajib meskipun hanya bisa membaca surat Al-fatihah.
- Memperjuangkan syariat Islam tetap wajib meskipun ditentang oleh
penguasa atau rezim yang dzalim.

Kaidah VIII:
“Maa laa yudroku kulluhu laa yutroku kulluhu.”
Artinya: “Apa-apa yang tidak dapat diambil seluruhnya jangan tinggalkan
seluruhnya.”
Contoh:
- Membayar hutang tidak bisa sekaligus maka jangan tidak dibayar sama
sekali.
- Shalat jama’ah tidak bisa ikut dari awal, maka jangan tidak ikut sama sekali
(tetap shalat meskipun sebagai masbuk/terlambat).
Kaidah IX:
“Al-waasiilatu ilal haroomi haroomun”
Artinya: “Perantara kepada yang haram adalah haram hukumnya.”
Contoh:
- Berolah raga, jika menjadi penyebab timbulnya keharaman (misalnya lupa
shalat, meninggalkan puasa, dll) maka hukumnya haram.

Kaidah X:
“Maa hurrima akhdzuhu hurrima ‘i’thoo-uhu.”
Artinya: “Sesuatu yang haram mengambilnya maka haram pula
memberikannya.”
Contoh:
- Membelikan seseorang minuman khamr adalah haram walaupun tidak ikut
meminumnya.
- Bersedekah dari hasil judi atau riba adalah haram.

Kaidah XI:
“Maa katsiruhu haroom, faqoliiluhu haroomun”.
Artinya: “Sesuatu yang banyaknya haram, sedikitnya juga haram”.
Contoh:
- Minuman keras, riba, daging babi, walaupun sedikit tetap haram.
Kaidah XII:
Idzaa ijtama’a al-halaal wal haroom ghuliba al-haroom”.
Artinya: “Ketika berkumpul yang halal dan yang haram, dimenangkan
yang haram.” (hukumnya jadi haram)
Contoh:
- Air bercampur air kencing, maka hukumnya ikut hukum air kencing,
yaitu haram.
- Air putih bercampur khamr, maka hukumnya menjadi hukum khamr.

Kaidah XIII:
Ar-Rukhosh laa tunaathu bil ma’aashiy”.
Artinya: “Keringanan tidak boleh dihubungkan dengan kemaksiatan”.
Contoh:
- Shalat dijama’ atau diqhasar bukan dalam perjalanan untuk maksiat.

Kaidah XIV:
Al-Ashlu fil mudhoori at-tahriimu.”
Artinya: “Hukum asal perkara-perkara yang membahayakan itu
adalah haram.”
Contoh:
- Olah raga yang berbahaya, hukum asalnya adalah haram.
Kaidah XV:
“Laa dhororo wa laa dhirooro”.
Artinya: “Jangan membahayakan diri dan jangan membahayakan orang
lain.”
Contoh:
- Mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi di jalan yang ramai.
- Merokok di majelis umum atau di ruang ber-AC.

Kaidah XVI:
“Ad-dhorooru laa yuzaalu bi ad-dhoroori”.
Artinya: “Bahaya tidak bisa dihilangkan dengan bahaya yang lain.”
Contoh:
- Mencegah kemaksiatan dengan membakar hotel atau tempat-tempat
maksiat.

Kaidah XVII:
“Idzaa ta’arodho mafsadataani ruu’iya a’dzohuma dhorooron bi
irtikaabi akhoffihima”
Artinya: “Jika berkumpul dua macam bahaya, maka dilaksanakan yang
bahayanya paling ringan diantara keduanya.”
Contoh:
- Pengguguran kandungan dengan alasan menyelamatkan si ibu.
Kaidah XVIII:
“Dar-ul mafaasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashaalih”
Artinya: “Menolak kerusakan harus didahulukan dari mengambil
kemashlahatan.”
Contoh:
- Mengisi ceramah di tempat acara-acara yang mengandung maksiat
seperti walimahan namun diiringi dengan pentas dangdut/orgenan, dll
harus ditolak daripada menyampaikan dakwah di tempat itu.

Anda mungkin juga menyukai