Anda di halaman 1dari 99

DASAR ILMU GIZI KESEHATAN MASYARAKAT

Gizi Daur
Kehidupan
Usia Sekolah, Remaja, Dewasa, dan Lansia
ANGGOTA KELOMPOK 5
KELAS A KELAS B
Resa Listiani (2010713017) Diffa Putra Surya (2010713031)
Endah Pravita Putri A.P. (2010713020) Adhela Maharani (2010713050)
Prasetio Hadi Pratama (2010713022) Dina Nurseptiani (2010713067)
Alya Diah Ullhaque (2010713024) Afif Wahyu Suhardi (2010713080)
Putri Aulia Rosmayani (2010713025) Natasha Putri Ayu Kayla (2010713110)

KELAS C KELAS D
Farah Namira Anjani (2010713049) Asy Syifa Anwari Zahra (2010713045)
Susthania Syifra Yohana (2010713085) Nabila Izzani (2010713047)
M. Sulthan Fadhil (2010713088) Synthia Celesta (2010713072)
Nadya Audina Fadilah (2010713109) Diva Anita Churiana S. (2010713123)
Ridho Fadhil Muhammad (2010713112) Safanny Putri (2010713135)
SUBPOKOK
01
PENGERTIAN
Anak Usia Sekolah, Remaja,
PEMBAHASA Dewasa, dan Lansia

N
02 TUMBUH KEMBANG
Anak Usia Sekolah, Remaja, Dewasa, dan
Lansia

03 KEBUTUHAN GIZI
Anak Usia Sekolah, Remaja, Dewasa, dan Lansia
SUBPOKOK
PEMBAHASA 04 MASALAH MAKAN
Anak Usia Sekolah, Remaja,
Dewasa, dan Lansia

05 MASALAH GIZI
Anak Usia Sekolah, Remaja, Dewasa, dan
Lansia

06 MITOS DAN TABU MAKANAN


Anak Usia Sekolah, Remaja, Dewasa, dan Lansia
01
Anak Usia
Sekolah
PENGERTIAN ANAK USIA SEKOLAH

Mendefinisi anak usia sekolah tergolong dari usia 7-15 tahun

Penggolongan anak sekolah di Indonesia di artikan 7-12 tahun

• Istiany dan Rusilanti (2013)


Masa anak sekolah merupakan masa dimana anak makin aktif menentukan makanan
yang disukai , biasa dikenal dengan konsumen aktif

• Hardinsyah dan Supariasa (2016)


Ciri khas yang dimiliiki, antara lain sering bermain di luar ruangan, menjalankan
kegiatan fisik lebih aktif, biasanya lebih berpeluang untuk terpajan agen penyakit serta
perilaku hidup yang belum sehat
TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH
• Pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, karena
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun
individu yang dapat diukur jumlah atau besarnya. Bukan hanya fisik yang
terlihat yang bertambah besar tetapi organ dalam tubuh juga seperti otak.
(Soetjiningsih dan Ranuh, 2015)

• Perkembangan terjemahan dari kata Development yang berarti perubahan


yang bersifat psikis yang berlangsung sepanjang manusia hidup untuk
menyempurnakan fungsi psikologis yang diwujudkan dalam kematangan
organ jasmani dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan yang
lebih matang, misalnya kecerdasan, sifat, dan tingkah laku. (Susantro, 2011)
TUMBUH KEMBANG ANAK USIA
SEKOLAH

Widanti (2017) Pertumbuhan dan perkembangan pada


anak merupakan semua perubahan yang terjadi secara
fisik, kognitif, emosi, dan psikososial.

Yusuf (2011) Anak usia sekolah merupakan anak usia 6-12


tahun yang sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca,
menulis, dan menghitung).
TUMBUH KEMBANG ANAK USIA
SEKOLAH
Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Aspek Perkembangan

Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah


Ciri-Ciri Anak Usia Sekolah
• Hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
• Suka memuji diri sendiri
• Menganggap tugas atau pekerjaan tidak penting
• Suka membandingkan dirinya dengan anak lain
• Suka meremehkan orang lain
• Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
• Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus
• Memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya
• Selalu ingin berbuat sesuatu
• Memiliki minat yang kuat terhadap suatu hal kecil
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
dan Perkembangan
Menurut Soetjiningsih (1995) dan Suryanah (1996)
• Faktor Genetik
• Faktor Lingkungan
1. Faktor Pranatal
2. Faktor Post-Natal :
 Lingkungan biologis : ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan
kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.
 Faktor fisik : cuaca/musim, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.
 Faktor psikososial : stimulasi, motivasi belajar, kelompok sebaya, kasih sayang dan
kualitas interaksi anak-orang tua.
 Faktor keluarga dan adat istiadat : pekerjaan, pendidikan, jumlah saudara, norma dan
agama.
Aspek Perkembangan
• Perkembangan Bahasa
• Perkembangan Fantasi
• Perkembangan Berfikir • Perkembangan Rasa Sosial
• Perkembangan Perasaan • Perkembangan Emosi
- Perasaan Intelek • Perkembangan Moral
- Perasaan Seksual • Perkembangan Motorik
- Perasaan Keindahan
• Perkembangan kognitif
- Perasaan Keagamaan

(Ajhuri, 2019)
Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
• Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain
• Membina sikap yang sehat (positif) terhadap diri sendiri
• Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral
• Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin
• Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis dan menghitung
• Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
• Mengembangkan sikap objektif baik positif dan negatif terhadap kelompok dan
masyarakat
• Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga menjadi diri
sendiri, mandiri dan bertanggung jawab.
Hurlock (1993)
Kebutuhan Gizi
PADA USIA ANAK SEKOLAH

Anak sekolah membutuhkan zat gizi setiap hari, yang


diperoleh dari berbagai macam makanan dan minuman
yang digunakan sebagai sumber energi, pertumbuhan,
mengganti sel-sel yang rusak, dan untuk menjaga
kesehatan. Pada dasarnya terdapat 6 macam zat gizi yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air
(BPOM RI, 2013).
Kecukupan zat gizi anak sekolah usia 10-12 tahun relatif
lebih besar daripada anak sekolah usia 7-9 tahun, karena
pertumbuhannya relatif cepat, terutama penambahan tinggi
badan. Selain usia, jenis kelamin juga mempengaruhi
kecukupan zat gizi. Adanya perbedaan pertumbuhan antar
jenis kelamin mulai usia 10 tahun sehingga kecukupan gizi
anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan (BPOM RI,
2013).
Pemerintah telah menetapkan kecukupan gizi tersebut
dalam bentuk angka kecukupan gizi (AKG)
Tabel 1: AKG Anak usia 7-9 tahun dan usia 10-12 tahun
LANJUTAN...

Sumber : (BPOM RI, 2013)

Tabel 1: AKG
Anak usia 7-9 tahun dan
usia 10-12 tahun
Kebutuhan gizi anak sekolah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:

• Usia
• Aktivitas fisik
• Sikap terhadap makanan
• Tidak suka makan-makanan yang bergizi

(Pritasari et al.,2017)
Masalah Makan Anak
Usia Sekolah

Tidak suka Terbiasa tidak Terbiasa mengonsumsi


mengonsumsi sarapan jajanan yang belum
makanan bergizi diketahui kandungannya

Terbiasa tidak Melewatkan waktu


menghabiskan makan
makanan
Masalah Gizi Anak Usia Sekolah

Kurang Energi Protein Anemia Defisiensi Infeksi


(KEP) Besi Cacingan
Hal ini terjadi ketika jumlah asupan Terjadi karena kadar zat besi Hal ini disebabkan dengan
gizi (protein dan energi) pada anak yang sedikit pada tubuh anak kebiasaan defekasi di saluran air
berada pada kategori kurang dari usia sekolah, yaitu kurang terbuka, tidak mencuci tangan
kebutuhan dalam jangka waktu yang dari 12 gr/dL. sebelum makan, bermain tanah
lama. yang tercemar.
Masalah Gizi Anak Usia Sekolah

Obesitas Kariers Gigi Wasting


Terjadi karena Disebabkan karena Terjadi karena asupan makanan
ketidakseimbangan antara energi mengonsumsi keripik, kentang, yang tidak mencukupi
yang masuk dengan energi yang permen, kue kering, minuman kebutuhan.
keluar. manis, dan lainnya.
Mitos dan Tabu Makanan
Anak Usia Sekolah

Makan apa saja Konsumsi buah Makan telur Anak laki-laki Gula membuat
asal kenyang saja jika tidak menyebabkan harus makan anak menjadi
suka sayuran bisul lebih banyak hiperaktif
daripada anak
perempuan
02
Usia
Remaja
PENGERTIAN REMAJA
Batasan usia remaja menurut WHO adalah usia 12 sampai 24 tahun

Batasan usia remaja menurut kemenkes


10 sampai 19 tahun dan belum menikah

Menurut Desmita (2011) masa remaja bercirikan peralihan


masa kanak-kanak ke dewasa dengan pembentukan emosional,
sosial dan pembentukan nilai serta etika perilaku
TUMBUH KEMBANG REMAJA
Menurut Risqo (2019) Batasan usia remaja dibagi menjadi 3 yaitu:

• Remaja awal (12-15 tahun) pada masa ini, remaja mengalami perubahan fisik yang
sangat pesat dan perkembangan intelektual yang cepat. Pada masa ini remaja sering
merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.
• Remaja pertengahan (15-18 tahun) Kepribadian remaja pada masa ini masih
kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran
akan kepribadian dan kehidupan dirinya sendiri.
• Remaja akhir (18-21 tahun) pada masa ini, remaja sudah stabil. Remaja sudah
mengenal dirinya sendiri dan mulai memahami arah hidupnya.
TUMBUH KEMBANG REMAJA

Ciri-ciri Anak Remaja

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Aspek Perkembangan

Tugas Perkembangan Remaja


Ciri-Ciri Remaja
• Mengalami perubahan fisik (pertumbuhan) paling pesat
• Memiliki energi yang berlimpah secara fisik dan psikis
• Memiliki fokus perhatian yang lebih terarah kepada teman sebaya dan secara berangsur
melepaskan diri dari keterikatan dengan keluarga
• Memiliki ketertarikan yang kuat dengan lawan jenis
• Memiliki keyakinan kebenaran tentang keagamaan
• Memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemandirian
• Berada pada periode transisi antara kehidupan masa kanak-kanak dan dewasa
• Percarian identitas diri
• Terjadi peningkatan emosional (masa storm and stress)
• Perubahan fisik dan kematangan seksual yang cepat
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
dan Perkembangan

• Keluarga
• Kematangan remaja
• Status Sosial-Ekonomi
• Pendidikan
Aspek Perkembangan

• Perkembangan Fisik - Motorik Remaja menurut Potter dkk


(2005) → Perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik seks sekunder

• Perkembangan Kognitif Remaja

 Perkembangan Sosial - Emosi Remaja


 Perkembangan Bahasa Remaja
 Perkembangan Moral Remaja
Tugas Perkembangan Remaja
(Menurut Hurlock)
• Mampu menerima keadaan fisiknya
• Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
• Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
• Mencapai kemandirian emosional
• Mencapai kemandirian ekonomi
• Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual
• Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
• Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial
• Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
• Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga
Kebutuhan Gizi
REMAJA

Remaja merupakan kelompok usia rentan gizi karena peningkatan


pertumbuhan fisik dan perkembangan yang pesat. Remaja membutuhkan
asupan zat gizi yang lebih besar dari pada masa anak-anak akan tetapi
remaja cenderung melakukan pola konsumsi yang salah, yaitu zat gizi yang
dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan. (Widnatusifah et al., 2020)
Pola konsumsi remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang
diperlukan oleh remaja untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Pola konsumsi yang buruk akan mempengaruhi asupan zat gizi yang
dikonsumsi remaja sehingga akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan yang tidak optimal, serta lebih rentan terhadap
penyakit-penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, kanker,
dan osteoporosis di masa dewasa (Widnatusifah et al., 2020).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBUTUHAN ZAT GIZI USIA REMAJA
SEPERTI:
• Aktivitas fisik
• Lingkungan
• Pengobatan
• D e p r e si d a n k on d i s i m e n t a l
• Penyakit
• S t r e ss
TABEL KEBUTUHAN GIZI REMAJA

Makanan yang dipilih dengan baik


setiap hari akan memberikan
semua zat gizi yang diperlukan
untuk fungsi normal tubuh,
sebaliknya makanan yang tidak
dipilih dengan baik akan member
dampak tubuh mengalami
kekurangan gizi esensial tertentu
(Pritasari et al., 2017).

Sumber : (Nurjanah, 2012)


KEBUTUHAN GIZI PADA USIA REMAJA

1. ENERGI
Energi untuk tubuh di ukur dengan kalori di perlukan untuk melakukan aktivitas
fisik sehari-hari. Remaja laki-laki memerlukan 2400 – 2800 Kkal/hari sementara
perempuan memerlukan energi sebesar 2000 – 2200 Kkal/hari. Angka tersebut
dianjurkan sebanyak 50 - 60% berasal dari karbohidrat kompleks yang diperoleh dari
bahan makanan seperti beras, terigu, umbi-umbian, jagung dan hasil olahnya
(Pritasari et al., 2017).

2. KARBOHIDRAT
Karbohidrat merupakan sumber energi utama untuk aktivitas tubuh sehingga
pemenuhannya dianjurkan sebesar 50 – 60% total kalori. Bahan makanan sumber
karbohidrat yang baik untuk dikonsumsi antara lain beras, umbi-umbian, jagung, dll
(Pritasari et al., 2017).
KEBUTUHAN GIZI PADA USIA
REMAJA
3. PROTEIN
Peranan protein yang utama adalah pembentukan sel-sel baru dan memelihara sel di
dalam tubuh (Rachmi et al., 2019). Kebutuhan protein bagi remaja masih cukup tinggi
karena proses pertumbuhan cepat sedang terjadi. Anjuran kebutuhan protein pada
kelompok remaja laki-laki adalah 66 – 72 g/hr, sedangkan untuk remaja perempuan 59 -
69 g/hr. Sumber protein utama adalah ikan, daging, ayam, tempe tahu, dan kacang-
kacangan (Pritasari et al., 2017).

4. LEMAK
Lemak merupakan sumber energi yang dapat di simpan di dalam tubuh sebagai
cadangan energi. Konsumsi lemak yang berlebihan pada usia remaja tidak di anjurkan
karena dapat meningkatkan kadar lemak dalam tubuh khususnya kadar kolesterol darah
yaitu 20- 25% dari kalori total, sumber : minyak, mentega (Pritasari et al., 2017).
KEBUTUHAN GIZI PADA USIA
REMAJA
5. MINERAL
Peranannya sangat penting dalam berbagai proses metabolisme di dalam tubuh.
Kebutuhan mineral usia Remaja :
• Kalsium : 1000 - 1200 mg/hr (pria), 1 000-1500mg/hr (wanita).
• Zat Besi : 13-19 mg/hr untuk laki-laki dan 26 mg/hr untuk perempuan.
• Na : 1200 -1500 mg/ org/ hr.
• Air : 6-8 gls/ org/ hr.
Masalah Makan Remaja
Anorexia Nervosa Bulimia
• (AN)
Gangguan pola makan di mana remaja Nervosa
• Perilaku memuntahkan makanan yang
membiarkan dirinya tetap lapar. dikonsumsi.
• Hal ini biasa terjadi pada wanita yang ingin • Masalah ini merupakan kelainan cara makan
menjaga penampilan fisiknya. atau kebiasaan makan berlebihan.
• Ditandai dengan takut akan kenaikan berat • Bulimia nervosa menyiksa diri sendiri di
badan sehingga ia menolak makan. mana mereka akan muntah, puasa,
• Merupakan penyakit kompleks yang menggunakan laksatif, enema, diuretik, obat
melibatkan psikologikal, sosiologikal, pencahar, dan olahraga berlebihan.
fisiologikal, dan peningkatan rasio enzim hari
ALT dan GGT.
Masalah Makan Remaja
Kebiasaan Makan yang Kegemaran Makan yang
Tidak Sehat Tidak Lazim
• Mengonsumsi makan di tempat makan umum, • Masalah ini ditandai dengan tidak
seperti cafe, junk food, fast food¸ dan lainnya. mengonsumsi semua makanan, melainkan
• Menu praktis, cepat saji, rasa yang enak, serta memiliki beberapa jenis makanan hingga
kombinasi yang unik, menjadi pilihan melakukan diet yang menyalahi aturan.
sebagian remaja. • Hal ini ditunjukkan dengan remaja vegetarian
yang hanya mengonsumsi telur susu, pepes,
sup, dan lainnya.
Masalah
Gizi OBESITAS ANEMIA KEKURANGAN
ENERGI KRONIS
Diakibatkan oleh pola
Remaja makan yang tidak teratur,
Diakibatkan oleh
kekurangan zat besi/ Dipengaruhi oleh masalah
aktivitas fisik yang anemia defisiensi besi,
kurang, kurang ekonomi yang tidak
Zat besi diperlukan untuk mencukupi dan aspek
mengonsumsi serat buah membentuk sel darah
dan sayur, serta psikososial dimana remaja
merah memperhatikan
menerapkan pola hidup
modern. penampilannya.
Mitos dan Tabu Makanan Usia
Remaja

Makan malam Minum tablet Minum soda saat Tidak boleh Kacang tanah
membuat darah membuat menstruasi minum air es dapat
remaja jadi darah tinggi menyebabkan saat menyebabkan
gemuk menstruasi menstruasi timbulnya
berhenti jerawat
03
Usia
Dewasa
Pengertian Dewasa
Dewasa atau adult berasal dari kata kerja adultus yang artinya telah
tumbuh dewasa dengan ukuran yang sempurna atau telah melalui
proses pertumbuhan dan telah menyelesaikannya.

Hurlock (2009) menyatakan bahwa dewasa berada di rentang usia 18


tahun sampai 40 tahun. Pada usia tersebut, individu dewasa akan
mengalami perubahan dan perkembangan lebih lanjut dan disertai
dengan kemampuan reproduktif yang berkurang (Trianawati, 2017).
FASE DEWASA
Fase dewasa ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Dewasa Awal (Early Adulthood) dengan tegat usia 19-29
2.Dewasa madya (Midlife) pada rentang usia 39-49 tahun dan
3. Dewasa Akhir (Later Adulthood) atau yang dikenal masa setengah
tua (50 tahun>)

Pendapat yang sama juga dijumpai dari Hurlock yang juga


membagi masa dewasa menjadi tiga bagian yaitu:
YoungAdult, Middle Adulthood dan Late Adulthood
(Papalia, 2013).
TUMBUH KEMBANG DEWASA
Tumbuh kembang dewasa berlangsung antara usia 40-60 tahun. Pada masa ini
individu melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan dan
harapan social. Kebanyakan individu telah mampu dalam menentukan masalah
mereka dengan cukup baik sehingga menjadi cukup stabil dan matang secara
emosinya.

Menurut California Longitudinal Study, masa dewasa saat berusia 34-50 tahun
adalah kelompok usia paling sehat, paling tenang, dan paling bisa mengontril diri
dan juga paling bertanggung jawab (Levinson & Peksin 2002).
Fase Tumbuh Kembang Dewasa
M e n u r u t A hj u n i , 2 0 19 Ta h a p p e k e m b a n g a n de w a sa t e r b a g i m e n j a d i 3 y a i t u :

1. Dewasa Dini 2. Dewasa Madya 3. Dewasa Ahir


(18-40 tahun) (35-40 tahun) > 40 tahun
CIRI-CIRI DEWASA
Menurut T. Sukaesih, 2017:

1.PERKEMBANGAN FISIK
Menurut Santrock masa dewasa merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa tua.
Penampilan fisiknya sudah matang sehingga siap untuk melakukan tugas orang dewasa. Pada masa
ini seluruh organ tubuh akan mencapai pundak pertumbuhan dan akan mengalami penurunan
secara perlahan sejalan dengan bertambahnya usia.

2. PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
Masa perkembangan dewasa ditandai dengan keinginan mengaktualisasi segala ide pemikiran yang
matang. Pada masa ini, seseorang memiliki rasa bersemangat yang tinggi untuk meraih tingkat
kehidupan ekonomi yang mapan. Karena itu, mereka akan berlomba untuk membuktikan
kemampuannya dengan segala upaya demi mencapai keberhasilan yang mereka inginkan.
CIRI-CIRI DEWASA
Menurut T. Sukaesih, 2017:
3.PERKEMBANGAN MOTORIK
Pada masa ini perkembangan motorik seseorang telah mencapai puncaknya. Kecepatan dalam
menanggapi suatu respon terdapat pada usia 20-25 tahun, dengan sejalan dengan bertambahnya
usia sedikit demi sedikit akan mengalami penurunan. Dengan memiliki kemampuan motorik
yang baik, orang dewasa dapat melaksanakan dengan baik kegiatan dan tugas
perkembangannya.

4.PERKEMBANGAN EMOSI
Perkembangan emosi pada kelompok dewasa dini sekitar (18-40 tahun) terutama pada
orang-orang yang baru memasuki fase ini, dimana mereka baru saja beranjak dari masa
remaja mereka, tentu saja perkembang emosi mereka pun masih terbawa dari fase remaja
mereka yang dikenal memiliki emosi yang tidak stabil. Namun ada juga yang mampu
menyesuaikan diri dengan cepat, sehingga pada fase awal dewasa dini mereka telah
mampu menguasai emosi mereka.
Kebutuhan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
Usia dewasa merupakan masa dimana seseorang telah berada dalam kondisi
yang stabil. Gizi yg dibutuhkan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan seperti
halnya pada usia remaja karena pada dewasa pertumbuhan fisik telah terhenti.
Usia dewasa merupakan rentang usia terpanjang dalam alur kehidupan
manusia. Usia ini dikenal sebagai usia produktif, yang ditandai dengan
pencapaian tingkat pendidikan, kesuksesan dalam berkarier, kemapanan hidup,
dan lain-lain. Usia dewasa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia 19 – 29
tahun yang disebut dewasa muda, 30 – 49 tahun dan > 50 tahun yang sering
dikenal dengan masa setengah tua.
Peranan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
Pada usia ini, zat gizi memiliki peranan penting dalam mencegah penyakit,
meningkatkan kualitas kesehatan secara menyeluruh, serta memperlambat
proses penuaan. Selain itu, gizi yang baik bagi usia dewasa juga diperlukan
untuk menghindari terjadinya berbagai penyakit degeneratif serta penyakit
infeksi. digunakan untuk pemeliharaan tubuh agar tetap sehat dan dapat
menjalankan aktifitas sehari-hari. Umumnya, kebutuhan gizi pada kelompok
usia ini sangat tergantung pada kondisi fisik dan aktifitas atau jenis
pekerjaan yang dilakukan. Individu yang superaktif, membutuhkan energi
lebih tinggi dibandingkan dengan individu biasa.
Kebutuhan Gizi
PADA USIA DEWASA
Kebutuhan energi seseorang mengalami penurunan
seiring bertambahnya usia. Kebutuhan energi
sebenarnya berkurang mengikuti penurunan
metabolisme basal mulai usia 25 tahun. Penurunan
BMR (basal metabolism rate) sekitar 2—3% per 10
tahun. . Tinggi rendahnya kebutuhan dipengaruhi oleh
jenis kelamin, aktivitas fisik, kondisi, dan berat badan
seseorang.
Adapun kebutuhan gizi usia
dewasa berdasarkan
kelompok usia dilihat pada
tabel di samping

Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2019


Adapun kebutuhan gizi usia
dewasa berdasarkan
kelompok jenis aktivitasnya
dilihat pada tabel di samping

Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2019


Kebutuhan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
1.KARBOHIDRAT
Karbohidrat mempunyai manfaat untuk menjaga keshatan tubuh, mempercepat waktu pemulihan
tubuh, menjaga kondisi tubuh agar tetap prima dalam melakukan aktivitas, sebagai perfoma serta
kapasitas ketahanan tubuh yang baik. Karbohidrat merupakan zat gizi makro yang meliputi gula,
pati, dan serat. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, konsumsi nutrisi yang baik
adalah memenuhi total kebutuhan energi (kalori) melalui konsumsi makro nutrisi dengan proporsi
60-70% melalui konsumsi karbohidrat, dan karbohidrat yang harus dipenuhi sebesar 5-7 kg per
berat badan. Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan adalah aktivitas fisik angka
kecukupan gizi energi untuk dewasa 2150-2250 kkal (untuk perempuan) dan untuk laki-laki
antara 2625-2725 kkal setiap hari. (DKGA, 2013).
Kebutuhan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
2.PROTEIN
Protein merupakan komponen struktur utama seluruh sel tubuh dan berfungsi sebagai enzim,
hormon, dan molekul-molekul penting lain. Protein dikenal sebagai zat gizi yang unik sebab ia
menyediakan, baik asam-asam amino esensial untuk membangun sel-sel tubuh maupun sumber
energi. Kebutuhan protein rata-rata pada usia dewasa adalah 56-62 gram per hari atau berkisar 11%
dari total masukan energi. Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil
penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 g/kg berat badan.
Kebutuhan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
3.LEMAK
Lemak merupakan zat gizi makro yang mencakup asam-asam lemak dan trigliserida. Lipid penting
bagi penyimpanan energi yang tinggi, meningkatkan kalori karbohidrat dan menyediakan bantalan
serta penyekatan.Lemak adalah zat gizi yang padat energi (9 kkal per gram) sehingga lemak penting
untuk menjaga keseimbangan energi dan berat badan. Konsumsi lemak pada usia dewasa adalah
sekitar 30 – 35% total kalori. Atau 60-75 g/hari pada perempuan dan 73-91 g/hari pada laki-laki
(AKG Tahun 2012).
Kebutuhan Zat Gizi Pada Usia
Dewasa
4.AIR
Air merupakan zat gizi dan unsur yang paling berlimpah dalam tubuh. Makin muda
seseorang, makin banyak kandungan air dalam tubuhnya. Janin mengandung air kira-kira 98
persen, tubuh bayi sekitar 75 persen, dan tubuh orang dewasa 50—65 persen. Lazimnya,
ketika kandungan lemak tubuh meningkat, kandungan air menurun. Pada umumnya, tubuh
laki-laki mengandung jumlah air lebih sedikit daripada perempuan sebab perempuan memiliki
proporsi lemak tubuh lebih besar.

5.VITAMIN
Kebutuhan beberapa vitamin meningkat antara lain yang berperan dalam
metabolisme karbohidrat menjadi energi seperti: vitamin A, vitamin B1, vitamin
B2, dan niacin. Untuk pertumbuhan tulang diperlukan vitamin D yang cukup,
vitamin A, dan C, E.
Kebutuhan Zat Gizi Pada
Usia Dewasa
6.MINERAL
Kalsium Lebih kurang dari 20% pertumbuhan tinggi badan dan sekitar 50% massa tulang
dewasa dicapai pada masa remaja, kalsium untuk orang dewasa adalah 1000-1100 mg
(DKGA,2012). Sumber kalsium yang paling baik adalah susu, sumber kalsium lainnya
adalah ikan, kacang, sayuran. Kecukupan kalsium pada orang dewasa adalah 1000-1100
mcg pada perempuan dan laki-laki (DKGA 2013).
Masalah Perilaku Dewasa yang
Berpengaruh pada Pola Makan
1. KEBIASAAN
MEROKOK
Individu yang merokok memiliki alasan bahwa merokok dapat
menurunkan kecemasan dan dapat diterima di lingkungan pertemanan.

2. MEMINUM ALKOHOL
Alkohol mengandung zat-zat berbahaya yang berpotensi merusak
tubuh, seperti pembuluh darah, penyempitan arteri, dan lainnya.
3. MENGONSUMSI
KAFEIN
Kafein memiliki sifat antagonis endogenous adenosin (pemicu produksi
hormon). Kafein jika dikonsumsi terlalu banyak akan menimbulkan
dampak negatif

4. MENGONSUMSI MAKANAN
SEMBARANGAN
Gaya hidup pada orang dewasa cenderung memilih hal yang praktis terutama
dalam makanan. Kesibukannya membuat mereka mementingkan makanan
yang cepat jadi dan enak, tanpa memedulikan kandungan zat gizinya
Masalah Gizi pada Individu Dewasa
1.OBESITAS
Karena kebiasaan gaya hidup sedentari yang sangat sedikit melakukan
aktivitas. Obesitas pada individu dewasa disebabkan oleh pemikiran
dimana makanan adalah hal yang harus dinikmati dan tidak boleh disia-
siakan sehingga makan dalam porsi berlebih.

2.HIPERTENSI
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis yang
berhubungan dengan diet. Selain itu, disebabkan oleh konsumsi kalori
yang berlebih, stress, peningkatan trigliserida plasma, dan olahraga yang
kurang.
3.DIABETES MELITUS
Disebabkan menurunnya sensitivitas insulin. Ketidakseimbangan
makanan yang dikonsumsi berpotensi munculnya penyakit diabetes
melitus. Selain itu, gaya hidup, seperti olahraga yang kurang, riwayat
keturunan, serta faktor lingkungan, memiliki pengaruh terhadap
munculnya penyakit tersebut

4.ANEMIA
Disebabkan oleh kekurangan zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C,
dan penyakit kronik. Pada usia dewasa, anemia rentan terjadi pada
perempuan usia subur atau usia reproduksi.
5.GIZI KURANG
Individu dewasa cenderung masih mengabaikan prinsip gizi seimbang
sehingga menyebabkan individu mengalami kekurangan gizi. Selain
itu, gangguan psikologis, diare kronis, TB, gangguan pencernaan
makanan menyebabkan penyebab gizi kurang. Gizi kurang berdampak
pada kemampuan fisik dan produktivitas kerja
Mitos dan Tabu Makanan Usia
Dewasa
Hal mitos dan tabu di Indonesia tidak terepas dari
kenyataan, bahwa Indonesia adalah salah satu negara
yang menganut sistem patriarki. Sistem ini berdampak
pada pola konsumsi masyarakat dalam ruang lingkup
keluarga. Mitos dan tabu makanan di usia dewasa akan
berfokus pada ruang lingkup keluarga. Contoh mitos
yang ada di Indonesia pada usia dewasa:
1.SUAMI HARUS MAKAN LEBIH
DAHULU
Saat makan bersama, biasanya yang lebih dahulu
mengambil nasi dan lauk pauk adalah suami. Jika
dipikirkan secara rasional, maka jatah lauk yang anak dan
istri dapatkan hanya sisa-sisa lauk. Ini dapat menjadi salah
satu faktor kekurangan gizi anak dan perempuan dewasa.
2.SUAMI HARUS MAKAN LEBIH BANYAK DARIPADA
ISTRI
Laki-laki dikonstruksikan harus kuat secara seksual dan perkasa,
sedangkan perempuan dikonstruksikan lemah lembut, keibuan, dan
vitalitasnya untuk memuaskan kebutuhan laki-laki. Ini mendorong
munculnya pembeda makanan berdasarkan gender yang berhubungan
dengan seksualitas (Intan, 2018).
Dadang Sukandar pada 2006 meneliti masyarakat Rokan
Hulu, Riau. Penelitian tersebut menunjukkan hasil
beberapa makanan yang dianggap tabu untuk dimakan
bagi kelompok usia dewasa. Bagi perempuan dewasa
terdapat 4 macam makanan yang tabu:
1.MENGONSUMSI BRUTU AYAM AKAN MENJADI SEORANG
PELUPA
Tidak terdapat hubungan kausalitas antara konsumsi brutu ayam
dengan ingatan seseorang. Brutu ayam bahkan termasuk sumber
protein serta mengandung zat besi dan kalsium.

2.MENGONSUMSI SAYAP AYAM AKAN DITOLAK


ORANG
Tidak terdapat hubungan antara sayap ayam dengan jodoh
seseorang. Seperti bagian ayam lainnya, sayap ayam pun
mengandung protein cukup tinggi
3.MENGONSUMSI TEBU MEMBUAT MENSTRUASI TIDAK
LANCAR
Sama seperti bagian ayam lainnya, tidak ada hubungan antara ujung
sayap ayam dengan pernikahan.

4.MENGONSUMSI UJUNG SAYAP AYAM AKAN


MENYEBABKAN
ANAK MENIKAH DENGAN ORANG JAUH
Konsumsi tebu tidak memiliki hubungan dengan ketidaklancaran
menstruasi. Konsumsi tebu justru dapat mengurangi rasa nyeri saat
menstruasi
04
Usia
Lansia
PENGERTIAN LANSIA
Lansia adalah kondisi di mana manusia sudah
menjadi tua atau menua dan melewati proses yang Lansia adalah seseorang yang sudah memasuki
panjang. Nugroho (2008) menyatakan bahwa tahap akhir dari fase rotasi kehidupan
keadaan di mana daya tahan tubuh individu sedangkan menurut Kholifah (2016), lansia
melemah atau menurun merupakan salah satu berarti menjadi tua berdasarkan dari proses
tanda lansia yang membuat lansia sukar alamiah yang berarti seseorang yang telah
menghadapi ransangan dari luar dan berpotensi melalui tahap kehidupan mulai dari anak,
dewasa hingga tua.
untuk meninggal (Sinta Unud, n.d.).
Menurut WHO (2018) Lanjut usia adalah seseorang yang
memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun. Kategori usia
lansia menurut WHO (2018) yaitu:
• Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
• Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
• Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
• Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90
tahun.
Tumbuh Kembang Lansia
Semakin meningkatnya usia maka kemampuan fisik semakin menurun. Seperti penurunan fungsi
indra, sekresi saliva berkurang yang menyebabkan sulit untuk menelan makanan, sekresi HCL
dalam lambung berkurang, sekresi empedu berkurang yang menyebabkan pencernaan lemak
menjadi lambat. Lansia mengalami kondisi penurunan psikologis. Seperti lansia mudah mengalami
depresi karena perasaan kehilangan dan kesepian, merasa sudah tidak lagi produktif seolah menjadi
individu yang sudah tidak berharga lagi.

Perubahan fisik pada masa ini terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20% yang
mengakibatkan sistem syaraf terganggu dan respon untuk beraksi lambat, dan kurang sensitif
terhadap sentuhan. Sistem pendengaran lansia juga mengalami penurunan akibat ketegangan
jiwa atau stress. Sistem pengelihatan mulai hilang terhadap respon cahaya dan adaptasi terhadap
kegelapan lambat. (Desmita 2009)
Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Ahjuri, 2019. Pada masa lansia
tejadi beberapa penurunan kemampuan, di antaranya yaitu:

1.KESEHATAN BADAN
Penyakit yang umum terjadi di masa lansia yaitu kekurangan gizi, di mana factor yang menyebabkan kurang
gizi yaitu pengaruh psikologi. Hilangnya selera makan lansia karena rasa takut dan depresi mental, tidak ingin
makan sendirian, dan jumlah makanan yang dikonsumsi sedikit sehingga lansia tidak memperoleh gizi cukup.

2.MENGENDURNYA KEMAMPUAN
SEKSUAL
Orang yang kehidupan perkawinannya bahagia dapat membuat hidupnya lebih sehat dan lebih lama
dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah atau mereka yang kehidupan seksualnya tidak aktif. Pada
masa ini kemampuan seksual mulai menghilang karena factor bertambahnya usia dan penurunan kemampuan
fisik dan gerak seseorang.
3.KECELAKAAN
Umumnya lansia mudah sekali terkena kecelakaan dibandingkan usia muda. Kecelakaan
yang tidak fatal dapat menyebabkan kematian bila terjadi pada lansia.

4.PERKEMBANGAN SENSORI
Penurunan kemampuan terjadi pada masa lansia. Penurunan tersebut seperti penurunan
kemampuan indera penglihatan, indera pendengaran, indera perasa, indera pencium, dan
indera peraba. Banyak lansia yang mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan
melambatnya adaptasi terhadap perubahan cahaya. Penurunan pada indera perasa dan
pembau seperti lansia lebih peka terhadap rasa pahit dan asam dibandingkan dengan rasa
manis dan asin.
5.PERKEMBANGAN MEMORI
Penurunan memori pada lansia dapat disebabkan
berbagai faktor, contohnya seperti penyakit kekacauan
otak atau kecemasan dan depresi. Untuk dapat
mempertahankan kemampuan memori lansia sangat
diperlukan dukungan lingkungan perangsang untuk
mengasah dan memelihara keterampilan kognitif
mereka untuk mengantisipasi terjadinya kepikunan.
Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya
banyak perubahan pada lansia yang meliputi:

1.PERUBAHAN FISIOLOGIS
Perubahan fisiologis pada lansia diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran,
penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan
tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.

2.PERUBAHAN KOGNITIF LANSIA


Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif (penurunan jumlah
sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif
maupun tidak mengalami gangguan kognitif.
3.PERUBAHAN PSIKOSOSIAL
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi kehidupan dan
kehilangan. Transisi hidup yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun
dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan
fungsional dan perubahan jaringan sosial.

4.PERUBAHAN FUNGSIONAL
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan fungsi yang
terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan
memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status fungsional lansia
merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL).
Kebutuhan Gizi Lansia
Proses pertumbuan dan perkembangan manusia berlangsung
sepanjang masa, sejak dari janin, bayi, balita, remaja, dewasa
hingga masa tua. Proses menua berlangsung secara alamiah,
terus menerus dan berkesinambungan. Pada akhirnya akan
menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia
pada jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Kebutuhan Gizi Lansia
Kebutuhan gizi lansia laki-laki berbeda dengan lansia perempuan.
Semakin bertambah usianya, kebutuhan gizi lansia semakin
berkurang. Oleh karena itu kebutuhan gizinya dikelompokkan
berdasarkan usia (50—64 dan 65 ke atas), dan jenis kelamin
(Kemenkes, 2017).

Kebutuhan zat gizi bagi lansia diperlukan dalam


meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga berat badan
lansia, mengurangi berbagai risiko penyakit baik degeneratif
maupun terkait dengan fungsi kognitif (daya ingat), serta
berperan dalam meningkatkan suasana hati dan kesehatan
mental pada lansia.
Tabel Daftar
Kecukupan Gizi Lansia
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2017 menjelaskan
bagaimana prinsip gizi seimbang pada lansia, yaitu:

• Batasi makanan berlemak dan manis serta tepung – tepungan.


• Batasi makanan yang meningkatkan kadar asam urat.
• Perbanyak asupan buah dan sayuran segar.
• Minum air putih yang cukup. Sebanyak 5 – 7 gelas/ha.
• Batasi asupan garam. Maksimal 4 g/hari (satu sendokk teh).
• Pilih tekstur makanan yang lembut dengan citarasa yang tidak
terlalu tajam .
Masalah makan yang terjadi pada
usia lansia meliputi:
1. Kesulitan Mengunyah
2. Kesulitan Menelan Makanan
3. Penurunan Indera Pengecap
4. Tidak Nafsu Makan
5. Masalah Pencernaan
Masalah Gizi Lansia
• Kegemukan
• Terlalu Kurus
• Anemia Gizi
• Hipertensi
• Dyslipidemia
• Sarkopenia
• Sembelit Lansia
• Penyakit Degeneratif
• Osteoporosis
Mitos dan Tabu Makanan
Pada Lansia

• Obesitas adalah hal wajar bagi lansia.


• Sayuran hijau merupakan penyebab kenaikan
darah.
• Komsumsi Minuman Isotonik dan berenergi
menguntungkan bagi penderita hipertensi.
• Penderita hipertensi tidak boleh mengonsumsi
masakan bersantan.
Referensi
• Adriani, M. & Wirjatmadi, B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada. Media Grup.
• Agustiana, D. (2020). Mitos dan Fakta Makanan Sehat yang Jarang Orang Tahu. Ajhuri, K. F. (2019).
• Amalia, L., Endro, O. P., & Damanik, M. R. M. (2012). PREFERENSI DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN
PADA ANAK. 7(2), 119–126.
• Amir, S., Sofiyya, I., Marda, N., Muhsin, S. W., Kurnia, A., Savitri, N., Husna, N., & Apriana, W. (2016). Kumpulan Esai Mitos Bayi
dan Anak. Jurnal Universitas Gadjah Mada, September.
• Amourisva, S. A. (n.d.). Kontradiksi Kebiasaan Jajan Pada Anak Usia Sekolah Dasar. 4, 143–146.
• Andranita, M. (2008). PERBEDAAN FKUS KARIR ANTARA PEKERJA DEWASA MUDA YANG PINDAH KERJA DAN TIDKA
PINDAH KERJA DI JAKARTA.
• Anshor, R., & Hidayah, N. (2020). Strategi Ketahanan Pangan Masa New Normal Covid-19” Fakta dan Budaya Ayam Kedu sebagai
Potensi Lokal dan Sumber Protein Hewani: Review. 4(1), 395–403.
• Asrinawaty, & Norfai. (2014). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI LANSIA DI POSYANDU
LANSIA KAKAKTUA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PELAMBUAN. An Nadaa, 1(1), 32–36.
• Awaliyah, N., & , Listyani Hidayati, M. K. (2018). Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Asupan Protein dengan Daya Ingat Sesaat
Siswa Sdn Totosari I Dan SDN Tunggulsari I di Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/65904
• Beck, M. 2009. Ilmu Gizi dan Diet. (terj.). Yayasan Essentia Medica: Yogyakarta.
• Bistara, D. N., & Kartini, Y. (2018). Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dengan Tekanan Darah Pada Dewasa Muda.
Jurnal Kesehatan Vokasional, 3(1), 23. https://doi.org/10.22146/jkesvo.34079
• BPOM RI. (2013). Pedoman Pangan Jajanan Anak Sekolah Untuk Pencapaian Gizi Seimbang. Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia, 1–23.
• Bruce. (2015). Konsep Anak Usia Sekolah. Journal of Chemical Information and Modeling, 64(9), 20.
• Candra, A. (2020). Hubungan Asupan Zat Gizi dan Indeks Antropometri dengan Tekanan Darah. JNH (Journal of Nutrition and
Health), 5(2), 85–101. https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jnh.5.2.2017.85-101
• Dainy, N. C., Kusharto, C. M., Madanijah, S., & Nasrun, M. W. S. (2016). Status Gizi Kaitannya dengan Dislipidemia pada
Pralansia dan Lansia. Jurnal Gizi Pangan, 11(2), 153–158.
• Damayanti, D.,& Pritasari ; Tri, N. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
• Damayanti, Didit dkk. 2017. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Kemenkes RI. GIZI-DALAM-DAUR-KEHIDUPAN-FINAL-
SC.pdf (kemkes.go.id), diakses pada 13 Maret 2021.
• Daulay, R. S. (2017). Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Agresif Anak Usia Sekolah di SD Siti Hajar Medan.
• Devi N. 2012. “Gizi Anak Sekolah”. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
• Diasmoro, O. (2016). HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DEWASA
AWAL BAGIAN PRODUKSI PT. GANGSAR TULUNGAGUNG.
• Dieny, F. F., Rahadiyanti, A., & Widyastuti, N. (2019). Modul Gizi dan Kesehatan Lansia (H. S. Wijayanti, O. Setiarso, & Z. M.
Latrobdiba (eds.)). K-Media.
• Ermona, N. D. N., & Wirjatmadi, B. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dan Asupan Gizi Dengan Status Gizi Lebih Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Sdn Ketabang 1 Kota Surabaya Tahun 2017 Relationship between Physical Activity , Nutrition Intake and
Overweight Status among Elementary School Student in SD. 97–105. https://doi.org/10.20473/amnt.v2.i1.2018.97-105
• Etanol, E., Waru, D., & Hibiscus, G. (2017). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Bacillus
cereus Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember.
• Evi, K., & Yanita, B. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Majority, 5(2), 27–31.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1073
• Fahmi, A. E. (2019). Mitos Mengenai Pantangan tentang Makan di Jawa.
• Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. (2015). Konsumsi Junk Food dan Pubertas Dini. 4(November), 117–120.
• Farhanah, F. (2018). EFEKTIVITAS EDUKASI MELALUI METODE BERCERITA TERHADAP PERILAKU PHBS
PENGGUNAAN JAMBAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN CAMPLONG KABUPATEN SAMPANG.
• Fatimah-Muis, S. & Puruhita, N. 2010. Gizi pada lansia. Dalam: Martono, H. & Pranaka, K. (eds). Buku ajar Boedhi-Darmojo:
Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut).
• Fernando, M. L. (2019). Gambaran Citra Tubuh pada Wanita Dewasa Awal yang Mengalami Obesitas. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan, 07(01), 101–118.
• Firdaus, A. M. Y. (2018). Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Penggunaan Napza di Sekolah Menengah Atas di Kota Semarang.
• Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2008). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja - Google Books.
• Harnany, A. S. (2006, August). Pengaruh Tabu Makanan, Tingkat Kecukupan Gizi, Konsumsi Tablet Besi, dan Teh Terhadap Kadar
Hemoglobin Pada Ibu Hamil di Kota Pekalongan. Thesis. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.
• Health, V. (2017). Makanan Sehat Bagu Usia Lanjut. Hechavarría, Rodney; López, G. (2020). Jajanan sehat. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
• Herlina (2013) ‘PERKEMBANGAN MASA REMAJA (Usia 11/12 – 18 tahun)’, Mengatasi Masalah Anak Dan Remaja, pp. 1–5. doi:
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2013.08.014.
• Hidayati, K. B., & Farid, M. (2016). Konsep Diri, Adversity Quotient dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Persona, Jurnal Psikologi
Indonesia, 5, 137–144.
• Hildayani, R., Sugianto, M., Tarigan, R., & Handayani, E. (2016). Psikologi Perkembangan Anak - Universitas Terbuka Repository.
• Holilurrohman, M. (2013). Perbedaan kenakalan remaja antara remaja yang tinggal dengan orang tua dan remaja yang tidak tinggal
dengan orang tua / kos pada siswa SMA Negeri 2 Malang.
• https://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/pdfs/9241591269_op_handout.pd
• Huda, N., Febriyanti, E., & Laura, D. De. (2018). Edukasi Berbasis Nutrisi dan Budaya pada Penderita Luka Kronis. Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia, 4(1), 1. https://doi.org/10.17509/jpki.v4i1.12307
• IDAI, Satgas Remaja. 2013. Nutrisi Pada Remaja, https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/nutrisi-pada-remaja Intan, T.
(2018). Fenomena Tabu Makanan Pada Perempuan Indonesia Feminis. Palastren, 11(2), 233–258.
• Iswidayati, S. (2007). Fungsi Mitos dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Pendukungnya. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan
Pemikiran Sen
• Jayati, L. D., Madanijah, S., & Khomsan, A. (2014). Pola Konsumsi Pangan, Kebiasaan Makan, Dan Densitas Gizi Pada Masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar Jawa Barat. Penelitian Gizi Makanan, 37(1), 33–42.
• Kemandirian, P., & Ibu, P. (2015). Perbedaan Kemandirian Remaja Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu. FamilyEdu, 1(2), 99–120.
• Kemenkes RI. 2011. Pedoman pelayanan gizi usia lanjut. Jakarta: Kemenkes RI.
• Kemenkes, RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Pedoman gizi seimbang.
• Kemenkes. (2018). Bagaimana Cara Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh)?.
http://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/bagaimana-cara-menghitung-imt-indeks-massa-tubuh. [Diakses pada 1 April 2021].
• Kemenkes. (2018). Klasifikasi Obsitas Setelah Pengukuran IMT. http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/klasifikasi-
obesitas-setelah-pengukuran-imt. [Diakses pada 1 April 2021].
• Kemenkes.RI. 2018. Kenali masalah gizi yang ancam remaja indeonesia. https://www.kemkes.go.id/article/view/18051600005/kenali-
masalah-gizi-yang-ancam-remaja-indonesia.html#:~:text=Remaja%20yang%20kurus%20atau%20kurang,yang%20berdampak
%20buruk%20di%20kesehatan.
• Kemenkes.RI. 2019. Gangguan makan
• Kemenkes.RI. 2021. Eating Disorder (Gangguan Makan)
• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kemenkes RI.
• Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman pelayanan gizi lanjut usia. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia, 4–12.
• Kementerian Kesehatan RI. Angka Kecukupan Gizi 2013. Kementerian Kesehatan, 2013, 2–4.
• Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan anak. (2015). Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Perlindungan
Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), I(15), 66–72.
• Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Gizi Seimbang. Pedoman Gizi Seimbang, 1–99.
• Krisnani, H., Santoso, M. B., & Putri, D. (2018). Gangguan Makan Anorexia Nervosa Dan Bulimia Nervosa Pada Remaja. Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3), 399. https://doi.org/10.24198/jppm.v4i3.18618
• Kumala Dewi, B. (2020). 5 Mitos soal Makanan yang Mengganggu Kesehatan Anak. Kompas.Com.
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/08/06/224825920/5-mitos-soal-makanan-yang-mengganggu-kesehatan-anak?page=all
• Kurniawan, M. Y., Briawan, D., & Caraka, R. E. (2015). Persepsi tubuh dan gangguan makan pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
11(3), 105. https://doi.org/10.22146/ijcn.19287
• Laela, F. N. (2015). Bimbingan Konseling Keluarga Dan Remaja. In uin sunan ampel presss anggota IKAPI.
• Laelatul, Dr Dewi. 2014. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Refika Aditama
• Larandang, R., Sudirman, & Yani, A. (2019). Gizi Lanjut Usia (LANSIA). https://doi.org/10.31227/osf.io/fc7vj
• Mafaza, R. L., Wirjatmadi, B., & Adriani, M. (2016). Analisis Hubungan antara Lingkar Perut, Asupan Lemak, dan Rasio Asupan Kalsium
Magnesium dengan Hipertensi. Media Gizi Indonesia, 11(2), 127–134.
• Maharani, T. R. I. D. (2011). PERILAKU MEROKOK PADA DOSEN PRIA FAKULTAS KEDOKTERAN.
• Maiti, & Bidinger. (1981). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
• Mawi, M. (2004). Indeks massa tubuh sebagai determinan penyakit jantung koroner pada orang dewasa berusia di atas 35 tahun. J
Kedokter Trisakti, 23(3), 87–92.
• Ministry of Health. 2003. Food and Nutrition Guidelines for Healthy Dult: A Background Paper.Wellington. Ministry of Health.
• Misnaniarti, M. (2017). Situation Analysis of Elderly People and Efforts To Improve Social Welfare in Indonesia. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 8(2), 67–73. https://doi.org/10.26553/jikm.2017.8.2.67-73
• Mitos dan Fakta Tentang Ikan. Flyer Mitos Fakta Ikan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
• Mutmainnah, Patimah, S., & Septiyanti. (2021). Hubungan kurang energi kronik (kek) dan wasting dengan kejadian anemia pada remaja
putri di kabupaten majene. Window of Public Health Journal, 1(5), 561–569.
• N. Rosyada. (2013). Tahap-Tahap Perkembangan. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
• Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian. Buletin
Psikologi, 25(2), 124–135. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.28992
• Ningtyas, Farida Wahyu, Sulistiyani, Leersia Yusi, and Ninna Rohmawati. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jember: UPT. Percetakan dan
Penerbitan Universitas Jember, 2020.
• Nova, A., & Sodik, M. A. (2018). Status Gizi Berpengaruh Terhadap Anemia Pada Remaja. Novia Akmaliyah, S. (n.d.). LAGIZI Health
and Nutrition Service . Retrieved May 1, 2021, from Fakta Tentang Seafood: www.lagizi.com
• Nugroho, M. R., & Sartika, R. A. D. (2018). Asupan Vitamin B12 Terhadap Anemia Megaloblastik Pada Vegetarian di Vihara Meitriya
Khirti Palembang. 4(82), 40–45.
• Nurjanah. (2012). Keadaan Pengetahuan Gizi Dan Pola Konsumsi Siswa Program Keahlian Kompetensi Jasa Boga Di Smk N 2 Godean.
FT Universitas Negeri Yogyakarta, 10.
• Nurjanna, S. A. (2019). IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGANLANSIA KE POSYANDU LANSIA DI RW
09 KOTALAMA MALANG.
• Nurlismi, Kusharto, C. M., & Dwiriani, C. M. (2017). Hubungan Status Gizi dan Kesehatan dengan Kualitas Hidup Lansia di Dua Lokasi
Berbeda. Jurnal MKMI, 13(4), 369–379.
• Oktavia Cintya Devi, I. (2019). GAMBARAN PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA LANSIA HIPERTENSI DI DUSUN
MODINAN DESA BANYURADEN WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2019.
• Oktaviani, J. (2018). BAB II Kosep perilaku Remaja. Universitas Muhammadiyah Semarang, 51(1), 51. Online, R. B. (2019, January
9). Mitos VS Fakta Kesehatan Remaja. Retrieved May 1, 2021, from Youtube.com:
• Pakar Gizi indonesia. 2016. Ilmu gizi teori & aplikasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
• Papalia. (2013). Definisi dewasa. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1–21.
• Par’i, H. M., Wiyono, S., & Harjatmo, T. P. (2017). Penilaian Status Gizi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
• Pardede, J. A. (2020). Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Sekolah. https://doi.org/10.31219/osf.io/p6vae
• Pertumbuhan dan Perkembangan menurut Ahli, Journal of chemical information and modeling
• Prabhakara, G. (2010). Health Statistics (Health Information System). In Short Textbook of Preventive and Social Medicine.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5.
• Prasetyaningrum, Y. I. (2014). Hipertensi Bukan Untuk Ditakuti (D. Ari & Y. Tetty (eds.)
• Prasetyo, T. J., & Khoiriani, I. N. (2020). Konsumsi Pangan dan Densitas Gizi Wanita Dewasa Usia 19-49 Tahun di Food Consumption
and Nutrient Density af Adults Women Aged 19-49 Years Old in Indonesian. Jurnal Dunia Gizi, 3(2), 105–113.
• Pritasari, Damayanti, D., & Lestari, N. T. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan (1st ed.). http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/GIZI-DALAM-DAUR-KEHIDUPAN-FINAL-SC.pdf
• Putri, A. F. (2018). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya. SCHOULID: Indonesian Journal of School
Counseling, 3(2), 35. https://doi.org/10.23916/08430011
• Putri, W. S. R., Nurwati, N., & S., M. B. (2016). PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERILAKU REMAJA. Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1). https://doi.org/10.24198/jppm.v3i1.13625
• Qamariyah, B., & Nindya, T. S. (2018). Hubungan Antara Asupan Energi, Zat Gizi Makro dan Total Energy Expenditure dengan Status
Gizi Anak Sekolah Dasar. Amerta Nutrition, 2(1), 59. https://doi.org/10.20473/amnt.v2i1.2018.59-65
• Rachmi, C. N., Wulandari, E., Kurniawan, H., Wiradnyani, L. A. A., Ridwan, R., & Akib, T. C. (2019). Buku Panduan Siswa AKSI
BERGIZI. Kemenkes RI, 1–188.
• Rahmawati, T., & Marfuah, D. (2016). Gambaran Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar the Descreption of Nutritional Status of Children
At Primary Shcool. Profesi, 14(1), 72–76.
• Ramli, M. A., & Jamaludin, M. A. (2016). Budaya Makanan Dan Pemakanan Halal Dalam Kalangan Masyarakat Melayu Menurut
Perspektif Islam. April.
• Rohmawati, N., Asdie, A. H., & Susetyowati, S. (2015). Tingkat kecemasan, asupan makan, dan status gizi pada lansia di Kota
Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 12(2), 62. https://doi.org/10.22146/ijcn.23022
• Saniawan, I.M. 2009. Status gizi pada lanjut usia pada Banjar Paang Tebel di Desa Peguyangan Kaja Wilayah Kerja Puskesmas III
Denpasar Utara. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2 (1), 45-9.
• Saputro, K. Z. (2018) ‘Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja’, Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 17(1), p. 25.
doi: 10.14421/aplikasia.v17i1.1362.
• Sari, N. K. and Pramono, A. (2014) ‘Status Gizi, Penyakit Kronis, dan Konsumsi Obat Terhadap Kualitas Hidup Dimensi Kesehatan Fisik
Lansia’, Journal of Nutrition College. https://rsudmangusada.badungkab.go.id/promosi/read/65/masalah-makan-pada-anak, diakses pada 6
April 2021 pukul 8.36
• Seputar, M., & Badan, B. (2013). Mitos Seputar Berat Badan. 1–4.
• Shabah, Z. M., & Dhanny, D. R. (2021). Persepsi Tubuh dan Bulimia Nervosa pada Remaja Putri. Muhammadiyah Journal of Nutrition and
Food Science (MJNF), 1(2), 60. https://doi.org/10.24853/mjnf.1.2.60-69
• Sihadi. (2004). Makanan jajanan bagi anak sekolah. Jurnal Kedokteran Yarsi, 12(2), 091–095. http://www.yarsi.ac.id
• Sihotang, M., & Elon, Y. (2020). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Orang Dewasa. Chmk Nursing Scientific Journal,
4(April), 199–204.
• Sitoayu, L., Pertiwi, D. A., & Mulyani, E. Y. (2017). Kecukupan Zat Gizi Makro, Status Gizi, Stres, dan Siklus Menstruasi pada remaja.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 13(3), 121. https://doi.org/10.22146/ijcn.17867
• Soeroso, S. (2016) ‘Masalah Kesehatan Remaja’, Sari Pediatri, 3(3), p. 189. doi: 10.14238/sp3.3.2001.189-97.
• Soetjiningsih, Christiana Hari. Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir.
• Sofiatum, T. (2017). Gambaran Status Gizi, Asupan Zat Gizi Makro, Aktivitas Fisik, Pengetahuan dan Praktik Gizi Seimbang Pada
Remaja di Pulau Barrang Lompo Makassar.
• Songgigilan, A. M. G., Rumengan, I., & Kundre, R. (2019). Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Pengetahuan Dengan Kadar Asam Urat
Dalam Darah Pada Penderita Gout Artritis Di Puskesmas Ranotana Weru. E-Journal Keperawatan, 7(1), 1–8.
• Sudjatmoko. (2011). Masalah Makan pada Anak. Journal of Medicine, 10(1), 36–41.
• Sukaesih, T. (2017) ‘Pengertian dewasa’, IAIN Raden Intan Lampung, pp. 1–28.
• Taradipa, P. T., Margawati, A., Purwanti, R., & Candra, A. (2020). Perbedaan Asupan Energi, Zat Gizi Makro, Aktivitas Fisik, dan Status
Gizi Sekolah Dasar. Journal of Nutrition College, 9(4), 247–257.
• Tomatala, S., Kinasih, A., Kurniasari, M. D., & De Fretes, F. (2019). Hubungan antara aktivitas fisik dengan kekambuhan ISPA pada
anak usia sekolah di kecamatan bringin kabupaten semarang. Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 6(1), 537.
• World Health Organization. Nutrition for Health and Development: A Global Agenda for Combating Malnutrition. Geneva: WHO. 2000.

Anda mungkin juga menyukai