Anda di halaman 1dari 26

Hukum Acara Peradilan Pajak

Hukum Acara Peradilan Pajak


Latar Belakang

Ingin
Perbedaan
Reformasi Self efisiensi?
pemahama Pemeriksaa Sengketa
Perpajakan Assessment Gunakan
n antara WP n Pajak
(1983) System Kuasa
VS Fiskus
Hukum
Sistem Perpajakan di Indonesia

Definisi Menurut Hukum


Menurut Para Ahli
Pajak Formal

Prof. Dr. Rochmat Pasal 1 Ayat 2 UU


Soemitro, S.H. No. 36/2007

Prof. Dr. P. J. A. Pasal 1 Ayat 2 UU


Adriani No. 12/2002

Dr. Soeparman Pasal 1 Ayat 10 UU


Soemahamidjaja No. 28/2009
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
Prof. Dr. Rochmat
dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi),
Soemitro, S.H.
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat


dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
Prof. Dr. P. J. A. Adriani tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang,


yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-
Dr. Soeparman norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-
barang dan jasa-jasa kolektip dalam mencapai
kesejahteraan umum.
• Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan
Pasal 1 Ayat 2 UU No. yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
36/2007 secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

• Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut


Pasal 1 Ayat 2 UU No. oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea masuk dan
12/2002 tentang Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Pengadilan Pajak Daerah, berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak,
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
Pasal 1 Ayat 10 UU No. terutang oleh orang pribadi atau badan yang
28/2009 tentang Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
Daerah dan Retribusi dengan tidak mendapatkan imbalan secara
Daerah langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat
Ciri-Ciri Pajak

Berdasarkan Undang-
Kontribusi, Prestasi, Iuran
Undang serta aturan
yang dibayarkan kepada
pelaksanaannya dapat
penguasa/Negara
dipaksakan.

Digunakan untuk
Tanpa jasa timbal
membiayai rumah tangga
(kontraprestasi) dari
Negara, yaitu
Negara yang secara
pengeluaran umum yang
langsung dapat
bermanfaat bagi
ditunjukkan.
masyarakat luas.
Fungsi Pajak
Fungsi Pajak Reguler (Mengatur)
Sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah. Misal: dimasukkannya pajak dalam APBN
sebagai penerimaan dalam negeri.

Fungsi Pajak Budgeter (Anggaran)


Sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi. Misal: pajak yang tinggi dikenakan
kepada minuman keras, dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
Asas Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
Kesamaan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang
(Equality) diterima. Adil berarti bahwa setiap WP menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan
manfaatnya.

Kepastian Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena


itu, WP harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
(Certainty)
terutang, kapan harus dibayar serta batas waktu pembayaran.
)

Kapan WP harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat


Kemudahan yang tidak menyulitkan WP. Sebagai contoh pada saat WP
(Convenience) memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You
Earn.

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan


Kesamaan kewajiban pajak bagi WP diharapkan seminimum mungkin, demikian
(Equality) pula beban yang dipikul WP.
Pembagian Hukum Pajak
Hukum Pajak Materiil Hukum Pajak Formal
• Keadaan perbuatan; • Tata cara penetapan utang pajak;
• Peristiwa hukum yang dikenakan • Hak-hak fiskus untuk mengawasi WP
pajak (objek pajak); mengenai keadaan, perbuatan dan
• Siapa yang dikenakan pajak (subjek peristiwa yang dapat menimbulkan
pajak); utang pajak.
• Berapa besar pajak yang dikenakan; • Contoh: UU KUP.
• Segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak;
• Hubungan hukum antara pemerintah
dan WP;
• Kenaikan, denda, dan hukuman;
• Cara-cara pembebasan dan
pengembalian pajak, serta
• Ketentuan pemberian hak tagihan
utama kepada fiskus.
• Contoh: UU PPh.
Jenis dan Pembagian Pajak
Menurut Menurut Menurut
Golongan Sifat Pemungut

Pajak Pajak Pajak


langsung subjektif pusat

Pajak tidak Pajak Pajak


langsung objektif daerah
Sistem Pemungutan Pajak
Official Assessment Self Assessment Withholding
System System Assessment System
• Sistem ini memberi • Sistem ini memberi • Sistem ini memberi
wewenang kepada wewenang, wewenang kepada
pemerintah (fiskus) kepercayaan dan pihak ketiga untuk
untuk menentukan tanggung jawab memotong atau
besarnya pajak kepada WP untuk memungut
yang terutang. menghitung, besarnya pajak
memperhitungkan, yang terutang oleh
membayar dan WP.
melaporkan sendiri
besarnya pajak
yang harus dibayar.
Tarif Pajak
Tarif Tarif Tarif
Proporsional Tarif Tetap
Progresif Degresif
Persentase Persentase
Tarif berupa Tarif berupa tarif yang tarif yang
persentase jumlah yang digunakan digunakan
yang tetap tetap semakin semakin kecil
besar bila bila jumlah
Contoh: Contoh: jumlah yang yang dikenai
penyerahan besarnya tarif dikenai pajak pajak
BKP dalam Bea Meterai
semakin semakin
daerah untuk cek
dan bilyet besar besar.
pabean
dikenakan giro dengan Contoh: tarif
PPN sebesar nilai nominal
PPh Pasal 17
10% berapapun
adalah bagi WP OP
Rp6.000. Dalam Negeri
Perpajakan bagi WP OP dan WP
Badan
Objek pajak atas penghasilan
yang diterima orang pribadi
WP OP
adalah penghasilan yang
terkait dengan pekerjaan.

Objek pajak atas penghasilan


yang diterima WP Badan
adalah penghasilan dari
aktivitas perusahaan
WP Badan

WP Badan memiliki kewajiban


untuk melakukan
pemotongan/pemungutan
pajak atas penghasilan yang
diterima lawan transaksi.
SEJARAH PERADILAN PAJAK
DI INDONESIA
• INSTITUSI PERTIMBANGAN PAJAK (IPP)
Untuk membatasi sengketa serta memberikan wadah serta solusi bagi
para wajib pajak yang tidak menerima atau menolak ketetapan pajak
yang diterbitkan eksekutif dibentuk Institusi Pertimbangan Pajak (IPP)
didirikan pada tahun 1915 melalui Staatsblad 1915 Nomor 707 dan
berkedudukan di Batavia. IPP hanya didirikan di ibukota negara yaitu
Batavia. Tujuan dari institusi ini adalah untuk memberikan sarana atau
wadah atau jembatan bagi wajib pajak dalam mempertahankan hak-hak
dan mendapatkan perlindungan di Pengadilan bidang pajak dan fiskus
mempertahankan penegakan kepatuhan pajak.
MAJELIS PERTIMBANGAN PAJAK (MPP)
Demi terciptanya proses peradilan yang independen dalam menyelesaikan
sengketa perpajakan, maka pada tahun 1927 di adakanlah penyempurnaan
ordonansi sehingga lahirlah Ordonnantietot Regeling van het Beroep in
Belastingzaken, Staatsblad. Nomor 29 Tahun 1927 dengan nama Raad van
Beroep Voor Belastingzaken atau biasa disebut Raad van Beroep. MPP adalah
sebuah badan peradilan administrasi bidang perpajakan. Ordonansi mengenai
pendirian MPP diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1959 (L.N No. 13
Tahun1959) khususnya pasal 4 di mana kata Gouverneur der Provincie West
Java diganti dengan Ketua Mahkamah Agung.
MAJELIS PERTIMBANGAN PAJAK (MPP)… (Lanjutan)
MPP diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus permohonan banding
atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. Penyelesaian sengketa pajak ini
meliputi selain pajak-pajak negara (pemerintah pusat), juga pajak-pajak daerah.
Struktur organisasi MPP, telah memenuhi sebagai suatu organisasi, yaitu dengan
dibantu oleh Sekretariat yang mengepalai kesekretariatan dan kegiatan
administrasi yuridis dan umum, seperti diatur dalam Keputusan Presiden Nomor
20Tahun 1986. Dengan adanya majelis tersebut, banyak sengketa pajakyang telah
dapat diselesaikan, sehingga kebenaran, keadilan danpengakan hukum di bidan
perpajakan mulai dirasakan oleh masyarakat, khususnya para pelaku bisnis.
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK (BPSP)

Melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2997, dibentuk suatu badan semacam


peradilan yakni Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Badan ini
mempunyai kewenangan yang lebih luas selain memeriksa dan memutus
masalah sengketa pajak, juga pabean dan cukai dan dimaksudkan
menggantikan kedudukan Majelis Pertimbangan Pajak. Meskipun bukan
berbentuk Pengadilan. Tetapi forum pemeriksaan dan pemutus sengketa,
terdiri atas Ketua dan anggota (berjumlah tiga orang), bertindak sebagai
hakim. Putusannya berbentuk putusan Ketua BPSP. Dengan adanya
perluasan peradilan termaksud. Anggota-anggota BPSP selain berasal dari
pajak, para ahli perpajakan (konsultan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat),
pengusaha, juga ahli-ahli di bidang kepabeanan dan cukai.
Masalah sengketa pajak mempunyai corak, sifat, dan karakteristik sendiri
dapat diserahkan kepada suatu peradilan khusus. Sedangkan sengketa atas
keputusan dalam lingkup administrasi negara yang lain tetap diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada akhirnya pada tahun 2002
dibentuk dan berlakukan Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak
PENGADILAN PAJAK (PP)

Berdasarkan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak


Melalui BPSO masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan
ketidakadilan,
dan penyelesaian sengketa pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan
proses yang cepat, murah dan sederhana, maka dibentuklah Pengadilan Pajak
berdasarkan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2002.
Definisi Pengadilan Pajak merujuk dalam Pasal 2Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, hakim
anggota,
Sekretaris dan Panitera. Pimpinan Pengadilan pajak terdiri seorang Ketua dan paling
banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua. Pengadilan pajak berkedudukan di ibukota Negara
dan Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya (Apabila dipandang
perlu dapat dilakukan di tempat lain yang ditetapkan oleh Ketua).
PENGERTIAN
• Definisi peradilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
mengenai perkara pengadilan.
• Peradilan administrasi pajak adalah upaya hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
rangka mencari keadilan terhadap surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh:
1. Direktur Jenderal Pajak, untuk pajak-pajak pusat, antara lain:

SKPKB Pemotongan
SKPLB
atau
SKPKB SKP pemungitan
T N
oleh pihak
2. Kepala Daerah, untuk pajak-pajak daerah, antaraketiga
lain:
SKPDK SKPDLB Surat Pemotongan
B Surat atau
Ketetapan pemungutan
SKPN oleh pihak ketiga
SKPDKB Pajak
T Daerah
(SKPD)
PERADILAN ADMINISTRASI
PAJAK DIBAGI MENJADI DUA
1. Peradilan Administrasi Tidak Murni
• Disebut tidak murni karena dalam peradilan ini hanya melibatkan dua pihak, yaitu pihak
Wajib Pajak dan fiskus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen.
• Fiskus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan
dalam persilisihan pajak yang bersangkutan.
• Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam pengajuan keberatan yang
diatur dalam Pasal 25 dan 26 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali
dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Wajib Pajak mengajukan keberatan (doleansi) karena adanya perselisihan mengenai besarnya
jumlah utang pajak, oleh karena itu, ada dua hal yang harus diperhatikan:
• a. Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputusan
• b. Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (Dirjen Pajak, Kakanwil Pajak) yang
disebut sebagai hakim doleansi
2. Peradilan Administrasi Murni
• Peradilan administrasi murni adalah peradilan yang melibatkan tiga pihak, yaitu Wajib
Pajak,
Fiskus, dan Hakim yang mengadili.
• Wajib pajak dan Fiskus adalah pihak yang bersengketa, sedangkan Hakim atau
Majelis Hakim adalah pihak yang akan memutuskan sengketa tersebut.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN

• Pengadilan Pajak yang dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak
ini mengundang banyak perhatian.
• Ahli hukum menilai keberadaan pengadilan pajak bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman karena tidak termasuk dalam empat peradilan Indonesia, yakni
pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan militer dan pengadilan tata usaha negara
(PTUN).
• Bahkan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 24 ayat (2) amandemen ketiga yang berbunyi
"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi "
• Sedangkan di pihak lain, pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 menyatakan, Pengadilan Pajak adalah
badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung
pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.
KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM PERADILAN
Pasca Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan
sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Di samping itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU- 11/2004,
dalam pertimbangan Pokok Perkara dinyatakan bahwa adanya ketentuan yang menyatakan bahwa
pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, bahwa pihak-pihak
yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung, dan bahwa di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diadakan
pengkhususan yang diatur dengan undang- undang telah cukup menjadi dasar yang menegaskan
Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.
KEDUDUKAN
PENGADILAN PAJAK
DALAM SISTEM
PERADILAN
Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa
putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan
pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha
negara.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai