Anda di halaman 1dari 24

Materialitas, Risiko dan Strategi Audit

Awal
KELOMPOK 4
NAMA KELOMPOK

1. Faris Purwanto 190902101037 6. Atika Permata Sari 190903101059

2. Avika Fitri Dewi 190903101039 7. Puput Cahya 190903101064

3. Willy Sugeng W. 190903101044 8. Resa Gadis Lilina 190903101073

4. Masrudi Hardinata 190903101046 9. Moh.Verdaus 190903101078

5. Athariq Sidqi Putra 190903101050 10. Cherry Adelia 190903101085


1. Materialitas

Materialitas secara umum, yaitu sesuatu yang nyata dan terlihat. Jadi, dalam
istilah akuntansi Materialitas merupakan dasar penerapan auditing secara nyata,
terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu,
materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit
atas laporan keuangan. Risiko Audit dan Materialitas Adit dalam Pelaksanaan
Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan materialitas dalam

(1) Perencanaan audit, dan

(2) Penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai


dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
Pertimbangan Awal Tentang Materialitas
Pertimbangan materialitas mencakup 2 hal:

1. Kuantitatif (jumlah salah saji) belum ada pedoman

2. Kualitatif (penyebab salah saji)

Penerapan materialitas pada 2 tingkatan yaitu:


1.Tingkat LK ( Laporan Keuangan)
2. Tingkat saldo rekening
Tingkat Saldo Rekening
Sebagai contoh bagaimana auditor melakukan pengalokasian, misalkan total aktiva PT ABC
terdiri dari : Auditor menduga terdapat sedikit salah saji dalam kas dan
aktiva tetap dan sejumlah salah saji dalam piutang dagang
dan persediaan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu denga
klien, auditor memperkirakan bahwa kas dan aktiva tetap
hanya sedikit memakan biaya untuk pemeriksaannya
dibandingkan dengan rekening lainnya. Dengan asumsi
bahwa taksiran awal materialitas laporan keuangan adalah
1% dari total aktiva atau Rp100.000,00, maka auditor bisa
membuat dua rencana pengalokasian sebagai berikut
Dalam rencana A materialitas telah dialokasikan secara proporsional ke tiap rekening tanpa mempertimbangkan
salah saji yang diperkirakan ataupun biaya pemeriksaannya Dalam rencana B, pengalokasian materialitas lebih besar
diberikan pada piutang dan persediaan karena diperkirakan memiliki salah saji lebih besar dan biaya pendeteksiannya
juga besar. Oleh karena itu, jumlah bukti yang diperlukan untuk rekening-rekening ini juga lebih sedikit (bandingkan
dengan rencana A) karena terdapat hubungan terbalik antara materialitas saldorekening dengan bukti. Sebagai
akibatnya, auditor menetapkan proporsi lebih besar dari total salah saji yang diperkirakan pada rekening-rekening
tersebut yang biaya pendeteksian salah sajinya lebih mahal. Meskipun pengalokasian materialitas untuk kas dan aktiva
tetap yang lebih kecil menyebabkan bertambahnya jumlah bukti yang diperlukan untuk rekening-rekening tersebut
(bandingkan dengan rencana A), namun karena biaya pendeteksiannya rendah, maka secara keseluruhan tetap akan lebih
hemat.
Pengalokasian taksiran awal materialitas bisa direvisi sejalan dengan perkembangan pekerjaan lapangan. Sebagai
contoh, dalam rencana B, jika setelah dilakukan audit atas piutang, maksimum salah saji dalam rekening tersebut
diperkirakan Rp8.000,00, maka kelebihannya yang tidak terpakai sebesar Rp10.000,00 dari rekening tersebut dapat
direalokasi ke persediaan. Meskipun dalam contoh di atas pengalokasian materialitas laporan keuangan ke rekening-
rekening terkesan dilakukan dengan perhitungan yang pasti, namun dalam praktik analisis akhir dari proses ini sangat
tergantung pada pertimbangan subyektif si auditor.
Hubungan antara Materialitas dengan Bukti Audit

Semakin rendah tingkat materialitas semakin banyak bukti audit sebagai contoh,
memang benar kalau dikatakan bahwa semakin rendah tingkat materialitas, semakin
banyak jumlah bukti yang diperlukan (berhubungan terbalik). Hal ini sama saja
dengan mengatakan bahwa kita harus mengambil bukti lebih banyak untuk
mendapatkan keyakinan memadai bahwa setiap salah saji dalam saldo persediaan
tidak lebih dari Rp 100.000,00, dibandingkan dengan bila kita ingin mendapat
keyakinan bahwa salah sajinya tidak lebih dari Rp200 000,00. Selain itu, benar pula
untuk dikatakan bahwa semakin besar atau lebih signifikan saldo suatu rekening, akan
lebih banyak juga jumlah bukti yang diperlukan (berhubungan langsung). Hal ini
sama saja dengan mengatakan bahwa bukti untuk persediaan dibutuhkan lebih banyak
bila rekening tersebut memcerminkan 30% dari total aktiva, dibandingkan dengan jika
hanya 10%.
2. Risiko Audit

Risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak


memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material semakin besar keinginan
auditor menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yan
akan bisa ia terima jika diinginkan keyakinan 99%, maka risiko audit
yangdapat diterima adalah 1%
Komponen-komponen Risiko Audit
Risiko audit terdiri dari 3 komponen, yaitu:

1. Risiko Bawaan (Inherent risk)


2. Risiko Pengendalian (Control risk)
3. Risiko Deteksi (Redection Risk)

Model Risiko Audit: RA = RB x RP x RD

RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan/Melekat
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Hubungan Antar Komponen-Komponen Risiko

Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan untuk suatu asersi dengan tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin rendah risiko bawaa
dan risiko pengendalian yang diperhitungkan semakin tinggi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima. Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien
sedangkan risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor, seperti telah diterangka
di atas.

Oleh karena itu, auditor akan mengendalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko
deteksi sesuai dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan. Di
dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit, auditor bisa menyatakan setiap
komponen dalam bentuk kuantitatif (misalnya dalam bentuk persentase) atau nonkuantitatif
(sangat rendah, rendah moderat tinggi, dan sangat tinggi). Dalam hal ini, pemahaman tentang
hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting dalam menentukan tingkat
risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.
Hubungan antara Risiko Audit dengan
Bukti Audit
Seperti halnya materialitas, risiko merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertimbangan auditor tentang kecukupan buku. Untuk membuat generalisasi tentang hubungan
ini, kita harus berhati-hati dalam merumuskan istilah risiko yang akan dibuat generalisasinya.
Terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Artinya, untuk klien tertentu, semakin
rendah tingkat risiko audit yang ingin dicapai, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan.
Hubungan ini berlaku pula untuk risiko deteksi. Untuk asersi tertentu, semakin rendah tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima yang ditetapkan auditor, semakin banyak jumlah bukti yang
diperlukan untuk membatasi tingkat risiko deteksi pada tingkat tersebut. Sebaliknya, risiko
bawaan dan risiko pengendalian mempunyai hubungan langsung dengan jumlah bukti yang
diperlukan. Bukti yang diperlukan semakin sedikit apabila risikonya rendah karena dalam
situasi demikian risiko deteksinya dapat menjadi tinggi.
Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit dan Bukti
Audit
Terdapat hubungan terbalik antara materialitas dengan bukti audit dan
terdapat hubungan terbalik antara risiko audit dengan bukti audit, hubungan
antara ketiga konsep tersebut. Dalam hal ini kita akan mempertahankan agar
risiko audit tetap, dan apabila kita menurunkan tingkat materialitas, maka
bukti audit harus ditingkatkan agar lingkaran tetap bulat. Begitu pula apabila
kita menginginkan agar tingkat materialitas tetap, dan mengurangi bukti audit,
maka risiko audit harus dinaikkan agar lingkaran tetap bulat. Atau apabila kita
ingin mengurangi risiko audit, maka kita bisa melakukan salah satu dari
halhal berikut:
(1) meningkatkan tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap,
(2) menaikkan bukti audit. sementara tingkat materialitas tetap, atau
(3) melakukan sedikit kenaikan pada jumlah bukti audit dan pada tingkat
materialitas.
3. Strategi Audit Awal
Tujuan akhir perencanaan dan pelaksanaan audit adalah mengurangi risiko audit
yang dilakukan auditor pada tingkat rendah yang sesuai untuk mendukung suatu
pendapat apakah laporan keuangan disajikan secara wajar di dalam segala hal yang
material. Hal ini dicapai dengan mengumpulkan dan mengevaluasi buku yang
berhubungan dengan asersi-asersi dalam laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen Mengingat adanya saling hubungan antara bukti, materialitas, dan
komponen komponen risiko audit seperti telah diterangkan di atas, maka auditor bisa
memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit untuk masing-masing asersi atau
kelompok asersi. Pada pembahasan berikut, akan diterangkan tentang komponen
komponen strategi audit awal dan dua alternatif strategi, serta penerapannya pada
kelompok transaksi dan siklus-siklus
Strategi Audit Awal
Pendekatan Tingkat Risiko
Pendekatan Tingkat Risiko Pengendalian Pengendalian Ditetapkan Lebih
Ditetapkan Maksimum (Primarily Rendah (Lower Assessed Level of
Substantive Approach) Control Risk Approach) 
1. Tingkat risiko pengendalian yg 1. Tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan ditetapkan maksimum direncanakan ditetapkan
2. Pemahaman SPI minimum moderat/rendah 
Pengujian pengendalian sedikit (atau 2. Pemahaman SPI mendalam 
bahkan tidak ada) 3. Pengujian pengendalian ekstensif
3. Pengujian substantif ekstensif (risiko 4. Membatasi pengujian
deteksi rendah) substantif (risiko deteksi
moderat/rendah)
Komponen-komponen Strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk asersi-asersi, auditor


merumuskan empat komponen sebagai berikut:
1. Penetapan tingkat risiko pengendalian direncanakan
2. Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern yang harus dicapai.
3. Pengujian pengendalian yang akan dilakukan dalam penetapan risiko
pengendalian
4. Tingkat pengujian substantif direncanakan yang akan dilakukan untuk
mengurangi risiko audit pada tingkat rendah yang sesuai.
Hubungan antara Strategi dengan
Siklus Transaksi

Strategi audit awal tidak diterapkan pada keseluruhan audit,


tetapi hanya sebagai sebagai pendekatan alternatif untuk mengaudit
asersi secara individual.

Tetapi seringkali, strategi audit awal diterapkan pada


sekelompok asersi yang terpengaruh oleh oleh suatu kelompok
transaksi dalam suatu siklus transaksi
Studi Kasus
Konsep materialitas menjadi hal yang penting dalam setiap proses review Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hal tersebut untuk memberikan keyakinan terbatas
bahwa tidak ada perubahan atau modifikasi salah saji material yang dilakukan agar laporan
keuangan tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Studi kasus ini menjelaskan
terkait bagaimana konsep materialitas dalam perspektif auditor Inspektorat Sumenep. Hasil
studi kasus ini menunjukkan bahwa konsep materialitas dalam perspektif auditor Inspektorat
Sumenep cukup baik dilaksanakan. Pendekatan konsep materialitas tercermin dalam proses
pelaksanaan review LKPD yang terdiri dari pertimbangan awal tentang materialitas salah
sajilaporan keuangan, materialitas salah saji pada tingkat laporan keuangan, materialitas salah
saji pada tingkat saldo akun, dan alokasi materialitas pada tingkat saldo akun. Namun pada
pendekatan alokasi materialitas pada tingkat saldo akun dilakukan secara sederhana dengan
sistem pendekatan terhadap salah saji yang terdapat dilaporan keuangan karena terkait dengan
tugas dan fungsi Inspektorat sebagai APIP yang hanya melakukan review terbatas dan tidak
mengeluarkan opini.
a. Pertimbangan Awal Tentang Materialitas Salah Saji Laporan
Keuangan di Inspektorat Kabupaten Sumenep

1 Pertimbangan awal materialitas yang dilakukan yaitu dengan melihat konsistensi setiap akun yang ada
dilaporan keuangan, tentunya yang berhubungan dan berkaitan antara akun-akun tersebut. Jadi seberapa
besar pada akun tersebut akan berpenigaruh secara signifikan terhadap akun-akun yang lain.
2. Apabila terdapat salah saji dalam laporan keuangan, apabila salah saji tersebut mempengaruhi terhadap
akun bagan atau akun standarnya maka itu dikatakan sebagai materialitas pada tim review.
3. Dan human error, terdapat kesalahan dalam penyajian informasi akuntansi yang dilakukan oleh beberapa
organisasi perangkat daerah (OPD) sehingga ini juga merupakan pertimbangan awal menetapkan
materialitas yang dilakukan oleh review LKPD Inspektorat Sumenep.
4. Apabila terdapat salah saji material yang signifikan, harus diungkapkan secara utuh/komprehensif
didalam catatan atas laporan keuangan agar tidak menyesatkan bagi pembaca laporan keuangan
tersebut. Jika salah saji tersebut tidak bisa diperbaiki, tidak menjadi masalah karena laporan keuangan
tersebut harus dilaporkan ke BPK-RI dengan catatan CALKnya menyebutkan salah saji material yang
signifikan tersebut.
Dalam studi kasus ini dimana juga dibahas mengenai pertimbangan secara
kuantitatif dan kualitatif, dari hasil penelitian yang dilakukan pada objek penelitian
yaitu review LKPD Inspektorat Sumenep diketahui pertimbangan secara
kuantitatif dan kualitatif menurut review LKPD Inspektorat Sumenep, yaitu:

1. Pertimbangan awal materialitas secara kuantitatif, aspek kesalahan atau aspek


materialitas atas kesalahan penyajian informasi akuntansi berapapun jumlahnya
dimasukkan dalam temuan review LKPD Inspektorat dan diberikan 24
rekomendasi untuk dikembalikan, adapun hal lain yang menjadi pertimbangan
awal materialitas secara kuantatif adalah peraturan Bupati Kabupaten Sumenep
tentang kebijakan akuntansi.
2. Pertimbangan awal materialitas secara kualitatif, misalkan Rp150,00 secara
kuantitatif tidak material, lain halnya dengan secara kualitatif yang melihat
penyebab tersebut, biasanya dapat dilihat dalam bentuk sistem pengendalian intern
(SPI) jadi temuan tersebut menjadi material karena adanya kelemahan atas
mekanisme, prosedur, alur dalam proses pelaporan keuangannya.
b. Materialitas Salah Saji pada Tingkat Laporan
Keuangan
. 1. Auditor membuat materialitas pada saat perencanaan audit, dalam hal ini review
LKPD Inspektorat melakukannya bersamaan pada proses pelaksanaan review,
karena pada proses pelaksanaan review, review juga akan mengkroscek laporan
keuangan serta mengidentifikasi masalah yang ada dilaporan keuangan, jadi hal
tersebut dapat diketahui apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji
material yang berdampak signifikan secara individu atau secara gabungan.

2. Auditor melakukan pengevaluasian bukti audit, dalam hal ini review LKPD
Inspektorat melakukannya dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang diketahui
dari hasil temuan BPK pada tahun sebelumnya serta melakukan koordinasi dengan
penyusun laporan keuangan atau BPPKAD, koordinasi ini dilakukan untuk
menentukan unit akuntansi dan akun signifikan yang akan direview, dan juga
prosedur review yang akan digunakan berdasarkan pada penilaian resiko kesalahan
dalam mencatat transaksi keuangan dan kelemahan proses pelaporan keuangan.
C. Materialitas Salah Saji pada Tingkat Saldo Akun

Berdasarkan studi kasus di LKPD Inspektorat Sumenep dalam pemeriksaan akun-akun


laporan keuangan, yang menjadi konsen atau yang menjadi perhatian utama auditor
Inspektorat adalah neraca, karena apabila terjadi materialitas salah saji dineraca
pengaruhnya terhadap laporan keuangan lainnya, seperti LO, LRA, dan CALK. Jadi 25
apabila OPD telah merealisasikan anggarannya untuk kegiatan tertentu, nominal anggaran
tersebut disajikan dengan benar pada neraca, belum tentu pada laporan keuangan yang lain
seperti LO, LRA, dan CALK nya sesuai nominal anggarannya yang dicantumkan pada
laporan keuangan neraca, maka dari itu yang menyebabkan salah saji pada akun-akun
neraca biasanya diakibatkan karena proses penyajian informasi akuntansi yang salah yang
meliputi proses perhitungan, penjumlahan, pengurangan, dan lain sebagainya. Berdasarkan
persepsi review LKPD Inspektorat Sumenep pertimbangannya apabila salah saji saldo akun
tingkat materialitasnya tinggi maka laporan keuangannya tidak akan valid, jadi apabila
terjadi salah saji pada saldo akun tentu pengaruhnya pada laporan keuangan atau laporan
yang lainnya.
d. Alokasi Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Berdasarkan review LKPD Inspektorat Sumenep tidak ada biaya verifikasi


dalam melakukan alokasi materialitas dikarenakan terkait dengan tugas, fungsi,
dan kewenangan bidang akuntansi, review melakukannya secara sukarela. Jadi
apabila terjadi salah saji materialitas pada akun-akun tertentu, review Inspektorat
melakukan pemeriksaannya secara sukarela demi tercapainya tujuan dari lembaga
Inspektorat Sumenep sendiri. Dalam menentukan alokasi materialitas salah saji
pada tingkat laporan keuangan maupun tingkat saldo akun, review melakukannya
dengan baik dan sesuai dengan aturan / pedoman yang berlaku dalam pelaksanaan
review. Dan juga bisa diterima apabila auditor / pereview melaksanakan hal
tersebut tanpa dibayar karena kaitannya dengan tugas, fungsi, dan wewenang
dibidang akuntansi
e. Analisis Konsep Materialitas dalam Perspektif
Auditor Inspektorat Sumenep

Terdapat beberapa pendekatan yang dinilai sebagai suatu kewajiban dalam menentukan konsep
materialitas pada laporan keuangan yang dilakukan oleh tim review LKPD Inspektorat Sumenep .
Pendekatan tersebut nantinya akan menilai sejauh mana informasi dipandang material atau tidak
disajikan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi yang diambil oleh pengguna laporan
keuangan. Pendekatan yang dimaksud adalah proses pelaksanaan review yang mencakup penelaah atas
akun laporan realisasi anggaran (LRA), akun neraca, catatan atas laporan keuangan (CALK), dan proses
pelaporan keuangan pada unit akuntansi kuasa pengguna anggaran (UAKPA) dan unit akuntansi terkait
lainnya, serta penyusunan kertas kerja reviu (KKR) dan catatan hasil reviu (CHR).

Upaya meningkatkan laporan keuangan dengan menganalisis salah saji informasi akuntansi yang
ada pada tim review LKPD Inspektorat Sumenep telah menunjukkan bahwa pada tim review LKPD
Inspektorat Sumenep telah mengacu pada pendekatan konsep materialitas, meskipun dalam
pelaksanaannya tidak semua aspekaspek yang ada dalam pendekatan konsep materialitas mampu
terwujud. Hal tersebut karena adanya beberapa masalah yang terjadi seperti perbedaan pemahaman atau
versi mengenai materialitas yang pada dasarnya konsep materialitas dipraktekkan oleh auditor internal
perusahaan maupun pamerintah dalam hal ini (BPK-RI), jadi terjadi perbedaan persepsi mengenai
materialitas tersebut
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai