Alya Luthvia
Devy/30101607597
Judul : Respiratory muscle training in stroke patients with respiratory muscle weakness,
dysphagia, and dysarthria – a prospective randomized trial
Penulis : Mei-Yun Liaw, MDa, Chia-Hao Hsu, MDa, Chau-Peng Leong, MDa, Ching-Yi
Liao, STa, Lin-Yi Wang, MDa, Cheng-Hsien Lu, MDb, Meng-Chih Lin, MDc.
Penerbit : Wolters Kluwer Health, Inc.
Tahun terbit : 2020
ABSTRAK
Tujuan
Untuk meneliti keberhasilan gabungan pelatihan otot pernapasan inspirasi dan
ekspirasi (RMT) yang berhubungan dengan fungsi menelan, fungsi paru, kinerja
fungsional, dan disartria pada pasien dengan stroke
Design
Prospective, randomized controlled trial.
Tempat
Rumah sakit tersier
Peserta
21 subjek (12 laki-laki, 9 perempuan) berusia 35-80 tahun dengan 6 bulan riwayat stroke unilateral,
kelemahan otot pernapasan (≥70% tekanan inspirasi maksimal (MIP) dan/atau 70% tekanan ekspirasi
maksimal (MEP)), disfagia, atau disartria. Subyek ini secara acak masuk ke kelompok kontrol (n=10,
rehabilitasi) dan eksperimental (n= 11, rehabilitasi dengan RMT).
Intervensi
RMT inspirasi mulai dari 30%-60% dari MIP dan RMT ekspirasi mulai dari 15%-75% dari MEP
selama 5 hari/minggu untuk 6 minggu.
Pengukuran hasil :
MIP, MEP, pulmonary function, peak cough flow,perceptio of dyspnea, Fatigue Assessment Scale,
Modified Rankin Scale, Brunnstrom stage, Barthel index, Functional Oral Intake Scale (FOIS), dan
parameters of voice analysis.
Hasil :
Perbedaan signifikan dapat diamati antara kedua kelompok dalam hal MIP, forced vital capacity (FVC),
and forced expiratory volume per second (FEV1). Perbedaan signifikan berhubungan dengan perubahan
kelelahan, shimmer percent, amplitude perturbation quotient, andvoice turbulence index (VTI) menurut
analisis akustik pada kelompok RMT. Rasio FEV1/FVC berkorelasi negatif dengan persen jitter,
gangguan rata-rata relatif, hasil bagi gangguan nada, dan VTI; pertengahan ekspirasi maksimumfl ow
(MMEF) dan MMEF% juga berkorelasi negatif dengan jitter percent, relative average perturbation,
pitch perturbation quotient, and VTI; maximum mid-expiratory flow (MMEF) dan MMEF% juga
berkorelasi negatif dengan VTI,
Perbedaan signifikan di antara peserta dari kelompok yang sama diamati ketika membandingkan
Brunnstrom stage sebelum dan sesudah pelatihan anggota badan yang terkena dan skala Barthel dan
skor FOIS di kedua kelompok.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, 6 minggu gabungan RMT inspirasi dan ekspirasi layak sebagai terapi adjuvant
untuk pasien stroke untuk memperbaiki tingkat kelelahan, kekuatan otot pernapasan, volume paru-paru,
aliran pernafasan, dan disartria.
PENDAHUL
UAN
PENDAHULUAN
Pasien stroke sering mengalami kelemahan otot pernafasan, gangguan menelan,
penurunan aliran puncak ekspirasi, gangguan batuk, gangguan kardiorespirasi dan
disfungsi suara pada disartria.
8 minggu pelatihan otot inspirasi (IMT) meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
inspirasi pada pasien stroke kronis dengan >90% dari prediksi tekanan inspirasi maksimal
(MIP),
6 minggu IMT meningkatkan forced expiratory volume in the first second (FEV1),
forced vital capacity (FVC), vital capacity, force expiratory flow rate 25%-75% dan
maximal voluntary ventilation pada pasien dengan stroke unilateral selama 12 bulan
sebelumnya
Pelatihan otot ekspirasi (EMT) meningkatkan MIP dan peak expiratory flow rate pada
pasien stroke dan meningkatkan aerodinamis suara, MEP, dan kemampuan menelan pada
pasien stroke akut bersamaan dengan pengurangan residu vallekular dan aspirasi
penetrasi.
PENDAHULUAN
Messaggi-Sartor dkk : 3 minggu IMT pasien dengan 30% MIP dan pasien EMT dengan 30% MEP
meningkatkan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi dan mengurangi terjadinya komplikasi pernapasan
pada 6 bulan setelah onset stroke akut.
Guillen-Sola et al : 3 minggu latihan otot inspirasi/ekspirasi meningkatkan kekuatan otot inspirasi dan
ekspirasi dan fungsi menelan.
Namun keberhasilan dari kombinasi IMT dan EMT pada pasien stroke subakut (dalam 6 bulan) dengan
kelemahan otot pernapasan, gangguan menelan, dan disartria belum pernah dilaporkan.
EMT dapat memfasilitasi kontraksi otot submental mengangkat kompleks hyolaryngeal menarik
tulang hyoid ke arah anterior-superior balikkan epiglotis ke arah faring saat menelan.
Disartria dan disfagia memiliki patogenesis yang sama pada pasien stroke, terutama yang berhubungan
dengan fungsi laringofaring. Perubahan akustik dalam fonasi setelah menelan indikator risiko tinggi
dari aspirasi cairan. Selain itu, tekanan subglotal memulai dan mempertahankan getaran pita suara yang
memfasilitasi produksi suara.
PENDAHULUAN
Program suara multidimensi (MDVP) untuk analisis suara pada disartria yang
terkait dengan berbagai penyakit neurologis dengan tingkat keparahan yang
berbeda dan MDVP Model 5105 (KayPENTAX) handal dan canggih untuk
analisis dan akuisisi ucapan.
Resistensi berulang, tekanan, dan kekuatan yang dihasilkan oleh ambang RMT
meningkatkan kekuatan otot pernapasan, fungsi menelan, dan kualitas suara
melalui stimulasi sensorik dan aktivasi motorik orofaring dan otot pernapasan.
RMT juga dapat membantu dalam upregulasi refleks batuk.
METO
DE
2.1. Participants and setting
Studi prospektif, single-blinded, randomized controlled di rumah sakit tersier dari April
2016 hingga Oktober 2018 dengan 47 pasien stroke unilateral berusia antara 35-80
tahun dengan kelemahan otot pernapasan, gangguan menelan, atau disartria selama 6
bulan Pasien diskirining oleh dokter dan secara acak dibagi ke dalam kelompok
kontrol (rehabilitasi konvensional) dan eksperimental (rehabilitasi dengan RMT) oleh
asisten peneliti menggunakan algoritma generator angka acak.
• Enam belas subjek menolak berpartisipasi, tidak memenuhi kriteria inklusi mengenai
kelemahan otot inspirasi dan ekspirasi (≥ 70% prediksi MIP dan/atau ≤ prediksi MEP).
• Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, hipertensi yang tidak terkontrol, gagal
jantung dekompensasi, unstable angina, infark miokard, aritmia, pneumotoraks, fungsi
kognitif berat atau infeksi, stroke berulang, stroke batang otak, dan afasia termasuk
eksklusi
• Setiap pasien menjalani pemeriksaan fisik dan neurologis, dan penilaian karakteristik
klinis, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, durasi stroke, Modified Rankin
Scale (MRS), Brunnstrom stage, pegangan tangan dari ekstremitas atas yang tidak
terpengaruh, Barthel activity of daily living index, spirometri, peak cough flow, MIP,
MEP, detak jantung istirahat, persepsi dispnea menggunakan modified Borg scale,
saturasi oksihemoglobin, fatigue assessment scale (FAS), functional oral intake scale
(FOIS), dan kualitas suara.
• →Parameter ini dicatat sebelum dan sesudah RMT 6 minggu. Teknisi tidak mengetahui
alokasi kelompok.
2.2. Intervention
DT11 memiliki rentang tekanan 5-39 cmH2O selama inspirasi dan 4-33 cmH2O selama
ekspirasi.
DT14 memiliki kisaran tekanan 5-79cmH2O selama inspirasi dan 4- 82cmH2O selama
ekspirasi.
IMT :
1. Subjek diinstruksikan menutup rapat bibir mereka di sekitar breathing trainer dengan penjepit hidung
dalam posisi duduk
2. menghirup napas dalam-dalam dan kuat yang cukup untuk membuka katup dengan suara siulan
(karena pergerakan bola berwarna di dalam trainer).
3. menghembuskan napas perlahan dan lembut melalui corong.
4. Tekanan inspiratory training berkisar antara 30-60% dari setiap MIP individu untuk 6 set 5 kali
pengulangan.
EMT :
5. subjek diinstruksikan meniup cepat dan kuat yang dapat membuka katup setelah inhalasi maksimal.
Tekanan Expiration training dimulai dari 15%-75% dari beban ambang batas individu MEP untuk 5
set 5 kali pengulangan, 1 hingga 2 kali per hari, 5 hari seminggu selama 6 minggu, 1 sampai 2 menit
istirahat diperbolehkan diantara setiap set.
• Pasien dapat berhenti bila terasa tidak nyaman dan, pada kasus desaturasi,
beban ambang diturunkan.
1. Variabel hasil utama adalah: perubahan MIP (cmH2O) dan MEP (cmH2O). Untuk MIP
tekanan negatif menguntungkan dan untuk MEP tekanan positif menguntungkan.
2. Hasil sekunder variabel adalah parameter fungsional paru termasuk FVC (liter), FVC
(% prediksi), FEV1 (liter), FEV1 (% prediksi), FEV1/FVC (%), maximum mid-expiratory
flow (MMEF) (liter/s), MMEFpeak cough flow (liter/s), detak jantung istirahat, laju
pernapasan istirahat, FOIS (skala 7 poin), modified skala Borg (0,5-10), FAS (skor: 10-
50), kekuatan genggaman tangan yang tidak terpengaruh, indeks Barthel (0-100), MRS
(5: cacat berat sampai 0: tidak ada gejala), dan variabel analisis akustik.
3. Tes fungsi paru spirometer (Vitalograph, Serial Spirotrac, Buckingham, VA) sesuai standar
American Thoracic Society.
MIP diukur setelah ekspirasi maksimal mendekati volume residu. MEP diukur setelah inspirasi
maksimal mendekati kapasitas total paru saat pasien duduk dan memakai penjepit hidung dalam
posisi tegak.
5. Analisis kualitas suara Computerized Speech Lab (CSL), Model 4500 (Multi-Dimensional Voice).
Parameter analisis suara meliputi persen jitter (Jitt), rata-rata perturbasi relatif (RAP), dan pitch
perturbation quotient (PPQ) untuk gangguan frekuensi. Amplitudo ditentukan berdasarkan kilau dalam
desibel (ShdB),shimmerpercent(Shim),amplitudeperturbationquotient (APQ), and peak-to-peak
amplitude variation,
Parameter terkait kebisingan termasuk noise-to-harmonic ratio and voice turbulence index (VTI).
2.4. Sampel size calculation
Perubahan rata-rata yg signifikan dari baseline MEP hanya ditemukan pada kelompok RMT. temuan
ini menunjukkan bahwa RMT kombinasi 6 minggu dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan
pasien. Pengaruh RMT pada MIP ternyata lebih besar daripada yg diamati pada MEP.
EMT 5 minggu untuk pasien stroke iskemik meningkatkan kekuatan otot ekspirasi rata-rata sekitar 30 cmH2o
dan meningkatkan kekuatan batuk refleks tetapi tidak efektif untuk batuk volunter dan fungsi menelan.
EMT 4 minggu dengan menggunakan perangkat ambang batas pada pasien stroke aku secara
signifikan meningkat rata-rata MIP sebear 12 cmH2O, MEP sebesar 15 cmH2O, dan laju aliran
ekspirasi puncak (74L/menit).
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yg signifikan antara kelompok MEP dan
aliran batuk puncak.
Pada penelitian ini juga mengungkapkan tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dalam hal MRS,
kekuatan gengaman tandan dan FIOS, yang mungkin dikaitkan dengan heterogenitas karakteristik lesi
neurologis dan adanya beberapa komorbiditas termasuk gagal jantung,fibrilasi atrium, HT dan DM.
Sebagian besar lesi otak peserta penelitian terletak di daerah arteri serebral tengah, selain
itu beberapa peserta memiliki kardiomegali borderline dan penyakit jantung kongestif.
Keterbatasan penelitian
● Jumlah pasien yang di rekrut terlalu sedikit
● Membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk merekrut pasien
● Peserta yang tidak dapat menahan nafas atau melakukan tes
spirometri dikeluarkan dari penelitian.
● Penelitian ini dibatasi oleh tingkat drop out (33,3% pada RMT dan
31,3% pada kelompok kontrol )
● Efek jangka panjang dan pemeliharaan RMT tidak dievaluasi.
KESIMPULA
N
Secara keseluruhan, RMT secara signifikan meningkatkan
kekuatan otot pernapasan, FVC, FEV1, dan kelelahan pada
pasien stroke dengan kelemahan otot pernapasan. Selain itu,
perbaikan disfagia dan disartria pasca stroke juga
ditingkatkan melalui RMT. Dengan demikian, RMT
inspirasi dan ekspirasi gabungan 6 minggu layak sebagai
terapi tambahan pada pasien stroke.
TERIMAKA
SIH