wr.wb
Zink
KELOMPOK 6
Nama Anggota :
● Penilaian status IMT menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna IMT
sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Hasil uji t berpasangan
terhadap pengukuran rerata IMT pre test dan post test untuk kelompok teratur
mengkonsumsi suplemen zink dengan kelompok yang tidak teratur mengkonsumsi
suplemen zink masing-masing p=0,051 dan p=0,682. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang di lakukan pada pasien anak yang mengalami cystic fibrosis yang
menyimpulkan bahwa pemberian suplemen zink berdampak signifikan terhadap
peningkatan IMT..
Kesimpulan
2. Zinc lazim terdapat dalam otak, mengikat protein, sehingga memberikan kontribusi untuk
kedua struktur dan fungsi otak. Kekurangan zinc berat hewan telah dikaitkan dengan
malformasi structural otak seperti anencephaly, mikrosefali, dan hidrosefali, masalah
perilaku seperti penurunan aktivitas, deficit dalam memori jangka pendek dan spatiall
learning. Prevalensi gizi buruk pada balita di Indonesia menurut hasil pemantauan status gizi
buruk (PSG) 2015 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia, tahun 2015
sebanyak 4,7 % kemudian pada tahun 2016 angka gizi buruk turun menjadi 3,8 %, dan
kembali turun pada tahun 2017 menjadi besar 3,4 % (Riskesdas, 2018).
Metode
2.Stunting merupakan kondisi dimana anak balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang
dibandingkan dengan umur. Balita stunting merupakan salah satu masalah gizi yang ada di wilayah
kerja puskesmas kersana
3.Kersana adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Puskesmas Kersana
merupakan puskesmas dengan prevalensi stunting tertinggi di wilayah brebes oleh karena itu,
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Hubungan Status Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Tingkat asupan Zink Terhadap Kejadian
Stunting pada Anak Batita”(Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kersana Kabupaten Brebes).
Metode
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan Status BBLR, tingkat
kecukupan zink terhadap kejadian stunting pada anak batita di wilayah kerja
Puskesmas Kersana Kabupaten Brebes. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian observasional Besar sampel 52 anak batita stunting. Metode
desain penelitian dengan survey dan mengunakan pendekatan cross
sectional. Teknik sampling menggunakan total sampling diperoleh sebanyak
52 responden.Waktu pengumpulan data penelitian dilakukan dari bulan
Maret–April 2019 pembutan proposal, bulan April-Mei 2019 pengurusan
perijinan pengambilan data.Populasinya dalam penelitian ini adalah anak
batita stunting yang berada di wilayah kerja puskesmas Kersana Kabupaten
Brebes.
Hasil dan pembahasan
Hasil penelitian status BBLR, ditemukan
90,3% tidak BBLR dan 9,7% mengalami
status BBLR. Berat badan lahir pada
khususnya sangat terkait dengan kematian
janin, neonatal, dan post neonatal,
morbiditas bayi dan anak, pertumbuhan
dan pengembangan jangka panjang. BBLR
dapat disebabkan oleh jarak kehamilan
dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu,
bayi dengan berat lahir <2500 gram biasa
disebabkan karena bayi lahir secara
prematur
Hasil dan pembahasan
Stunting adalah postur tubuh pendek yang timbul karena malnutrisi kronis.1
Kategori stunting didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U)
atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3
SD sampai dengan < -2 SD. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010
diketahui prevalensi stunting pada balita di Indonesia mencapai 35,7%.
Stunting pada balita dapat merugikan perkembangan fisik, dan berpengaruh
terhadap tingkat kecerdasan yang rendah. Anak yang mengalami stunting
memiliki risiko 9 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ di bawah rata- rata
dibandingkan anak yang berstatus gizi normal. Salah satu faktor yang
berpengaruh secara langsung pada balita stunting adalah rendahnya asupan zat
gizi terutama energi, protein, iron, zinc, dan kalsium
Metode