Anda di halaman 1dari 15

Religious Legal System

Disusun oleh:
Daniel Ismanto E0018101
Pendahuluan
Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam Penutup
Pendahuluan
• Agama dan hukum memiliki tujuan yang sama dalam kehidupan manusia di dunia, yaitu sebagai pedoman dan
pengatur perilaku manusia agar terciptanya tatanan masyarakat yang teratur. Dalam setiap aktivitas yang dilakukan
oleh manusia, manusia selalu melakukan tindakan hukum. Keduanya (Hukum dan Agama) memiliki tujuan yang sama
yaitu agar dapat mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban, keselarasan, saling menghormati satu sama lain lain
tanpa ada penindasan, peperangan, pelicikan, standar ganda, dan penjajahan.

• Seperti namanya, Religious yang berarti religi/agama. hukum yang masuk kedalam keluarga hukum ini berasal dari
teks-teks suci tradisi keagamaan. Dalam banyak kasus hukum agama mencakup semua aspek kehidupan sebagai
bagian yang dari kewajiban bakti terhadap realitas filosofis yang transenden, dekat, atau mendalam, baik pribadi
maupun kosmologis yang dipercaya memiliki kekuatan dan martabat yang lebih tinggi dari manusia. Sistem hukum
ini mengatur hubungan antara manusia atas dasar ajaran agama. Hukum Agama terutama memberi pengaturan tentang
kewajiban-kewajiban orang sebagai manusia yang baik, berbudi luhur dalam hubungan dengan sesama manusia dan
sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan.

Hk. Yahudi
Hk. Kanon
Hk. Islam
Penutup
Pendahuluan
Religious Legal System sudah jarang dianut oleh suatu negara dan dijadikan sebagai sumber hukum utama, namun masih
ada beberapa hukum agama yang diakui eksistensinya dan dihormati. Hukum Yahudi yang masih dianut di beberapa
tempat di Israel dan Maroko, Hukum Kanonik yang dianut oleh penganut agama Katolik yang masih dapat ditemui
penggunaannya didalam institusi gereja, dan yang terakhir tentunya adalah Hukum Islam. Hukum Islam merupakan salah
satu hukum agama yang paling banyak penganutnya baik di semenanjung arab maupun di Asia, terutama di Indonesia
yang memiliki penduduk penganut agama islam terbesar di dunia.

Hk. Yahudi
Hk. Kanon
Hk. Islam
Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi

"Hukum Yahudi adalah sistem hukum orang-orang Yahudi seperti yang telah berkembang dari zaman Alkitab sampai
sekarang." Pengertian tersebut merangkum sejarah tekstual tertulis dan lisan yang kompleks dari sumber-sumber hukum
Yahudi. Kitab Hukum Taurat adalah istilah yang digunakan untuk sumber kebijaksanaan ilahi yang berkaitan dengan
semua ciptaan Tuhan, sehingga untuk bekerja menuju definisi yang berkaitan dengan ruang lingkup yang lebih sempit
dari penerapannya sebagai hukum, atau halakhah, dimulai dengan Taurat dalam arti yang lebih literal, yaitu, lima buku
pertama dari apa yang oleh tradisi barat Kristen disebut Pentateuch atau lima buku pertama yang kemudian menjadi
Alkitab.

Halakhah berkembang secara bertahap melalui berbagai mekanisme legal dan quasi-legal, termasuk putusan yudisial,
legislasi, dan hukum adat. Buku yang memuat pertanyaan kepada para rabbi (pemuka agama Yahudi), dan jawaban
mereka, disebut sebagai Responsa. Seiring waktu, seiring berkembangnya praktik, kode hukum Yahudi ditulis
berdasarkan literatur Talmud dan Responsa. Kode yang paling berpengaruh, Shulchan Aruch, memandu praktik
keagamaan sebagian besar orang Yahudi Ortodoks dan beberapa Konservatif. Untuk saat ini Hukum Yahudi banyak
digunakan untuk hukum privat seperti keluarga dan perkawinan di Israel dan Maroko.

Hk. Kanon
Hk. Islam
Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon
Hukum kanonikal Gereja Katolik Roma mulai berkembang seiring dengan hukum Romawi dan hukum adat di Eropa
setelah berakhirnya Kekaisaran Romawi dan mundurnya hukum Romawi kuno. Secara bertahap hukum kanon dan elemen
hukum Romawinya akan berevolusi menjadi badan hukum yang dapat menantang monarki yang muncul untuk
mengembangkan hukum nasional yang koheren atau tradisi kode hukum sipil dari hukum sekuler di sebagian besar Eropa
saat ini.

Hukum Kanonik berasal dari tulisan-tulisan gereja kuno, keputusan yang dibuat oleh dewan umum dan keputusan yang
dikeluarkan oleh Paus. Ide-ide ini diorganisir pada pertengahan abad ke-12 oleh seorang guru hukum Italia, Gratian. Ia
mengurutkan koleksinya ke dalam hukum agama, hukum pidana, hukum sakramental, dan kategori lainnya. Bersama
dengan serangkaian keputusan paus yang disebut Decretals of Gregory IX, karya Gratianus membentuk badan utama hukum
kanon selama hampir delapan ratus tahun. Pada tahun 1917, Paus Benediktus XV merekodifikasi (merevisi) hukum kanon.
Paus Yohanes Paulus II menerbitkan kembali Kitab Hukum Kanonik (Codex Juris Canonici) pada tahun 1983 mengizinkan
peningkatan partisipasi kaum awam di gereja, mengakui kebutuhan para penyandang cacat, dan membuat perubahan-
perubahan lain. Sebuah teks terkait, Kode Kanon Gereja-Gereja Timur (Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium),
diterbitkan kembali oleh Tahta Suci (pusat pemerintahan kepausan) pada tahun 1990.

BAB 1v
BAB v
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon
Pada Abad Pertengahan, hukum kanon digunakan di pengadilan gerejawi (gereja) untuk memutuskan banyak jenis kasus
yang di zaman modern diputuskan oleh pengadilan sipil, termasuk tindak pidana. Kejahatan yang diadili oleh gereja antara
lain Perzinahan, penistaan ​agama, fitnah, bid'ah (bertentangan dengan pandangan agama resmi), peminjaman uang, dan
perjudian. Prosedur pengadilan kriminal di pengadilan gereja abad pertengahan memiliki kemiripan dengan beberapa ciri
khas common law. Dalam pengadilan hukum kanon di masa lalu, sebuah pemeriksaan dilakukan oleh juri, yang terdiri dari
dua belas orang berhak memeriksa di bawah sumpah apakah ada pelanggaran. Jika tidak ada, maka hakim tidak memiliki
wewenang untuk melanjutkan. Setelah sudah terbukti adanya pelanggaran, langkah pengadilan berikutnya adalah
pembersihan kanonik, di mana orang yang dituduh bersumpah bahwa dia tidak bersalah. Pembuktian tidak bersalah
dilakukan dengan penyucian. Orang-orang yang keberatan dengan penyucian memiliki kesempatan untuk membuktikan
tuduhan bersalah mereka

Dalam prakteknya dewasa ini Hukum Kanonik hanya berlaku untuk lingkungan di dalam gereja, seperti hukum kanonik
berlaku untuk para Pastur, Uskup dan Paus. Satu-satunya negara yang masih menggunakan Hukum Kanonik sebagai salah
satu hukum yang berlaku untuk masyarakat adalah Negara Vatikan.

BAB 1v
BAB v
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

Di antara sistem-sistem hukum ini yang penting adalah sistem hukum yang berdasarkan Agama Islam, yang konsep dan
sumber hukumnya berasal dari ajaran Agama Islam. Untuk memahami Hukum Islam, seseorang harus paham terlebih
dahulu mengenai ajaran agama islam secara umum, karena hukum Islam merupakan bagian dari ajaran Islam, bukan
keseluruhannya. Secara umum, ada tiga aspek dasar dalam Islam, yakni aspek akidah (keyakinan islam), aspek syariat
(hukum Islam), dan aspek akhlak (moralitas Islam). Ketiga aspek ini merupakan satu kesatuan ajaran Islam yang tidak
bisa dilepaskan satu dengan lainnya.

Ada beberapa istilah yang terkait dengan kajian hukum Islam, yaitu :
1. Syariat
Secara etimologis (lughawi) kata syariat berasal dari kata berbahasa'Arab al-syarrah yang berarti 'jalan ke sumber air'
atau jalan yang harus diikuti; yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan.
Sering kali kata syariat disambungkan dengan Allah sehingga menjadi syariat Allah (syari'atuflah) yang berarti jalan
kebenaran yang lurus yang menjaga manusia dari penyimpangan dan penyelewengan, dan menjauhkan manusia dari jalan
yang mengarah pada keburukan dan ajakan-ajakan hawa nafsu.
Syariat mencakup pula etika, dasar-dasar hubungan kemasyarakatan, dan cita-cita tertinggi yang harus diusahakan untuk
dicapai serta jalan untuk mencapai cita-cita atau tujuan hidup itu.

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

2. Fikih
Ilmu fiqih adalah ilmu yang mempelajari atau memahami syariat dengan memusatkan perhatian pada perbuatan (hukum)
manusia mukallaf, yakni manusia yang menurut ketentuan Islam sudah baligh (dewasa). Secara ringkas fiqih adalah
dugaan kuat yang dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Fikih digali dan ditemukan
melalui penalaran-penalaran mujtahid.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, terdapat perbedaan pokok antara syariah dengan fiqih:
Syariat Fikih
Wahyu Allah dan Sunah Nabi Muhammad sebagai Rasul- Sebuah pemahaman manusia yang memenuhi syarat
Nya tentang syariat dan terdapat dalam kitab-kitab fiqih
Syariat bersifat fundamental serta memiliki cakupan ruang Fikih hanya bersifat instrumental, terbatas pada hukum
lingkup yang lebih luas yang mengatur perbuatan manusia
Ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya sehingga Merupakan karya manusia, maka sangat dimungkinkan
berlaku abadi mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman
Hanya ada 1 Berjumlah banyak
Konsep kesatuan dalam islam Keragaman pemikiran

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

3. Qanun
Kata qânûn (undang-undang) berarti kumpulan undang-undang atau hukum produk manusia yang dikemas untuk perkara
tertentu dan bidang-bidang tertentu, seperti undang-undang pidana dan lain-lain.

Ruang Lingkup Hukum Islam


Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan secara tegas antara wilayah hukum privat dan hukum public, Hal ini
karena dalam hukum privat Islam terdapat segi-segi hukum publik; demikian juga sebaliknya. Ruang lingkup hukum
Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah dan muamalah.
Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan muamalah dalam pengertian yang sangat luas
terkait dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks ini, muamalah mencakup beberapa bidang,
di antaranya: (a) munâkahat, (b) wirâtsah, (c) mu’âmalat, (d) jinâyat atau uqûbat, (e) al-ahkâm as-shulthâniyyah
(khilafah), (f) siyâr, dan (g) mukhâsamat.

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

Asas-Asas Hukum Islam


a. Asas Legalitas
Surat al-Isra’: 15
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan)
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus
seorang rasul”.
Ayat ini menjadi landasan hukum asas legalitas sebagai asas hukum pidana. Yang dimaksud dengan asas legalitas yaitu
asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran maupun hukuman sebelum terdapat peraturan yang mengatur
sebelumnya.

b. Asas Larangan Melimpahkan Kesalahan


Dalam surat al-Muddatssir : 38 dinyatakan bahwa setiap diri bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri ( ‫بــــ‬
‫كــل نـفــس ما‬
‫ كــسبترـهينة‬Kullu nafsin bimâ kasabat rahînah). Hal ini memiliki arti bahwa masing-masing jiwa harus bertanggung jawab
atas dirinya dan tidak dapat dibebani oleh beban orang lain.

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

Asas-Asas Hukum Islam


c. Asas Praduga Tak Bersalah
Seseorang yang dituduh melakukan kejahatan, harus dianggap tidak bersalah sampai hakim dengan bukti-bukti
meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang tersebut. Asas ini juga didasarkan pada al-Quran yang menjadi
landasan dari asas legalitas dan asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain.

Sumber – sumber Hukum Islam


Sumber-sumber hukum islam sendiri kebanyakan diambil dari Al-Quran, tetapi tidak ditutup kemungkinan hukum islam
dapat diambil dari sumber yang lain. Menurut Dalil syar’i menurut Mahmud Syaltut ada tiga:
a. Al-Quran
b. As-Sunnah
c. Ar-Ra’yu (Ijtihad)

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

Hukum Agama di Indonesia


Indonesia sendiri memiliki penduduk yang menganut agama islam terbesar di dunia, oleh sebab itu hukum islam masih
terjaga eksistensinya di berbagai daerah dan bahkan ada yang dikodifikasikan ke dalam hukum nasional. Agama Islam
sendiri masuk ke Indonesia karena dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Malabar pada abad ke-12 M.
Penyebaran Islam di pulau Jawa digerakkan oleh Wali Sanga, para wali berkelana dari dusun ke dusun, memberikan
ajaran moral keagamaan yang secara tidak langsung membantu pemeliharaan keagamaan.

Perkembangan Hukum Islam sendiri tidaklah mulus di Nusantara, mulai dari tertekan semasa penjajahan dan Orde Baru,
akhirnya pada era reformasi lahir beberapa peraturan Perundang-Undangan yang dapat memperkokoh hukum Islam, di
antaranya adalah:
a. UU Penyelenggaran Haji
b. UU Pengelolaan Zakat
c. Undang-Undang Wakaf
d. UU Penyelenggaraan Keistimewaan di Aceh
e. UU Perbankan Syariah

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam

Sedangkan dalam kodifikasi Hukum Indonesia beberapa unsur hukum islam juga masih dipakai. Contohnya dalam
beberapa Undang-Undang berikut :
a. Hukum Kewarisan
Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa hukum waris yang dipraktekkan di
pengadilan agama adalah hukum waris Islam.

b. Hukum Perwakafan
Pasal 1 PP No 28 Tahun 1977 dan pasal 215 KHI mendefinisikan wakaf sebagai perbuatan hukum seseorang atau
sekelompok orang atau badan hukum dengan cara memisahkan sebagian harta bendanya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadat dan keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam.

Penutup
Pendahuluan Hk. Yahudi Hk. Kanon Hk. Islam Penutup

1. Religious Legal System merupakan hukum yang masuk kedalam keluarga hukum ini berasal dari teks-teks suci tradisi
keagamaan. Sistem hukum ini mengatur hubungan antara manusia atas dasar ajaran agama. Hukum Agama terutama
memberi pengaturan tentang kewajiban-kewajiban orang sebagai manusia yang baik, berbudi luhur dalam hubungan
dengan sesama manusia dan sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan.

2. Hukum Agama sendiri dalam eksistensinya di dunia sudah cukup terancam hanya segelintir hukum agama yang
masih digunakan di dunia. Hukum Islam, Hukum Yahudi dan Hukum Kanonik saja yang masih digunakan di dunia
namun tidak secara eksplisit. Hukum Kanonik hanya digunakan di kalangan gereja, Hukum Yahudi hanya ada di
beberapa daerah di Israel. Hanya Hukum Islam yang dilestarikan eksistensinya dan diakui oleh beberapa negara yang
memiliki mayoritas penduduk beragama islam.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai